• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penyetoran Modal Pada Saat Pendirian Perseroan Terbatas

PENYETORAN MODAL PERSEROAN TERBATAS MELALUI PERNYATAAN MENYETORKAN MODAL

A. Penyetoran Modal Pada Saat Pendirian Perseroan Terbatas

Perseroan terbatas terdiri dari dua kata, yaitu perseroan dan terbatas. Perseroan merujuk kepada modal PT yang terdiri dari sero-sero atau saham- saham, sedangkan kata terbatas merujuk kepada tanggung jawab pemegang saham yang luasnya hanya terbatas pada nilai nominal saham yang dimilikinya. 53

Perseroan terbatas menurut Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas dalam Pasal 1 butir 1 yaitu perseroan terbatas, yang selanjutnya disebut Perseroan, adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam Undang-undang ini serta peraturan pelaksanaannya.

Berdasarkan definisi perseroan terbatas diatas, terdapat beberapa unsur dari perseroan terbatas, sebagai berikut:54

a. Perseroan terbatas merupakan badan hukum. b. Perseroan terbatas merupakan persekutan modal. c. Didirikan berdasarkan perjanjian.

53

Ridwan Khairandy, Perseroan Terbatas Doktrin, Peraturan Perundang-undangan dan Yurisprudensi, (Yogyakarta: Total Media Yogyakarta, 2009), hal. 1

54

Mulhadi, Hukum Perusahaan Bentuk-Bentuk Badan Usaha di Indonesia, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2010), hal. 82

d. Melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang terbagi dalam saham-saham.

Didirikan berdasarkan perjanjian yang dimaksud diatas adalah: 55

a. Didirikan oleh 2 (dua) orang (perorangan atau badan hukum) atau lebih; b. Adanya kesepakatan para pihak yang mendirikan perseroan terbatas; c. Kewajiban mengambil bagian pada saat pendirian.

Perseroan Terbatas adalah suatu bentuk usaha yang berbadan usaha yang berbadan hukum, yang pada awalnya dikenal dengan nama Naamloze Venootschap (NV). Istilah terbatas di dalam perseroan terbatas tertuju pada tanggung jawab pemegang saham yang hanya terbatas pada nilai nominal dari semua saham yang dimilikinya.56

Perseroan terbatas didirikan oleh 2 (dua) orang atau lebih. Syarat bahwa pendiri perseroan harus 2 (dua) orang atau lebih diatur dalam Pasal 7 ayat (1) Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Pengertian pendiri adalah orang yang mengambil bagian dengan sengaja (intention) untuk mendirikan perseroan yang selanjutnya melakukan langkah-langkah penting untuk mewujudkan pendirian perseroan, sesuai dengan syarat yang ditentukan perundang-undangan.57

Pasal 7 ayat (7) menyebutkan ketentuan yang mewajibkan Perseroan didirikan oleh 2 (dua) orang atau lebih sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dan ketentuan pada ayat (5), serta ayat (6) tidak berlaku bagi:

55

R. Saliman, Hermansyah dan Ahmad Jalis, Hukum Bisnis Untuk Perusahaan Teori Dan Contoh Kasus, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2008), hal. 116

56

Zaeni Asyhadie, Hukum Bisnis Prinsip dan Pelaksanaannya di Indonesia, (Jakarta: Rajawali Pers, 2012), hal 39.

57

a. Persero yang seluruh sahamnya dimiliki oleh negara; atau

b. Perseroan yang mengelola bursa efek, lembaga kliring dan penjaminan, lembaga penyimpanan dan penyelesaian, dan lembaga lain sebagaimana diatur dalam Undang-undang tentang Pasar Modal.

Karena status dan karakteristik yang khusus, persyaratan jumlah pendiri bagi Perseroan sebagaimana dimaksud pada ayat ini diatur dalam peraturan perundang- undangan tersendiri. Yang dimaksud dengan “persero” adalah badan usaha milik negara yang berbentuk perseroan yang modalnya terbagi dalam saham yang diatur dalam Undang-undang tentang Badan Usaha Milik Negara sebagaimana telah diuraikan dalam penjelasan Undang-undang Perseroan Terbatas Nomor 40 tahun 2007.

