• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENERAPAN POLITIK ETIS DI SIMELOENGOEN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PENERAPAN POLITIK ETIS DI SIMELOENGOEN"

Copied!
124
0
0

Teks penuh

(1)PENERAPAN POLITIK ETIS DI SIMELOENGOEN 1901 – 1942 Skripsi Sarjana Dikerjakan O L E H NAMA. : JELIA SUSAN BR. SINAGA. NIM. : 170706035. PROGRAM STUDI ILMU SEJARAH FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2021.

(2)

(3)

(4)

(5)

(6) KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan anugerah-Nya maka Penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Adapun judul dari skripsi ini adalah “Penerapan Politik Etis di Simeloengoen 1901 – 1942 ”. Penulisan skripsi ini dilakukan sebagai syarat utama untuk memperoleh gelar Sarjana pada program studi Ilmu Sejarah, Fakultas Ilmu Budaya, Unversitas Sumatera Utara. Dalam proses penulisan skripsi ini, penulis menyadari masih banyak sekali kekurangan dan kesalahan, oleh karena itu, Penulis mengharapkan saran dan kritik yang kiranya membangun dari pembaca untuk kesempurnaan penulisan ini. Akhir kata, penulis mengucapkan terima kasih atas perhatian dari pembaca dan penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis maupun pembaca. Semoga kita selalu dalam Perlindungan Tuhan Yang Maha Esa. Medan, Oktober 2021 Penulis. Jelia Susan Br. Sinaga NIM: 170706035. i.

(7) UCAPAN TERIMA KASIH Penulis menyadari tidak akan dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik tanpa bimbingan, saran, doa, motivasi, dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada seluruh pihak yang telah membantu dan mendukung penulis sehingga skripsi ini boleh terselesaikan. Ucapan terinmakasih penulis sampaikan kepada: 1. Ibu Dr. Dra. T.Thyrhaya Zein, M.A, selaku Dekan Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara, beserta Wakil Dekan dan seluruh jajaran staf yang telah membantu penulis selama menempuh pendidikan di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara. 2. Ibu Dra. Lila Pelita Hati, M.Si, selaku Ketua Program Studi S1 Ilmu Sejarah Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara dan juga sebagai Dosen pembimbing akademik penulis atas arahan dan bimbingan yang penulis dapat selama masa pendidikan di Program Studi Ilmu Sejarah. 3. Ibu Dra. Junita Setiana Ginting, M.Si selaku sekretaris Program Studi S1 Ilmu Sejarah Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara dan juga sebagai Dosen pembimbing skripsi penulis atas bantuannya dalam kelancaran penulisan skrispsi ini, baik dalam memberikan nasihat, motivasi, dan kritik serta saran maupun doa sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. 4. Kepada seluruh Dosen Program Studi Ilmu Sejarah Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan waktu, ilmu, pengalaman,. ii.

(8) serta nasihat selama masa perkuliahan. Ucapan terimakasih juga Saya sampaikan kepada Pak Ampera selaku staf administrasi di Program Studi Ilmu Sejarah S1 yang telah membantu dalam menyelesaikan administrasi saya selama masa studi. 5. Kepada seluruh petugas Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI) yang telah membantu saya dalam melakukan pencarian sumber selama berada di ANRI, dan juga kepada petugas perpustakaan Museum Nasional Indonesia yang sangat ramah, Perpustakaan Nasional, Perpustakaan Tengku Luckman Sinar, Perpustaakaan Universitas Sumatera Utara, Perpustakaan Provinsi Sumatera Utara, dan juga Museum Simalungun. 6. Kedua orang tua Saya, Bapak terkasih Drs. Sarmulia Sinaga dan Mama tersayang Dra. Jenni Mersita Saragih serta keluarga. Terimakasih telah memberikan kasih sayang, dukungan baik dalam moral maupun material kepada saya dari lahir hingga dewasa dan selama masa studi. Doa, dukungan, dan jasa yang telah diberikan tidak dapat saya balas dengan apapun. 7. Teman-teman Stambuk 2017, yang telah menemani dan memberikan pengalaman bagi Saya selama masa perkuliahan di Program Studi Ilmu Sejarah S1 Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara baik secara tatap muka maupun daring karena pandemi. khususnya bagi sahabatku tersayang Dhea Izmayani Nasution yang telah setia menemani sejak awal perkuliahan hingga akhir perkuliahan, dan juga untuk teman-teman selama berada di Jakarta, Marta sebagai teman sekamar selama sebulan yang membantu dan memberikan iii.

(9) hiburan, dan motivasi selama penelitian, Ester sebagai teman mengerjakan skripsi bersama melalui daring, Theo, Putri , Kevin dan Haris selama berada di Jakarta. Akhirnya untuk semua orang yang telah membantu secara langsung maupun tidak. langsung dalam penulisan skripsi ini, Saya ucapkan terimakasih, semoga. kebaikan dan bantuan kalian semua dapat dibalas oleh Tuhan Yang Maha Esa.. Medan, Penulis. Oktober 2021. Jelia Susan Br. Sinaga NIM : 170706035. iv.

(10) DAFTAR ISI KATA PENGANTAR ................................................................................ i UCAPAN TERIMA KASIH ...................................................................... ii DAFTAR ISI .............................................................................................. v DAFTAR PETA ......................................................................................... viii DAFTAR GAMBAR .................................................................................. ix DAFTAR TABEL ...................................................................................... x DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................. xi DAFTAR ISTILAH ................................................................................... xii ABSTRAK .................................................................................................. xiv BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ......................................................................... 1 1.2 Rumusan Masalah .................................................................... 8 1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian ................................................. 9 1.4 Tinjauan Pustaka ...................................................................... 10 1.5 Metode Penelitian .................................................................... 12. v.

(11) BAB II KONDISI SIMELOENGOEN SEBELUM TAHUN 1901 2.1 Geografis ............................................................................... 15 2.2 Penduduk ............................................................................... 17 2.3 Pemerintahan ......................................................................... 23 Bab III. LATAR BELAKANG POLITIK ETIS DI SIMELOENGOEN PADA TAHUN 1901 – 1942 3.1 Penerapan Politik Etis di Hindia Belanda ............................... 26 3.2 Kebutuhan Kolonial ............................................................... 33 3.3 Kondisi Masyarakat Simeloengoen ......................................... 36. BAB IV PELAKSANAAN POLITIK ETIS DI SIMELOENGOEN PADA TAHUN 1901 – 1942 4.1 Emigrasi ................................................................................. 38 4.1.1 Pendatang Batak Toba .................................................... 41 4.1.2 Pendatang dari Jawa ....................................................... 46 4.2 Pendidikan .............................................................................. 51 4.3 Irigasi ..................................................................................... 63. vi.

(12) BAB V DAMPAK DARI POLITIK ETIS TERHADAP MASYARAKAT SIMELOENGOEN PADA TAHUN 1901 -1942 5.1 Emigrasi .................................................................................. 71 5.2 Pendidikan ............................................................................... 80 5.3 Irigasi ...................................................................................... 83 BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan ............................................................................. 91 6.2 Saran ...................................................................................... 93 DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 94 LAMPIRAN ............................................................................................... 101. vii.

(13) DAFTAR PETA Peta 1 Simeloengoen tahun 1900 …………………………………………………....16 Peta 2 Penyebaran Pemukiman Penduduk Simeloengoen tahun 1938 ……………...76. viii.

(14) DAFTAR GAMBAR Gambar 4.1. Orang-orang Batak Toba sedang menggarap lahan di Simeloengoen……..............................................................................42. Gambar 4.2. Angka kematian pada kuli kontrak di Simeloengoen tahun 1915 1919…................................................................................................50. Gambar 4.3. Pemukiman Orang Jawa di Pematang Bandar Simeloengoen………..51. Gambar 4.4. Murid dan guru sekolah Zending di Pematang Raya Simeloengoen….54. Gambar 4.5. Murid Sekolah Hollandsch Indische School (HIS) di Pematang Siantar………………………………………………………………..59. Gambar 4.6. Ambacht School di Siantar……………………...................................61. Gambar 4.7. Inlandsch School / Native School di Pematang Siantar tahun 1927……………………………………………………………….....61. Gambar 4.8. Pembangunan Pipa Irigasi di Bah Bolon Simeloengoen…………......68. Gambar 4.9. Persawahan di daerah Tiga Ras Simeleongoen tahun 1930………….68. Gambar 5.1. Pematang Siantar tahun 1938………………………………………...77. Gambar 5.2. Chinatown di Pematang Siantar tahun 1935…………………..….......77. Gambar 5.3. Pabrik teh Biroeng Oeloe Simeloengoen tahun 1930……………..…..88. Gambar 5.4. Perkebunan teh Nagahuta tahun 1915…………………….……........88. ix.

(15) DAFTAR TABEL Tabel 1. Jumlah Penduduk Simeloengoen tahun 1920…………………….......40. Tabel 2. Jumlah Pendatang Batak Toba ke Simeloengoen………………….....45. Tabel 3. Jumlah Kuli Kontrak di Simeloengoen 1 Januari 1926……………....49. Tabel 4. Sekolah di Simeloengoen tahun 1935………………………………...62. Tabel 5. Daerah Irigasi di Simeloengoen 1921………….………......................65. Tabel 6. Pengeluaran untuk Pembangunan Irigasi tahun 1914 – 1920………...66. Tabel 7. Penduduk Onderafdeeling Simeloengoen tahun 1930……...………...73. Tabel 8. Penduduk Pematang Siantar tahun 1920…………………………......75. Tabel 9. Penduduk Pematang Siantar tahun 1930………………………..……75. Tabel 10. Jumlah Pabrik di Simeloengoen……………………………………....86. .. x.

(16) DAFTAR LAMPIRAN Lampiran I. : Surat keberatan petani di Simeloengoen mengenai Waterrecht tahun 1922.. Lampiran II. : Peraturan mengenai Waterrecht oleh pemerintah kepada petani di Simeleoengoen dalam Besluit tanggal 27 Juli 1922 No. 56 Pasal 5.. Lampiran III : Pendapatan para Raja Simeloengoen dari pemerintah Kolonial Belanda antara tahun 1936 -1938.. Lampiran IV : Penggunaan Candu oleh Bangsawan Simeloengoen. xi.

(17) DAFTAR ISTILAH Afdeling. : Daerah administratif dibawah keresidenan pada masa pemerintahan Kolonial Belanda.. Bah. : Sungai.. Besluit. : Surat Keputusan.. Contreleur. : Jabatan bagi orang Belanda yang membawahi unit administratif setingkat Onderafdeeling.. Gementee. :Wilayah yang dijadikan kota pada masa pemerintahan Kolonial Belanda. Hoofd der Tobanezen. : Pemimpin bagi Orang Batak Toba di perantauan.. Immigratie Bureau der Tobanezen : Kantor urusan perpindahan bagi orang Batak Toba. Inlanders. : Pribumi / Bumiputera.. Korte Verklaring. : Plakat / Perjanjian pendek.. Onderafdeeling. : Daerah administratif pada masa pemerintahan Kolonial Belanda dibawah Afdeeling atau pada masa sekarang sekarang sebagai kecamatan.. Onderneming. : Perusahaan Perkebunan.. Oostersche Vreendeling. : Orang Timur Asing.. Saro. : Pekerjaan wajib di ladang milik Raja.. xii.

