• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penerapan Politik Etis di Hindia Belanda

Dalam dokumen PENERAPAN POLITIK ETIS DI SIMELOENGOEN (Halaman 45-52)

LATAR BELAKANG POLITIK ETIS DI SIMELOENGOEN PADA TAHUN 1901-1942

3.1 Penerapan Politik Etis di Hindia Belanda

Politik Etis diciptakan berdasarkan masalah kemanusiaan tetapi tidak melupakan masalah perekonomian kolonial Belanda. Tulisan Max Havelaar pada tahun 1860 yang berisi mengenai kecaman terhadap pemerintahan kolonial Belanda berisi tentang kondisi rakyat Hindia Belanda yang tertindas sehingga mempengaruhi pemikiran orang-orang Belanda di negeri induk untuk mempertimbangkan agar kolonial Belanda dapat mengurangi penderitaan rakyat dan memberikan balasan budi kepada rakyat Hindia Belanda.

Memasuki zaman liberalisme (± 1870 – 1900) kapitalisme swasta memainkan pengaruh yang sangat menentukan kebijakan penjajahan. Industri Belanda dan negara Eropa lainnya mulai melirik negeri Hindia Belanda sebagai pasar yang cukup potensial untuk dapat memberikan keuntungan bagi mereka. Negara-negara Eropa mulai mencari peluang untuk investasi dan eksploitasi bahan-bahan mentah di Hindia Belanda.

Pada tahun 1899, Condrad Theodore Van Deventer (1857-1915) yaitu seorang ahli hukum Belanda yang pernah menetap di Indonesia pada tahun 1880-1897 menuliskan sebuah artikel yang berjudul “ Een Erschuld ” yang berarti “ Suatu hutang kehormatan” dalam sebuah jurnal milik Belanda De Gids. Van Deventer berpendapat

27

bahwa negeri Belanda memiliki utang terhadap negeri Hindia Belanda karena hampir seluruh kekayaan Belanda pada waktu itu berasal dari Hindia Belanda dengan cara yang sangat kejam sehingga menimbulkan penderitaan rakyat dan sebaiknya utang tersebut harus dibayarkan kembali dengan cara yang lebih manusiawi dan memberikan kesejahteraan bagi rakyat Hindia Belanda. Pihak Belanda menyebutkan tiga prinsip yang dianggap dasar kebijakan baru dari Politik Etis ini, yaitu Emigratie (perpindahan penduduk), Educatie (edukasi), Irrigatie (pengairan)34. Pada tahun 1901, Ratu Wilhelmina mengumumkan suatu penyelidikan tentang kesejahteraan untuk Pulau Jawa, dengan demikian pula Politik Etis secara sah diberlakukan di negeri Hindia Belanda.

Setelah disahkannya Politik Etis, menteri urusan daerah jajahan, Alexander W.F. Idenburg mempraktekkan pemikiran-pemikiran politik etis dalam bidang pendidikan dengan harapan bahwa pendidikan dapat merubah kesejahteraan rakyat Hindia Belanda kelak. Untuk terlaksananya proyek kebijakan etis ini, pemerintah kolonial memerlukan biaya yang cukup besar. Oleh karena itulah utang pemerintah kolonial mencapai f 40 juta yang kemudian diambil alih oleh pemerintah Kolonial Belanda.

34 M. Riflecks. Op.Cit., hlm. 228.

28

Pada masa yang sama, pemerintah kolonial Belanda melakukan perluasan ke daerah luar Pulau Jawa dan menjadi fokus yang tidak kalah penting dari Jawa dalam pembangunan ekonomi baru.

Untuk meningkatkan pendapatannya selama berada di Hindia Belanda, pemerintah Kolonial memilih cara dengan memajukan sektor perkebunan.

Berkembangnya sektor perkebunan tidak dapat terlepas dari sistem kolonialisme, kapitalisme, dan modernisasi oleh pemerintah Kolonial.

