• Tidak ada hasil yang ditemukan

Aspek Hukum Kelalaian Menyetorkan Modal Dalam Proses Pendirian Perseroan Terbatas Dan Akibat Hukumnya

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Aspek Hukum Kelalaian Menyetorkan Modal Dalam Proses Pendirian Perseroan Terbatas Dan Akibat Hukumnya"

Copied!
128
0
0

Teks penuh

(1)

ASPEK HUKUM KELALAIAN MENYETORKAN MODAL

DALAM PROSES PENDIRIAN PERSEROAN TERBATAS DAN

AKIBAT HUKUMNYA

TESIS

Oleh

HUJJATUL MARWIYAH

127011015

PROGRAM STUDI MAGISTER KENOTARIATAN FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(2)

ABSTRAK

Perseroan terbatas (PT) adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam UU serta peraturan pelaksanaannya. Perseroan didirikan oleh 2 (dua) orang atau lebih dengan akta notaris yang dibuat dalam bahasa Indonesia. Setiap pendiri Perseroan wajib mengambil bagian saham pada saat Perseroan didirikan. Pada saat PT didirikan, pendiri adalah pemegang saham yang pertama dialah sebenarnya pemasok modal pertama yang menjadikan PT mempunyai kekayaan sendiri.

Metode penelitian yang digunakan adalah pendekatan yuridis normatif yang bersifat deskriptif analisis, pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan data sekunder berupa bahan hukum primer, sekunder dan tertier sebagai data utama. Data-data yang diperoleh kemudian diolah, dianalisis dan ditafsirkan secara logis, sistematis dengan menggunakan metode deduktif.

Dari hasil penelitian diketahui bahwa pada saat mendirikan PT pendiri perseroan dapat membuat surat pernyataan telah menyetorkan modal. Namun salah satu pendiri yang telah membuat surat pernyataan telah menyetor modal tidak menyetorkan modal sebagaimana yang telah dibuatnya padahal perseroan terbatas telah mendapatkan pengesahan badan hukum dari Menkum dan HAM. Hak-hak pendiri yang tidak menyetorkan modal tersebut sebagai pemegang saham ditunda sampai dengan pendiri yang bersangkutan menyetorkan modal sahamnya ke dalam rekening perusahaan atau perseroan menarik kembali saham-saham yang dikeluarkan atas nama pendiri yang tidak menyetorkan modal tersebut sehingga terjadi pengurangan modal pada PT tersebut. Pendiri tersebut di diskualifikasi telah melakukan pelanggaran perjanjian pendirian PT dengan konsekuensi hukum pendiri yang dirugikan dapat meminta perubahan perjanjian pendirian PT baik disertai ganti rugi maupun tidak. Perlindungan hukum terhadap pendiri lain yang telah menyetorkan modal pada saat pendirian dan pengesahan PT dapat dilakukan berdasarkan ketentuan dalam perjanjian pendiri perseroan dan perlindungan berdasarkan Undang-undang PT. Perlindungan berdasarkan perjanjian dapat dilakukan melalui gugatan wanprestasi kepada pendiri lain yang tidak menyetorkan modal. Dasar gugatan ini adalah kelalaian pendiri yang bersangkutan dalam melaksanakan kewajibannya berdasarkan perjanjian. Perlindungan berdasarkan Undang-undang PT dalam bentuk hak untuk menawar terlebih dahulu saham-saham dari pendiri yang tidak menyetor sesuai dengan porsi kepemilikan sahamnya. Perlindungan lain adalah melalui RUPS menyetujui agar perseroan melakukan buy back (pembelian kembali saham) apabila para pemegang saham yang ada tidak menggunakan hak mereka untuk menawar terlebih dahulu.

(3)

ABSTRACT

A corporation is a legal entity which constitutes capital partnership; it is established based on an agreement to do business activities with initial capital which consists of stocks and has fulfilled all requirements stipulated in law and its administrative regulations. A corporation is established by 2 (two) or more people with a Notarial deed in Indonesian. Each member of the corporation has to get his share of stocks at the time it is established so that the founders are the first shareholders; they are the suppliers of the initial capital which makes a corporation have its own assets.

The research used judicial normative and deductive analytic method. The data were gathered by using secondary data which consisted of primary, secondary, and tertiary legal materials as the main data. The gathered data were processed, analyzed, and interpreted logically, systematically, and deductively.

The result of the research shows that by the time a corporation was established, its founders can write a declaration that they have deposited their capital. The problem is that one of them has written a declaration which states that he has deposited his capital; in reality, he does not do it while the corporation has gotten its legalization from the Minister of Law and Human Right. In consequence, his right as a shareholder is postponed until he deposits his capital into the corporation’s savings account. If he fails to do it, the company will withdraw his stocks which mean that the company’s capital is reduced. He is then disqualified since he has breached the agreement in establishing the corporation. The legal consequence is that a founder who feels that he is harmed can make a request for the change of the agreement in establishing the corporation, either with indemnity or not. Legal protection for the other founders who have deposited their capital by the time the corporation is established and legalized can be done, based on the provisions in the contract made by corporation founders and on Law on Corporation. Protection which based on an agreement can be done through the claim for default to the other founders who do not deposit their capital. The ground of this claim is the negligence of the founder himself in carrying out his duties, based on the contract. Protection which is based on Law on Corporation in the form of the right is to bid the stocks beforehand from the founder who does not deposit his capital according to portion of his stocks. Another protection is through RUPS which agrees that the corporation carry out buy-back when the shareholders do not use their right to bid beforehand.

(4)

LEGAL ASPECT OF NEGLECTING TO DEPOSIT CAPITAL IN THE PROCESS OF ESTABLISHING A CORPORATION AND ITS

LEGAL CONSEQUENCE

THESIS

BY

HUJJATUL MARWIYAH 127011015/M.Kn

MAGISTER OF NOTARIAL AFFAIRS STUDY PROGRAM FACULTY OF LAW

UNIVERSITY OF SUMATERA UTARA MEDAN

(5)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

I. IDENTITAS PRIBADI

Nama : Hujjatul Marwiyah

Tempat dan Tanggal Lahir : Kota Pinang, 16 Juni 1989

Alamat : Jl. Karya Wisata, Komplek Johor Indah

Permai Blok 5 No. 57 Medan

Jenis Kelamin : Perempuan

Umur : 25 Tahun

Kewarganegaraan : Indonesia

Agama : Islam

Nama Bapak : H. Sofyan M. Arifin Siregar

Nama Ibu : Hj. Masliana Harahap

II. PENDIDIKAN

Sekolah Dasar : 1995-2001 Sekolah Dasar Negeri 112224

Kota

Pinang

Sekolah Menengah Pertama : 2001-2004 Sekolah Menengah Pertama Al-

Azhar Medan

Sekolah Menengah Atas : 2004-2007 Sekolah Menengah Atas Negeri

2

Medan

Universitas : 2007-2011 Fakultas Hukum Universitas

Sumatera Utara

2012-2015 Magister Kenotariatan

(6)
(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena

atas karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini sebagai salah

satu persyaratan untuk memperoleh gelar Magister Kenotariatan di Universitas

Sumatera Utara Medan. Dalam memenuhi tugas inilah penulis menyusun dan

memilih judul : “Aspek Hukum Kelalaian Menyetorkan Modal Dalam Proses Pendirian Perseroan Terbatas Dan Akibat Hukumnya”. Penulis menyadari bahwa masih banyak terdapat kekurangan didalam penulisan tesis ini, untuk itu

dengan hati terbuka menerima saran dan kritik dari semua pihak, agar dapat

menjadi pedoman dimasa yang akan datang.

Dalam penulisan dan penyusunan tesis ini, penulis mendapat bimbingan

dan pengarahan serta saran-saran dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada

kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih dan penghargaan yang tidak

ternilai harganya secara khusus kepada Bapak Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN selaku Ketua Komisi Pembimbing dan Ibu T. Keizerina Devi Azwar, SH, CN, MHum., serta Bapak Dr. Mahmul Siregar, SH, MHum.,

masing-masing selaku anggota komisi pembimbing yang banyak memberi

masukan dan bimbingan kepada penulis selama dalam penulisan tesis ini dan

(8)

Selanjutnya ucapan terima kasih yang tak terhingga penulis sampaikan

kepada:

1. Bapak Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc (CTM), Sp.A(K).

selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Prof. Dr. Runtung SH. M.Hum., selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Medan.

3. Bapak Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN selaku Ketua Program Studi Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara Medan.

4. Ibu T. Keizerina Devi Azwar, SH, CN, MHum., selaku Sekretaris Program Studi Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara Medan.

5. Bapak-Bapak dan Ibu-Ibu Guru Besar dan Staf Pengajar dan juga para

karyawan Biro Administrasi pada Program Studi Magister Kenotariatan

Universitas Sumatera Utara Medan.

