• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kegagalan Pendiri Menyetorkan Modal Sebagai Perbuatan Wanprestas

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENDIRI LAIN YANG SUDAH MENYETORKAN MODALNYA SECARA TUNA

A. Kegagalan Pendiri Menyetorkan Modal Sebagai Perbuatan Wanprestas

Pada hakekatnya dapat dikatakan bahwa modal dalam pengertian yang sangat luas merupakan faktor utama bagi kelangsungan dan keberhasilan kegiatan berusaha pada umumnya. Kegiatan berusaha dalam bentuk apapun dan yang dilakukan oleh siapapun sangat bergantung pada faktor modal tersebut. Modal menjadi sangat penting artinya bagi setiap kegiatan berusaha, karena modal merupakan sumber energi baik untuk kelangsungan, pengembangan maupun pertumbuhan badan-badan usaha pada umumnya dalam melakukan kegiatannya tanpa melibatkan pada bidang usaha, luasnya cakupan usaha dan pemasaran hasil usaha.176

Sehubungan dengan pendirian perseroan berdasarkan perjanjian ini, perbuatan hukum pendirian oleh 2 (dua) orang atau lebih itu tidak hanya melahirkan perjanjian diantara pendiri, tetapi juga mengakibatkan perjanjian antara semua pendiri di satu pihak dan perseroan di pihak lain. Berdasarkan perjanjian pendirian dimaksud, para pendiri berhak menerima saham dalam perseroan sekaligus wajib melakukan penyetoran penuh atas saham yang diambilnya.

177

176

Sri Redjeki Hartono, Kapita Selekta Hukum Perusahaan, (Bandung: Mandar Maju, 2000). Hal. 1.

177

Perjanjian merupakan satu hal yang penting dalam hukum perdata. Oleh karena itu hukum perdata banyak mengatur peraturan hukum yang berdasarkan atas janji-janji seseorang kepada orang lain. Perjanjian tersebut merupakan satu peristiwa ketika seseorang berjanji kepada orang lain saling berjanji untuk melakukan suatu hal.178

Sebagaimana dalam Pasal 1313 Kitab Undang-undang Hukum Perdata yang menyebutkan bahwa perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkankan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih.

Perjanjian adalah hubungan hukum antara dua pihak atau lebih yang melakukan hubungan hukum berdasarkan kata sepakat untuk menimbulkan akibat hukum. Berdasarkan uraian tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa suatu perjanjian itu mengandung hal-hal sebagai berikut:179

1. Adanya suatu perbuatan hukum atau hubungan hukum; 2. Adanya dua pihak atau lebih yang mengikatkan diri; 3. Berdasarkan kata sepakat;

4. Adanya tujuan tertentu yaitu untuk menimbulkan hak dan kewajiban. Prestasi yang telah ditentukan dalam perjanjian atau perikatan tersebut wajib dipenuhi oleh para pihak. Apabila debitur atau salah satu pihak tidak memenuhi prestasi sebagaimana telah ditentukan dalam perjanjian maka ia telah melakukan wanprestasi.180

178

Endang Purwaningsih, Hukum Bisnis, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2010). Hal. 61

179 Ibid 180

Jelaslah bahwa penyetoran saham merupakan kewajiban mutlak yang harus dipenuhi oleh mereka yang telah mengambil bagian dan menyetujui penempatan saham tersebut oleh perseroan dalam suatu dokumen resmi, baik dilakukan sebelum maupun setelah perseroan terbatas tersebut berdiri dan memperoleh status sebagai badan hukum. Ketiadaan penyetoran saham pada saat yang telah ditentukan menerbitkan perikatan utang piutang antara perseroan sebagai kreditur dengan para pemegang saham sebagai debitur.181

Berdasarkan saat lahirnya, secara garis besar kewajiban penyetoran saham oleh para pendiri maupun pemegang saham perseroan dapat dikategorikan ke dalam tiga momen, yaitu kewajiban penyetoran pada saat:182

1. Akta pendirian perseroan di tanda tangani;

2. Pada saat perseroan memperoleh pengesahan dari Menteri Kehakiman; 3. Pada saat perseroan melakukan peningkatan modal, baik modal dasar,

modal ditempatkan atau dikeluarkan maupun modal disetor.