(18) Sawah Reglement. : Undang-undang sawah.. Staatsblad. : Lembar Negara Pemerintahan Belanda.. Vervolgschool. : Sekolah lanjutan.. Volkschool. : Sekolah rakyat. Volkstelling. : Sensus penduduk pada masa pemerintah Kolonial Belanda.. Waterrecht. : Undang-undang hasil air.. Zendeling. : Seorang penginjil / missionaris.. Zending. : Badan penginjilan agama Kristen.. xiii.

(19) ABSTRAK Penelitian skripsi ini berjudul Penerapan Politik Etis di Simeloengoen 1901 – 1942 . Skripsi ini merupakan sebuah kajian yang dapat digolongkan dalam bidang sejarah lokal dan sosial. Simeloengoen adalah sebuah daerah yang berada di sebelah timur Danau Toba yang dulunya merupakan nama kumpulan dari kerjaan – kerajaan Batak Timur. Penelitian ini membahas tentang Simeloengoen pada masa pemerintahan Kolonial Belanda. Memasuki abad ke-20 merupakan masa permulaan perubahan kebijakan penjajahan kolonial Belanda di tanah jajahannya. Akibat kritik-kritik yang ditujukan kepada Kolonial Belanda selama di negeri jajahan maka Kolonial Belanda membuat sebuah kebijakan yang memberikan keprihatinan terhadap kesejahteraan bangsa Indonesia. Kebijakan ini dinamakan “Politik Etis”. Penelitian ini bertujuan untuk mengungkapkan bagaimana masuknya Kolonial Belanda ke Simeloengoen dan dilaksanakannya Politik Etis di Simeloengoen pada masa pemerintahan Kolonial Belanda mulai dari latar belakang hingga dampak dari Politik Etis terhadap masyarakat di Simeloengoen. Sebelumnya, dijelaskan pula mengenai kondisi daerah Simalungun sebelum tahun 1901. Penelitian ini dibatasi sampai dengan tahun 1942, dimana pada tahun ini pemerintahan Kolonial Belanda digantikan oleh pemerintahan Jepang. Penelitian ini menggunakan metode sejarah yaitu heuristik (pengumpulan sumber). Sumber yang digunakan adalah sumber primer seperti arsip kolonial, catatan laporan, foto-foto yang berhubungan dengan penelitian, dan surat kabar sejaman. Penelitian ini juga menggunakan sumber sekunder seperti buku, jurnal, artikel, dan karya ilmiah lainnya yang berkaitan dengan topik penelitian. Setelah melakukan pengumpulan data, tahap kedua adalah verifikasi (kritik sumber) dengan menggunakan kritik ekstern dan kritik intern untuk menemukan fakta dari data yang dikumpulkan. Selanjutnya, pada tahap ketiga dilakukan interpretasi (penafsiran) sehingga diperoleh kesimpulan untuk dituliskan menjadi tulisan sejarah. Tahap terakhir adalah historiografi yaitu penyusunan fakta-fakta sejarah yang telah di kumpulkan. Kata Kunci: Politik Etis, Masyarakat Simeloengoen.. xiv.

(20) BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Memasuki tahun 1870, politik kolonial di Hindia Belanda berubah haluan.. Sebelumnya politik yang diterapkan oleh kolonial Belanda adalah politik konservatif beralih menjadi politik liberal. Pada periode ini, kaum pengusaha dan para pemodal swasta yang memegang kendali perekonomian di Hindia Belanda dengan cara berinvestasi dalam berbagai kegiatan di Hindia Belanda terutama dalam industri perkebunan baik di Pulau Jawa maupun di luar Pulau Jawa. Oleh karena itu, pada masa ini para pemilik modal dari Belanda dan negeri Eropa lainnya mulai meluaskan industri perkebunannya ke wilayah Sumatera termasuk wilayah Sumatera Timur 1. Oleh karena pertumbuhan ekonomi yang semakin lama semakin berkembang pesat, pihak kolonial Belanda sangat merasa diuntungkan tetapi tidak dengan para penduduk pribumi. Rakyat tidak merasa di untungkan dan merasakan hal sebaliknya. Hidup yang sengsara dan tersiksa ini kemudian mendapatkan perhatian serius oleh orang-orang Belanda di negara induk. Pada tahun 1860 kecaman terhadap perlakuan kolonial Belanda dituliskan dalam novel Max Havelaar oleh seorang Belanda bernama Eduard Douwes Dekker. 1. A. Daliman. Sejarah Indonesia Abad XIV – Awal Abad XX. Yogykarta: FIS UNY. 2002., hlm.. 47.. 1.

(21) dengan membuat nama samaran yang dikenal dengan Multatuli. Kemudian semakin banyak suara dari penduduk Belanda yang mendukung pemikiran untuk mengurangi penderitaan pribumi di Hindia Belanda. Memasuki abad. ke-20 merupakan masa permulaan perubahan kebijakan. penjajahan kolonial Belanda di tanah jajahannya. Kebijakan kolonial Belanda kini memiliki tujuan baru, eksploitasi terhadap Indonesia mulai kurang dijadikan sebagai alasan utama kekuasaan dan digantikan dengan pernyataan-pernyataan keprihatinan atas kesejahteraan bangsa Indonesia. Kebijakan ini dinamakan “Politik Etis”2. Politik Etis merupakan sebuah politik balas budi yang berakar pada masalah kemanusiaan dan sekaligus pada keuntungan Ekonomi. Pada tahun 1899, Conrad Theodore van Deventer, seorang ahli hukum Belanda yang pernah tinggal di Hindia Belanda pada tahun 1880-1897, menerbitkan sebuah artikel. berjudul “Een. Ereeschuld”, yang diartikan “suatu hutang kehormatan”, di dalam jurnal Belanda de Gids yang menyatakan bahwa Negeri Belanda berhutang kepada Indonesia dan harus dibayar dengan tindakan yang lebih manusiawi3. Pelaksanaan Politik Etis oleh pemerintah kolonial Belanda sesungguhnya tidak lepas dari kepentingan kolonial Belanda sendiri selama berada di Hindia Belanda. Terlepas dari kepentingan itu, kolonial Belanda menuntun bangsa Indonesia untuk. 2. M.Riflecks. Sejarah Indonesia Modern. Jakarta: Serambi Ilmu Semesta. 1994., hlm. 227.. 3. Ibid., hlm. 228.. 2.

(22) lebih maju tetapi tetap dibawah jajahan Belanda. Pada tahun 1901 Ratu Wilhemina mengumumkan tentang pengesahan Politik Etis ini untuk negeri Hindia Belanda. Program Politik Etis oleh Kolonial Belanda ini dibuat untuk mensejahterakan bangsa Indonesia sebagai hutang balas budi tetapi pada kenyataannya nasib bangsa Indonesia tidak terlalu mendapatkan perbaikan dan tetap pada kenyataan hidup dalam kesengsaraan. Tiga program dari Politik Etis yang diberikan kolonial Belanda ini adalah pengairan (Irigasi), perpindahan penduduk (Emigrasi), dan pendidikan (Edukasi). Walaupun rakyat pribumi menerima program ini tetapi dalam pelaksanaannya banyak terjadi penyimpangan dan kolonial Belanda tidak sepenuhnya membantu rakyat Indonesia. Aksi-aksi penaklukan kolonial Belanda di daerah-daerah luar Pulau Jawa telah memperluas wilayah kekuasaan Belanda, dan daerah-daerah tersebut menjadi fokus yang lebih penting daripada Jawa dalam pembangunan ekonomi baru. Sumatera Timur menjadi salah satu daerah di luar Jawa yang memiliki peranan penting dalam perekonomian Hindia Belanda di Pulau Sumatera. Sumtera Timur diolah menjadi daerah industri perkebunan yang sangat membantu perekonomian Kolonial Belanda. Tak butuh waktu yang lama, Sumatera Timur mengalami perkembangan yang sangat pesat. Tahun 1863 adalah awal dari pembukaan perkebunan di Sumatera Timur oleh seorang pengusaha Belanda yang bernama Jacobus Nienhuys yang melakukan penanaman tembakau di wilayah Deli yang kemudian sangat menghasilkan keuntungan yang sangat besar sehingga membuat 3.

(23) para pengusaha dan pemilik modal asing lainnya tertarik untuk menanamkan modalnya dalam industri perkebunan didaerah ini dan semakin meluas hingga daerah Simeloengoen4. Untuk melindungi kepentingan ekonominya seperti pengamanan daerah perkebunan di kawasan Sumatera Timur, Kolonialisme Belanda melakukan pasifikasi terhadap daerah-daerah yang sebelumnya dianggap merdeka 5. Masuknya kolonialisme Belanda ke tanah Simeloengoen diawali pada tahun 1865 dengan bermula di Tanjung Kasau yang pada waktu itu tunduk pada Siantar, hingga semakin meluas ke pedalaman Simeloengoen dengan tujuan membuka dan memperluas wilayah perkebunan milik Belanda 6. Sejak adanya pengakuan tunduk kepada kolonial Belanda oleh raja-raja Simeloengoen pada tahun 1907, telah menjadi jalan bagi para pengusaha asing ke tanah Simeloengoen. Antara tahun 1910-1920, pemodal Jerman dan Inggris7 telah. 4. Simeloengoen memiliki arti yaitu sepi, dan kesedihan, yang merujuk pula pada nama suatu tempat atau wilayah yang berada di sebelah Timur Danau Toba yang dulunya merupakan nama kumpulan dari kerajaan-kerajaan Batak Timur. Pada masa pemerintahan Kolonial Belanda dijadikan sebagai daerah administrasi yang dikenal dengan Onderafdeeling Simeloengoen yang termasuk dalam kawasan Afdeeling Simeloengoen en Karolanden (1906). Penyebutan Simeloengoen pada masa sekarang adalah Simalungun. 5. Budi Agustono, dkk. Sejarah Etnis Simalungun, Medan: USU Press. 2012., hlm. 209.. 6. Ibid., hlm.45.. 7. Ibid., hlm. 220.. 4.