Secara khusus penulis menghaturkan terimakasih yang tak terhingga kepada

ayahanda H. Sofyan M. Arifin Siregar dan Ibunda Hj. Masliana Harahap, yang telah melahirkan, membesarkan, mendidik ananda dengan penuh kasih

sayang dan segala doa serta semangat yang telah diberikan kepada penulis selama

(9)

Ucapan terimakasih juga penulis ucapkan kepada rekan-rekan

seperjuangan, khususnya rekan-rekan Magister Kenotariatan Universitas Sumatera

Utara Kelas Reguler Angkatan 2012, Ivo Farah Zara SH, MKn, Dina Arfina SH

MKn, Dini Novrina SH, Sheila Aristyani SH, Suci Mulani SH, MKn, Afriyani

Pohan SH dan kawan-kawan satu angkatan lain yang namanya tidak dapat penulis

sebutkan satu persatu yang terus memberikan motivasi, semangat dan kerjasama

dan diskusi, membantu dan memberikan pemikiran kritik dan saran dari awal

masuk di Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara sampai saat penulis

selesai menyusun tesis ini.

Penulis berharap semoga bantuan dan kebaikan yang telah diberikan

kepada penulis, mendapat balasan yang setimpal dari Tuhan Yang Maha Esa, agar

selalu dilimpahkan kebaikan, kesehatan, kesejahteraan dan rezeki yang melimpah.

Akhirnya, semoga tesis ini dapat berguna bagi diri penulis dan juga bagi semua

pihak khususnya yang berkaitan dengan bidang Kenotariatan.

Medan, Januari 2015

(10)
(11)

D. Manfaat Penelitian

F. Kerangka Teori dan Konsepsi

………...

1. Sifat dan Jenis Penelitian

……….

20

2. Sumber Data/ Bahan Hukum

………...

22

3. Teknik Pengumpulan Data

………...

23

4. Analisis Data

………

24

BAB II PENYETORAN MODAL SAHAM PERSEROAN MELALUI

PERNYATAAN MENYETORKAN MODAL ………

(12)

A. Penyetoran Modal Saham Pada Saat Pendirian Perseroan

Terbatas

………

…..

26

B. Penyetoran Modal Saham Pada Saat Pendirian Perseroan

Terbatas Dalam Prakteknya

………...

44

C. Penyetoran Modal Saham Perseroan Terbatas Melalui

Pernyataan Menyetor Modal Saham

………..

68

BAB III AKIBAT HUKUM KEGAGALAN PENDIRI

MENYETORKAN MODAL SESUAI PERNYATAAN

MENYETORKAN MODAL SAHAM ………..

59

A. Hubungan Hukum Antara Pendiri Dalam Perseroan Terbatas

….………...………

……

59

B. Bentuk Kegagalan Pendiri Dalam Menyetorkan Modal Ke

Perseroan Terbatas Yang Akan Didirikan

……….

68

C. Akibat Hukum Kegagalan Pendiri Menyetorkan Modal Sesuai

Pernyataan Menyetorkan Modal Saham

………...

(13)

BAB IV PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENDIRI LAIN YANG SUDAH MENYETORKAN MODALNYA SECARA

SECARA TUNAI ………....

78

A. Kegagalan Pendiri Menyetorkan Modal Sebagai Perbuatan

Wanprestasi

……….………...

78

B. Perlindungan Hukum Terhadap Pendiri Lain Yang Sudah

Menyetorkan Modal Secara Tunai

………...…….

98

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN………..

105

A. KESIMPULAN

………...

105

B. SARAN

………

106

DAFTAR PUSTAKA ……….

LAMPIRAN

(14)

DAFTAR ISTILAH

Absolute majority : suara terbanyak mutlak

Contract Teory : teori kontrak

Discrecy : kerahasiaan

Fiduciary duty : tugas dan tanggung jawab

melakukan

pengurusan perseroan terbatas

Force majeure : keadaan memaksa

Freight forwarding : perusahaan penanaman modal asing

Geplaats Capitaal/ Authorised Capitaal : modal ditempatkan

Gestort Capitaal/ Paid Capitaal : modal disetor

hak derivative : kepentingannya sebagai bagian dari

perseorangan

Inbreng : Pemasukan

Intention : sengaja

Ingebreke stelling : Surat peringatan ini disebut

Issued of shares : penerbitan saham

Law in the books : peraturan Perundang-undangan

(15)

Library Research : studi Kepustakaan

limited liability : pemegang saham tidak bertanggung

jawab untuk berkontribsi terhadap asset

korporasi melebihi saham yang mereka

miliki

Naamloze Venootschap (NV) : perseroan terbatas

Notarial deed : akta Notaris

Personal rights : hak perseorangan

Private Instrument : akta dibawah tangan

Qualified/special majority : suara terbanyak khusus

Rechtspersoon legal person : Perseroan Terbatas sebagai badan

hukum

Statutaire Capitaal/ Statute Capitaal : modal dasar

Statute aprroach : pendekatan Perundang-undangan

(16)

DAFTAR SINGKATAN

KUH Perdata : Kitab Undang-undang Hukum Perdata

PT : Perseroan Terbatas

Permenkum dan HAM : Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia

SABH : Sistem Administrasi Badan Hukum

UU : Undang-undang

(17)

ABSTRAK

Perseroan terbatas (PT) adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam UU serta peraturan pelaksanaannya. Perseroan didirikan oleh 2 (dua) orang atau lebih dengan akta notaris yang dibuat dalam bahasa Indonesia. Setiap pendiri Perseroan wajib mengambil bagian saham pada saat Perseroan didirikan. Pada saat PT didirikan, pendiri adalah pemegang saham yang pertama dialah sebenarnya pemasok modal pertama yang menjadikan PT mempunyai kekayaan sendiri.

Metode penelitian yang digunakan adalah pendekatan yuridis normatif yang bersifat deskriptif analisis, pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan data sekunder berupa bahan hukum primer, sekunder dan tertier sebagai data utama. Data-data yang diperoleh kemudian diolah, dianalisis dan ditafsirkan secara logis, sistematis dengan menggunakan metode deduktif.

Dari hasil penelitian diketahui bahwa pada saat mendirikan PT pendiri perseroan dapat membuat surat pernyataan telah menyetorkan modal. Namun salah satu pendiri yang telah membuat surat pernyataan telah menyetor modal tidak menyetorkan modal sebagaimana yang telah dibuatnya padahal perseroan terbatas telah mendapatkan pengesahan badan hukum dari Menkum dan HAM. Hak-hak pendiri yang tidak menyetorkan modal tersebut sebagai pemegang saham ditunda sampai dengan pendiri yang bersangkutan menyetorkan modal sahamnya ke dalam rekening perusahaan atau perseroan menarik kembali saham-saham yang dikeluarkan atas nama pendiri yang tidak menyetorkan modal tersebut sehingga terjadi pengurangan modal pada PT tersebut. Pendiri tersebut di diskualifikasi telah melakukan pelanggaran perjanjian pendirian PT dengan konsekuensi hukum pendiri yang dirugikan dapat meminta perubahan perjanjian pendirian PT baik disertai ganti rugi maupun tidak. Perlindungan hukum terhadap pendiri lain yang telah menyetorkan modal pada saat pendirian dan pengesahan PT dapat dilakukan berdasarkan ketentuan dalam perjanjian pendiri perseroan dan perlindungan berdasarkan Undang-undang PT. Perlindungan berdasarkan perjanjian dapat dilakukan melalui gugatan wanprestasi kepada pendiri lain yang tidak menyetorkan modal. Dasar gugatan ini adalah kelalaian pendiri yang bersangkutan dalam melaksanakan kewajibannya berdasarkan perjanjian. Perlindungan berdasarkan Undang-undang PT dalam bentuk hak untuk menawar terlebih dahulu saham-saham dari pendiri yang tidak menyetor sesuai dengan porsi kepemilikan sahamnya. Perlindungan lain adalah melalui RUPS menyetujui agar perseroan melakukan buy back (pembelian kembali saham) apabila para pemegang saham yang ada tidak menggunakan hak mereka untuk menawar terlebih dahulu.

(18)

ABSTRACT

A corporation is a legal entity which constitutes capital partnership; it is established based on an agreement to do business activities with initial capital which consists of stocks and has fulfilled all requirements stipulated in law and its administrative regulations. A corporation is established by 2 (two) or more people with a Notarial deed in Indonesian. Each member of the corporation has to get his share of stocks at the time it is established so that the founders are the first shareholders; they are the suppliers of the initial capital which makes a corporation have its own assets.

The research used judicial normative and deductive analytic method. The data were gathered by using secondary data which consisted of primary, secondary, and tertiary legal materials as the main data. The gathered data were processed, analyzed, and interpreted logically, systematically, and deductively.

The result of the research shows that by the time a corporation was established, its founders can write a declaration that they have deposited their capital. The problem is that one of them has written a declaration which states that he has deposited his capital; in reality, he does not do it while the corporation has gotten its legalization from the Minister of Law and Human Right. In consequence, his right as a shareholder is postponed until he deposits his capital into the corporation’s savings account. If he fails to do it, the company will withdraw his stocks which mean that the company’s capital is reduced. He is then disqualified since he has breached the agreement in establishing the corporation. The legal consequence is that a founder who feels that he is harmed can make a request for the change of the agreement in establishing the corporation, either with indemnity or not. Legal protection for the other founders who have deposited their capital by the time the corporation is established and legalized can be done, based on the provisions in the contract made by corporation founders and on Law on Corporation. Protection which based on an agreement can be done through the claim for default to the other founders who do not deposit their capital. The ground of this claim is the negligence of the founder himself in carrying out his duties, based on the contract. Protection which is based on Law on Corporation in the form of the right is to bid the stocks beforehand from the founder who does not deposit his capital according to portion of his stocks. Another protection is through RUPS which agrees that the corporation carry out buy-back when the shareholders do not use their right to bid beforehand.

