• Tidak ada hasil yang ditemukan

THE BLOODED MALINO 1946

D. Kegagalan Serangan

Meski pasukan merah putih berhasil menembus barikade pasukan Belanda baik KNIL maupun KM, tetapi gagal melakukan merebut kedua markas tersebut. Hal ini disebabkan Belanda mendapatkan bala bantuan secara cepat (Kulle, dkk., 2007:116). Pengkhianatan sejumlah pasukan merah putih yang kemudian membelot ke pasukan Belanda memegang peranan penting dalam kegagalan serangan ini. Sebagaimana telah dikemukakan di muka bahwa ada sebagian pasukan merah putih yang diperintahkan untuk memotong jembatan justru membelot ke kubu musuh. Hal ini secara tidak langsung berpengaruh pada kemampuan Belanda dalam mendatangkan bala bantuannya. Gagalnya pemutusan jembatan telah berakibat pada kemudahan bala bantuan Belanda dari Makassar dengan cepat.

Kekuatan yang tidak seimbang juga menjadi salah satu penyebab lain dalam kegagalan serangan. Masyarakat yang hanya menggunakan bambu runcing harus bertanding dengan Belanda yang sudah menggunakan senjata api. Hal lain yang tidak kalah penting menjadi penyebab kekalahan adalah adanya taktik perang yang salah. Sebagaimana telah diutarakan di muka bahwa sektor dari serangan yang umumnya kurang terlatih justru melakukan serangan dengan cara terbuka. Komando dari sektor pusat untuk menggunakan cara yang senyap dalam serangan ternyata tidak diindahkan. Mereka justru berteriak-teriak dengan semangat untuk melakukan serangan. Kondisi ini sama saja dengan membangunkan musuh yang tertidur. Praktis Belanda cepat tanggap dengan serangan yang ditujukan kepada mereka dan mereka pun mampu menangkisnya. Serangan yang telah disiapkan dengan matang pun akhirnya tidak membawa keberhasilan. Sebaliknya, banyak korban berjatuhan dari kubu merah putih baik dari masyarakat biasa maupun pucuk pimpinan. Sebagaimana telah disebutkan dalam pembahasan di muka, sebagai tanda penghormatan kepada para pejuang Malino, jasad mereka kemudian dikebumikan dengan hormat di Makam Pahlawan Benteng Tinggia.

IV. PENUTUP A. Kesimpulan

Proklamasi 17 Agustus 1945 merupakan tonggak sejarah awal yang begitu menentukan dalam meniti kemerdekaan Indonesia yang sebenarnya. Gema proklamasi memang disambut dengan suka cita oleh rakyat, tetapi kabar ini sekaligus menjadi episode yang begitu menegangkan. Kedatangan Belanda yang diboncengi NICA menjadi rongrongan utama dalam menegakkan proklamasi tersebut. Hampir di seluruh penjuru negeri diwarnai dengan heroisme masyarakat dalam mempertahankan kemerdekaan, baik di tingkat nasional maupun lokal. Sejauh ini sejarah perjuangan mempertahankan kemerdekaan (19451950) lebih banyak mengekspos sejarah di tingkat nasional. Padahal masih banyak sejarah dengan tema serupa di

Malino menjadi begitu penting karena tempat ini merupakan salah satu markas pertahanan Belanda di wilayah Gowa Timur. Pembentukan Negara Indonesia Timur di Malino oleh Van Mook pada Konferensi Malino 1525 juli 1946 yang kemudian disisipi dengan kasus “perayuan Belanda” terhadap masyarakat di Tombolopao supaya berpihak pada Belanda telah menjadi penyulut awal kebencian rakyat yang kemudian berujung pada pertempuran.

Wawancara yang dilakukan dengan pelaku sejarah memberikan gambaran yang lebih terang menengai proses pertempuran Malino Desember 1946. Dikombinasikan dengan penelusuran di tempat-tempat di mana pertempuran tersebut pernah terjadi, akhirnya diperoleh sebuah rekonstruksi pertempuran yang lebih holistik. Hal yang lebih menarik adalah siasat penyerangan “3 sektor plus 3 sub sektor” yang telah direncanakan para pemimpin perjuangan beserta rakyat. Taktik perang menjadi suatu fakta menarik yang terungkap dalam rekonstruksi sejarah lokal ini.

Fakta ini sekaligus menjadi suatu “jalan” untuk menelusuri fakta di balik kegagalan serangan yang dilancarkan rakyat Malino terhadap Belanda. Merujuk pada kronologi tersebut,dapat diketahui ada dua hal pokok yang menyebabkan kekalahan di kubu merah putih. Pertama, adalah kekuatan senjata yang tidak seimbang antara rakyat Malino dengan Belanda. Sebagaimana telah diungkap di muka bahwa massa yang begitu banyak dalam pertempuran Malino 1946 tidak dibarengi dengan senjata modern, melainkan hanya berbekal bambu runcing. Hal ini kontras dengan Belanda yang hanya mengandalkan sedikit bala tentaranya, tetapi dibekali dengan senjata modern. Meskipun sejarah tidak bisa mengandai-andaikan, tetapi tampaknya strategi perang yang disiapkan cukup matang ketika itu dilakukan untuk mengimbangi kekuatan senjata yang tidak seimbang dengan Belanda.