(24) mengembangkan Industri perkebunan di sekitar Pematang Siantar dengan berhasil memperoleh tanah dari raja Siantar dan Tanah Jawa8. Masuknya pengusaha-pengusaha asing ini ke Simeloengoen, membuat perubahan besar didaerah ini. Daerah yang sebelumnya perkampungan biasa dan masih dikelilingi hutan belantara ini berubah dan berkembang menjadi area perkebunan dikarenakan tanahnya yang subur. Perpindahan penduduk dari daerah lain ke Simeloengoen adalah salah satu bagian dari perubahan besar yang terjadi di Simeloengoen pada. masa kolonial.. Pembukaan perkebunan di daerah ini membuat kolonial Belanda mendatangkan para pekerja dari daerah lain dan menetap di Simeloengoen. Sebelum industri perkebunan Eropa menjangkau daerah Simeloengoen, rata-rata kepadatan penduduk Simeloengoen adalah 13-14 per km², setelah itu menjadi 48 per km² pada tahun 1920 dengan jumlah penduduk secara keseluruhan 175.757 jiwa9 dan pada tahun 1930 meningkat hingga 543.345 penduduk10.. 8. Sebelum masuknya kolonial Belanda ke Simeloengoen, di daerah ini sudah menggunakan sistem pemerintahan bersifat kerajaan. Ada empat kerajaan yang berukuasa di Simeloengoen sebelum kolonial Belanda ikut campur dalam urusan pemerintahan. Diantaranya : Kerajaan Siantar, Keraajaan Tanah Jawa, Kerajaan Panei, dan Kerajaan Silou, kemudian setelah Raja-raja Simeloengoen berhasil ditaklukkan Belanda, Belanda mengakui tiga kerajaan lagi, antara lain: Raya, Purba, dan Silimakuta. Lihat Budi Agustono,dkk., hlm. 46. 9. J. Tideman. Simeloengoen: Het Land der Timoer Bataks in Zijn Vroegere Isolatie en Zijn Ontwikkeling tot Een Deel van het Cultuurgebied van de Oostkust van Sumatera, Leiden: Stoomdrukkerij Louis H.Becherer. 1922., hlm. 85. 10. Jan. J. Damanik. Dari Ilah Menuju Allah Sejarah Kekristenan di Simalungun dalam Aras Perjumpaan Injil dengan Kebudayaan. Yogyakarta: ANDI. 2012., hlm.11. 5.

(25) Selain perpindahan penduduk, Belanda juga memperkenalkan dan membuat sistem pengairan di lahan-lahan perkebunannya untuk menunjang hasil produksinya berupa gabah (bulir padi). Pada tahun 1921 ada sekitar 13 daerah pengairan yang dilakukan dengan luas sawah sekitar 4.120 Ha.11 Perubahan besar lainnya yang terjadi di Simeloengoen oleh karena masuknya kolonial Belanda adalah dengan diberikannya perhatian mengenai pendidikan untuk masyarakat Simeloengoen yang pada saat itu hanya mendapat pengetahuan tradisional. Melihat masyarakat Simeloengoen yang belum tersentuh akan pendidikan formal ini maka, pemerintah Kolonial Belanda memberikan pengetahuan dengan membuka sekolah yang disesuaikan dengan status sosial masyarakat yang ada di Simeloengoen. Pada tahun 1904, sudah ada sekolah yang didirikan oleh Zending RMG dengan bantuan Belanda yang terletak di Buluh Raya, kemudian pada tahun 1915, didirikan sekolah untuk anak-anak Eropa dan untuk penduduk Simeloengoen, didirikan sekolah yang setara dengan pendidikan dasar yaitu Hollaandsch-Inlandsche School (HIS) pada tahun 191612. Masuknya pendidikan di Simeloengoen, tak terlepas dari peran Zending untuk memasukkan dan menyebarkan Agama Kristen di Simeloengoen. Penelitian ini memiliki bahasan pokok yakni menjelaskan mengenai penerapan dari Politik Etis oleh kolonial Belanda terhadap masyarat Simeloengoen sebagai. 11. J.Tideman. Op.Cit., hlm. 264.. 12. Ibid., hlm. 274.. 6.

(26) tindakan balas budi walaupun dalam penerapannya tidak sepenuhnya dilaksanakan dengan baik seperti yang telah dirumuskan di negeri Belanda. Selama ini, penulisan akan Politik Etis selalu membicarakan mengenai daerah Pulau Jawa dan hanya sedikit yang menuliskan daerah di luar Pulau Jawa mengenai penerapan Politik Etis ini. Hal ini yang membuat penulis melakukan penelitian ini. Alasan penulis tertarik untuk melakukan penulisan ini adalah karena tanpa disadari bahwa Politik Etis pernah terjadi di daerah Simalungun yang dulunya merupakan daerah yang sangat sepi. Dari uraian tersebut, maka penelitian ini diberi judul “Penerapan Politik Etis di Simeloengoen 1901-1942”. Penelitian ini mencakup wilayah administrasi Simeloengoen sebelum dan sesudah masuknya kekuasaan Kolonial Belanda. Adapun batasan waktu dalam penelitian ini adalah dimulai pada tahun 1901 karena pada tahun ini sudah dilakukan perpindahan penduduk oleh kolonial Belanda ke Simeloengoen yaitu orang-orang Batak Toba yang jumlah awalnya sekitar 300 orang13. Didatangkannya orang-orang Batak Toba ini oleh kolonial Belanda adalah untuk bekerja di mengelola persawahan karena orang-orang Batak Toba lebih mahir dan ulet dalam mengelola lahan persawahan daripada penduduk asli. Di pihak lain, perpindahan tersebut dianggap missioner sebagai sarana untuk menyebarkan agama Kristen di kalangan masyarakat Simeloengoen14. Selain orang-orang Batak Toba,. 13. Tengku Luckman Sinar. Sumatera Utara Dibawah Kekuasaan Pemerintah Hindia Belanda (s/d awal abad ke XX). Medan., hlm. 35. 14. O.H.S Purba dan Elvis F. Purba. Migrasi Spontan Batak Toba (Marserak) Sebab, Motip, dan Akiba Perpindahan Penduduk dari Dataran Tinggi Toba. Medan: Manora., hlm. 75.. 7.

(27) terdapat etnis lain yang datang ke Simeloengoen. Batasan akhir dari penelitian ini adalah pada tahun 1942 yaitu ketika kolonial Belanda sudah tidak berkuasa lagi di Hindia Belanda khususnya di Simeloengoen yang digantikan oleh kekuasaan Jepang sehingga industri perkebunan tidak berjalan seperti semula dan Jepang tidak memperdulikan program-program yang telah dibuat oleh Belanda pada masa kekuasannya. 1.2. Rumusan Masalah Dalam melakukan suatu penelitian tentulah menggunakan rumusan masalah.. Rumusan masalah merupakan landasan yang sangat penting dari sebuah penelitian karena akan memudahkan peneliti dalam prosess pengumpulan data dan analisis data. Penjabaran permasalahan yang akan dikaji dalam penelitian ini akan dipandu melalui pertanyaan-pertanyaan utama sebagai berikut: 1. Bagaimana kondisi Simeloengoen sebelum tahun 1901? 2. Bagaimana latar belakang Politik Etis di Simeloengoen pada tahun 19011942? 3. Bagaimana pelaksanaan Politik Etis di Simeloengoen pada tahun 19011942? 4. Bagaimana dampak dari Politik Etis terhadap masyarakat Simeloengoen pada tahun 1901-1942?. 8.

(28) 1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Menjelaskan kondisi Simeloengoen sebelum tahun 1901. 2. Menjelaskan latar belakang Politik Etis di Simeloengoen pada tahun 19011942. 3. Menjelaskan pelaksanaan Politik Etis di Simeloengoen pada tahun 19011942. 4. Untuk menjelaskan dampak dari. Politik Etis terhadap masyarakat. Simeloengoen pada tahun 1901-1942. Adapun manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1.. Dalam bidang Ilmu Sejarah untuk menambah referensi dan khasanah kajian tentang sejarah lokal khususnya Simalungun pada masa kolonial.. 2.. Memperkaya khasanah dan melengkapi tentang sejarah lokal di Simalungun serta aspek-aspek yang memperngaruhinya pada masa kolonial Belanda, serta dampaknya hingga saat ini .. 3.. Penelitian ini juga diharapkan dapat bermanfaat bagi masyarakat umum dan untuk menambah pengetahuan terhadap masyarakat Simalungun pada masa lampau khususnya di masa kolonial Belanda dan juga dapat menjadi referensi bagi pembaca untuk menulis dan melakukan penelitian lebih lanjut tentang Simalungun pada masa kolonial Belanda.. 9.

(29) 1.4 Tinjauan Pustaka Dalam penelitian ini, penulis telah melakukan peninjauan terhadap sumbersumber kepustakaan yang berkaitan dengan topik yang penulis teliti. Penulis menggunakan beberapa karya ilmiah. Karya-karya tersebut berupa buku, tesis, skripsi serta jurnal yang dapat membantu penulis dalam melakukan penelitian.Adapun beberapa karya ilmiah tersebut adalah : Budi Agustono, dkk dalam buku Sejarah Etnis Simalungun (2012) yang membahas tentang keadaan kerajaan-kerajaan Simalungun pada masa Pra-kolonial Belanda, sampai pasca kolonial Belanda . Buku ini membantu penulis untuk mengetahui bagaimana keadaan sosial masyarakat Simeloengoen pada masa sebelum dan sesudah masuknya kolonial Belanda. J.Tideman dalam Simaloengoen: Het Land der Timoer Bataks in Zijn Vroegere Isolatie en Zijn Ontwikkeling tot Een Deel van het Cuulturgeibed van de Oostkuust van Sumatra (1922). Buku ini merupakan laporan kegiatan Assisten Resident di Afdeeling Simeloengoen en de Karolanden selama menjabat. Buku ini membantu penulis untu mengetahui mengenai perkembangan pemerintahan, penduduk, dan program irigasi yang pernah dilakukan di Simeloengoen. H. Rijkens dalam Saotik hatorangan dohot voorstel Taringot toe Irigatie di Simeloengoen (1932). Laporan ini membahas tentang irigasi di Simeloengoen pada masa kolonial Belanda. Laporan ini membantu penulis untuk mengetahui bagaimana sistem irigasi yang dilakukan di Simeloengoen, peralatan untuk di sawah, cara memanen, dan hasil pertanian setelah irigasi diberlakukan di Simeloengoen. 10.

(30) TBA. Purba Tambak, ed. Erond L Damanik dalam Sejarah Simalungun (2019) Buku ini membahas tentang pemerintahan tradisional Simeloengoen, kolonialisme, agama, dan adat istiadat Simeloengoen. Buku ini membantu penulis untuk mengetahui bagaimana pemerintahan tradisional serta adat istiadat masyarakat Simeloengoen sebelum masuknya kolonial Belanda. Juandaha Raya P. Dasuha dan Martin Lukito Sinaga dalam “Tole Den Timorlanden Das Evangelium” Sejarah Seratus Tahun Perkabaran Injil di Simalungun, 2 September 1903-2002 (2003). Buku ini membahas tentang masuknya agama Kristen di Simeloengoen melalui Zending. Buku ini membantu penulis untuk mengetahui agama Kristen di Simeloengoen sebagai dampak dari diberikannya pendidikan bagi masyarakat Simeloengoen. Pdt. Dr. Jan J. Damanik dalam Dari Ilah menuju Allah Sejarah Kekristenan di Simalungun dalam Aras Perjumpaan Injil dengan Kebudayaan (2012). Buku ini membahas tentang perkembangan masyarakat Simeloengoen dari sebelum masuknya Kolonial Belanda hingga berakhirnya pemerintahan Kolonial Belanda. Buku ini membantu penulis untuk mengetahui bagaimana keadaan Simeloengoen sebelum masuknya Kolonial Belanda dan bagaimana proses kedatangannya ke Simeloengoen. Arkini Sabrina dalam Afdeeling Simeloengoen En De Karolanden (1906-1942) (2020). Skripsi ini membahas tentang Simeleongoen ketika sudah tunduk pada kolonial Belanda dan sudah menjadi wilayah administratif yang bergabung dengan daerah Karo. Skripsi ini membantu penulis untuk mengetahui apa saja yang dilakukan oleh. 11.