(19)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Bentuk Perseroan Terbatas (PT) merupakan bentuk yang lazim dan banyak

dipakai dalam dunia usaha di Indonesia karena perseroan terbatas merupakan

asosiasi modal dan badan hukum yang mandiri.1 Perseroan terbatas sebagai badan

hukum sering digunakan sebagai institusi oleh seseroang untuk mencapai

tujuannya dalam berusaha.2

Perseroan terbatas sebagai salah satu pilar pembangunan perekonomian

nasional perlu diberikan landasan hukum yang kuat untuk lebih memacu

pembangunan nasional yang disusun sebagai usaha bersama berdasarkan asas

kekeluargaan, dengan tetap memunculkan prinsip-prinsip keadilan dalam

berusaha.3

Aktivitas pendirian Perseroan Terbatas merupakan langkah-langkah yang

meliputi upaya untuk menemukan kesempatan bisnis apa yang akan

dikembangkan. Hal tersebut merupakan analisis terhadap rencana bisnis yang Oleh karena itulah Pemerintah bersama Dewan Perwakilan Rakyat

Republik Indonesia mengundangkan Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007

tentang Perseroan Terbatas menggantikan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1995

tentang Perseroan Terbatas yang dipandang tidak sesuai lagi dengan

perkembangan dunia usaha.

1

I. G. Rai Widjaya, Hukum Perusahaan Perseroan Terbatas, (Bekasi: Mega Poin, 2006), hal 1

2

Try Widiyono, Direksi Perseroan Terbatas Keberadaan, Tugas, Wewenang & Tanggung Jawab, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2005), hal. 9

3

(20)

telah dipilih untuk mendapatkan kepastian apakah suatu aktivitas bisnis tertentu

itu memiliki kelayakan ekonomis apa tidak.4

Perseroan terbatas disebut suatu badan usaha harus mempunyai ciri-ciri,

antara lain harus mempunyai kekayaan sendiri, ada pemegang saham sebagai

pemasok modal yang tanggung jawabnya tidak melebihi dari nilai saham yang

diambilnya (modal yang disetor) dan harus ada pengurus yang terorganisir guna

mewakili perseroan dalam menjalankan akivitasnya dalam lalu lintas hukum, baik

diluar maupun didalam Pengadilan dan tidak bertanggung jawab secara pribadi

terhadap perikatan-perikatan yang dibuat oleh perseroan terbatas.

5

Artinya bahwa badan usaha yang disebut perseroan terbatas harus

menjadikan dirinya sebagai badan hukum, sebagai subjek hukum yang berdiri

sendiri yang mampu mendukung hak dan kewajiban sebagaimana halnya dengan

orang, yang mempunyai harta kekayaan tersendiri terpisah dari harta kekayaan

para pendirinya, pemegang saham dan para pengurusnya.6

Undang-undang Perseroan Terbatas Nomor 40 Tahan 2007 menyatakan

dengan tegas di dalam Pasal 1 ayat (1) bahwa perseroan terbatas adalah badan

hukum. Dengan demikian, kedudukan perseroan terbatas sebagai badan hukum

terjadi karena Undang-undang dengan tegas menyatakan demikian.7

Perseroan terbatas memiliki status sebagai badan hukum (legal entity)

dengan penekanan sebagai persekutuan modal. Ini berarti perseroan terbatas

4

Tri Budiyono , Hukum Perusahaan Telaah Yuridis terhadap Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, (Salatiga: Griya Media, 2011), hal 36

5

Agus Budiarto, Kedudukan Hukum dan Tanggungjawab Pendiri Perseroan Terbatas, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2009) hal. 19

6

Ibid, hal 20

7

(21)

merupakan subjek hukum, namun bersifat artificial. Sama seperti halnya subjek

hukum orang perseorangan, badan hukum memiliki sifat dapat melakukan

perbuatan hukum yaitu perbuatan yang dapat menimbulkan hak dan kewajiban,

dapat dituntut maupun menuntut dimuka pengadilan.8

Modal merupakan faktor yang sangat penting artinya, bukan saja sebagai

salah satu sarana untuk meraih keuntungan dalam kegiatan usaha perseroan

terbatas, namun juga sangat penting artinya bagi eksistensi, kelangsungan

kehidupan maupun pengembangan perseroan terbatas sebagai organisasi ekonomi.

Bagaimanapun modal adalah sarana untuk meraih laba yang sebesar-besarnya,

sedangkan laba adalah tujuan dari kegiatan usaha perseroan yang nantinya

dibagi-bagikan kepada pemegang saham dalam bentuk dividen.9

Perseroan terbatas pada umumnya mempunyai kemampuan untuk

mengembangkan diri, mampu mengadakan kapitalisasi modal dan sebagai wahana

yang potensial untuk memperoleh keuntungan baik bagi instansinya sendiri

maupun bagi para pendukungnya (pemegang saham). Oleh karena itu, bentuk

badan perseroan terbatas usaha ini sangat diminati oleh masyarakat.10

Pada saat perseroan terbatas didirikan, pendiri adalah pemegang saham yang

pertama dialah sebenarnya pemasok modal pertama yang menjadikan perseroan

terbatas mempunyai kekayaan sendiri.

11

Pendiri yang dimaksud adalah orang yang mengambil bagian dengan

sengaja (intention) untuk mendirikan perseroan yang selanjutnya melakukan

8

Tri Budiyono, op.cit, hal 32.

9

Agus Budiarto, op.cit. hal. 50-51

10

Ibid, hal 1

11

(22)

langkah-langkah penting untuk mewujudkan pendirian perseroan, sesuai dengan

syarat yang ditentukan perundang-undangan.12

Berhubung dasarnya menggunakan perjanjian, maka tidak dapat dilepaskan

dari syarat-syarat yang ditetapkan Pasal 1320 Kitab Undang-undang Hukum

Perdata dan asas-asas lainnya.

13

Dalam perseroan terbatas modal dibagi dalam 3 (tiga) pengertian, yaitu apa

yang dinamakan dengan:

14

1. Modal dasar (Statutaire Capitaal/ Statute Capitaal);

2. Modal ditempatkan (Geplaats Capitaal/ Authorised Capitaal);

3. Modal disetor (Gestort Capitaal/ Paid Capitaal).

Modal dasar (Statutaire Capitaal/ Statute Capitaal) adalah jumlah modal

yang ditetapkan dalam anggaran dasar perseroan terbatas. Jumlah modal ini harus

habis terbagi dalam nominal saham yang dikeluarkan oleh perseroan. Dengan

demikian, modal dasar sejatinya terdiri atas akumulasi dari seluruh saham

perseroan. 15

Modal ditempatkan (Geplaats Capitaal/ Authorised Capitaal) adalah jumlah

modal saham yang telah diambil baik oleh pendiri maupun orang lain dan

karenanya telah terjual, tetapi harga modal tersebut belum dibayar secara penuh.

12

Orinton Purba, Petunjuk Praktis Bagi RUPS, Komisaris dan Direksi Perseroan Terbatas Agar Terhindar Dari Jerat Hukum, (Jakarta: Raih Asa Sukses, 2012), hal. 22

13

Gatot Supramono, Hukum Perseroan Terbatas Yang Baru, (Jakarta: Djambatan, 1996), hal.3

14

Rudhi Prasetya, Teori & Praktik Perseroan Terbatas, (Jakarta: Sinar Grafika, 2011), hal.124

15

(23)

Oleh karenanya, orang yang telah mengambil saham ini mempunyai kewajiban

untuk menyetor ke perseroan sejumlah harga saham yang diambilnya tersebut.16

Pengertian dari modal yang disetor (Gestort Capitaal/ Paid Capitaal) adalah

modal yang telah dipenuhi kewajiban penyetorannya. Artinya dikatakan disini,

bahwa modal pada saat perseroan didirikan, para pendiri sudah harus memenuhi

dan merekalah pertama kali yang memberikan modal pada perseroan yang

didirikannya itu.17

Modal dasar perseroan terdiri atas seluruh nilai nominal saham jelas kiranya

bahwa Undang-undang menentukan bahwa modal dasar perseroan harus berupa

saham-saham. Dengan demikian, maka saham adalah merupakan modal dari

perseroan.18

Saham yang telah dibayar penuh kepada perseroan yang menjadi penyertaan

atau penyetoran saham riil yang telah dilakukan, baik oleh pendiri maupun para

pemegang saham perseroan. Modal ditempatkan dan disetor penuh tersebut

dibuktikan dengan bukti penyetoran yang sah.19

Tidak jarang pada awal pendirian perseroan pemegang saham mangkir dari

kewajibannya menyetor modal kepada perseroan sesuai dengan akta pendirian.