Perseroan harus berdasarkan “perjanjian” para pendiri. Hal ini ditegaskan dalam Pasal 1 ayat (1) Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Hal tersebut juga dinyatakan pada Pasal 1313 Kitab Undang-undang Hukum Perdata bahwa perjanjian pendirian sebuah perseroan dilakukan secara “konsensual” dan “kontraktual”. Artinya, bahwa pendirian perseroan dilakukan oleh para pendiri atas persetujuan, dimana para pendiri antara satu dan yang lain saling mengikatkan dirinya untuk mendirikan perseroan terbatas. Perjanjian berbentuk akta Notaris (notarial deed) harus dibuat secara tertulis, tidak boleh berbentuk akta dibawah tangan (private instrument).58

Pasal 7 ayat (1) Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas Perseroan menyebutkan bahwa “Perseroan didirikan oleh 2 (dua) orang atau lebih dengan akta notaris yang dibuat dalam bahasa Indonesia”.

58 Ibid

Ketentuan Pasal diatas menegaskan bahwa akta Notaris merupakan syarat mutlak untuk adanya suatu perseroan terbatas. Tanpa adanya akta otentik ini akan meniadakan eksistensi perseroan terbatas, sebab akta pendirian inilah nantinya yang harus disahkan oleh Menteri Kehakiman.59

Perseroan terbatas salah satu bentuk usaha yang paling banyak diminati dari seluruh organisasi usaha yang ada. Di Indonesia, perseroan terbatas merupakan salah satu bentuk perusahaan atau badan usaha yang berbadan hukum yang banyak digunakan dalam dunia usaha. Badan hukum merupakan subjek hukum sebagai pendukung hak dan kewajiban, badan hukum ini sengaja dibuat oleh manusia dengan maksud dan tujuan tertentu, memiliki kapasitas sebagai pribadi hukum yang dapat mempunyai harta kekayaan tersendiri yang terpisah dari harta kekayaan para pendiri perseroan terbatas, para pemegang saham perseroan dan pengurus perseroan.60

Bahwa perseroan terbatas mempunyai kemampuan untuk mengembangkan diri dan berpotensi memberikan keuntungan, baik bagi instansinya sendiri maupun bagi para pendukungnya (pemegang saham).

61

Sejak ditandatangani akta pendirian perseroan oleh para pendirinya, maka perseroan telah berdiri dan hubungana antara para pendiri adalah hubungan kontraktual karena perseroan belum mempunyai status badan hukum. Agar suatu

59

Agus Budiarto, hal. 35

60

Gatot Supramono, Kedudukan Perusahaan Sebagai Subjek dalam Gugatan Perdata di Pengadilan, (Jakarta: Rineka Cipta, 2007), hal 135-136.

61

kontrak atau perjanjian mengikat para pihak, menurut Pasal 1320 Kitab Undang- undang Hukum Perdata, harus dipenuhi 4 (empat) persyaratan, yakni:62

(i) sepakat mengikatkan dirinya;

(ii) kecakapan untuk membuat suatu perikatan; (iii) suatu hal tertentu;

(iv) suatu sebab yang halal.

Syarat diatas mengenai pihak yang membuat perjanjian atau biasa disebut syarat subjektif maupun syarat mengenai perjanjian itu sendiri (isi perjanjian) atau yang biasa disebut syarat objektif.63

Kesepakatan yang dimaksudkan dalam Pasal ini adalah persesuai kehendak antara para pihak, yaitu bertemunya antara penawaran dan penerimaan. Kesepakatan ini dapat dicapai dengan berbagai cara, baik dengan tertulis maupun secara tidak tertulis. Dikatakan tidak tertulis, bukan lisan karena perjanjian dapat saja terjadi dengan cara tidak tertulis dan juga tidak lisan, tetapi bukan hanya dengan menggunakan simbol-simbol atau dengan cara lainnya yang tidak secara lisan.64