(31) kolonial Belanda selama berkuasa di Simeloengoen dan bagaimana perkembangan Simeloengoen selama berada dibawah jajahan kolonial Belanda. 1.5 Metode Penelitian Dalam melakukan penelitian sejarah tentulah menggunakan metode sejarah dalam pelaksanaannya. Yang dimaksud dengan metode sejarah adalah proses menguji dan menganalisis secara kritis rekaman dan peninggalan masa lampau 15. Dalam metode sejarah berisi tahapan-tahapan sejarah yaitu heuristik, kritik, interpretasi, dan historiografi. Tahapan yang pertama adalah Heuristik. Heuristik adalah proses pengumpulan sumber atau data sejarah yang berkaitan dengan topik penelitian yang dipilih. Penulis mengumpulkan sumber atau data dengan melakukan studi arsip dan studi pustaka. Studi arsip diperlukan dalam penelitian ini mengingat cakupan periode yang dikaji adalah periode kolonial. Studi arsip dilakukan dalam rangka memperoleh sumber-sumber primer kolonial. Dalam melakukan pengumpulan sumber arsip yang berhungungan dengan Simalungun di tahun 1901-1942, penulis mengunjungi Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI) pada 25 Maret 2021 sampai dengan 16 April 2021. Penulis melakukan studi arsip bersama 6 teman penulis lainnya yang mempunyai kepentingan yang sama dengan penulis. Penulis melakukan studi arsip di masa pandemi Covid-19 yang sedikit menyulitkan penulis untuk mengakses arsip. Di awal kedatangan penulis di ANRI, penulis sedikit bingung untuk melakukan pencarian arsip. Meskipun demikian, para petugas ANRI tetap ramah untuk memberikan. 15. Louis Gottschalk. Mengerti Sejarah. terjemahan dari Nugroho Notosusanto, Jakarta: Press, 1985., hlm. 39.. 12. UI.

(32) informasi dan cara mengakses arsip. Setelah mendapat informasi mengenai Simalungun. selanjutnya penulis melakukan pencarian arsip melalui Algemeene Secretarie, Missive van Gouvernement Secretarie, Memorie van Overgave (MVO), KIT Foto Sumatera Utara, dan arsip lainnya yang berhubungan dengan topik penulis. Penulis juga mengunjungi situs arsip online seperti Delpher.nl, Leiden University, Colonial Arsitecture, KITLV dan lainnya. Penulis melakukan pengumpulan sumber atau data primer tidak hanya di ANRI saja. Penulis juga mengunjungi Perpustakaan Nasional Indonesia. Penulis mengunjungi koleksi buku langka di Lantai 14 .Setelah ANRI dan Perpustakaan Nasional Indonesia, Penulis juga melakukan kunjungan ke Museum Nasional Indonesia untuk mendapatkan sumber-sumber yang berhungungan dengan topik yang penulis teliti. Dalam mengumpulkan sumber atau data sejarah, penulis juga melakukan studi pustaka untuk mendapatkan sumber atau data yang berhubungan dengan topik penelitian baik dalam bentuk buku, skripsi, tesis, dsb. Oleh karena itu penulis sudah mengunjungi beberapa perpustakaan, diantaranya Perpustakaan Universitas Sumatera Utara, Perpustakaan Tengku Luckman Sinar, Perpustakaan Kota Medan, dan Perpustakaan Provinsi Sumatera Utara dan juga Museum Simalungun di Pematang Siantar. Setelah mengumpulkan sumber, tahapan yang kedua adalah Verifikasi (kritik sumber). Dalam tahapan ini, sumber-sumber relevan yang telah diperoleh selanjutnya akan dilakukan kritik untuk mengetahui keabsahannya. Kritik sumber terbagi menjadi 13.

(33) dua, yaitu kritik ekstern dan kritik intern. Kritik ekstern adalah penyeleksian dokumen atau sumber yang digunakan oleh penulis, apakah dokumen atau sumber tersebut perlu di gunakan atau tidak dalam penelitian. Kritik intern adalah kritik yang dilakukan untuk menguji kebenaran dan keaslian sumber. Tahapan yang ketiga adalah Interpretasi. Interpretasi merupakan penafsiranpenafsiran terhadap fakta-fakta yang telah didapatkan dan dikritik. Dalam tahap ini, fakta-fakta yang dihasilkan dari sumber selanjutnya dianalisa sehingga diperoleh kesimpulan yang dituliskan sesuai dengan objek yang diteliti kemudian disusun secara kronologis. Tahap yang terakhir adalah. Historiografi. Historiografi. adalah proses. penulisan dari fakta-fakta yang telah didapatkan, ditulis secara kronologis sehingga menghasilkan penelitian sejarah. Penulisan ini akan menjelaskan Politk Etis di Simalungun pada masa kolonial Belanda.. 14.

(34) BAB II KONDISI SIMELOENGOEN SEBELUM TAHUN 1901. 2.1 Geografis Sebelum masuknya kolonial Belanda, Simeloengoen lebih dikenal sebagai wilayah “Batak Timur” karena letaknya berada di sebelah timur dari Danau Toba. Penduduknya juga disebut sebagai “Suku Timur Raya” 16. Pada tahun 1865 kolonialisme Belanda mulai memasuki tanah Simeloengoen dengan bermula di Tanjung Kasau yang pada waktu itu tunduk kepada kerajaan Siantar, lalu semakin meluas hingga ke pedalaman Simeloengoen. dengan tujuan untuk membuka dan. memperluas wilayah perkebunan milik kolonial Belanda. 17 Dalam bukunya yang berjudul Batak Spiegel, M. Joustra menuliskan letak Simeloengoen berdasarkan peta negara-negara Batak oleh Van Droze pada tahun 1888, secara geografis daerah Batak Timur terletak di sekitar Danau Toba, berada di Pantai Timur Sumatera, kira-kira 21⁄2 dan 31⁄2º LU, dan 1º. 40’ dan 0.50’ BB dari Padang (98º. 40’- 99º - 30’ BT Greenwich)18. Di sebelah utara berbatasan dengan daerah Karo, di sebelah timur berbatasan dengan Afdeeling Deli en Serdang, di sebelah selatan. 16 M.D. Purba., Letkol. Inf. Pens. Mengenal Kepribadian Asli Rakyat Simalungun Cetakan keII. Medan: M.D Purba. 1977., hlm. 21. 17. Budi Agustono, dkk. Op.Cit., hlm. 45.. 18. Joustra M. Batak Spiegel. Leiden: Doesburgh. 1926., hlm. 54.. 15.

(35) berbatasan dengan Afdeeling Asahan, dan di sebelah barat berbatasan dengan Danau Toba. Peta 1 Peta Simeloengoen tahun ±1900. Sumber: Diakses dari oldmapsonline.org. Diakses pada 18 Agustus 2021 pukul 08.50 WIB. Lihat juga Erond L. Damanik (2019). . Sebagian besar daerah-daerah Simeloengoen berbatasan dengan kesultanankesultanan Melayu. Secara geografis daerah Simeloengoen bisa dibedakan dengan daerah pegunungan yang terdiri dari dataran tinggi didekat pesisir Danau Toba dengan kisaran tinggi dari permukaan laut antara 1200-1400 meter. Daerah pegunungan ini sebagian besar berada di sebelah Barat. Di sebelah timur secara umum terdiri atas dataran rendah yang luas yang rata-rata ketinggiannya 100 meter dari permukaan laut.. 16.

(36) Untuk daerah pegunungan, iklimnya berada di rata-rata suhu antara 18,3 – 19,6º C, sedangkan untuk daerah dataran rendah rata-rata suhunya diantara 23 – 24,6 ºC 19. Sebelum masuknya kolonial Belanda, daerah Simeleongoen hampir seluruhnya masih hutan belantara. Daerah ini masih ditumbuhi oleh pohon-pohon besar, dataran alang-alang dan masih banyak hewan-hewan buas yang berkeliaran bebas. Kondisi tanah di daerah Simeloengoen sangatlah subur dan bagus untuk mendukung kegiatan pertanian. Selain memiliki daerah pegunungan, Simeloengoen juga memiliki sungaisungai atau yang disebut dengan bah yang dapat membantu pengairan pertanian di daerah ini dan sungai juga menjadi sarana untuk berinteraksi dengan daerah-daerah di luar Simeloengoen. 2.2 Penduduk Sebelum masuknya kolonial Belanda ke Simeloengoen, daerah ini merupakan daerah yang sepi penghuninya. Sebelum industri perkebunan Eropa menjangkau daerah ini, rata-rata kepadatan penduduk Simeloengoen adalah 13-14 jiwa per km² 20. Penduduknya mendirikan rumah bertiang tinggi dan berkelompok di suatu perkampungan (huta) yang dikelilingi pagar alami seperti bambu berduri atau pertahanan buatan yang disusun dari batu-batu besar dengan parit pertahanan alam seperti jurang atau perbukitan yang hanya memiliki dua pintu masuk dan keluar yang. 19. Budi Agustono, dkk. Op.Cit., hlm. 132.. 20. J. Tideman. Op. Cit., hlm. 85.. 17.

(37) disebut horbangan. Horbangan ini dijaga oleh penduduk siang malam secara bergiliran yang di sebut dengan parari. Setiap orang yang hendak masuk kampung harus minta izin dari penguasa setempat dan akan ditanyai identitas serta tujuan untuk datang ke kampung mereka oleh parari21. Walaupun orang-orang Simeloengoen sudah membuka perkampungan (huta) dan mendirikan rumah tetapi mereka lebih suka tinggal di ladang untuk menjaga perladangannya dari serangan hama dan hewan liar yang merusak tanaman mereka, Dengan situasi seperti ini, para penduduk lebih banyak menghabiskan hidupnya diluar perkampungan (huta) mereka. Dalam sistem berladang, orang Simeloengoen melakukannya dengan cara berpindah-pindah dengan menebas dan membakar hutan 22. Oleh karena sistem ladang berpindah orang Simeloengoen sangat sulit mendapatkan informasi dari pemerintah dan kurang bisa menerima keberadaan orang asing. Menurut J. Tideman yang merupakan mantan Asisten Residen Afdeeling Simeloengoen en Karolanden, sebelum kolonial Belanda menguasai wilayah ini, praktik kanibalisme masih berlangsung di Simeloengoen23. Penduduk Simeloengoen. 21. Budi Agustono, dkk. Op.Cit., hlm. 129.. 22. Ibid., hlm. 138.. 23. J. Tideman. Op.Cit., hlm. 113.. 18.