Untuk melaksanakan pengawasan atas penyetoran modal perseroan, Menteri Kehakiman telah mengeluarkan Peraturan Menteri Hukum dan HAM Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2014 Tentang Tata Cara Pengajuan Permohonan Pengesahan Badan Hukum dan Persetujuan Perubahan Anggaran Dasar Serta Penyampaian Pemberitahuan Perubahan Anggaran Dasar dan Perubahan Data Perseroan Terbatas dalam Pasal 13 ayat (3):

c. bukti setor modal Perseroan, berupa:

181

Ahmad Yani & Gunawan Widjaja, op.cit. hal. 49

182 Ibid

1. fotokopi slip setoran atau fotokopi surat keterangan bank atas nama Perseroan atau rekening bersama atas nama para pendiri atau asli surat pernyataan telah menyetor modal Perseroan yang ditandatangani oleh semua anggota Direksi bersama-sama semua pendiri serta semua anggota dewan komisaris Perseroan, jika setoran modal dalam bentuk uang;

Permohonan pengesahan akta pendirian perseroan tersebut dapat diterima walaupun hanya melampirkan asli surat pernyataan telah menyetor modal Perseroan. Hal tersebut telah ditetapkan oleh Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia sebagaimana yang telah disebutkan diatas.

Melalui Keputusan Menteri Kehakiman tersebut, diharapkan dapat melakukan monitor langsung pelaksanaan penyetoran modal perseroan oleh para pendiri, maupun pemegang saham. Walaupun demikian ada 2 (dua) hal yang luput dari pengawasan tersebut, yaitu: 183

1. Penyetoran oleh pemegang saham setelah akta pendirian perseroan memperoleh pengesahan;

2. Penyetoran sebagai akibat peningkatan modal dasar perseroan setelah perubahan anggaran dasar perseroan memperoleh persetujuan dari Menteri.

Untuk kedua hal tersebut pelaksanaan penyetoran saham sangat tergantung pada direksi perseroan. Di sini direksi perseroan diharapkan dapat bertindak pro aktif untuk melakukan penagihan atas utang pemegang saham terhadap perseroan. Dalam hal ini penagihan telah dilakukan, namun penyetoran modal tidak juga dilaksanakan maka perseroan dapat melakukan upaya-upaya sebagai berikut:184

183 Ibid 184

1. Mengajukan gugatan perdata ke pemegang saham yang tidak melakukan penyetoran dalam bentuk gugatan utang piutang;

2. Meminta dilakukannya Rapat Umum Pemegang Saham yang bertujuan untuk:

a. Membeli kembali saham perseroan yang tidak disetor oleh pemegang saham sebagai treasury stock;

b. Secara tegas menyatakan pengurangan modal perseroan; atau

c. Memberikan hak kepada pemegang saham lainnya atau pihak ketiga yang disetujui untuk secara langsung mengambil alih, dengan menyetor penuh dan sekaligus, seluruh saham yang belum disetor oleh pemegang saham lama.

Syarat pertama agar hak tagih pemegang saham dapat dikompensasi sebagai penyetoran kewajiban pembayaran atas saham yang telah diambilnya harus disetujui RUPS Penjelasan Pasal 35 ayat (1) mengatakan, diperlukannya persetujuan RUPS sebagaimana dimaksud pada ayat ini adalah untuk menegaskan bahwa hanya dengan persetujuan RUPS dapat dilakukan kompensasi karena dengan disetujuinya kompensasi, hak didahulukan pemegang saham lainnya untuk mengambil saham baru dengan sendirinya dilepaskan.

Keputusan RUPS yang menyetujui kompensasi hak tagih pemegang saham sebagai setoran saham yang mereka ambil, baru sah apabila tata cara RUPS mulai dari panggilan rapat, kuorum, dan jumlah suara, dilakukan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.185

185 Ibid

Pendiri lain yang telah menyetorkan modal dapat mengajukan gugatan perdata ke pendiri perseroan yang tidak menyetorkan modal ke perseroan sebagaimana mestinya. Gugatan yang dimaksud adalah wanprestasi.