Padahal, setiap pemegang saham harus menyetorkan modal secara penuh sesuai

dengan jumlah saham yang dimiliki. Modus yang umumnya digunakan adalah

16 Ibid 17

Agus Budiarto, Op.Cit, hal 43

18

Agus Budiarto, op.cit. hal. 53

19

(24)

dengan memalsukan bukti setoran modal pada saat perseroan dalam proses untuk

mendapatkan pengesahan perseroan dari Kementerian Hukum dan Hak Asasi

Manusia. Modus lainnya, pada awal pendirian, pemegang saham menyetorkan

modal ke perseroan, tetapi setelah mendapat persetujuan dari Kementerian Hukum

dan Hak Asasi Manusia, modal tersebut ditarik kembali dan digunakan untuk

kepentingan pribadi.20

Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia

Nomor 4 Tahun 2014 Tentang Tata Cara Pengajuan Permohonan Pengesahan

Badan Hukum dan Persetujuan Perubahan Anggaran Dasar Serta Penyampaian

Pemberitahuan Perubahan Anggaran Dasar dan Perubahan Data Perseroan

Terbatas dalam Pasal 13 ayat (3) huruf c menyebutkan bahwa bukti setor modal

Perseroan berupa:

1. Fotokopi slip setoran atau fotokopi surat keterangan bank atas nama Perseroan atau rekening bersama atas nama para pendiri atau asli surat pernyataan telah menyetor modal Perseroan yang ditandatangani oleh semua anggota Direksi bersama-sama semua pendiri serta semua anggota dewan komisaris Perseroan, jika setoran modal dalam bentuk uang;

Maksud dari pengertian diatas bahwa para pendiri dapat membuat surat

pernyataan telah menyetor modal yang nantinya dilampirkan dalam Akta

pendirian perseroan terbatas. Artinya selama mengajukan pengesahan badan

hukum perseroan hal tersebut dapat berlaku setelah membuat surat pernyataan

telah menyetor modal ke perseroan terbatas yang akan didirikan.

20

(25)

Jadi dengan hanya membuat surat pernyataan tetapi tidak melampirkan bukti

penyetoran yang sah pada saat pengajuan pengesahan badan hukum perseroan

dapat berlaku karena pendiri yang telah berjanji tersebut telah membuat surat

pernyataan telah menyetorkan modal ke perseroan terbatas.

Penyetoran setiap bagian dari modal saham yang diambil bagiannya oleh

para pendiri perseroan dilakukan dengan uang tunai, namun apabila salah satu dari

pemegang saham lalai menyetorkan modal maka sipendiri tersebut tetap wajib

menyetorkan saham tersebut karena dasar dari didirikannya perseroan terbatas

adalah perjanjian.

Kelalaian penyetoran modal yang dimaksud disini adalah bahwa salah satu

pendiri yang telah membuat surat pernyataan telah menyetor modal tetapi

kenyataannya dia tidak menyetorkan modal seperti yang telah dibuatnya.

Slip setoran atau keterangan bank atas nama perseroan atau rekening

bersama atas nama para pendiri atau pernyataan telah menyetor modal perseroan

yang ditandatangani oleh semua anggota direksi bersama-sama semua pendiri

serta semua anggota Dewan Komisaris Perseroan, jika setoran modal dalam

bentuk uang.

Perjanjian yang dibuat dalam akta resmi, perjanjian tersebut dapat

dipaksakan pelaksanaannya apakah orang yang diberi janji itu telah memberi

suatu prestasi atau tidak.21

21

S. B. Marsh dan J. Soulsby, Hukum Perjanjian, (Bandung: Alumni, 2006), hal 103

Dalam hal ini pendiri tersebut telah melakukan

wanprestasi karena lalai tidak menyetorkan modal padahal pendiri tersebut telah

(26)

Apabila atas perjanjian yang disepakati terjadi pelanggaran, maka dapat

diajukan gugatan wanprestasi, karena ada hubungan kontraktual antara pihak yang

menimbulkan kerugian dan pihak yang menderita kerugian. Tujuan gugatan

wanprestasi adalah untuk menempatkan penggugat pada posisi seandainya

perjanjian tersebut terpenuhi.22

Seseorang dianggap wanprestasi dalam suatu perjanjian dan dapat dikatakan

wanprestasi, jika:

Pendiri tersebut telah lalai menyetorkan modal

maka ia harus mengganti kerugian yang telah dibuatnya.

1. tidak melakukan apa yang dijanjikan;

2. melakukan apa yang dijanjikan tetapi terlambat;

3. melakukan apa yang dijanjikan, tetapi tidak sebagaimana mestinya; atau

4. melakukan apa yang seharusnya tidak boleh dilakukan berdasarkan

perjanjian.

Untuk permasalahan dalam kelalaian pendiri dalam penyetoran modal

perseroan termasuk dalam tidak melakukan apa yang telah dijanjikan. Hal tersebut

telah dibuktikan bahwa ia telah membuat pernyataan telah menyetor modal tetapi

dia tidak melaksanakannya.

Pasal 1365 dan Pasal 1366 Kitab Undang-undang Hukum Perdata menyatakan bahwa “Tiap perbuatan melanggar hukum, yang membawa kerugian kepada seorang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut. Setiap orang bertanggungjawab tidak saja untuk kerugian yang disebabkan perbuatannya, tetapi juga untuk kerugian yang disebabkan kelalaian atau kurang hati-hatinya”.

22

(27)

Undang-undang Perseroan Terbatas Nomor 40 Tahun 2007 Pasal 32 ayat (1)

ditentukan dengan tegas bahwa suatu perseroan terbatas harus mempunyai modal

dasar minimum sebesar Rp. 50.000.000,- (limapuluh juta rupiah). Dari modal

tersebut, paling sedikit 25% (duapuluhlima persen) sudah harus ditempatkan dan

disetor penuh seperti yang dinyatakan dalam Pasal 33 ayat (1).23

Modal ditempatkan dan disetor penuh tersebut harus dibuktikan dengan

bukti penyetoran yang sah. Dalam penjelasan Pasal 33 ayat (2) tersebut dikatakan

bahwa yang dimaksud dengan bukti penyetoran yang sah antara lain berupa bukti

setoran pemegang saham ke dalam rekening bank atas nama perseroan, data dari

laporan keuangan yang telah diaudit oleh akuntan, atau neraca perseroan yang

ditandatangani oleh direksi dan dewan komisaris.24

Pasal 12 dan penjelasannya Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang

Perseroan Terbatas menyebutkan bahwa:

Perbuatan hukum yang berkaitan dengan kepemilikan saham dan penyetorannya yang dilakukan oleh calon pendiri sebelum perseroan didirikan, harus dicantumkan dalam akta pendirian. Maksud perbuatan hukum itu sendiri antara lain perbuatan hukum yang dilakukan oleh calon pendiri dengan pihak lain yang akan diperhitungkan dengan kepemilikan dan penyetoran saham calon pendiri dalam perseroan.

Perseroan terbatas didirikan minimal dua orang atau lebih. Sementara salah

seorang pendiri telah menyetorkan modal perseroan maka modal tersebut tetap

menjadi saham atas namanya. Pendiri yang telah menyetorkan modalnya menjadi

tanggung jawabnya sendiri.

23

Ibid, hal 44

24

(28)

Kekayaan ini dimulai dengan perolehannya dari para pendiri yang telah

mengambil saham dengan kewajiban untuk menyetor sejumlah uang sebesar nilai

saham yang telah diambilnya itu. Karenanya pada setiap saham yang dicantumkan

jumlah uang yang merupakan nilai nominal saham tersebut.25

Modal yang sudah terkumpul dalam perseroan yang dikumpulkan dengan

susah payah itu, perlu dijaga dan dilindungi. Prinsip perlindungan modal dan

kekayaan perseroan ini diwujudkan antara lain dalam ketentuan mengenai

larangan bagi perseroan untuk mengeluarkan saham untuk dimiliki sendiri atau

oleh anak perusahaannya dan pembatasan tertentu untuk perseroan membeli

sahamnya kembali.26

Berdasarkan latar belakang tersebut diatas maka dilakukan penelitian tesis

dengan judul Aspek Hukum Kelalaian Menyetorkan Modal Dalam Proses

Pendirian Perseroan Terbatas Dan Akibat Hukumnya.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian diatas, dapat dirumuskan pokok permasalahan yang akan

diteliti dan dibahas secara lebih mendalam pada penelitian ini sebagai berikut:

1. Bagaimana pengaturan hukum atas penyetoran modal Perseroan Terbatas yang

dilakukan pendiri dengan hanya menyerahkan pernyataan untuk menyetorkan

modal saham?

2. Bagaimana akibat hukumnya jika pendiri yang memberikan pernyataan

menyetorkan modal ternyata lalai atau tidak bisa menyetorkan uang tunai untuk

Perseroan Terbatas yang didirikan tersebut?

25

Ibid, hal. 44

26

(29)

3. Bagaimana perlindungan hukum terhadap pendiri lain yang sudah menyetorkan

modalnya secara tunai?