(38) dibagi dalam bentuk marga. Ada empat marga yang dianggap sebagai penduduk asli Simeleongoen, diantaranya Damanik, Sinaga, Saragih, dan Purba 24. Damanik merupakan marga utama penduduk di Siantar, pada mulanya berasal dari Uluan dan sejak delapan generasi sudah mendiami daerah itu. Sinaga merupakan marga utama penduduk di Tanah Jawa, Saragih merupakan marga utama penduduk di Raya dan Silampuyang, dan Purba merupakan marga utama penduduk di Panei dan kerajaan Timur dengan pengecualian di sebagian besar daerah Silimakuta, yang dihuni oleh orang-orang Karo25. Sikap orang Simeloengoen lahir dari kondisi masyarakat yang feodal terutama oleh karena prakitik perbudakan yang menekan rakyat kebanyakan oleh para tuan-tuan mereka. Oleh karena bentuk masyarakat yang feodal ini, masyarakat Simeloengoen dibagi atas kelas-kelas tertentu (stratifikasi). Adapun kelas sosial tersebut adalah bangsawan (partuanon) di tingkat paling atas, orang merdeka (paruma) ditingkat kedua, dan tingkat terakhir adalah budak (jabolon)26. Golongan bangsawan (Partuanon) merupakan golongan teratas dalam kelas sosial masyarakat Simeloengoen. Seseorang digolongkan pada kelompok ini jika memiliki garis keturunan atau hubungan kerabat dengan seorang raja atau tuan.. 24. Ibid., hlm. 90.. 25. Ibid.. 26. Budi Agustono, dkk. Op.Cit., hlm. 178.. 19.

(39) Golongan yang merupakan penguasa di Simeloengoen sudah ada sejak lama sebelum kolonial Belanda berkuasa hingga sampai dengan kemerdekaan Indonesia. Posisi seorang raja di Simeloengoen sangatlah penting. Selain sebagai pemangku adat, Ia juga merupakan penguasa dan pemimpin dari pemerintahan. Seorang raja memiliki hak istimewa yaitu dapat memiliki istri lebih dari satu. Istri utama atau permaisuri disebut dengan Puang Bolon dan istri lainnya disebut dengan Puang Bona. Keturunan dari raja disebut sebagai Tuan jika ia laki-laki dan Panak Boru jika ia perempuan27. Sebagai penguasa, raja disebut sebagai “Naibata na taridah” (Tuhan yang terlihat) karena posisinya adalah pemegang kekuasaan. Posisi raja seperti ini membuatnya memiliki keuntungan dalam politik, ekonomi, dan sosial. Kelompok bangsawan ini merupakan kelompok yang termasuk golongan elit dan kaya, selain harta dan kekuasaan, kelompok ini juga memiliki budak yang dapat melayani dan memenuhi keperluan mereka. Kelompok golongan setelah Partuanon adalah golongan Paruma. Kata Paruma berasal dari kata “par” dan “uma”, par berarti orang dan uma berarti juma atau ladang, jadi Paruma dapat diartikan sebagai orang yang bekerja di ladang atau petani. Seseorang yang dianggap sebagai Paruma adalah mereka yang memiliki hubungan marga atau leluhur yang sudah jauh dengan raja. Status Paruma ini dapat berubah menjadi Partuanon jika raja mengangkat bagian dari mereka menjadi wakil pemerintah. 27. Ibid., hlm. 179.. 20.

(40) di daerah lain atau raja mengambil anak perempuan dari golongan Paruma menjadi selirnya maka keluarga dari perempuan akan naik statusnya menjadi golongan Partuanon. Kelompok golongan pada posisi terakhir adalah Jabolon atau yang dikenal sebagai budak. Sejak dulu, praktik perbudakan di Simeloengoen adalah hal yang biasa dan dianggap wajar. Jabolon berasal dari kata “ja” dan “bolon” , ja merupakan singkatan dari raja dan bolon yang berarti besar. Jabolon berarti milik raja atau orang besar. Sesuai dengan posisinya di tingkatan paling bawah, Jabolon memiliki kehidupan yang paling menderita dan menyedihkan dan kadang-kadang disamakan dengan hewan peliharaan. Nasib para budak berada pada tuan-tuan mereka, mereka tidak memiliki jaminan hidup, diperlakukan seenaknya, diperjual-belikan, dan bisa dibunuh kapan saja jika dianggap memiliki kesalahan sekecil apapun. Golongan budak atau Jabolon ini dibedakan menurut asal-usulnya yaitu: 1. Jabolon Marutang adalah orang-orang dari golongan Paruma yang melakukan peminjaman dan tidak dapat melunasi utang mereka sehingga mereka dihukum menjadi budak. Mereka bisa bebas dari perbudakan bila dapat melunasi utangnya. 2. Jabolon Tangga adalah orang-orang yang menjadi budak karena keluarga mereka adalah kelompok budak, sebagian dari mereka dapat memperoleh kebebasan hanya dalam kasus tertentu. Kelompok Jabolon Tangga terbagi atas beberapa jenis, diantaranya: 21.

(41) a) Jabolon Tabanan adalah budak yang berasal dari tawanan perang. Mereka bisa dibebaskan atas persetujuan penguasa setempat dan raja daerahnya. b) Jabolan Ayoban adalah perempuan dan anak-anak terlantar yang tidak memiliki keluarga dan dijadikan budak oleh raja; misalnya anggota keluarga raja yang berkhianat. dan orang yang melakukan kesalahan sehingga. terdakwa mati. Mereka dapat dibebaskan dengan membayar $12. c) Satongah Jabolon adalah mereka yang berstatus setengah budak, maksudnya salah satu dari orang tuanya berstatus sebagai budak atau keturunan budak. Mereka dapat dibebaskan dengan membayar $24. d) Jabolon dapot i parlittunan adalah budak yang semula bagian dari kerajaan tetapi melarikan diri dan tertangkap kembali. e) Anak babi adalah budak yang masih kecil, mereka lahir dari orangtua tanpa adanya pernikahan yang sah. f) Anak-anak dari pasangan budak.28 Penduduk Simeloengoen terus hidup dalam ancaman perbudakan sehingga mereka banyak yang lebih memilih untuk mengasingkan diri ke daerah pedalaman atau hidup di ladang milik mereka. Oleh karena hidup dalam kondisi masyarakat yang feodal terutama karena praktik perbudakan yang menekan rakyat, karakter masyarakat Simeloengoen menjadi cenderung mengalah dan lebih tertutup dengan orang asing.. . Dr. Ph. S. Van Ronkel dan D. Van Hinloopen Labberton. “Daal Land En Volkenkunde”. Tijdschrift Bataviaasch Genotschap. 1909., hlm. 537. 28. 22.

(42) Sebelum masuknya kolonial Belanda ke Simeloengoen, masih dijumpai praktik kanibalisme di tempat ini bahkan menjadi hal yang biasa di tengah-tengah kehidupan kehidupan sehari-hari orang Simeloengoen. Kebiasaan kanibalisme ini menjadi hal yang ditakutkan oleh orang asing yang ingin masuk ke Simeloengoen29. Orang-orang yang dimakan ini biasanya adalah laki-laki yang dijatuhi hukuman mati oleh raja, orang yang tidak dikenal yang masuk ke wilayah kerajaan tanpa persetujuan ataupun para tahanan perang. Praktik kanibalisme di Simeloengoen tidak berkaitan dengan pemuas rasa lapar tetapi lebih menekankan aspek magis, dimana roh yang dimakan itu diharapkan tidak mengganggu orang yang memakannya atau kuasa gaib yang ada pada tubuh korban berpindah ke orang yang memakannya 30. 2.3 Pemerintahan Sebelum masuknya kolonial Belanda ke Simeloengoen, daerah ini sudah memiliki pemerintahannya sendiri yang sudah tertata. Bentuk pemerintahannya adalah bersifat kerajaan dimana pemimpinnya adalah seorang raja. Bentuk kekuasaan dari kerajaan di Simeloengoen bersifat piramidal dimana kekuasaan yang lebih rendah merupakan duplikat dalam skala yang lebih kecil dari sistem kerajaan31. Struktur kekuasaan itu meliputi Raja, Parbapaan atau Partuanon, Pangulu Huta. Pemerintahan terkecil dan terendah pada kerajaan di Simeloengoen adalah huta atau desa yang. 29. J. Tideman. Op.Cit., hlm. 39.. 30. Budi Agustono, dkk. Op.Cit., hlm. 191.. 31. R. William Liddle. Etnicity, Party and National Intergation: An Indonesian Case Study. New Haven and London: Yale University Press. 1970., hlm. 20. 23.

(43) dipimpin oleh seorang kepala yang disebut sebagai Pangulu Huta. Pangulu Huta tunduk kepada orang yang. menguasai beberapa kampung yang disebut sebagai. Partuanon. Pemimpin yang berada di tingkat paling atas adalah seorang Raja yang berkuasa atas seluruh kampung dan rakyatnya. Seseorang yang bisa menjadi raja adalah keturunan langsung dari raja yang sedang berkuasa yang dilahirkan oleh Puang Bolon (Permaisuri). Jika Puang Bolon tidak dapat melahirkan seorang putera mahkota, maka yang menggantikannya adalah putera dari Puang Bona (Selir utama yang langsung dipilih oleh raja), namun jika Puang Bona juga tidak dapat memberikan keturunan, maka takhta kerajaan dapat diserahkan kepada saudara raja, dan jika raja tidak memiliki saudara maka takhta akan diserahkan kepada Partuanon untuk berunding memilih diantara mereka untuk dinobatkan. Raja tidak hanya berfungsi sebagai pemimpin pemerintahan dan adat saja, raja juga berfungsi sebagai pempimpin dalam peradilan. Dalam bidang peradilan, raja berfungsi sebagai hakim tertinggi dengan peradilan harapatan urung untuk daerah Partuanon dan harapatan bolon untuk tingkat kerajaan. Dalam hal kepercayaan, masyarakat Simeloengoen sebelum masuknya kolonialisme Belanda menganut kepercayaan tradisional. Mereka mempercayai bahwa setiap makhluk, tumbuh-tumbuhan atau benda tertentu mempunyai kekuatan yang bersifat magis dan melakukan pemujaan kepada roh-roh nenek moyang (Sinumbah dan Sibagod) Penganut kepercayaan ini disebut dengan Parbegu atau Sipajuh begu-. 24.

(44) begu.32 Selain kepercayaan tradisional, sebagian masyarakat Simeloengoen sudah mengenal agama Islam hal ini dikarenakan sebagian daerah Simeloengoen berbatasan dengan wilayah yang menganut agama Islam. Menurut Van Dijk, seorang Contreleur Toba melakukan penelitian terhadap daerah Tanjung Kasau, Tanah Jawa dan Siantar menuliskan bahwa daerah Tanjung Kasau berbatasan dengan daerah Melayu dan mayoritas penduduknya beragama Islam33. Pada tahun 1901, Raja Siantar yaitu Sang Na Ualuh menyatakan diri bahwa Ia dan keluarganya memeluk agama Islam begitupun dengan rakyatnya yang banyak mengikutinya untuk memeluk agama Islam.. Juandaha Raya, Martin Lukito Sinaga. “Tole Den Timoelanden Das Evangelium”. Sejarah Seratus Tahun Perkabaran Injil di Simalungun, 2 September 1903-2003”. Pematang Siantar: Kalportase GKPS. 2003., hlm. 36. 32. P.A.L.E van Dijk. “Rapport Betrefende de Sibaloengoensche Landscappen Tandjoeng Kasau, Tanah Djawa en Si Antar”. Tijdschrift Bataviaasch Genotschap. 1894., hlm. 4 33. 25.