Wanprestasi atau kelalaian mempunyai akibat-akibat yang begitu penting, maka harus ditetapkan lebih dahulu apakah si berutang melakukan wanprestasi atau lalai, dan kalau hal itu disangkal olehnya, harus dibuktikan di muka hakim. Kadang-kadang juga tidak mudah untuk mengatakan bahwa seseorang lalai atau alpa, karena seringkali juga tidak dijanjikan dengan tepat kapan sesuatu pihak diwajibkan melakukan prestasi yang dijanjikan.186

Ada 4 macam bentuk dari wanprestasi, yaitu:187

a. Tidak berprestasi sama sekali atau berprestasi tapi tidak bermanfaat lagi atau tidak dapat diperbaiki.

b. Terlambat memenuhi prestasi.

c. Memenuhi prestasi secara tidak baik atau tidak sebagaimana mestinya. d. Melakukan sesuatu namun menurut perjanjian tidak boleh dilakukan.

Konsekuensi dari tindakan wanprestasi adalah timbulnya hak dari pihak yang dirugikan dalam kontrak tersebut untuk menuntut ganti kerugian dari pihak yang telah merugikannya, yaitu pihak yang telah melakukan wanprestasi.188

Wanprestasi (ingkar janji) berarti tidak melaksanakan isi kontrak. Padahal pihak-pihak sebelumnya telah sepakat melaksanakannya. Untuk mencegah wanprestasi dan memberikan keadilan serta kepastian hukum kepada pihak-pihak,

186

Endang Purwaningsih, op.cit. hal. 69

187

Handri Haharjo, op.cit. hal. 80

188

Munir Fuady, Pengantar Hukum Bisnis Modern Di Era Global, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2012)

hukum menyediakan sanksi berupa ganti rugi, pembatalan perjanjian, dan peralihan resiko.189

Sanksi demikian merupakan sanksi perdata karena masalah kontrak menyangkut kepentingan pribadi, yang berbeda dengan sanksi pidana berupa hukuman fisik (pemenjaraan) terhadap pelaku kejahatan atau tindak pidana tertentu sebagaimana diatur dalam hukum pidana. Ganti rugi yang dapat digugat terhadap wanprestasi adalah penggantian kerugian material yang nyata akibat wanprestasi tersebut. Ganti rugi tersebut dapat berupa biaya yang telah dikeluarkan, kerugian yang diderita, dan keuntungan yang seharusnya bisa didapatkan seandainya tidak terjadi wanprestasi. Disamping itu, juga penggantian kerugian immaterial berupa kehilangan kesempatan yang semuanya perlu dihitung berapa besar jumlahnya dalam bentuk uang.190

Wanprestasi yang berarti suatu keadaan yang menunjukkan debitur tidak berprestasi atau tidak melaksanakan kewajibannya dan dia dapat dipersalahkan. Ada tiga unsur yang menentukan kesalahan, yaitu:191

1. Perbuatan yang dilakukan debitur dapat disesalkan kreditur. 2. Debitur dapat menduga akibatnya.

3. Debitur dalam keadaan cakap berbuat.

Wanprestasi artinya tidak memenuhi kewajiban yang telah disepakati dalam perikatan. Tidak dipenuhinya kewajiban oleh debitur karena 2 (dua) kemungkinan alasan, yaitu:192

189

Sanusi Bintang, Pokok-Pokok Hukum Ekonomi Dan Bisnis, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2000). Hal. 19

190

Ibid, hal 19-20

191

1. Karena kesalahan debitur, baik karena kesengajaan maupun kelalaian dan; 2. Karena keadaan memaksa (force majeure), di luar kemampuan debitur.

Jadi, debitur tidak bersalah.