Kedua, dipicu oleh gagalnya sebuah strategi perang. Sebagiamana telah diulas di muka, strategi yang diterapkan tidak bisa terlaksana dengan baik karena kesalahankesalahan yang sifatnya tidak dapat diprediksi sebelumnya, bahkan terbilang konyol. Kesalahan pasukan dari sektor selatan yang membunyikan genderang alih-alih untuk memacu semangat rakyat di saat serangan akan dilakukan adalah hal sepele, tetapi menjadi factor esesnsial yang menyebabkan buyarnya strategi yang telah dipersiapkan. Musuh “terbangun” dan mereka melakukan antisipasi dini, kekalahan di kubu merah putih pun tak dapat dihindari. Realita sejarah ini seakan memberi peringatan bahwa terkadang sebuah peristiwa sejarah yang besar, terjadi akibat sebuah hal yang “kecil”.

Gagalnya serangan yang dilancarkan terhadap markas KNIL dan KM pada 18 Desember 1946 tersebut telah membawa konsekuensi yang begitu panjang dan berpengaruh bagi Malino. Paska serangan yang gagal tersebut, satu persatu pucuk pimpinan perjuangan dihabisi Belanda dalam waktu yang beruntun dipenghujung 1946. Sementara puncaknya adalah pembunuhan terhadap rakyat oleh Belanda yang diperkirakan mencapai 50 orang dalam masa Minggu terakhir Desember 1946. Jumlah tersebut adalah jumlah yang terkoordinasi, artinya korban dari kubu rakyat bisa jadi lebih banyak dengan memperhatikan faktor korban yang hilang. Oleh karena itu, meski berada di tingkat yang mikro sekali, tetapi peristiwa Malino berdarah 1946 tersebut sama sekali tidak bisa diabaikan. Pembantain masyarakat Malino atas Belanda tersebut patut dicacat sebagai satu pelanggaran HAM (Hak Azasi Manusia) yang dilakukan Belanda pasca kemerdekaan Indonesia.

Patrawidya, Vol. 15, No. 2, Juni 2014: 215 - 232

mempertahankan kemerdekaan. Hal ini mengingat hingga saat ini masih minim kajian tentang sejarah lokal terlebih yang bertema menggali aspek perjuangan masyarakat dalam mempertahankan kemerdekaan RI (pada masa revolusi 19451949). Sebaliknya, kajian lebih banyak yang terfokus pada sejarah nasional. Padahal sejarah lokal ini sama sekali tidak dapat dikesampingkan untuk merekonstruksi sejarah nasional yang holistik. Tentu, mengingat adanya aspek timbal balik antara satu peristiwa di suatu tempat dengan peristiwa lain di tempat yang lain pula. Hadirnya tulisan ini diharapkan dapat menjadi suatu semangat untuk membangkitkan rekonstruksi sejarah lokal. Penggalian sejarah lokal dalam kaitannya sebagai bagian rekonstruksi sejarah nasional ini penting untuk membangun nation character building.

Hal ini dimaksudkan untuk memberikan penjelasan kepada Bangsa Indonesia pada umumnya, dan generasi muda pada khususnya bahwa kemerdekaan Indonesia bukan terjadi secara instan dan selesai dengan kumandang Proklamasi saja. Akan tetapi, kemerdekaan ini diperoleh melalui perjuangan panjang yang dibayar bukan saja dengan harta benda dan air mata, tetapi juga dengan nyawa.

Akhirnya, semoga tulisan ini dapat menjadi pelengkap tulisan sebelumnya dan dapat menjadi pijakan bagi penelitian selanjutnya yang ingin mengungkap lebih dalam mengenai pertempuran 1946 di Malino.

DAFTAR PUSTAKA

Data Monografi Keluarahan Malino 2005/2006

Garraghan, G. J., 1957. A Guide to Historical Method , New York: Fordham University Press. Kompas.com, 27 November 2013.

Kopassus- Ekspedisi NKRI Koridor Sulawesi, 2013. Ekspedisi NKRI Koridor Sulawesi 2013, Jakarta: PT JePe Press Media Utama.

Kulle, dkk., 2007. Gowa Bergejolak Gerakan Rakyat Menentang Penjajah, Gowa: Yayasan Butta Gowa dan Lembaga Kajian dan Penulisan Sejarah dan Budaya Sulawesi.

Kuntowijoyo, 2005. Pengantar Ilmu Sejarah, Yogyakarta : Bentang Pustaka. Laporan Bulanan Kelurahan Malino, Februari 2013

Majalah Griya Asri Januari 2012, Vol. 13 No. 01

Ricklefs, M.C., 2005. Sejarah Indonesia Modern 1200 2004, Jakarta : Serambi.

Tashadi, et.al, 1987. Sejarah Revousi Kemerdekaan (1945-1949) di DIY, Yogyakarta: Proyek Inventarisasi dan Dokumentasi Kebudayaan Daerah Istimewa Yogyakarta Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Tourist Map South Sulawesi, 2013. Culture and Tourism Office The Provincial Government of South Sulawesi. Internet: http://www.defensie.nl/onderwerpen/tijdlijn-militaire-geschiedenis/inhoud/1945-1949-van-nederlands-indie-naar-indonesie/malino-conferentie-25-juli-1946 http://www.kitlv.nl http://www.s-i-d.nl/malino/ http://www.beeldengeluid.nl/media/5866/nieuws-uit-indonesi%C3%AB-de-conferentie-van-malino http://maps.library.leiden.edu/apps/ search?code=02142#focus