(45) BAB III LATAR BELAKANG POLITIK ETIS DI SIMELOENGOEN PADA TAHUN 1901-1942 3.1 Penerapan Politik Etis di Hindia Belanda Politik Etis diciptakan berdasarkan masalah kemanusiaan tetapi tidak melupakan masalah perekonomian kolonial Belanda. Tulisan Max Havelaar pada tahun 1860 yang berisi mengenai kecaman terhadap pemerintahan kolonial Belanda berisi tentang kondisi rakyat Hindia Belanda yang tertindas sehingga mempengaruhi pemikiran orang-orang Belanda di negeri induk untuk mempertimbangkan agar kolonial Belanda dapat mengurangi penderitaan rakyat dan memberikan balasan budi kepada rakyat Hindia Belanda. Memasuki zaman liberalisme (± 1870 – 1900) kapitalisme swasta memainkan pengaruh yang sangat menentukan kebijakan penjajahan. Industri Belanda dan negara Eropa lainnya mulai melirik negeri Hindia Belanda sebagai pasar yang cukup potensial untuk dapat memberikan keuntungan bagi mereka. Negara-negara Eropa mulai mencari peluang untuk investasi dan eksploitasi bahan-bahan mentah di Hindia Belanda. Pada tahun 1899, Condrad Theodore Van Deventer (1857-1915) yaitu seorang ahli hukum Belanda yang pernah menetap di Indonesia pada tahun 1880-1897 menuliskan sebuah artikel yang berjudul “ Een Erschuld ” yang berarti “ Suatu hutang kehormatan” dalam sebuah jurnal milik Belanda De Gids. Van Deventer berpendapat 26.

(46) bahwa negeri Belanda memiliki utang terhadap negeri Hindia Belanda karena hampir seluruh kekayaan Belanda pada waktu itu berasal dari Hindia Belanda dengan cara yang sangat kejam sehingga menimbulkan penderitaan rakyat dan sebaiknya utang tersebut harus dibayarkan kembali dengan cara yang lebih manusiawi dan memberikan kesejahteraan bagi rakyat Hindia Belanda. Pihak Belanda menyebutkan tiga prinsip yang dianggap dasar kebijakan baru dari Politik Etis ini, yaitu Emigratie (perpindahan penduduk), Educatie. (edukasi), Irrigatie (pengairan) 34. Pada tahun 1901, Ratu. Wilhelmina mengumumkan suatu penyelidikan tentang kesejahteraan untuk Pulau Jawa, dengan demikian pula Politik Etis secara sah diberlakukan di negeri Hindia Belanda. Setelah disahkannya Politik Etis, menteri urusan daerah jajahan, Alexander W.F. Idenburg mempraktekkan pemikiran-pemikiran politik etis dalam bidang pendidikan dengan harapan bahwa pendidikan dapat merubah kesejahteraan rakyat Hindia Belanda kelak. Untuk terlaksananya proyek kebijakan etis ini, pemerintah kolonial memerlukan biaya yang cukup besar. Oleh karena itulah utang pemerintah kolonial mencapai f 40 juta yang kemudian diambil alih oleh pemerintah Kolonial Belanda.. 34. M. Riflecks. Op.Cit., hlm. 228.. 27.

(47) Pada masa yang sama, pemerintah kolonial Belanda melakukan perluasan ke daerah luar Pulau Jawa dan menjadi fokus yang tidak kalah penting dari Jawa dalam pembangunan ekonomi baru. Untuk meningkatkan pendapatannya selama berada di Hindia Belanda, pemerintah Kolonial memilih cara dengan memajukan sektor perkebunan. Berkembangnya sektor perkebunan tidak dapat terlepas dari sistem kolonialisme, kapitalisme, dan modernisasi oleh pemerintah Kolonial. Diawali dengan usaha perkebunan Tembakau di Deli Sumatera Timur, membuat daerah Sumatera Timur menjadi kawasan yang berkembang dan dikenal dalam bidang perkebunan. Walaupun kolonial Belanda telah berhasil menaklukkan dan menguasai berbagai daerah di Sumatera Timur, namun pemerintah kolonial masih enggan untuk menguasi daerah-daerah pedalaman seperti Simeloengoen. Hal ini disebabkan karena beberapa alasan, yaitu; (1) Kolonial belum punya kepentingan politis untuk menguasai daerah ini, (2) Daerah ini berlokasi dipedalaman yang terpencil sehingga sulit mengaksesnya, (3) Adanya anggapan terhadap sifat masyarakatnya yang masih melakukan kanibalisme sehingga membuat Kolonial enggan dan takut sehingga menunda penyelidikan lanjut.35. 35. Hisarma Saragih. Zending di Tanah Batak Studi Tentang Konversi di Kalangan Masyarakat Simalungun 1903-1942. Yogyakarta: Ombak. 2019., hlm. 50.. 28.

(48) Bangsa Barat yang pertama kali memasuki daerah pedalaman Sumatera Timur meliputi daerah Asahan dan Batubara yang pada saat itu dihuni oleh orang-orang Simeloengoen adalah Jhon Anderson, yaitu seseorang yang berkebangsaan Inggris pada tahun 1823 untuk mengamati kemungkinan potensi daerah ini bagi pembukaan perkebunan. Dari catatan perjalanan inilah diperoleh informasi awal mengenai daerah dan penduduk di kawasan ini. 36 Orang Belanda yang pertama kali mengunjungi Simeloengoen adalah Contreleur AC. Van Den Boer pada tahun 1865. Ia melaporkan pada saat perjalanannya ke Batubara tidak jarang Ia melihat orang-orang Simeloengoen sedang mengisap candu dan bermain judi di daerah Tanah Djawa. 37 Setelah melihat cerahnya prospek Simalungun menjadi daerah yang menghasilkan, pemerintah Kolonial Belanda berupaya keras untuk menguasai Simeloengoen. Pada 28 Desember 1886 hingga Januari 1867 Contreleur Labuhan Deli, J.A.M. van Cats Baron de Raet mengadakan ekspedisi ke daerah Simalungun atas melalui Delitua – Tangkahan - Salahnulan – Bukum – Barus – Jahe - Nagori, Jawa Sinaman Sampun – Nagasaribu - Hinalang dan Pematang Purba. Ke daerah Simeloengoen Bawah ekspedisi dilakukan oleh Contreleur Batubara I.L. Scheemaker. 36. Ibid. Lihat juga Jhon Anderson. Mission To The East Coast Of Sumatra In 1823, (London: Oxford University Press, 1971), hlm. 119-152. 37. J. Tideman. Op.Cit., hlm. 40.. 29.

(49) dengan rute: Kampung Pinang (Huta Pinang) – Bunut - Parhutan Silou Kuala Gunung - Bosar Maligas - Pokkalan Silou Maraja dan Pardagangan. 38 Memasuki tahun 1888 pemerintah Kolonial mulai ikut campur terhadap daerah Simeloengoen dengan alasan penertiban wilayah Batak merdeka untuk dimasukkan menjadi bagian pemerintahan Kolonial. Tentu masyarakat Simeloengoen tidaklah diam saja saat kolonial Belanda ikut campur dalam sistem pemerintahan mereka begitu juga dengan raja-raja Simeloengoen yang melakukan perlawanan terhadap kolonial Belanda. Tetapi kolonial Belanda berhasil menaklukkan daerah Simeloengoen beserta kerajaan-kerajaanya. Sebagai bukti takluknya Raja-raja Simeloengoen terhadap kolonial Belanda maka Raja-raja Simeloengoen menandatangani sebuah plakat pendek atau Korte Verklaring yang berisi 3 hal, yaitu: (1) pengakuan takluk kerajaannya sebagai bagian dari Hindia Belanda, (2) Tidak akan mengadakan hubungan politik dengan negeri asing, (3) Sepenuhnya melaksanakan semua perintah yang dikeluarkan oleh Pemerintah Hindia Belanda melalui pamongpraja Belanda.39 Tahun 1907 merupakan resminya kedudukan kolonial Belanda di Simeloengoen.. 38. Juandaha Raya, Martin Lukito Sinaga. Op. Cit., hlm. 60. ANRI. Algemeene Secretarie serie Besluit Gouverneur General van Nederlandsch-Indie. No. 24, 6 Januari 1904. 39. 30.

(50) Hal yang mendorong kebijakan pemerintah kolonial Hindia Belanda melakukan perluasan di sektor perkebunan yaitu adanya pemasukan modal perusahaan oleh karena semakin berkembangnya perkebunan di Sumatera Timur. Dari hasil penelitian geologi dan klimatologi maka wilayah Batu Bara dan juga Simeloengoen memenuhi syarat untuk perluasan investasi onderneming.40 Kesuburan tanah Simeloengoen sudah diakui oleh orang-orang Eropa sejak dulu. Kesuburan tanah itu ditunjang dengan pegunungan yang mengalirkan sungai-sungai yang semuanya bermuara ke Selat Malaka. 41 Wilayah di Simeloengoen yang mempunyai kualitas tanah terbaik berada di Tanah Djawa, Siantar, dan Panei. 42 Daerah ini cocok dijadikan perkebunan dengan komoditas utamanya yaitu teh dan karet.43 Untuk daerah Raya, tanahnya kurang cocok untuk dijadikan perkebunan. Penduduk di daerah ini mengelola tanahnya untuk menanam padi. Satu hektar luas ladang dapat menghasilkan sekitar 25 pikul padi. Selain padi, komoditas seperti jagung dan ubi-ubian dapat ditanam di daerah ini.. Arkini Sabrina. “Afdeeling Simeloengoen En De Karolanden (1906-1942)”. Skripsi Sarjana. Belum diterbitkan. Medan: Universitas Sumatera Utara. 2020., hlm. 62. 40. 41. Budi Agustono, dkk. Op.Cit., hlm. 129.. 42. J. Tideman. Op.Cit., hlm. 125.. 43. Ann Laura Stoler. Kapitalisme dan Konfrontasi di Sabuk Perkebunan Sumatera 1870-1979. Yogyakarta: Karasa. 1995., hlm. 29.. 31.

(51) Berbeda dengan wilayah Simeloengoen bawah, Simeloengoen atas yaitu daerah Purba, Dolok Silau, dan Silimakuta, tanahnya tidak cocok dijadikan untuk perluasan perkebunan karena iklimnya yang cukup sejuk, bukan berarti daerah ini tidak menghasilkan. Wilayah ini cocok ditanami berupa sayur-sayuran dan buah-buahan seperti kol, kentang, jeruk, dan lainnya. 44 Sejak penanadatanganan Korte Verklaring oleh raja-raja Simeloengoen, hal ini menjadi jalan bagi para pengusaha asing untuk melakukan perluasan perkebunan ke wilayah Simeloengoen. Para pengusaha yang membuka perusahaan perkebunan di Simeloengoen mendapatkan keuntungan yang sangat besar. Oleh karena inilah para perusahaan perkebunan asing berlomba-lomba untuk mendapatkan tanah oleh raja-raja Simeloengoen guna perluasan perkebunan di tempat ini. Hingga tahun 1938, wilayah Simeloengoen sudah dikenal dengan hasil perkebunannya dan hampir sepertiga tanah di Simeloengoen sudah dijadikan daerah perkebunan dari total luas sekitar 151.295 hektar. Kurang lebih sekitar 120.000 hektar tanah di Simeloengoen dijadikan tanah konsensi perkebunan yang diberikan kepada para pengusaha perkebunan. Beberapa. perusahaan. yang. berhasil. mengembangkan. usahanya. di. Simeloengoen adalah The Rubber Plantationts Investment Trust, Het Nederlandsch. 44. ANRI. Memorie Van Overgave van H.E.K Ezerman, 26 April 1926., hlm. 27.. 32.