Sementara itu, kecakapan adalah kemampuan menurut hukum untuk melakukan perbuatan hukum (perjanjian). Kecakapan ini ditandai dengan dicapainya umur 21 tahun atau telah menikah, walaupun usianya belum mencapai 21 tahun. Khusus untuk orang yang belum menikah sebelum usia 21 tahun

62

Farida Hasyim, Hukum Dagang, (Jakarta: Sinar Grafika, 2009), hal.151

63

Ahmadi Miru dan Sakka Pati, Hukum Perikatan Penjelasan Makna Pasal 1233 sampai 1456 BW, (Jakarta: Rajagrafindo Persada, 2008), hal. 67-69

64 Ibid

tersebut, tetap dianggap cakap walaupun dia bercerai sebelum mencapai usia 21 tahun. Jadi, janda atau duda tetap dianggap cakap walaupun usianya belum mencapai 21 tahun.65

Walaupun ukuran kecakapan didasarkan pada usia 21 tahun atau sudah menikah, tidak semua orang yang mencapai usia 21 tahun dan telah menikah secara otomatis dapat dikatakan cakap menurut hukum karena ada kemungkinan orang yang telah dianggap tidak cakap karena berada di bawah pengampuan misalnya karena gila atau bahkan karena boros.66

Mengenai hal tertentu, sebagai syarat ketiga untuk sahnya perjanjian ini menerangkan tentang harus adanya objek perjanjian yang jelas. Jadi suatu perjanjian tidak bisa dilakukan tanpa objek tertentu. Jadi tidak bisa seseorang menjual sesuatu (tidak tertentu) dengan harga seribu rupiah misalnya karena kata sesuatu itu tidak menunjukkan hal tertentu, tetapi hal yang tidak tentu.

67

Syarat keempat mengenai suatu sebab yang halal, ini juga merupakan syarat tentang isi perjanjian. Kata halal disini bukan dengan maksud memperlawankan dengan kata haram dalam hukum Islam, tetapi yang dimaksudkan disini adalah bahwa isi perjanjian tersebut tidak dapat bertentangan dengan Undang-undang kesusilaan dan ketertiban umum.

68

Dalam mendirikan perseroan terbatas diatur dalam Pasal 7 ayat (2) Undang- undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, bahwa setiap pendiri

65 Ibid 66 Ibid 67 Ibid 68 Ibid

perseroan wajib mengambil bagian saham pada saat perseroan didirikan. Berarti pada saat pendiri menghadap Notaris untuk dibuat akta pendirian perseroan, setiap pendiri perseroan sudah mengambil saham perseroan. Agar syarat ini sah menurut hukum, pengambilan bagian saham itu harus sudah dilakukan setiap pendiri perseroan pada saat pendirian perseroan itu berlangsung.69

Perbuatan hukum yang berkaitan dengan susunan dan penyertaan modal serta susunan saham perseroan, yang dilakukan oleh pendiri sebelum perseroan didirikan, harus dicantumkan dalam akta pendirian sebagai berikut:

70

a. Perbuatan hukum yang dimaksud antara lain mengenai penyetoran saham dalam bentuk atau cara lain dari uang tunai.

b. Naskah asli atau salinan resmi akta otentik mengenai perbuatan hukum tersebut di atas dilekatkan pada akta pendirian. Justru semua dokumen yang memuat perbuatan hukum yang terkait dengan pendirian perseroan yang bersangkutan harus ditempatkan sebagai satu kesatuan dengan akta pendirian, dengan cara melekatkan atau menjahit dokumen tersebut sebagai satu kesatuan dengan akta pendirian.

c. Apabila pencantuman perbuatan hukum dan pelekatan seperti dimaksudkan di atas tidak terpenuhi, perbuatan hukum tersebut tidak menimbulkan hak dan kewajiban bagi perseroan.