Untuk menentukan apakah seorang debitur bersalah melakukan wanprestasi, perlu ditentukan dalam keadaan bagaimana debitur dikatakan sengaja atau lalai tidak memenuhi prestasi. Dalam hal ini, ada 3 (tiga) keadaan, yaitu:

1. Debitur tidak memenuhi prestasi sama sekali;

2. Debitur memenuhi prestasi, tetapi tidak baik atau keliru; dan

3. Debitur memenuhi prestasi, tetapi tidak tepat waktunya atau terlambat. Untuk mengetahui sejak kapan debitur dalam keadaan waprestasi, perlu diperhatikan apakah dalam perikatan itu ditentukan jangka waktu pelaksanaan pemenuhan prestasi atau tidak. Dalam hal tenggang waktu pelaksanaan pemenuhan prestasi tidak ditentukan, perlu memperingatkan debitur supaya dia memenuhi prestasi. Dalam hal telah ditentukan tenggang waktunya, menurut ketentuan Pasal 1238 Kitab Undang-undang Hukum Perdata debitur dianggap lalai dengan lewatnya tenggang waktu yang telah ditetapkan dalam perikatan.193

Akibat dari wanprestasi yang dapat ditimbulkan dari suatu keadaan wanprestasi, yaitu: 194 1. Bagi debitur: a. Mengganti kerugian.

b. Objek perjanjian menjadi tanggung jawab debitur. 192

Abdulkadir Muhammad, Hukum Perdata Indonesia, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2011), hal. 241

193

Ibid, hal. 242

194

Handri Hararjo, Hukum Perjanjian di Indonesia, (Yogyakarta: Pustaka Yustisia, 2009). Hal. 81

2. Bagi kreditur (Pasal 1267 Kitab Undang-undang Hukum Perdata), yaitu kreditur dapat menuntut:

a. Ganti kerugian (Pasal 1243-1252 Kitab Undang-undang Hukum Perdata) adalah akibat hukum yang ditanggung debitur yang tidak memenuhi kewajibannya (wanprestasi) yang berupa memberikan atau mengganti.

Model ganti rugi akibat dari wanprestasi, yaitu:195

1. Ganti rugi dalam kontrak, ganti rugi hanya dapat dimintakan seperti tertulis dalam kontrak tersebut, tidak boleh dilebihi atau dikurangi.

2. Ganti rugi ekspektasi, dihitung juga keuntungan yang seyogianya diperoleh seandainya kontrak tersebut jadi dilaksanakan.

3. Pergantian biaya, dimana ganti rugi dibayar sejumlah biaya-biaya yang telah dikeluarkan oleh pihak yang dirugikan dalam hubungan dengan kontrak atau perjanjian tersebut.

Cara memperingati debitur supaya dia memenuhi prestasinya yaitu dengan cara debitur perlu diberi peringatan tertulis, yang isinya menyatakan bahwa debitur wajib memenuhi prestasi yang ditentukan. Jika dalam waktu itu debitur tidak memenuhinya, debitur dinyatakan telah lalai atau wanprestasi.196

Peringatan tertulis dapat dilakukan secara resmi dan dapat juga secara tidak resmi. Peringatan tertulis secara resmi dilakukan melalui pengadilan negeri yang berwenang, yang disebut somasi. Kemudian, Pengadilan Negeri dengan perantara juru sita menyampaikan surat peringatan tersebut kepada debitur yang disertai

195

Faisal Santiago, op.cit. hal. 22

196 Ibid

berita acara penyampaiannya. Peringatan tertulis tidak resmi, misalnya, melalui surat tercatat, telegram, faksimilie, atau disampaikan sendiri oleh kreditor kepada debitur dengan tanda terima. Surat peringatan ini disebut ingebreke stelling.197

Kewajiban ganti rugi tidak dengan sendirinya timbul pada saat kelalaian. Ganti rugi baru efektif menjadi keharusan debitur setelah debitur dinyatakan lalai. Harus ada pernyataan lalai dari kreditur.198