(52) Indische Landsyncdicaat, De Marihat Sumatra Plantage, The Good Year Tire and Rubbber, dan De Handelsvereeniging Amsterdam45. Perusahaan asing lainnya yaitu non-Belanda adalah Horrison and Crosfield yang merupakan perusahaan perkebunan milik Inggris yang masuk ke Sumatera khususnya di Medan sejak tahun 1906 dan berhasil melusaskan perkebunannya di Simeloengoen. Perusahaan ini bergerak pada dua komoditas seperti teh dan karet.46 3.2 Kebutuhan Kolonial Setelah Kolonial berhasil menguasai Simeloengoen dan setelah Kolonial mendapatkan hasil yang cukup memuaskan dari usaha dalam bidang perkebunan di Simeloengoen, Kolonial semakin gencar untuk terus mencari agar tetap bisa mendapatkan keuntungan bagi mereka selama berada di negeri jajahan. Semakin berkembangnya industri perkebunan di. Simeloengoen maka. diperlukan tenaga kerja yang cukup untuk dapat menunjang keberhasilan dari perkebunan itu. Oleh karena itulah, maka kepentingan-kepentingan perusahaanperusahaan mendukung keterlibatan penjajah yang semakin intensif untuk mencapai ketentraman, keadilan, dan kesejahteraan.. 45. ANRI. Memorie Van Overgave van J. Tideman. 1922., hlm 381.. 46. Erond L. Damanik. Potret Simalungun Tempoe Doeloe. Medan: Simetri Institute. 2018.,. hlm. 171. .. 33.

(53) Untuk memperkerjakan tenaga kerja yang cukup mampu dan terampil dari negeri asal atau Eropa lainnya tentulah akan mengeluarkan biaya yang cukup besar selain itu, pemerintah Kolonial juga tidak akan mengizinkan kaum mereka untuk bekerja secara rendahan. Oleh karena itu, pemerintah Kolonial mencari cara untuk mendapatkan tenaga kerja murah tetapi cukup mampu bekerja dan agar mereka tetap bisa meraih keuntungan . Tujuan dibentuk dan dilaksanakannya program Politik Etis ini pada awalnya adalah sebagai bentuk balas budi Kolonial bagi Hindia Belanda dengan cara menyejahterakan rakyat Hindia Belanda. Tetapi sebenarnya yang terjadi adalah dilaksanakannya program ini mempunyai tujuan lain yang pada akhirnya akan tetap menguntungkan pihak Kolonial Belanda. Misalnya, pemerintah Kolonial Belanda melakukan program irigasi di Simeloengoen adalah untuk membantu menjaga kestabilan ketersediaan pangan Sumatera Timur sehingga Kolonial mengajak rakyat Simeloengoen untuk membuka sawah dan memulai untuk menanam padi basah karena sebelumnya rakyat Simeloengoen belum mengenal cara menanam padi dengan sistem sawah dan sebelum kedatangan Kolonial rakyat Simeloengoen menanam padi dengan cara sistem ladang berpindah.47. 47. ANRI. J.C.C. Haar. Nota van Toelichting betreffende het Landschap Raja 11 Maret 1933.,. hlm. 13.. 34.

(54) Dilakukannya program irigasi bagi rakyat Simeloengoen ini sejalan dengan program emigrasi, yaitu perpindahan penduduk dari luar Simeloengoen ke daerah Simeloengoen seperti orang-orang dari Toba didatangkan pemerintah Kolonial Belanda ke Simeloengoen untuk membantu mengajarkan rakyat Simeloengoen untuk membuka sawah karena orang-orang Batak Toba lebih mengetahui cara bersawah lebih dulu daripada rakyat Simeloengoen. Tidak hanya dari daerah Toba saja yang didatangkan pemerintah Kolonial, banyak dari daerah lain yang didatangkan untuk bekerja di perusahan-perusahaan perkebunan. Begitu pula dalam bidang pendidikan, pemerintah Kolonial mengadakan pendidikan bagi rakyat Simeloengoen agar rakyat Simeloengoen mendapat pengetahuan walau hanya sekedar baca dan tulis. Hal ini sudah cukup untuk membantu Belanda pada waktu itu. Rakyat yang cukup mampu dalam bidang akademik akan dipekerjakan tetap dengan upah yang lebih murah dari pegawai Eropa lainnya. Hal mengenai ini akan dibahas di Bab selanjutnya. Memang benar, program Politik Etis ini dapat membantu rakyat Simeloengoen tetapi tidak bisa dipungkiri juga bahwa pemerintah Kolonial Belanda melakukan program Politik Etis ini dengan cuma-cuma. Ada kepentingan lebih dalam daripada yang mereka berikan. Program emigrasi, irigasi, dan edukasi semata-mata dijadikan cara untuk membalas hutang budi Kolonial terhadap rakyat Hindia Belanda, tetapi dalam pelaksanaannya, program tersebut dijadikan untuk memperoleh keuntungan dari negeri jajahan. 35.

(55) 3.3 Kondisi Masyarakat Simeloengoen Seperti yang sudah dibahas sebelumnya mengenai masyarakat Simeloengoen bahwa keadaan mereka sebelum masuknya Kolonial Belanda sangatlah tertutup. Mereka tidak siap dengan kemajuan dan selalu mengasingkan diri kepedalaman untuk hidup dengan damai. Kondisi masyarakat Simalungun yang hidup dalam kesulitan membuat mereka memilih menjauhkan diri dari sentuhan kehidupan modern. Mereka hidup dalam penindasan, tekanan dari para tuan-tuan mereka, perbudakan, saling menyerang satu sama lain, kanibalisme, wabah penyakit yang menjangkit akibat tidak diperhatikannya kebersihan. Mereka menghabiskan waktu mereka untuk mengolah ladang mereka. Selain menghabiskan hidup mereka untuk berladang, kehidupan mereka dipenuhi dengan perjudian, mabuk-mabukan, hingga menggunakan candu. Kebiasaan mengisap candu ini cukup meluas di Simeloengoen sehingga menciptakan kesan buruk bagi orang-orang di luar Simeloengoen. Seperti yang dilaporkan oleh Contreleur A.C van Den Boer bahwa ketika Ia datang orang-orang Simeloengoen sudah menggunakan candu baik pria ataupun pria bahkan mereka mengajarkannya pada anak-anak mereka. Penggunaan candu ini tidak hanya meluas dikalangan rakyat biasa saja, kaum bangsawan Simeloengoen-pun menggunakannya. Menurut Van Dijk, rata-rata kaum bangsawan Simeloengoen, khususnya kepala-kepala adat adalah para pengisap candu yang kuat. Mereka tidak segan-segan 36.

(56) untuk mengeluarkan biaya yang cukup besar untuk membeli candu dari saudagar – saudagar asing. Mereka bersenang-senang dan mengisap candu bersama isteri dan selir-selirnya. Candu dihisap dengan sebuah alat yang terbuat dari pipa kayu panjang yang ujugnya berhias cincin perak. Para kaum bangsawan yang gemar menghisap candu adalah Raja Maligas, Raja Siantar, Tuan Dolog Paribuan, Tuan Buntu Turunan, dan Tuan Sipolha. Mereka bisa berada di dalam rumah dan tidak keluar untuk menghisap candu. 48 Selain kehidupan masyarakat yang sangat kacau, orang-orang Simeloengoen juga meyakini bahwa segala sesuatu memiliki nilai magis. Hal ini dikarenakan mereka masih menganut kepercayaan tradisional, sehingga ketika mereka akan melakukan dan sesudah melakukan sesuatu mereka mempunyai ritual persembahan kepada roh leluhur mereka. Walaupun demikian, sebelum masuknya Kolonial Belanda, sebagian masyarakat Simeloengoen sudah mengenal dan memeluk agama Islam. Hal-hal seperti ini pula yang memunculkan streotip bahwa orang-orang Simeloengoen adalah orang yang pemalas, tidak punya inisiatif, dan tidak giat bekerja. Kolonial Belanda meyakini bahwa sebenarnya Simeloengoen berpotensi untuk maju tapi terhambat oleh sikap dan tingkah laku mereka oleh karena itu Kolonial Belanda memberlakukan program Etisnya untuk memperbaiki Simeloengoen dari kondisi sebelumnya.. 48. Budi Agustono, dkk. Op.Cit., hlm. 191.. 37.

(57) BAB IV PELAKSANAAN POLITIK ETIS DI SIMELOENGOEN PADA TAHUN 1901 – 1942 Awal abad ke-20 adalah masa dimana Belanda secara besar-besaran mengadakan gerakan pasifikasinya ke tanah Simeloengoen . Pada tahun 1888-1906 secara perlahan, beberapa daerah di Simeloengoen berhasil dikuasai oleh Kolonial Belanda. Ditaklukkannya daerah-daerah di Simeloengoen merupakan langkah awal kolonial Belanda melanjutkan tujuan politiknya di Simeloengoen. Pada masa ini juga Kolonial Belanda sedang melangsungkan program Politik Etis yang dibentuk degan tujuan membalas budi bagi masyarakat Hindia Belanda. Sejalan dengan penerapan Politik Etis di Hindia Belanda, di Simeloengoen sebagai daerah yang baru dikuasai Kolonial Belanda juga mulai diterapkan. Pemerintah Kolonial Belanda melakukan berbagai kebijakan dalam bidang emigrasi, edukasi, dan irigasi. 4.1 Emigrasi Emigrasi merupakan salah saru program Politik Etis yang dilaksanakan oleh Pemerintah Kolonial Belanda. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), emigrasi adalah (perihal) pindah dari tanah air sendiri ke negeri lain untuk tinggal menetap disana.49. 49. https://kbbi.web.id/emigrasi. Diakses pada 08 Juli 2021 pukul 18.23 WIB.. 38.

(58) Program emigrasi diterapkan dalam rangka meratakan kepadatan penduduk Hindia Belanda. Sejalan dengan perluasan kolonisasi ke Pulau Sumatera khususnya Sumatera Timur yang pada saat itu perkebunannya berkembang cukup pesat, Pemerintah Kolonial Belanda memindahkan penduduk dari luar Pulau Sumatera khususnya Pulau Jawa untuk bekerja di perkebunan Sumatera Timur. Dengan pesatnya perluasan perkebunan Sumatera Timur, dan meluas ke daerah Simeloengoen, menyebabkan semakin banyaknya jumlah orang yang bermigrasi ke daerah ini dengan memiliki tujuan masing-masing. Kelompok yang berpindah ke daerah ini terdiri dari: bangsa Eropa, Timur Asing seperti Cina dan Inida, Jawa, Batak Toba, Batak Mandailing, dan lain-lain. Orang-Orang Eropa, Cina, dan Tamil datang dengan motivasi untuk bekerja maupun berdagang di areal perkebunan sehingga kelompok ini kurang bersosialisasi dengan penduduk lokal. Sedangkan untuk kelompok Batak Toba mereka datang dengan motivasi untuk membuka persawahan. Kedatangan mereka mendapat dukungan dari pihak Pemerintah Kolonial Belanda guna menopang pangan penduduk Sumatera Timur.50 Sebelum masuknya Pemerintah Kolonial Belanda dan perkebunan-perkebunan asing menjangkau Simeloengoen rata-rata kepadatan penduduk di daerah ini adalah 1314 jiwa / km² kemudian menjadi 40 jiwa/ km².. 50. Hisarma Saragih. Op. Cit., hlm. 49.. 39.