Kemudian hal itu dimuat dalam akta pendirian sesuai ketentuan Pasal 8 ayat (2) huruf c yaitu “Nama pemegang saham yang telah mengambil bagian saham,

69

Orinton Purba, Op.Cit, hal. 24

70

I.G. Rai Widjaya, Hukum Perusahaan Perseroan Terbatas (Khusus Pemahaman Atas Undang-undang Nomor 1 Tahun 1995), (Bekasi Timur: Megapoin, 2000), hal. 17

rincian jumlah saham, dan nilai nominal saham yang telah ditempatkan dan disetor”.

Seperti yang telah dijelaskan diatas, yang dimaksud dengan “mengambil bagian saham” sesuai dengan penjelasan Pasal 8 ayat (2) huruf c, adalah jumlah saham yang diambil oleh pemegang saham pada saat pendirian perseroan.

Dengan demikian, agar syarat sah menurut hukum, pengambilan bagian saham itu, harus dilakukan setiap pendiri perseroan pada saat pendirian perseroan itu berlangsung. Tidak sah apabila dilakukan sesudah perseroan didirikan.71

Modal perseroan berbeda dengan harta kekayaan perseroan. Modal perseroan hanya merupakan sebagian dari harta kekayaan perseroan. Harta kekayaan perseroan selalu berubah-ubah sejalan dengan gerak perkembangan usaha perseroan, sedangkan modal perseroan itu bersifat relatif tetap, walaupun bila modal perseroan dikehendaki berubah, perubahan itu harus dibuat dengan akta notariel tersendiri dan harus dimohonkan persetujuan dari Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia. Harta kekayaan biasanya akan dapat dibaca dalam neraca dan perhitungan rugi laba yang dibuat setiap akhir tahun pembukuan.72

Dalam pendirian perseroan terbatas harus mempunyai harta kekayaan tersendiri yang terpisah dari harta kekayaan para pendirinya dan yang didapat dari pemasukan para pendirinya (pemegang saham), yang berupa modal dasar, modal yang ditempatkan dan modal yang disetor penuh. Harta kekayaan ini sengaja diadakan dan memang diperlukan sebagai alat untuk mengejar tujuan perseroan.

71

M. Yahya Harahap, (1), op.cit, hal 173

72

Agus Budiarto, Kedudukan Hukum & Tanggung Jawab Pendiri Perseroan Terbatas Edisi 2, Cetakan 2, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2009), ha.l 47

Penjelasan Pasal 41 ayat (1) Undang-undang Perseroan Terbatas Nomor 40 Tahun 2007 menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan modal perseroan adalah modal dasar, modal ditempatkankan dan modal disetor.

Adapun pendirian perseroan terbatas tidak dapat dilakukan tanpa pemenuhan syarat modal minimum. Pemenuhan syarat modal minimum bertujuan agar pada waktu Perseroan Terbatas didirikan setidak-tidaknya sudah mempunyai modal, yaitu sebesar modal dasar (authorize capital), modal ditempatkan (issued capital) dan modal disetor (paid-up capital) yang akan menjadi jaminan bagi pihak ketiga terhadap perseroan terbatas.73

1. Modal Dasar (authorize capital)

Untuk melakukan kegiatan usaha, perseroan terbatas harus mempunyai dana yang cukup, yang dalam Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas dinamakan modal. Pengertian dari masing-masing jenis modal tersebut adalah sebagai berikut:

Modal dasar adalah seluruh nilai nominal saham perseroan yang disebut dalam Anggaran Dasar.74

Perkataan modal (capital), mengandung arti yang bervariasi. Pengertiannya bisa berbeda bagi setiap orang. Secara umum, perkataan modal atau capital dihubungkan dengan perseroan mengandung pengertian, sesuatu yang diperoleh perseroan dalam bentuk uang melalui penerbitan saham (issued of shares). Uang Hal ini telah ditegaskan dalam Pasal 31 ayat (1) Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas bahwa modal dasar Perseroan terdiri atas seluruh nilai nominal saham.