C.Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian dalam penulisan tesis ini adalah:

1. Untuk mengetahui ketentuan Perundang-undangan mengenai penyetoran

modal saham pada saat pendirian perseroan terbatas, khususnya penyetoran

yang dilakukan dengan pernyataan untuk menyetor modal.

2. Untuk mengetahui akibat hukum apabila pendiri ternyata tidak menyetorkan

modal sahamnya setelah adanya pernyataan akan menyetorkan modal.

3. Untuk mengetahui ketentuan-ketentuan Perundang-undangan yang dapat

dijadikan dasar hukum bagi perlindungan terhadap pendiri perseroan terbatas

yang telah melakukan penyetoran modal tunai ke kas perseroan terbatas.

D. Manfaat Penelitian

Tujuan dari penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat baik secara

teoritis maupun secara praktis, yaitu:

a. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini dapat dijadikan bahwa kajian lebih lanjut bagi para

akedimisi maupun masyarakat umum dan dapat memberi manfaat guna

menambah khasanah ilmu hukum secara umum dan hukum perseroan terbatas

secara khusus yang diharapkan dapat memberikan masukan bagi

penyempurnaan peraturan dalam masalah peseroan terbatas khususnya

(30)

b. Manfaat Praktis

Pembahasan tesis ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pihak-pihak yang

ingin mendirikan perseroan terbatas dan pengembangan pengetahuan

penyetoran modal dalam perseroan terbatas.

E. Keaslian Penelitian

Berdasarkan hasil penelusuran terhadap judul penelitian tesis yang ada pada

Universitas Sumatera Utara khususnya Program Magister Kenotarian Sekolah

Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara penelitian dengan judul Aspek Hukum

Kelalaian Menyetorkan Modal Dalam Proses Pendirian Perseroan Terbatas dan

Akibat Hukumnya belum pernah dilakukan, tetapi penelitian yang pernah

dilakukan sebelumnya adalah:

1. Penelitian atas nama Aini Halim dengan judul Analisis Pengenaan Bea

Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) Atas Inbreng Pendirian

Perseoan Terbatas, dengan pokok permasalahan dalam penelitian tersebut

adalah:

a. Bagaimana proses hukum inbreng tanah dan/atau bagunan ke dalam

pendirian Perseroan Terbatas?

b. Bagaimana status hukum atas tanah dan/atau bangunan setelah

diinbrengkan ke dalam pendirian perseroan terbatas?

c. Bagaimana Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB)

atas perolehan hak karena diinbrengkan tanah dan/atau bangunan ke

(31)

Penelitian ini berbeda dari penelitian-penelitian yang ada, khususnya dari

penelitian-penelitian sebagaimana disebutkan diatas. Oleh karena itu dalam

penelitian ini secara spesifik lebih membahas mengenai Kelalaian Penyetoran

Modal Yang Dilakukan Oleh Pendiri Perseroan Terbatas dan Akibat Hukumnya.

Berdasarkan penelusuran tersebut maka dapat dipastikan penelitian ini dapat

dijamin keasliannya dan dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.

F. Kerangkan Teori dan Konsepsi 1. Kerangka Teori

Teori hukum yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori hukum

perjanjian. Suatu perjanjian adalah semata-mata suatu persetujuan yang diakui

oleh hukum. Persetujuan ini merupakan kepentingan yang pokok dalam dunia

usaha dan kebanyakan transaksi dagang termasuk pembentukan organisasi

usaha.27

Terbentuknya perjanjian tergantung pada kepercayaan atau pengharapan

yang muncul dari pihak lawan sebagai akibat dari pernyataan yang diungkapkan. Bahwa 2 (dua) orang atau lebih yang akan mengadakan perjanjian akan

memenuhi setiap prestasi yang diadakan dikemudian hari.

28

27

S. B. Marsh dan J. Soulsbby, op.cit., hal 93

Perjanjian merupakan salah satu sumber perikatan, sebagaimana diatur dalam

Pasal 1234 Kitab Undang-undang Hukum Perdata yang menyebutkan bahwa

tiap-tiap perikatan adalah untuk memberikan sesuatu, untuk berbuat sesuatu atau tidak

berbuat sesuatu.

28

(32)

Berdasarkan Pasal 7 ayat Undang-undang Perseroan Terbatas yang berbunyi

sebagai berikut:

(1) Perseroan didirikan oleh 2 (dua) orang atau lebih dengan akta Notaris

yang dibuat dalam bahasa Indonesia.

(2) Setiap pendiri Perseroan wajib mengambil bagian saham pada saat

Perseroan didirikan.

Berdasarkan Pasal diatas, dapat dikatakan bahwa untuk mendirikan suatu

Perseroan Terbatas haruslah dipenuhi unsur-unsur sebagai berikut:29

a. Adanya dua orang atau lebih untuk mendirikan perseroan.

b. Ada pernyataan kehendak dari pendiri untuk persetujuan mendirikan perseroan dengan mewajibkan setiap pendiri mengambil bagian saham pada saat perseroan didirikan.

c. Perjanjian pendirian perseroan tersebut dinyatakan di hadapan Notaris dalam bentuk akta pendirian berbahasa Indonesia yang sekaligus membuat Anggaran Dasar perseroan.

Sejak ditandatangani akta pendirian perseroan oleh para pendirinya, maka

perseroan telah berdiri dan hubungan antara pendiri adalah hubungan kontraktual

karena perseroan belum mempunyai status badan hukum.30

a. Sepakat mereka mengikatkan dirinya.

Agar suatu kontrak

atau perjanjian mengikat para pihak, menurut Pasal 1320 Kitab Undang-undang

Hukum Perdata, harus dipenuhi 4 (empat) persyaratan utama, yaitu:

b. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan.

c. Perikatan harus mengenai sesuatu hal tertentu.

d. Perikatan harus mengenai sesuatu hal yang tidak bertentangan dengan

hukum.

29

Ibid, hal 34

30

(33)

Pihak-pihak yang berjanji tersebut harus bermaksud supaya perjanjian yang

mereka buat itu mengikat secara sah. Pengadilan harus yakin tentang maksud

mengikat secara sah itu. Mengikat secara sah artinya perjanjian itu menimbulkan

hak dan kewajiban bagi pihak-pihak yang diakui oleh hukum.31

Apabila salah seorang pendiri tidak menyetorkan modal sebagaimana yang

telah dibuat dalam surat pernyataan telah menyetorkan modal maka pendiri

tersebut dikatakan wanprestasi.

Wanprestasi adalah pelaksanaan kewajian yang tidak tepat pada waktunya

atau dilakukan tidak menurut selayaknya. Apabila dalam melakukan pelaksanaan

prestasi perjanjian telah lalai sehingga terlambat dari jadwal waktu yang

ditentukan atau dalam melaksanakan prestasi tidak menurut sepatutnya atau

selayaknya.32

Akibat yang timbul dari wanprestasi adalah keharusan bagi debitur

membayar ganti rugi.

33

Teori sistem hukum dalam hukum perjanjian dipandang tepat dalam

menyelesaikan masalah penelitian ini dengan beberapa alasan, yaitu:

Artinya pendiri yang telah membuat surat penyataan telah

menyetorkan modal harus menyetorkan modal sebagaimana yang telah ia

janjikan.

1. Menyetor modal dalam pendirian perseroan terbatas merupakan

kewajiban para pendiri perseroan dari yang tertuang dalam akta yang

dibuat Notaris tentang perjanjian pendirian perseroan.

31

S.B. Marsh dan J. Soulsby, Op.Cit. 94

32

M. Yahya Harahap, (2), (Bandung: Alumni, 1986) (1), hal. 60

(34)

2. Sejak para pendiri menandatangani perjanjian pendirian perseroan

terbatas dihadapan Notaris, maka berdasarkan asas abligatoir, maka

sejak saat itu telah lahir kewajiban mutlak menyetorkan modal.

3. Apabila pendiri tidak melakukan (lalai) penyetoran mutlak saham pada

saat perseroan akan disahkan, maka yang terjadi adalah wanprestasi dari

pendiri yang bersangkutan terhadap kewajiban pendirian perseroan

terbatas sebagaimana dalam akta pendirian perseroan terbatas yang

dibuat oleh Notaris.

4. Berdasarkan pasal 1 ayat (1) Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007

tentang Perseroan Terbatas adalah Perseroan Terbatas, yang selanjutnya

disebut Perseroan, adalah badan hukum yang merupakan persekutuan

modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha

dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan

memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam Undang-Undang ini serta

peraturan pelaksanaannya. Dengan demikian bahwa dasar hubungan

hukum para pendiri perseroan terbatas (pemegang saham) adalah

perjanjian pendirian perseroan.

Berdasarkan alasan-alasan tersebut diatas maka kelalaian pendiri dalam

menyetorkan modal sebagai fokus penelitian ini sangat tepat sehingga perbuatan

wanprestasi adalah tindakan dalam lingkup hukum perdata (perjanjian). Maka

teori hukum yang digunakan adalah teori-teori dalam hukum perjanjian.