(59) Tabel 1 Jumlah Penduduk Simeloengoen tahun 1920 Pribumi Pria Wanita. Kerajaan. Eropa Pria Wanita. Timur Asing Pria Wanita. Jumlah. Siantar. 31.831 27.034. 295. 184. 6.037. 876. 66.257. Tanah Djawa. 20.902 18.091. 104. 42. 2146. 104. 41.389. Panei. 16.939 13.211. 118. 54. 1.528. 80. 31.930. Raya. 5.915. 5.856. 8. 54. 1.528. 80. 31.930. Dolok Silau. 4.806. 4.892. 1. -. 9. 2. 9.710. Purba. 4.280. 4.617. -. -. -. -. 8.897. Silimakuta. 2.842. 2.860. 4. 2. 10. 2. 5.7208. -. 87.515 76.561 530 286 9.797 1.068 164.076 816 10.865 Total 175.757 Sumber: J. Tideman. . Simeloengoen: Het Land der Timoer Bataks in Zijn Vroegere Isolatie en Zijn Ontwikkeling tot Een Deel van het Cultuurgebied van de Oostkust van Sumatera 1922. Jumlah keseluruhan = 175.757 jiwa. Penduduk pribumi terdiri atas kelompok berikut: . Simeloengoen. 69.852 jiwa. . Orang Batak dari Tapanuli. 26.531 jiwa. . Pendatang lain. 23.653 jiwa. . Kuli kontrak. 44.040 jiwa __________ 164.076 jiwa. 4.1.1 Pendatang Batak Toba Masuknya para pendatang Batak Toba ke Simeloengoen beriringan dengan masuknya Zending Rheinische Mission Geselschaft (RMG) ke Simeloengoen pada. 40.

(60) awal tahun 1900. Sebelum Pemerintah Kolonial Belanda hadir di daerah ini, Simeloengoen sangat tertutup bagi para pendatang termasuk orang-orang Batak Toba. Tideman dalam catatannya menuliskan tentang situasi Simeloengoen sebelum kedatangan kolonial dan seperti : “Pelayaran melintasi Danau Toba memang berbahaya karena pembajakan yang dilakukan dalam skala yang cukup besar , namun peperangan antar Raja di negara-negara tersebut tidak menarik minat orang asing untuk menetap disini”.51. Zending RMG sudah bekerja lebih dulu untuk masyarakat Batak Toba sejak tahun 1861 dengan tujuan untuk menyebarkan injil kepada orang-orang yang masih memiliki kepercayaan tradisional. Setelah berhasil menginjili Tanah Batak, kini Zending mulai melebarkan daerah pekerjaannya yaitu ke daerah Simeloengoen. Orang Batak Toba dikenal mempunyai keahlian dalam bersawah. Mereka lebih terampil daripada orang-orang Simeloengoen. Oleh karena keterampilan yang mereka pertanian basah yaitu dengan cara membuka sawah di Simeloengoen. Masyarakat Simeloengoen tidak terbiasa dengan pertanian basah, mereka lebih dominan dengan sistem perladangan. Hal inilah yang membuat Pemerintah Kolonial Belanda menyayangkan lahan yang subur di Simeloengoen tidak dikelola dengan sebaik mungkin.. 51. ANRI. J. Tideman. Memorie., hlm. 244.. 41.

(61) Gambar 4.1 Orang-orang Batak Toba sedang menggarap lahan di Simeloengoen. Sumber : Arsip KITLV Leiden University Libraries. Diakses dari https://digitalcollections.universiteitleiden.nl. Diakses pada 31 Juli 2021 pukul 19.49 WIB. Pembukaan sawah-sawah baru ini menarik perhatian orang Batak Toba untuk bekerja di Simeloengoen. Kondisi daerah asal yang semakin padat penduduknya menjadi salah satu alasan mengapa orang Batak Toba dipindahkan ke Simeloengoen. Sedikitnya lahan yang tersedia di Tapanuli untuk membuka sawah membuat orangorang Batak Toba semakin banyak yang berpindah ke Simeloengoen. Pusat persawahan berada di Bah Korah I dan Bah Korah II. Selain itu, tujuan mereka dipindahkan adalah untuk bekerja membantu Zending untuk menyebarkan injil di Simeloengoen. Masuknya orang Batak Toba ke Simeloengoen mendapatkan persetujuan dari Tuan Bandar dengan perundingan dilakukan oleh seorang Contreleur Batubara.52. 52. Juandaha Raya, Martin Lukito Sinaga. Op.Cit., hlm. 79.. 42.

(62) Daerah awal yang menjadi areal persawahan ini adalah Bandar, Panei, dan Siantar dimana fasilitas perpindahan mereka disediakan oleh Pemerintah Kolonial Belanda. Dalam tahun 1901 jumlah awal mereka yang datang adalah ±300 orang. 53 Pada tahun 1904, seorang missionaris bernama Gotfried Simon ditempatkan di Bandar dan membuka persawahan disana dengan memperkerjakan orang-orang Batak Toba tetapi karena belum terlalu kenalnya dengan keadaan Simeloengoen pada saat itu akhirnya persawahan tersebut ditutup oleh karena hasilnya yang kurang memuaskan. Para emigran Toba inipun pada awalnya kurang dapat beradaptasi dengan lingkungan baru mereka. Diawal kedatangannya, mereka banyak terjangkit berbagai macam penyakit dan tak sedikit yang meninggal dunia. Kondisi iklim yang berbeda dengan daerah asal membuat mereka tidak tahan dimana iklim di daerah asal cukup dingin dan sejuk sedangkan di Bandar iklimnya cukup panas. Di daerah Siantar dan Panei, pada tahun 1908 diadakan negosiasi dengan para penguasa setempat oleh seorang Contreleur untuk membuka persawahan dan izin masuknya para emigran Batak Toba untuk bekerja didaerah ini. Setelah bernegosiasi, akhirnya pada tahun 1910 persawahan pertama kali dibuka di daerah ini. Lahan yang digunakan adalah hutan-hutan yang dipenuhi rerumputan kering dan ilalang kemudian ditebas untuk dijadikan areal persawahan. Percobaan pertama kali ternyata mengalami kegagalan, tanpa butuh waktu yang lama Pemerintah Kolonial Belanda langsung. 53. Tengku Luckman Sinar. Loc.Cit.. 43.

(63) menangani masalah ini sehingga pada panen berikutnya berhasil. Oleh karena inilah daerah Simeloengoen dibanjiri orang-orang Batak Toba dan Simeloengoen dikenal sebagai daerah “Lumbung Beras”. Orang-orang Batak Toba membentuk permukiman di daerah sekitar sungai dan di sepanjang jalan raya dari Tapanuli – Pematang Siantar. Mereka kebanyakan berasal dari Balige, lembah Silindung, Samosir. Akibat derasnya arus pendatang Batak Toba ke Simeloengoen setiap tahun sehingga pada tahun 1914 Pemerintah Kolonial Belanda membentuk kantor urusan orang Toba yang tugasnya untuk mengatur perpindahan mereka ke Simeloengoen yang disebut dengan “Immigratie Bureau der Tobanezen” dan mengangkat seorang guru Zending yang bernama Andreas Simangunsong menjadi kepala urusan bagi orang Batak Toba (Hoofd der Tobanezen) atau dikenal juga sebagai Raja ihutan.54 Diawal kedatangan petani Batak Toba ke Simeloengoen, mereka mengusahai pertaniannya dengan pengalaman pribadi dari daerah asal dan modal seadanya. Kemudian, pada tahun 1920 pemerintah Kolonial mendirikan sebuah bank yaitu De Batakbank untuk membantu para petani mengelola dana mereka. Selain itu, bank. 54. O.H.S Purba dan Elvis F. Purba. Op.Cit., hlm 76.. 44.

(64) ini juga memberikan bantukan kepada petani dan pedagang-pedang kecil berupa kredit.55 Orang Batak Toba yang dihadirkan di Simeloengoen bukan hanya dipekerjakan sebagai petani saja, mereka juga dipekerjakan untuk menjadi pengajar bagi masyarakat Simeloengoen karena mereka sudah terlebih dulu mendapat pendidikan oleh Zending. Pemerintah Kolonial memberikan mereka kesempatan menjadi guru di sekolahsekolah yang didirikan Zending. Sebagian diantara mereka juga bekerja sebagai tenaga administrasi di perkebunan, rumah sakit, pabrik, maupun kantor-kantor pemerintahan. Berikut adalah jumlah pendatang Batak Toba yang masuk ke Simeloengoen sejak tahun 1913 hingga tahun 1935. Tabel 2 Jumlah Pendatang Batak Toba ke Simeloengoen tahun 1913 -1935 Tahun 1913 1915 1917 1919 1920 1930 1935. Jumlah Pendatang 6.500 Jiwa 8.800 Jiwa 11. 250 Jiwa 12.840 Jiwa 20. 460 Jiwa 30.433 Jiwa 41.000 Jiwa. Sumber : J.Tideman, 1922.; Memorie Van Overgave M. van Rhijn, Juli 1934Februari 1936.. 55. O.H.S Purba dan Elvis Purba. Migran Batak Toba Di Luar Tapanuli Utara: Suatu Deskripsi. Medan: Monora. 1998., hlm. 13.. 45.

Referensi

Dokumen terkait

Hubungan kemitraan bermakna bahwa antara Pemerintah Daerah dan DPRD adalah sama-sama mitra sekerja dalam membuat kebijakan daerah untuk melaksanakan

Dengan menyelesaikan tugas akhir dengan judul “penerapan pelayanan purna jual di PT ASTRA MOTOR KLATEN” penulis berharap tugas ini dapat bermanfaat bagi

Berdasarkan hasil dari penelitian yang dilakukan, penulis berharap keadaan ini seharusnya membuat pemerintah khususnya kepada pegawai BBPP Batangkaluku untuk lebih aktif

Dengan menyelesaikan tugas akhir dengan judul “penerapan pelayanan purna jual di PT ASTRA MOTOR KLATEN” penulis berharap tugas ini dapat bermanfaat bagi

Berdasarkan hasil dari penelitian yang dilakukan, penulis berharap keadaan ini seharusnya membuat pemerintah khususnya kepada pegawai BBPP Batangkaluku untuk lebih

5 Setiap kerajaan Simalungun, dalam melaksanakan tugas pemerintah umum, maka seorang Raja sebagai pimpinan kerajaan dibantu oleh sebuah Dewan yang dinamakan

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan “Hegemoni Pemerintah Daerah dalam Penyelenggaraan Grebeg Suro Masyarakat Ponorogo”, Hasil penelitian ini bermanfaat bagi Pemerintah

Masyarakat, pemerintah daerah dalam hal ini Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Mamuju Tengah berharap objek wisata pantai batumianak bisa menjadi sarana bagi pemerintah untuk