73

Rudhi Prasetya, Kedudukan Mandiri Perseroan Terbatas, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1996), hal. 185

74

itulah yang digunakan perseroan melancarkan kegiatan usaha dan bisnis yang ditentukan dalam anggaran dasar.75

Modal dasar perseroan pada prinsipnya merupakan total jumlah saham yang dapat diterbitkan oleh perseroan. Anggaran dasar itu sendiri yang menentukan berapa banyak jumlah saham yang dijadikan modal dasar. Jumlah yang ditentukan dalam Anggaran Dasar merupakan nilai nominal yang murni.

76

Modal dasar merupakan modal maksimum yang dapat dikeluarkan suatu perseroan terbatas yang seluruhnya terbagi atas saham-saham. Artinya, modal dasar perseroan terbatas tersebut terdiri atas seluruh nilai nominal saham yang dikeluarkan oleh perseroan terbatas yang bersangkutan. Saham dimaksud, baik saham atas nama maupun saham atas tunjuk. Saham atas nama adalah saham yang mencantumkan nama pemegang atau pemiliknya, sedangkan saham atas tunjuk adalah saham yang tidak mencantumkan nama pemegang atau pemiliknya.77

Modal dasar (authorize capital) adalah jumlah saham maksimum yang dapat dikeluarkan oleh perseroan sehingga modal dasar terdiri atas seluruh nominal saham. Modal dasar inilah yang sering dipakai sebagai kriteria agar suatu perseroan dapat digolongkan ke dalam kategori tertentu, yaitu apakah perseroan dapat tergolong ke dalam perusahaan kecil, menengah atau besar.78

Modal dasar terdiri atas seluruh nilai nominal saham, tetapi tidak menutup kemungkinan peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal mengatur

75 Ibid 76 Ibid 77

Rachmadi Usman, op.cit. hal.82

78

modal perseroan terdiri atas saham tanpa nilai nominal, hal ini ditentukan dalam Pasal 31 Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.

Modal dasar perseroan paling sedikit berjumlah Rp. 50.000.000 (lima puluh juta rupiah), tetapi dalam Undang-undang yang mengatur kegiatan usaha tertentu dapat menentukan jumlah minimum modal perseroan yang lebih besar daripada ketentuan modal dasar tersebut sehingga pengaturan minimum dalam Undang- undang Perseroan ini merupakan bagian modal yang harus dimiliki oleh para pendiri.79

Kegiatan usaha tertentu yang dimaksud disini antara lain adalah usaha perbankan, asuransi, atau freight forwarding (perusahaan penanaman modal asing). Perubahan besarnya modal dasar sebagaimana dimaksud tersebut, ditetapkan dengan peraturan pemerintah. Ketentuan pada Pasal 32 Undang- undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas ini diperlukan untuk mengantisipasi perubahan keadaan perekonomian.80

Persyaratan modal minimum harus ditentukan karena hal ini dimaksudkan agar ketika perseroan didirikan setidak-tidaknya sudah memiliki modal yakni sebesar modal yang disetor dan juga dapat menjadi jaminan bagi setiap tagihan dari pihak ketiga terhadap Perseroan Terbatas dan semuanya ini bertujuan untuk memberikan jaminan perlindungan terhadap pihak ketiga. Besarnya modal dasar perseroan itu tidaklah menggambarkan kekuatan finansial riil perseroan tetapi

79 Ibid 80

hanya menentukan jumlah maksimum modal dan saham yang dapat diterbitkan perseroan.81

Modal dasar perseroan adalah total jumlah saham yang dapat diterbitkan oleh perseroan. Anggaran dasar perseroan yang menentukan berapa banyak jumlah saham yang dijadikan modal dasar. Jumlah modal yang ditetapkan dalam anggaran dasar dapat diperbesar atau diperkecil tetapi harus meminta persetujuan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia dikarenakan perubahan anggaran dasar mengenai besarnya modal dasar termasuk perubahan anggaran dasar tertentu.