Selain itu teori yang dapat digunakan adalah teori kontrak (Contract Teory)

(35)

kontrak antara anggota-anggotanya pada satu segi dan antara anggota-anggota

perseroan, yakni pemegang saham dengan pemerintah dari segi lain.34

Teori ini sejalan dengan pandangan Pasal 1 angka 1 jo. Pasal 7 ayat (1) dan

(3) Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Menurut

Pasal ini, perseroan sebagai badan hukum merupakan persekutuan modal yang

didirikan berdasarkan perjanjian oleh pendiri dan/atau pemegang saham, yang

terdiri sekurang-kurangnya 2 (dua) orang atau lebih. Selanjutnya menurut Pasal 7

ayat (4), agar perseroan diakui sah sebagai badan hukum, harus mendapat

pengesahan dari pemerintah dalam hal ini Menteri Hukum dan Hak Asasi

Manusia.35

2. Konsepsi

Konsepsi merupakan gambaran bagaimana hubungan antara konsep-konsep

yang akan diteliti. Salah satu cara untuk menjelaskan konsep-konsep tersebut

adalah dengan membuat definisi. Definisi merupakan suatu pengertian yang relatif

lengkap tentang suatu istilah dan definisi bertitik tolak pada referensi.36

Terlihat jelas bahwa suatu konsepsi pada hakikatnya merupakan suatu

pengarah atau pedoman yang lebih konkrit dari kerangka teoritis (tinjauan

pustaka), yang seringkali masih bersifat abstrak. Namun demikian, suatu kerangka

konsepsi belaka kadang-kadang dirasakan masih juga abstrak, sehingga

34

M. Yahya Harap, Hukum Perseroan Terbatas, (Jakarta: Sinar Grafika, 2011) (1), hal. 56

35 Ibid 36

(36)

diperlukan defenisi operasional yang akan menjadi pegangan konkrit didalam

proses penelitian.37

Dalam penelitian tesis ini, perlu kiranya didefenisikan beberapa pengertian

tentang konsep-konsep guna menghindari kesalahpahaman atas berbagai istilah

yang dipergunakan dalam penelitian ini, selanjutnya akan dijelaskan maksud dari

istilah-istilah tersebut dalam suatu kerangka konsep. Untuk dapat menjawab

permasalahan dalam penelitian tesis ini perlu didefenisikan beberapa konsep dasar

dalam rangka menyamakan persepsi agar secara operasional dapat dibatasi ruang

lingkup variable dan dapat diperoleh hasil penelitian yang sesuai dengan tujuan

penelitian yang telah ditentukan, yaitu:

a. Perseroan terbatas adalah badan hukum yang merupakan persekutuan

modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha

dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan

memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam Undang-undang ini serta

peraturan pelaksanaannya.38

b. Modal adalah modal perseroan sebagai modal pendiri karena jumlah

modal yang disebut di dalam akta pendirian Perseroan Terbatas

merupakan suatu jumlah maksimum sampai jumlah mana dapat

dikeluarkan surat-surat saham.39

37

Satjipto Raharjo, Ilmu Hukum, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2000), hal 298.

38

Pasal 1 Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas

39

(37)

c. Modal disetor adalah modal yang telah diambil (baik oleh pendiri

maupun orang lain) dan harga saham tersebut telah disetorkan ke kas

perseroan.40

d. Saham adalah bagian pemegang saham di dalam perusahaan, yang

dinyatakan dengan angka dan bilangan tertulis pada surat saham yang

dikeluarkan oleh Perseroan.41

e. Wanprestasi adalah pelaksanaan kewajiban yang tidak tepat pada

waktunya atau dilakukan tidak menurut selayaknya. Apabila dalam

melakukan pelaksanaan prestasi perjanjian telah lalai sehingga

terlambat dari jadwal waktu yang ditentukan atau dalam melaksanakan

prestasi tidak menurut sepatutnya atau selayaknya.42

f. Perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih

mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. Mengenai

perjanjian ini menegaskan bahwa akta Notaris mutlak untuk adanya

suatu Perseroan Terbatas.

G. Metode Penelitian

Metode (Inggris: method, Latin: methodus, Yunani: methodos-meta berarti

sesudah, diatas, sedangkan hodos, berarti suatu jalan, suatu cara). Mula-mula

metode diartikan secara harfiah sebagai suatu jalan yang harus ditempuh, menjadi

penyelidikan atau penelitian berlangsung menurut suatu rencana tertentu.43

40

Tri Budiyono, op.cit. hal 78

41

Ibid, hal. 88

42

M. Yahya Harahap, (2), hal. 60

43

(38)

Penelitian hukum merupakan suatu kegiatan ilmiah yang didasarkan pada

metode, sistematika dan pemikiran tertentu yang bertujuan untuk mempelajari

satu atau beberapa gejala hukum tertentu dengan jalan menganalisanya, disamping

itu juga diadakan pemeriksaan yang mendalam terhadap fakta hukum tersebut,

untuk kemudian mengusahakan suatu pemecahan atas

permasalahan-permasalahannya yang timbul di dalam gejala yang bersangkutan.44

1. Jenis Penelitian dan Metode Pendekatan

Jenis penelitian yang digunakan dalam adalah tesis ini adalah penelitian

yurisdis normatif atau penelitian hukum doktrinal yaitu penelitian hukum yang

menggunakan sumber data sekunder atau data yang diperoleh melalui

bahan-bahan pustaka dengan meneliti sumber-sumber bacaan yang relevan dengan tema

penelitian, meliputi penelitian terhadap asas-asas hukum, sumber-sumber hukum,

teori hukum, buku-buku, peraturan Perundang-undangan yang bersifat teoritis

ilmiah serta dapat menganalisa permasalahan yang dibahas.45

Penelitian hukum normatif atau penelitian doktrinal dikonsepkan sebagai

apa yang tertulis didalam peraturan Perundang-undangan (law in the books) atau

hukum yang dikonsepkan sebagai kaidah atau norma yang merupakan patokan

berprilaku manusia yang dianggap pantas.46

Penelitian hukum doktrinal dilakukan dengan cara melakukan pengumpulan

peraturan perundang-undangan. Peraturan tersebut dikumpulkan dengan cara

mengkoleksi publikasi-publikasi dan dokumen-dokumen yang mengandung

44

Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: UI Pers, 2007), hal. 43

45

Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, (Jakarta: Rajawali Pers, 2010), hal. 13-14

46

(39)

peraturan-peraturan hukum positif. Setelah bahan-bahan tersebut terkumpul,

kemudian diklarifikasi secara sistematis untuk melakukan inventarisasi data

sebagai bahan perpustakaan saat melakukan penelitian serta mengacu pada

norma-norma hukum yang terdapat dalam peraturan Perundang-undangan di Indonesia.47

Penelitian ini menggunakan metode pendekatan Perundang-undangan

(statute aprroach) yang dilakukan dengan mencari dan menelaah semua peraturan

Perundang-undangan dan regulasi yang bersangkut paut dengan isu hukum yang

sedang ditangani. Oleh karena itu untuk memecahkan suatu isu hukum harus

menelusuri berbagai produk Perundang-undangan.

48

2. Sumber Data Penelitian

Dalam hal ini dilakukan studi

pustaka yang segala sesuatunya berkaitan dengan pengaturan hukum mengenai

Aspek Hukum Kelalaian Menyetorkan Modal Dalam Proses Pendirian Perseroan

Terbatas Dan Akibat Hukumnya.

Berhubung karena metode penelitian adalah penelitian hukum normatif

maka sumber data dalam penelitian ini adalah data sekunder yang diperoleh dari

bahan penelitian yang berupa bahan-bahan hukum, yang terdiri dari bahan hukum

primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier, seperti:49

a. Bahan Hukum Primer yaitu bahan-bahan hukum atau dokumen peraturan

yang mengikat dan ditetapkan oleh pihak yang berwenang berupa bahan

pustaka yang berisikan peraturan Perundang-undangan, yang antara lain

terdiri dari:

47

Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum, (Jakarta: Rajawali Pers, 2011), hal. 81-82

48

Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, (Jakarta: Kencana, 2010), hal. 93

49

(40)

1. Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.

2. Undang-undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas.

3. Kitab Undang-undang Hukum Perdata.

4. Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik

Indonesia Nomor 4 Tahun 2014 Tentang Tata Cara Pengajuan

Permohonan Pengesahan Badan Hukum dan Persetujuan Perubahan

Anggaran Dasar Serta Penyampaian Pemberitahuan Perubahan

Anggaran Dasar dan Perubahan Data Perseroan Terbatas.

5. Undang-undang Nomor 13 Tahun 1985 tentang Bea Meterai

6. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2000 tentang Perubahan

Tarif Bea Meterai dan Besarnya Batas Pengenaan Harga Nominal

yang Dikenakan Bea Meterai.

b. Bahan hukum sekunder yaitu bahan-bahan yang erat kaitannya dengan

bahan hukum primer berupa buku-buku yang berhubungan dengan objek

yang diteliti.

c. Bahan hukum tersier, yakni yang memberikan informasi lebih lanjut

mengenai bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder seperti

kamus hukum dan kamus besar Bahasa Indonesia.

Selain data sekunder sebagai sumber data utama, dalam penelitian ini juga

digunakan data pendukung yang diperoleh dari wawancara dengan pihak yang

telah ditentukan sebagai informan yaitu Notaris Mauliddin Shatti, S.H di Kota

(41)

3. Teknik Pengumpulan Data

Adapun untuk mendapatkan data yang diperlukan, pengumpulan data

dilakukan melalui tahap-tahap penelitian antara lain sebagai berikut:

a. Studi Kepustakaan (Library Research)

Studi kepustakaan yaitu menghimpun data dari hasil penelaahan bahan

pustaka atau data sekunder yang meliputi bahan hukum primer, bahan

hukum sekunder dan bahan hukum tersier. Untuk memperoleh data

sekunder yang berupa bahan hukum primer, hukum sekunder dan hukum

tersier dalam penelitian ini akan menggunakan alat penelitian studi

dokumen/pustaka atau penelitian pustaka (library research) yaitu dengan

cara mengumpulkan semua peraturan Perundang-undangan,

dokumen-dokumen hukum dan buku-buku yang berkaitan dengan rumusan masalah

penelitian.50

b. Wawancara

Hasil wawancara yang diperoleh akan digunakan sebagai data pendukung

dalam penelitian ini. Data tersebut diperoleh dari pihak-pihak yang telah

ditentukan sebagai informan yaitu Notaris Mauliddin Shatti, S.H di Kota Medan

yang mengetahui permasalahan mengenai penyetoran modal dalam proses

pendirian perseroan terbatas.

50

(42)

4. Analisa Data

Dalam suatu penelitian sebelumnya perlu disusun secara sistematis kemudian akan dianalisa dengan menggunakan prosedur logika ilmiah yang

sifatnya kualitatif. Kualitatif berarti akan dilakukan analisa data yang bertitik tolak

dari penelitian terhadap asas atau prinsip sebagaimana yang diatur didalam bahan

hukum primer.51

Semua data sekunder yang diperoleh dari penelitian kepustakaan (library

research) kemudian disusun secara berurutan dan sistematis dan selanjutnya

dianalisa dengan menggunakan metode kualitatif sehingga diperoleh gambaran

secara menyeluruh tentang gejala dan fakta yang terdapat dalam masalah yang

akan diteliti. Selanjutnya ditarik kesimpulan dengan menggunakan metode

deduktif, yaitu cara berpikir yang dimulai dari hal-hal yang umum untuk

selanjutnya menarik hal-hal yang khusus dengan menggunakan ketentuan

berdasarkan pengetahuan umum seperti teori-teori, dalil-dalil atau prinsip-prinsip

dalam bentuk proposisi-proposisi untuk menarik kesimpulan terhadap fakta-fakta

yang bersifat khusus.

52

51

Zainuddin Ali, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: Sinar Grafika, 2009), hal. 105

52

(43)

BAB II

PENYETORAN MODAL PERSEROAN TERBATAS MELALUI PERNYATAAN MENYETORKAN MODAL

A.Penyetoran Modal Pada Saat Pendirian Perseroan Terbatas

Perseroan terbatas terdiri dari dua kata, yaitu perseroan dan terbatas.

Perseroan merujuk kepada modal PT yang terdiri dari sero-sero atau

saham-saham, sedangkan kata terbatas merujuk kepada tanggung jawab pemegang saham

yang luasnya hanya terbatas pada nilai nominal saham yang dimilikinya. 53

Perseroan terbatas menurut Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang

Perseroan Terbatas dalam Pasal 1 butir 1 yaitu perseroan terbatas, yang

selanjutnya disebut Perseroan, adalah badan hukum yang merupakan persekutuan

modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal

dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang

ditetapkan dalam Undang-undang ini serta peraturan pelaksanaannya.

Berdasarkan definisi perseroan terbatas diatas, terdapat beberapa unsur dari

perseroan terbatas, sebagai berikut:54

a. Perseroan terbatas merupakan badan hukum.

b. Perseroan terbatas merupakan persekutan modal.

c. Didirikan berdasarkan perjanjian.

53

Ridwan Khairandy, Perseroan Terbatas Doktrin, Peraturan Perundang-undangan dan Yurisprudensi, (Yogyakarta: Total Media Yogyakarta, 2009), hal. 1

54

(44)

d. Melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang terbagi dalam

saham-saham.

Didirikan berdasarkan perjanjian yang dimaksud diatas adalah: 55

a. Didirikan oleh 2 (dua) orang (perorangan atau badan hukum) atau lebih;

b. Adanya kesepakatan para pihak yang mendirikan perseroan terbatas;

c. Kewajiban mengambil bagian pada saat pendirian.

Perseroan Terbatas adalah suatu bentuk usaha yang berbadan usaha yang

berbadan hukum, yang pada awalnya dikenal dengan nama Naamloze

Venootschap (NV). Istilah terbatas di dalam perseroan terbatas tertuju pada

tanggung jawab pemegang saham yang hanya terbatas pada nilai nominal dari

semua saham yang dimilikinya.56

Perseroan terbatas didirikan oleh 2 (dua) orang atau lebih. Syarat bahwa

pendiri perseroan harus 2 (dua) orang atau lebih diatur dalam Pasal 7 ayat (1)

Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Pengertian

pendiri adalah orang yang mengambil bagian dengan sengaja (intention) untuk

mendirikan perseroan yang selanjutnya melakukan langkah-langkah penting untuk

mewujudkan pendirian perseroan, sesuai dengan syarat yang ditentukan

perundang-undangan.57

Pasal 7 ayat (7) menyebutkan ketentuan yang mewajibkan Perseroan

didirikan oleh 2 (dua) orang atau lebih sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dan

ketentuan pada ayat (5), serta ayat (6) tidak berlaku bagi:

55

R. Saliman, Hermansyah dan Ahmad Jalis, Hukum Bisnis Untuk Perusahaan Teori Dan Contoh Kasus, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2008), hal. 116

56

Zaeni Asyhadie, Hukum Bisnis Prinsip dan Pelaksanaannya di Indonesia, (Jakarta: Rajawali Pers, 2012), hal 39.

57

(45)

a. Persero yang seluruh sahamnya dimiliki oleh negara; atau

b. Perseroan yang mengelola bursa efek, lembaga kliring dan penjaminan, lembaga penyimpanan dan penyelesaian, dan lembaga lain sebagaimana diatur dalam Undang-undang tentang Pasar Modal.

Karena status dan karakteristik yang khusus, persyaratan jumlah pendiri bagi

Perseroan sebagaimana dimaksud pada ayat ini diatur dalam peraturan

perundang-undangan tersendiri. Yang dimaksud dengan “persero” adalah badan usaha milik

negara yang berbentuk perseroan yang modalnya terbagi dalam saham yang diatur

dalam Undang-undang tentang Badan Usaha Milik Negara sebagaimana telah

diuraikan dalam penjelasan Undang-undang Perseroan Terbatas Nomor 40 tahun

2007.

Perseroan harus berdasarkan “perjanjian” para pendiri. Hal ini ditegaskan

dalam Pasal 1 ayat (1) Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan

Terbatas. Hal tersebut juga dinyatakan pada Pasal 1313 Kitab Undang-undang

Hukum Perdata bahwa perjanjian pendirian sebuah perseroan dilakukan secara

“konsensual” dan “kontraktual”. Artinya, bahwa pendirian perseroan dilakukan

oleh para pendiri atas persetujuan, dimana para pendiri antara satu dan yang lain

saling mengikatkan dirinya untuk mendirikan perseroan terbatas. Perjanjian

berbentuk akta Notaris (notarial deed) harus dibuat secara tertulis, tidak boleh

berbentuk akta dibawah tangan (private instrument).58

Pasal 7 ayat (1) Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan

Terbatas Perseroan menyebutkan bahwa “Perseroan didirikan oleh 2 (dua) orang

atau lebih dengan akta notaris yang dibuat dalam bahasa Indonesia”.

(46)

Ketentuan Pasal diatas menegaskan bahwa akta Notaris merupakan syarat

mutlak untuk adanya suatu perseroan terbatas. Tanpa adanya akta otentik ini akan

meniadakan eksistensi perseroan terbatas, sebab akta pendirian inilah nantinya

yang harus disahkan oleh Menteri Kehakiman.59

Perseroan terbatas salah satu bentuk usaha yang paling banyak diminati dari

seluruh organisasi usaha yang ada. Di Indonesia, perseroan terbatas merupakan

salah satu bentuk perusahaan atau badan usaha yang berbadan hukum yang

banyak digunakan dalam dunia usaha. Badan hukum merupakan subjek hukum

sebagai pendukung hak dan kewajiban, badan hukum ini sengaja dibuat oleh

manusia dengan maksud dan tujuan tertentu, memiliki kapasitas sebagai pribadi

hukum yang dapat mempunyai harta kekayaan tersendiri yang terpisah dari harta

kekayaan para pendiri perseroan terbatas, para pemegang saham perseroan dan

pengurus perseroan.60

Bahwa perseroan terbatas mempunyai kemampuan untuk mengembangkan

diri dan berpotensi memberikan keuntungan, baik bagi instansinya sendiri maupun

bagi para pendukungnya (pemegang saham).

