• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kedudukan Abdurrahman Wahid dalam Pemikiran Islam

BAB II BIOGRAFI ABDURRAHMAN WAHID DAN MURTADLÂ

3. Kedudukan Abdurrahman Wahid dalam Pemikiran Islam

Dalam ranah pemikiran Islam Indonesia, Gus Dur mempunyai posisi yang cukup tinggi dan mempunyai pengaruh yang cukup besar terhadap pemikiran Islam pada masa itu dan sesudahnya. Hal ini tidak mengherankan, karena kapasitas keilmuan Gus Dur yang tidak diragukan lagi kehebatannya, baik mengenai keilmuan agama maupun keilmuan lain. Tidak hanya itu, yang menjadikannya mempunyai pengaruh dan wibawa yang hebat terhadap umat Islam Indonesia ialah posisinya sebagai cucu dari pemimpin besar kelompok Islam terbesar sedunia, yaitu Hasyim Asyʻarî.

Berdasarkan perjalanan intelektualnya, Gus Dur dibentuk oleh pendidikan Islam klasik dan pendidikan Barat modern. Kedua pendidikan tersebut memberikan modal yang sangat baik untuk mengembangkan pemikirannya mengenai Islam Indonesia. Tampaknya kedua pendidikan tersebut yang menjadikannya mempunyai cara pandang yang lebih luas dibandingkan dengan tokoh Islam lainnya, yaitu pandangan yang menekankan pada hal yang bersifat substansial.32

Hal yang tidak dapat dilupakan ialah Gus Dur merupakan bagian dari gerakan baru dalam pemikiran Islam di Indonesia.33 Gerakan baru yang menekankan pemahaman Islam yang terbuka, terutama dalam menerima kenyataan tentang kemajemukan masyarakat, khususnya masyarakat Indonesia.

32

Tim INCReS, Beyond the Symbols, h. 55. 33

Hal tersebut kemudian menekankan sikap toleran dan harmonis dalam hubungannya dengan komunitas lain.34

Gus Dur dikenal dengan seorang pemikir Islam yang sangat bijak. Dalam memahami ajaran Islam, ia juga mempertimbangkan kearifan lokal yang menurutnya harus tetap dipertahankan35 tanpa harus menghilangkan ajaran keimanan dan peribadatan formal.36 Karena budaya lokal merupakan identitas suatu masyarakat yang bersangkutan, yang kemudian membedakannya dengan masyarakat lain.

Di samping itu, Gus Dur merupakan pemikir Islam yang disamakan dengan filosof Yunani ternama yang molontarkan komentar-komentar humoris. Filosof tersebut ialah Socrates.37 Sebagai tokoh intelektual yang disamakan dengan Socrates, keagungan Gus Dur dalam ranah akademis sudah sewajarnya menjadi panutan umat.

Bapak Humanis Islam adalah sebutan yang tidak berlebihan untuk Gus Dur. Ia hadir di dunia memang untuk memperjuangkan hak-hak kemanusiaan. Tak pernah ada rasa ragu dan takut dalam memperjuangkan Hak Asasi Manusia. Dalam memperjuangkan kemanusiaan, Gus Dur selalu menghindari kekerasan sebagaimana dilakukan salah satu tokoh favoritnya, Mahatma

34 Abdurrahman Wahid, “Pemikiran Islam yang Brilian,” dalam Badiatul Rozikin, dkk, 101 Jejak Tokoh Islam Indonesia (Yogyakarta: E-Nusantara, 2009), h. 38.

35

M. Hanif Dhakiri, 41 Warisan Kebesaran Gus Dur (Yogjakarta: LKiS, 2010), h. 126. 36

Abdurrahman Wahid, Tuhan tidak Perlu Dibela, h. 92. 37

Gandhi.38 Bahkan, dia pernah berpesan seandainya ia wafat, di batu nisan

hendaknya dituliskan dengan kalimat “di sini dikubur seorang humanis.”39

Dalam suasana intelektual umat Islam yang mulai stagnan, di tengah keterbungkaman intelektual muslim Indonesia karena tekanan sesepuhnya yang terus menghantui kaum muda untuk berpikir kritis, Gus Dur tampil sebagai pahlawan yang cukup gagah dan sukses dalam mendorong dan memupuk tumbuhnya intelektual umat Islam Indonesia. Dialah, Gus Dur yang melahirkan dan menumbuh suburkan kultur kaum muda NU. Kaum muda yang melahirkan pemikiran-pemikiran yang mencengangkan dalam merespon isu-isu modern.40

Djohan Efendi juga memberikan penilaian yang sama mengenai hal ini, bahwa era kepemimpinan Gus Dur di organisasi Islam terbesar dunia itu telah melahirkan banyak intelektual muda yang punya kompetensi yang hebat dan kreatif dalam merespon problematika zaman yang datang silih berganti. Hal itulah kiranya yang menjadikan NU tidak tergoncang dikala arus globalisasi membanjiri dunia Islam Indonesia.

Tema-tema yang menjadi ajang dialog aktif dan terbuka antarintelektual di antaranya mengenai isu tentang Islam dan negara, Islam dan budaya lokal, Islam dan modernisme, Islam dan kemanusiaan. Gus Dur sangat aktif merespon isu-isu tersebut dengan dasar-dasar yang sangat kuat, dan mampu memberikan jalan tengah antara Islam dan isu-isu yang berkaitan dengannya.

38

Iip D. Yahya, Gus Dur: Berbeda Itu Asyik (Yogyakarta: Kanisius, 2008), Cet. Ke-5, h. 60. 39 Djohan Efendi, “Gus Dur: Sang Presiden yang Humanis,” dalam Ahmad Gaus AF, Sang Pelintas Batas: Biografi Djohan Efendi (Jakarta: ICRP, 2009), h. 191.

40

Respon-respon Gus Dur kemudian memberikan kemantapan hati umat Islam untuk tetap tidak gentar menghadapi arus globalisasi. Karena mereka sudah menemukan jalan terbaik untuk dilalui di tengah hantaman arus budaya-budaya dunia yang siap mengikis ajaran dan budaya-budaya mereka. Gus Dur juga menunjukkan suatu sikap yang benar-benar terbuka terhadap segala di luar Islam tanpa harus menghilangkan hakikat Islam itu sendiri. Tetapi dengan catatan selama apa yang ada di luar Islam itu dapat memberikan manfaat terhadap kesejahteraan umat manusia.

Pemikiran-pemikiran Gus Dur tidak hanya diterima di kalangan umat Islam Indonesia, tetapi pemikirannya sudah mewakili pemikiran Islam dalam menyuarakan pemikiran-pemikiran cemerlang yang menjadi perhatian intelektual dunia. Bukti diterima pemikirannya di kancah pemikiran internasional ialah banyaknya penghargaan internasional yang diteriman Gus Dur.41 Bahkan Gus Dur tidak hanya berteori, ia juga tidak segan-segan memperaktekkan teori tersebut dalam kehidupan nyata.

Dalam wacana Hak Asasi Manusia, Gus Dur tidak hanya memberikan konsep-konsep kosong mengenai pembelaan HAM, tetapi ia juga mengaplikasikan dalam kehidupan nyata. Misalkan pembelaan terhadap hak-hak kaum Konghucu yang terpasung selama Orde Baru. Atas kerja keras tersebut Gus Dur mendapatkan penghargaan dari sebuah yayasan yang bergerak di bidang penegakan Hak Asasi Manusia, Simon Wiesenthal Center, dan dri

41

Mebal Valor.42 Bahkan pemikiran-pemikiran yang cemerlang dan langkah-langkah yang mencengangkan itu juga mendapatkan perhatian dari Universitas Tampel. Dan namanya diabadikan sebagai nama kelompok studi Abdurrahman Wahid Chair of Islamic Study.43

Keluasan cakrawala keilmuannya yang melintasi ilmu agama serta kepiawayannya memanfaatkan ilmunya untuk memberikan solusi-solusi kreatif mengenai seluruh aspek permasalahan-permasalahan umat merupakan keunggulan Gus Dur yang patut dijuluki sebagai pendekar intelektual yang handal. Bahkan sampai saat ini tampaknya belum ada tokoh Islam yang mampu menggantikan posisi tersebut.

B.Murtadlâ Muthahharî

Dokumen terkait