Diawali dengan usaha perkebunan Tembakau di Deli Sumatera Timur, membuat daerah Sumatera Timur menjadi kawasan yang berkembang dan dikenal dalam bidang perkebunan. Walaupun kolonial Belanda telah berhasil menaklukkan dan menguasai berbagai daerah di Sumatera Timur, namun pemerintah kolonial masih enggan untuk menguasi daerah-daerah pedalaman seperti Simeloengoen. Hal ini disebabkan karena beberapa alasan, yaitu; (1) Kolonial belum punya kepentingan politis untuk menguasai daerah ini, (2) Daerah ini berlokasi dipedalaman yang terpencil sehingga sulit mengaksesnya, (3) Adanya anggapan terhadap sifat masyarakatnya yang masih melakukan kanibalisme sehingga membuat Kolonial enggan dan takut sehingga menunda penyelidikan lanjut.35

35 Hisarma Saragih. Zending di Tanah Batak Studi Tentang Konversi di Kalangan Masyarakat Simalungun 1903-1942. Yogyakarta: Ombak. 2019., hlm. 50.

29

Bangsa Barat yang pertama kali memasuki daerah pedalaman Sumatera Timur meliputi daerah Asahan dan Batubara yang pada saat itu dihuni oleh orang-orang Simeloengoen adalah Jhon Anderson, yaitu seseorang yang berkebangsaan Inggris pada tahun 1823 untuk mengamati kemungkinan potensi daerah ini bagi pembukaan perkebunan. Dari catatan perjalanan inilah diperoleh informasi awal mengenai daerah dan penduduk di kawasan ini.36

Orang Belanda yang pertama kali mengunjungi Simeloengoen adalah Contreleur AC. Van Den Boer pada tahun 1865. Ia melaporkan pada saat perjalanannya ke Batubara tidak jarang Ia melihat orang-orang Simeloengoen sedang mengisap candu dan bermain judi di daerah Tanah Djawa. 37

Setelah melihat cerahnya prospek Simalungun menjadi daerah yang menghasilkan, pemerintah Kolonial Belanda berupaya keras untuk menguasai Simeloengoen. Pada 28 Desember 1886 hingga Januari 1867 Contreleur Labuhan Deli, J.A.M. van Cats Baron de Raet mengadakan ekspedisi ke daerah Simalungun atas melalui Delitua – Tangkahan - Salahnulan – Bukum – Barus – Jahe - Nagori, Jawa - Sinaman Sampun – Nagasaribu - Hinalang dan Pematang Purba. Ke daerah Simeloengoen Bawah ekspedisi dilakukan oleh Contreleur Batubara I.L. Scheemaker

36 Ibid. Lihat juga Jhon Anderson. Mission To The East Coast Of Sumatra In 1823, (London:

Oxford University Press, 1971), hlm. 119-152.

37 J. Tideman. Op.Cit., hlm. 40.

30

dengan rute: Kampung Pinang (Huta Pinang) – Bunut - Parhutan Silou Kuala Gunung - Bosar Maligas - Pokkalan Silou Maraja dan Pardagangan.38

Memasuki tahun 1888 pemerintah Kolonial mulai ikut campur terhadap daerah Simeloengoen dengan alasan penertiban wilayah Batak merdeka untuk dimasukkan menjadi bagian pemerintahan Kolonial. Tentu masyarakat Simeloengoen tidaklah diam saja saat kolonial Belanda ikut campur dalam sistem pemerintahan mereka begitu juga dengan raja-raja Simeloengoen yang melakukan perlawanan terhadap kolonial Belanda. Tetapi kolonial Belanda berhasil menaklukkan daerah Simeloengoen beserta kerajaan-kerajaanya.

Sebagai bukti takluknya Raja-raja Simeloengoen terhadap kolonial Belanda maka Raja-raja Simeloengoen menandatangani sebuah plakat pendek atau Korte Verklaring yang berisi 3 hal, yaitu: (1) pengakuan takluk kerajaannya sebagai bagian dari Hindia Belanda, (2) Tidak akan mengadakan hubungan politik dengan negeri asing, (3) Sepenuhnya melaksanakan semua perintah yang dikeluarkan oleh Pemerintah Hindia Belanda melalui pamongpraja Belanda.39 Tahun 1907 merupakan resminya kedudukan kolonial Belanda di Simeloengoen.

38 Juandaha Raya, Martin Lukito Sinaga. Op. Cit., hlm. 60.

39 ANRI. Algemeene Secretarie serie Besluit Gouverneur General van Nederlandsch-Indie.

No. 24, 6 Januari 1904.