61

Sejak ditandatangani akta pendirian perseroan oleh para pendirinya, maka

perseroan telah berdiri dan hubungana antara para pendiri adalah hubungan

kontraktual karena perseroan belum mempunyai status badan hukum. Agar suatu

59

Agus Budiarto, hal. 35

60

Gatot Supramono, Kedudukan Perusahaan Sebagai Subjek dalam Gugatan Perdata di Pengadilan, (Jakarta: Rineka Cipta, 2007), hal 135-136.

61

(47)

kontrak atau perjanjian mengikat para pihak, menurut Pasal 1320 Kitab

Undang-undang Hukum Perdata, harus dipenuhi 4 (empat) persyaratan, yakni:62

(i) sepakat mengikatkan dirinya;

(ii) kecakapan untuk membuat suatu perikatan;

(iii) suatu hal tertentu;

(iv) suatu sebab yang halal.

Syarat diatas mengenai pihak yang membuat perjanjian atau biasa disebut

syarat subjektif maupun syarat mengenai perjanjian itu sendiri (isi perjanjian) atau

yang biasa disebut syarat objektif.63

Kesepakatan yang dimaksudkan dalam Pasal ini adalah persesuai kehendak

antara para pihak, yaitu bertemunya antara penawaran dan penerimaan.

Kesepakatan ini dapat dicapai dengan berbagai cara, baik dengan tertulis maupun

secara tidak tertulis. Dikatakan tidak tertulis, bukan lisan karena perjanjian dapat

saja terjadi dengan cara tidak tertulis dan juga tidak lisan, tetapi bukan hanya

dengan menggunakan simbol-simbol atau dengan cara lainnya yang tidak secara

lisan.64

Sementara itu, kecakapan adalah kemampuan menurut hukum untuk

melakukan perbuatan hukum (perjanjian). Kecakapan ini ditandai dengan

dicapainya umur 21 tahun atau telah menikah, walaupun usianya belum mencapai

21 tahun. Khusus untuk orang yang belum menikah sebelum usia 21 tahun

62

Farida Hasyim, Hukum Dagang, (Jakarta: Sinar Grafika, 2009), hal.151

63

Ahmadi Miru dan Sakka Pati, Hukum Perikatan Penjelasan Makna Pasal 1233 sampai 1456 BW, (Jakarta: Rajagrafindo Persada, 2008), hal. 67-69

(48)

tersebut, tetap dianggap cakap walaupun dia bercerai sebelum mencapai usia 21

tahun. Jadi, janda atau duda tetap dianggap cakap walaupun usianya belum

mencapai 21 tahun.65

Walaupun ukuran kecakapan didasarkan pada usia 21 tahun atau sudah

menikah, tidak semua orang yang mencapai usia 21 tahun dan telah menikah

secara otomatis dapat dikatakan cakap menurut hukum karena ada kemungkinan

orang yang telah dianggap tidak cakap karena berada di bawah pengampuan

misalnya karena gila atau bahkan karena boros.66

Mengenai hal tertentu, sebagai syarat ketiga untuk sahnya perjanjian ini

menerangkan tentang harus adanya objek perjanjian yang jelas. Jadi suatu

perjanjian tidak bisa dilakukan tanpa objek tertentu. Jadi tidak bisa seseorang

menjual sesuatu (tidak tertentu) dengan harga seribu rupiah misalnya karena kata

sesuatu itu tidak menunjukkan hal tertentu, tetapi hal yang tidak tentu.

67

Syarat keempat mengenai suatu sebab yang halal, ini juga merupakan syarat

tentang isi perjanjian. Kata halal disini bukan dengan maksud memperlawankan

dengan kata haram dalam hukum Islam, tetapi yang dimaksudkan disini adalah

bahwa isi perjanjian tersebut tidak dapat bertentangan dengan Undang-undang

kesusilaan dan ketertiban umum.

68

Dalam mendirikan perseroan terbatas diatur dalam Pasal 7 ayat (2)

(49)

perseroan wajib mengambil bagian saham pada saat perseroan didirikan. Berarti

pada saat pendiri menghadap Notaris untuk dibuat akta pendirian perseroan, setiap

pendiri perseroan sudah mengambil saham perseroan. Agar syarat ini sah menurut

hukum, pengambilan bagian saham itu harus sudah dilakukan setiap pendiri

perseroan pada saat pendirian perseroan itu berlangsung.69

Perbuatan hukum yang berkaitan dengan susunan dan penyertaan modal

serta susunan saham perseroan, yang dilakukan oleh pendiri sebelum perseroan

didirikan, harus dicantumkan dalam akta pendirian sebagai berikut:

70

a. Perbuatan hukum yang dimaksud antara lain mengenai penyetoran saham

dalam bentuk atau cara lain dari uang tunai.

b. Naskah asli atau salinan resmi akta otentik mengenai perbuatan hukum

tersebut di atas dilekatkan pada akta pendirian. Justru semua dokumen

yang memuat perbuatan hukum yang terkait dengan pendirian perseroan

yang bersangkutan harus ditempatkan sebagai satu kesatuan dengan akta

pendirian, dengan cara melekatkan atau menjahit dokumen tersebut

sebagai satu kesatuan dengan akta pendirian.

c. Apabila pencantuman perbuatan hukum dan pelekatan seperti

dimaksudkan di atas tidak terpenuhi, perbuatan hukum tersebut tidak

menimbulkan hak dan kewajiban bagi perseroan.

Kemudian hal itu dimuat dalam akta pendirian sesuai ketentuan Pasal 8 ayat

(2) huruf c yaitu “Nama pemegang saham yang telah mengambil bagian saham,

69

Orinton Purba, Op.Cit, hal. 24

70

(50)

rincian jumlah saham, dan nilai nominal saham yang telah ditempatkan dan

disetor”.

Seperti yang telah dijelaskan diatas, yang dimaksud dengan “mengambil

bagian saham” sesuai dengan penjelasan Pasal 8 ayat (2) huruf c, adalah jumlah

saham yang diambil oleh pemegang saham pada saat pendirian perseroan.

Dengan demikian, agar syarat sah menurut hukum, pengambilan bagian

saham itu, harus dilakukan setiap pendiri perseroan pada saat pendirian perseroan

itu berlangsung. Tidak sah apabila dilakukan sesudah perseroan didirikan.71

Modal perseroan berbeda dengan harta kekayaan perseroan. Modal

perseroan hanya merupakan sebagian dari harta kekayaan perseroan. Harta

kekayaan perseroan selalu berubah-ubah sejalan dengan gerak perkembangan

usaha perseroan, sedangkan modal perseroan itu bersifat relatif tetap, walaupun

bila modal perseroan dikehendaki berubah, perubahan itu harus dibuat dengan

akta notariel tersendiri dan harus dimohonkan persetujuan dari Menteri Hukum

dan Hak Asasi Manusia. Harta kekayaan biasanya akan dapat dibaca dalam

neraca dan perhitungan rugi laba yang dibuat setiap akhir tahun pembukuan.72

Dalam pendirian perseroan terbatas harus mempunyai harta kekayaan

tersendiri yang terpisah dari harta kekayaan para pendirinya dan yang didapat dari

pemasukan para pendirinya (pemegang saham), yang berupa modal dasar, modal

yang ditempatkan dan modal yang disetor penuh. Harta kekayaan ini sengaja

diadakan dan memang diperlukan sebagai alat untuk mengejar tujuan perseroan.

71

M. Yahya Harahap, (1), op.cit, hal 173

72

Referensi

Dokumen terkait

Komposisi hak suara pemegang saham minoritas untuk mengusulkan diadakan RUPS, untuk menggugat direksi maupun dewan komisaris, untuk mengajukan permohonan pemeriksaan

Permasalahan lain yang muncul terkait dengan Pasal 7 UUPT adalah mengenai kepemilikan saham pendiri atau pemegang saham PT merupakan kepemilikan harta pribadi dalam

“ Perseroan Terbatas sebagai badan usaha yang berbentuk badan hukum yang modalnya terdiri dari saham- saham sehingga merupakan persekutuan modal, maka dalam undang-undang ini

a. Menyatakan menerima atau mengambil alih semua hak dan kewajiban yang timbul dari perbuatan hukum yang dilakukan pendiri atau kuasanya. Menyetujui perbuatan hukum atas nama

yang telah dilakukan, baik oleh pendiri maupun para pemegang

Ketentuan ini mengatur tata cara yang hams ditempuh untuk mengalihkan kepada perseroan hak dan atau tanggung jawab yang timbul dari perbuatan hukum pendiri yang dibuat

Prinsip GCG yang diterapkan dalam penyusunan laporan keuangan meningkatkan kualitas laporan keuangan serta dapat memenuhi hak para pemegang saham untuk memperoleh informasi

Menurut Pasal 126 ayat (2) Undang-Undang tentang Perseroan Terbatas, apabila pemegang saham minoritas yang tidak setuju tersebut tidak dapat menjual sahamnya kepada pihak