82

2. Modal Ditempatkan (Issued Capital)

Modal yang ditempatkan (Issued Capital) atau dikeluarkan adalah saham yang telah diambil dan sebenarnya telah terjual, baik kepada para pendiri maupun pemegang saham perseroan. Para pendiri telah menyanggupi untuk mengambil bagian sebesar atau sejumlah tertentu dari saham perseroan dan karena itu, dia mempunyai kewajiban untuk membayar atau melakukan penyetoran kepada perseroan.83

Modal yang ditempatkan adalah jumlah saham yang sudah diambil pendiri perseroan atau pemegang saham dan saham yang diambil itu ada yang sudah dibayar dan ada pula yang belum dibayar. Modal tersebut merupakan modal yang

81

Handri Raharjo, Hukum Perusahaan Step by Step Prosedur Pendirian Perusahaan, (Jakarta: Pustaka Yustisia, 2013), hal. 83

82

Gunawan Widjaja, Hak Individu & Kolektif Para Pemegang Saham, (Jakarta: Praninta Offset, 2008), hal. 6

83

disanggupi pendiri perseroan atau pemegang saham untuk dilunasinya dan saham itu telah diserahkan kepadanya untuk dimiliki.84

Modal ditempatkan merupakan modal yang disanggupi para pendiri untuk disetor ke dalam kas perseroan pada saat perseroan didirikan.85

Dari modal dasar senilai Rp. 50.000.000 (lima puluh juta tersebut) menurut Pasal 33 Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas paling sedikit 25% (dua puluh lima persen), harus ditempatkan dan disetor penuh.

Berdasarkan Pasal 32 Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas menyebutkan modal dasar perseroan paling sedikit Rp. 50.000.000 (lima puluh juta rupiah) .

Hal ini menegaskan bahwa pada saat pendirian perseroan terbatas paling sedikit 25% (dua puluh lima persen) dari modal dasar harus telah ditempatkan menjadi modal yang ditempatkan dan seluruh modal yang ditempatkan tersebut harus sudah disetor penuh, dengan demikian jumlah yang harus disetor penuh paling sedikit pada saat pendirian adalah sebesar 25% (dua puluh lima persen) dari Rp. 50.000.000 (lima puluh juta rupiah), yaitu Rp. 12.500.000 (dua belas juta lima ratus rupiah).86

Modal ditempatkan dan disetor penuh sebagaimana dimaksud diatas dibuktikan dengan bukti penyetoran yang sah. Yang dimaksud dengan bukti penyetoran yang sah antara lain, bukti setoran pemegang saham ke dalam rekening bank atas nama perseroan, data dari laporan keuangan yang telah diaudit

84

Faisal Santiago, Pengantar Hukum Bisnis, (Jakarta: Mitra Wacana Media, 2012), hal. 37

85

Rudhi Prasetya, Op.Cit. Hal. 83

86

oleh akuntan, atau neraca perseroan yang ditandatangani oleh Direksi dan dewan komisaris.87

Disebutkan dalam Undang-undang Perseroan Terbatas bahwa paling sedikit 25% (duapuluh lima persen) dari modal dasar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (1) harus ditempatkan (issued capital) dan seluruhnya (100% dari modal ditempatkan tersebut) harus disetorkan ke dalam kas perseroan sebagai paid capital. Sehingga sisanya 50% (lima puluh persen) wajib disetor penuh pada saat pengesahan perseroan sebagai badan hukum oleh Menteri Hukum dan HAM.

88

Sedangkan pengeluaran saham lebih lanjut yang dilakukan setiap kali untuk menambah modal yang ditempatkan harus disetor penuh, hal ini berarti tidak dimungkinkan penyetoran atas saham dengan cara mengangsur. Sebagaimana modal dasar, modal yang ditempatkan ini pun belum memberikan kekuatan finansial riil perseroan, karena modal tersebut belum berupa uang tunai atau belum ada sama sekali dalam kas perseroan.