31

Hal yang mendorong kebijakan pemerintah kolonial Hindia Belanda melakukan perluasan di sektor perkebunan yaitu adanya pemasukan modal perusahaan oleh karena semakin berkembangnya perkebunan di Sumatera Timur.

Dari hasil penelitian geologi dan klimatologi maka wilayah Batu Bara dan juga Simeloengoen memenuhi syarat untuk perluasan investasi onderneming.40 Kesuburan tanah Simeloengoen sudah diakui oleh orang-orang Eropa sejak dulu. Kesuburan tanah itu ditunjang dengan pegunungan yang mengalirkan sungai-sungai yang semuanya bermuara ke Selat Malaka.41

Wilayah di Simeloengoen yang mempunyai kualitas tanah terbaik berada di Tanah Djawa, Siantar, dan Panei.42 Daerah ini cocok dijadikan perkebunan dengan komoditas utamanya yaitu teh dan karet.43 Untuk daerah Raya, tanahnya kurang cocok untuk dijadikan perkebunan. Penduduk di daerah ini mengelola tanahnya untuk menanam padi. Satu hektar luas ladang dapat menghasilkan sekitar 25 pikul padi.

Selain padi, komoditas seperti jagung dan ubi-ubian dapat ditanam di daerah ini.

40 Arkini Sabrina. “Afdeeling Simeloengoen En De Karolanden (1906-1942)”. Skripsi Sarjana. Belum diterbitkan. Medan: Universitas Sumatera Utara. 2020., hlm. 62.

41 Budi Agustono, dkk. Op.Cit., hlm. 129.

42 J. Tideman. Op.Cit., hlm. 125.

43 Ann Laura Stoler. Kapitalisme dan Konfrontasi di Sabuk Perkebunan Sumatera 1870-1979.

Yogyakarta: Karasa. 1995., hlm. 29.

32

Berbeda dengan wilayah Simeloengoen bawah, Simeloengoen atas yaitu daerah Purba, Dolok Silau, dan Silimakuta, tanahnya tidak cocok dijadikan untuk perluasan perkebunan karena iklimnya yang cukup sejuk, bukan berarti daerah ini tidak menghasilkan. Wilayah ini cocok ditanami berupa sayur-sayuran dan buah-buahan seperti kol, kentang, jeruk, dan lainnya.44

Sejak penanadatanganan Korte Verklaring oleh raja-raja Simeloengoen, hal ini menjadi jalan bagi para pengusaha asing untuk melakukan perluasan perkebunan ke wilayah Simeloengoen. Para pengusaha yang membuka perusahaan perkebunan di Simeloengoen mendapatkan keuntungan yang sangat besar. Oleh karena inilah para perusahaan perkebunan asing berlomba-lomba untuk mendapatkan tanah oleh raja-raja Simeloengoen guna perluasan perkebunan di tempat ini.

Hingga tahun 1938, wilayah Simeloengoen sudah dikenal dengan hasil perkebunannya dan hampir sepertiga tanah di Simeloengoen sudah dijadikan daerah perkebunan dari total luas sekitar 151.295 hektar. Kurang lebih sekitar 120.000 hektar tanah di Simeloengoen dijadikan tanah konsensi perkebunan yang diberikan kepada para pengusaha perkebunan.

Beberapa perusahaan yang berhasil mengembangkan usahanya di Simeloengoen adalah The Rubber Plantationts Investment Trust, Het Nederlandsch

44 ANRI. Memorie Van Overgave van H.E.K Ezerman, 26 April 1926., hlm. 27.

33

Indische Landsyncdicaat, De Marihat Sumatra Plantage, The Good Year Tire and Rubbber, dan De Handelsvereeniging Amsterdam45.

Perusahaan asing lainnya yaitu non-Belanda adalah Horrison and Crosfield yang merupakan perusahaan perkebunan milik Inggris yang masuk ke Sumatera khususnya di Medan sejak tahun 1906 dan berhasil melusaskan perkebunannya di Simeloengoen. Perusahaan ini bergerak pada dua komoditas seperti teh dan karet.46

Dalam dokumen PENERAPAN POLITIK ETIS DI SIMELOENGOEN (Halaman 45-52)