Untuk lahirnya kewajiban ganti rugi debitur harus lebih dulu ditempatkan dalam keadaan lalai, melalui prosedur peringatan pernyataan lalai. Dengan begitu si debitur sudah dapat dikatakan berada dalam keadaan lalai, jika sebelumnya sudah ada pemberitahuan, peringatan atau tegoran kreditur terhadap debitur bahwa si debitur telah lalai melakukan pelaksanaan perjanjian. Peringatan itu dilakukan oleh kreditur sesaat setelah batas waktu yang ditentukan lewat.199

Akibat hukum bagi debitur yang telah melakukan waprestasi adalah hukuman atau sanksi hukum sebagai berikut ini:200

1. Debitur diwajibkan membayar ganti kerugian yang diderita oleh kreditor (Pasal 1243 KUH Perdata)

2. Apabila perikatan itu timbal balik, kreditor dapat menuntut pemutusan atau pembatalan perikatan melalui Pengadilan (Pasal 1266 Kitab Undang-undang Hukum Perdata)

197 Ibid 198

M. Yahya Harahap, (2), op.cit. hal. 61

199 Ibid 200

3. Perikatan untuk memberikan sesuatu, risiko beralih kepada debitur sejak terjadi wanprestasi (Pasal 1237 ayat (2) Kitab Undang-undang Hukum Perdata)

4. Debitur diwajibkan memenuhi perikatan jika masih dapat dilakukan atau pembatalan disertai pembayaran ganti kerugian (Pasal 1267 Kitab Undang-undang Hukum Perdata)

5. Debitur wajib membayar biaya perkara jika diperkarakan di muka Pengadilan Negeri dan debitur dinyatakan bersalah.

Sesuai dengan Pasal 1238 Kitab Undang-undang Hukum Perdata yang menyatakan “Si berutang adalah lalai, apabila ia dengan surat perintah atau dengan sebuah akta sejenis itu telah dinyatakan lalai, atau demi perikatannya sendiri, ialah jika ini menetapkan, bahwa si berutang harus dianggap lalai dengan lewatnya waktu yang ditentukan”.

Untuk perbuatan melawan hukum yang dilakukan tergugat dan merugikan penggugat dimana antara kedua belah pihak tidak ada hubungan kontraktual, diajukan perbuatan melawan hukum. Gugatan wanprestasi menempatkan penggugat pada posisi seandainya perjanjian tidak terlaksana maka ganti rugi berupa kehilangan keuntungan yang diharapkan disamping kerugian yang diderita kreditor.201

Menurut Subekti, perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seorang berjanji kepada seorang lain atau antara dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal. Dari peristiwa ini timbullah suatu hubungan antara dua orang tersebut

201

yang dinamakan perikatan, yaitu suatu hubungan hukum antara dua orang dan berdasarkan hubungan tersebut pihak yang satu berhak menuntut sesuatu hal dari pihak yang lain, dan pihak yang lain berkewajiban untuk memenuhi tuntutan itu. Tiap-tiap perikatan adalah untuk memberikan sesuatu, untuk berbuat sesuatu atau untuk tidak berbuat sesuatu (Pasal 1234 Kitab Undang-undang Hukum Perdata).202

Jadi perjanjian itu menimbulkan suatu perikatan antara dua orang atau pihak yang membuatnya. Dalam bentuknya perjanjian itu berupa suatu rangkaian perkataan yang mengandung janji-janji atau kesanggupan diucapkan atau yang ditulis, dan yang tertulis ini disebut kontrak. 203 Dengan pengertian tersebut, ada tiga unsur yang dapat ditarik kesimpulan, yaitu:204

1. Ada orang yang menuntut, atau yang dalam istilah bisnis biasa disebut kreditor;

2. Ada orang yang dituntut, atau yang dalam istilah bisnis biasa disebut debitur;

3. Ada sesuatu yang dituntut, yaitu prestasi.

Dengan terikatnya para pihak dalam suatu perjanjian, para pihak harus melaksanakannya karena setiap perjanjian yang dibuat secara sah berlaku bagi Undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Suatu perjanjian yang sah harus

202

I.G. Rai Widjaya, op.cit. hal 10.

203 Ibid 204

memenuhi empat syarat yang terdapat dalam Pasal 1320 Kitab Undang-undang Hukum Perdata.205

Jadi perjanjian ini menimbulkan suatu perikatan antara dua orang atau pihak yang membuatnya. Dalam bentuknya, perjanjian itu berupa suatu rangkaian perkataan yang mengandung janji-janji atau kesanggupan yang diucapkan atau yang ditulis dan yang ditulis ini disebut kontrak. Menurut Black’s Law Dictionary, kontrak adalah suatu perjanjian antara dua orang atau lebih yang menciptakan kewajiban untuk mengerjakan atau tidak mengerjakan sesuatu.206

Di dalam kenyataan sulit untuk menentukan saat debitur dikatakan tidak memenuhi perikatan, karena sering kali ketika mengadakan perjanjian pihak-pihak tidak menentukan waktu untuk melaksanakan perjanjian tersebut. Bahkan didalam perikatan di mana waktu untuk melaksanakan prestasi itupun ditentukan, cidera janji tidak terjadi dengan sendirinya. Yang mudah untuk menentukan saat debitur tidak memenuhi perikatan ialah pada perikatan untuk tidak berbuat sesuatu.207

Pasal 1265 Kitab Undang-undang Hukum Perdata menyebutkan bahwa apabila suatu syarat batal dipenuhi maka syarat tersebut menghentikan perikatan dan membawa segala sesuatu kembali pada keadaan semula, seolah-olah tidak pernah ada suatu perikatan. Dengan demikian si kreditur telah menerima prestasi yang diperjanjikan harus mengembalikan apa yang telah diterimanya.208

205 Ibid 206 Ibid, hal 10. 207 Ibid 208

Selanjutnya Pasal 1266 ayat 1 Kitab Undang-undang Hukum Perdata menjelaskan bahwa syarat batal dianggap selalu dicantumkan dalam perjanjian yang bertimbal balik, manakala salah satu pihak tidak memenuhi kewajibannya atau wanprestasi. Akan tetapi, dalam Pasal 1266 ayat 2 Kitab Undang-undang Hukum Perdata disebutkan bahwa dalam hal terjadi wanprestasi, maka perjanjian tidak batal demi hukum, tetapi pembatalan harus dimintakan kepada hakim.209

Akibat hukumnya jika terjadi wanprestasi, maka perjanjian itu batal demi hukum. Wanprestasi tidak secara otomatis mengakibatkan batalnya perjanjian, tetapi harus dimintakan kepada hakim. Hal ini didukung oleh alasan bahwa jika pihak debitur wanprestasi, maka kreditur masih berhak mengajukan gugatan agar pihak debitur memenuhi perjanjian, sedangkan apabila wanprestasi dianggap sebagai suatu syarat batalnya perjanjian, maka kreditur hanya dapat menuntut ganti rugi. 210

Selain itu berdasarkan ketentuan Pasal 1266 ayat 4 Kitab Undang-undang Hukum Perdata, hakim berwenang untuk memberikan kesempatan kepada debitur dalam jangka waktu paling lama satu bulan, untuk memenuhi perjanjian meskipun sebenarnya debitur sudah wanprestasi atau cidera janji. Dalam hal ini hakim mempunyai discrecy untuk menimbang berat ringannya kelalaian debitur dibandingkan kerugian yang diderita jika perjanjian dibatalkan.

211 209 Ibid 210 Ibid 211 Ibid

Untuk memutuskan apakah terjadinya wanprestasi merupakan syarat batal atau harus dimintakan pembatalannya kepada hakim, harus dipertimbangkan kasus demi kasus dan pihak yang membuat perjanjian.212

Manusia sebagai makhluk sosial, tidak bisa hidup tanpa mengadakan hubungan dengan manusia yang lain. Mengadakan hubungan dengan orang lain dilakukan antara lain dengan menutup perjanjian-perjanjian. Perjanjian merupakan janji dari dua pihak, ada kemungkinan bahwa janji-janji itu tidak terpenuhi.213

Pada umumnya setiap orang yang dapat menjadi pendiri suatu perseroan terbatas dapat menjadi pemegang saham perseroan terbatas. Yang dimaksud dengan para pendiri ini adalah mereka yang hadir dihadapan Notaris pada saat akta pendirian perseroan terbatas ditandatangani. Status hukum para pendiri ini akan berubah menjadi pemegang saham pada saat perseroan terbatas memperoleh status sebagai badan hukum, yaitu pada saat akta pendirian perseroan terbatas tersebut memperoleh pengesahan dari Menteri Hukum dan HAM. Dengan demikian, berarti, pada saat yang bersamaan juga, yaitu saat perseroan terbatas memperoleh status badan hukum, saham perseroan sebagai bukti pemilikan pemegang saham dalam perseroan terbatas memperoleh kedudukannya dalam hukum.214

Secara umum, mereka yang dianggap mampu untuk hadir dan bertindak sebagai pendiri adalah mereka yang sudah diberlakukan sebagai pihak yang cakap

212 Ibid 213

J. Satrio, Wanprestasi Menurut Kitab Undang-undang Hukum Perdata, Doktrin, dan Yurisprudensi, (Bandung: Citra Aditya Bakti: 2012), hal. 1

214

untuk bertindak dalam membuat perjanjian. Ini adalah konsekwensi logis dari pengertian perseroan terbatas yang didirikan berdasarkan perjanjian. Dengan demikian setiap orang yang cakap untuk membuat perjanjian, yaitu semua orang dewasa, kecuali yang berada dibawah pengampuan atau karena Undang-undang dinyatakan tidak cakap untuk melakukan tindakan hukum dapat menjadi pendiri dan pemegang saham perseroan terbatas.215

Para pendiri perseroan berkewajiban dalam menyetor modal ke dalam perseroan dimaksudkan supaya perseroan memiliki modal awal dalam melakukan kegiatan perseroan dalam rangka mencapai tujuan perseroan dalam upaya mendapatkan keuntungan. Jika tidak adanya modal awal perseroan, maka sudah jelas perseroan tidak dapat menjalankan kegiatannya untuk mencari keuntungan. Apa yang diinbrengkan ke dalam pendirian perseroan terbatas merupakan pembayaran atas saham yang diambil pendiri perseroan dari perseroan tersebut.216

Pasal 12 Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas menyebutkan bahwa:

(1) Perbuatan hukum yang berkaitan dengan kepemilikan saham dan penyetorannya yang dilakukan oleh calon pendiri sebelum Perseroan didirikan, harus dicantumkan dalam akta pendirian.

(2) Dalam hal perbuatan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dinyatakan dengan akta yang bukan akta otentik, akta tersebut dilekatkan pada akta pendirian.

(3) Dalam hal perbuatan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dinyatakan dengan akta otentik, nomor, tanggal dan nama serta tempat kedudukan Notaris yang membuat akta otentik tersebut disebutkan dalam akta pendirian Perseroan.

(4) Dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) tidak dipenuhi, perbuatan hukum tersebut tidak menimbulkan hak dan kewajiban serta tidak mengikat Perseroan.

215 Ibid

216

Pasal 13

(1) Perbuatan hukum yang dilakukan calon pendiri untuk kepentingan Perseroan yang belum didirikan, mengikat Perseroan setelah Perseroan menjadi badan hukum apabila RUPS pertama Perseroan secara tegas menyatakan menerima atau mengambil alih semua hak dan kewajiban yang timbul dari perbuatan hukum yang dilakukan oleh calon pendiri atau kuasanya.

Pendirian dalam akta otentik yang terdapat dalam Pasal 7 ayat (1) yang

berbunyi “Perseroan didirikan oleh 2 (dua) orang atau lebih dengan akta Notaris yang dibuat dalam bahasa Indonesia” disini pendirian perseroan terbatas tetap sah, tetapi belum berstatus badan hukum, hanya sebatas terjadinya hubungan kontraktual. 217

Apabila ada perbuatan hukum yang dilakukan oleh para pendiri sebelum perseroan disahkan, maka menurut Pasal 12 Undang-undang Nomor 40 Tahun