89

3. Modal Disetor (Paid-up Capital)

Yang dinamakan dengan modal disetor adalah bagian dari modal yang ditempatkan atau diambil bagian oleh para pendiri (sebelum perseroan berbadan hukum) atau pemegang saham (setelah perseroan berbadan hukum) yang disetor oleh pendiri atau pemegang saham kepada perseroan terbatas. Menurut Undang- undang perseroan terbatas, setiap lembar saham dari modal yang diambil bagian oleh pendiri atau pemegang saham harus disetor penuh, pada saat modal tersebut dikeluarkan oleh perseroan terbatas atau pemegang saham kepada perseroan

87 Ibid 88

Mulhadi, op.cit., hal. 97

89

terbatas. Dengan demikian yang secara umum dikatakan sebagai modal perseroan adalah modal perseroan, yang mencerminkan modal yang diambil bagian dan disetor penuh oleh pendiri pada saat perseroan didirikan dan atau seluruh setoran pemegang saham setelah perseroan memperoleh status sebagai badan hukum.90 Modal disetor merupakan modal yang benar-benar telah ada dalam kas perseroan. Modal ini disetor oleh para pemegang saham.91 Modal Disetor (Paid- up Capital) adalah kekayaan berupa uang yang telah ditentukan persentasenya dari modal ditempatkan yang harus dibayar tunai oleh para pendiri pada saat perseroan didirikan.92

Penyetoran saham pada umumnya dilakukan dalam bentuk uang. Namun demikian, tidak tertutup kemungkinan penyetoran saham dalam bentuk lain, baik berupa benda berwujud maupun benda tidak berwujud atau benda bergerak maupun tidak bergerak. Dalam hal penyetoran dilakukan dalam bentuk lain selain uang, ada beberapa ketentuan yang harus dipenuhi, yaitu:

93

1. Penyetoran dapat dilakukan baik pada saat pendirian atau pada saat perseroan telah memperoleh pengesahan sebagai badan hukum;

2. Penyetoran tersebut harus dilakukan penilaian atas dasar atau oleh penilai (appraisal) yang tidak terafiliasi dengan perseroan (bersifat independent); 3. Dalam hal barang yang disetorkan adalah benda tidak bergerak, maka

harus diumumkan dalam 2 (dua) surat kabar harian;

4. Penyetoran atas saham dalam bentuk lain pada saat pendirian harus dicantumkan dalam akta pendirian. Cara pencantuman dalam akta pendirian dengan menempelkan akta (dalam hal dibuat dibawah tangan) atau mencantumkan nomor akta, nama Notaris dan tempat kedudukan Notaris (dalam hal dibuat dengan akta otentik). Sedangkan penyetoran dalam bentuk lain yang dilakukan sesudah pengesahan harus mendapat persetujuan RUPS (Rapat Umum Pemegang Saham) atau organ lain yang ditunjuk oleh RUPS.

90

Gunawan Widjaja, op.cit. hal. 7

91

Sentosa Sembiring, op.cit. hal 20

92

Zaeni Asyhadie, Op.Cit. hal. 44

93

Penyetoran atas modal saham dapat dilakukan dalam bentuk uang atau bentuk lainnya. Dalam hal ini, penilaian setoran modal saham ditentukan berdasarkan nilai wajar yang ditetapkan sesuai dengan harga pasar atau oleh ahli yang terafiliasi dengan perseroan. Penyetoran saham dalam bentuk benda tidak bergerak harus diumumkan dalam Surat Kabar, dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari setelah akta pendirian ditandatangani atau setelah Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) memutuskan penyetoran saham tersebut.94

Dalam pendirian perseroan terbatas, apa yang diinbrengkan merupakan pembayaran atas saham yang diambil pendiri perseroan dari perseroan. Pasal 1619 ayat (2) Kitab Undang-undang Hukum Perdata menentukan bahwa para sekutu perdata wajib memasukkan ke dalam kas persekutuan pada perseroan yang didirikan tersebut. Pemasukan (inbreng, contribution) itu dapat berupa: