• Tidak ada hasil yang ditemukan

AREA DEVELOPMENT AND BORDER SOCIETY OF MALANG- MALANG-KEDIRI REGENCY BASED ON CARTOGRAPHY ARCHIVE ANALYSIS

IV. KONDISI MASYARAKAT PERBATASAN

Kawasan perbatasan antara Malang dan Kediri relatif pendek jika dibandingkan perbatasan Malang Blitar atau Malang Lumajang. Kecamatan yang berbatasan dengan Kediri adalah Kasembon. Sementara itu, kecamatan yang berbatasan dengan Malang adalah Kandangan dan Kepung. Berdasar pengamatan dari sumber kolonial, sejak awal nama Kasembon telah disebutkan. Akan tetapi nama Kandangan tidak terdapat dalam

Encyclopaedie van Nederlandsch Indie. Kasembon merupakan onderdistrik yang menjadi bagian dari Distrik Ngantang, Regentschap Malang. (Encyclopaedie van Nederlandsch Indie: 1916, 116). Distrik Ngantang (Hantang) telah disebutkan. Nama ini menjadi terkenal karena merupakan tempat akhir pelarian Kraeng Galessong dari pengejaran tentara VOC pada tahun 1768. Distrik Ngantang menjadi penting karena kawasan ini merupakan dataran tinggi subur yang sesuai untuk lahan kopi. Tidak banyak informasi tentang penduduk di kawasan ini. Potensi budaya kawasan ini masih sangat minim mengingat objek andalan hanya Kasembon Rafting. Beberapa situs purbakala ditemukan dan dirawat dengan baik di Desa Brumbung, Kecamatan Kepung. Temuan arca dan benda-benda purbakala ini menunjukan wilayah perbatasan Malang-Kediri merupakan kawasan yang telah dihuni oleh masyarakat sejak era-pra kolonial.

Terdapat empat desa di Kabupaten Kediri yang berbatasan dengan Kabupaten Malang yaitu Damarwulan, Besowo, Mlancu dan Siman. Pada tahun 2010, kondisi wilayah ini telah jauh berkembang. Tidak ada lagi perkebunan kopi, sehingga bisa dikatakan wilayah ini mengalami kemunduran. Kemajuan yang dicapai saat ini lebih disebabkan faktor luar yaitu pertumbuhan kota Malang dan Kediri. Terdapat jalan raya yang menghubungkan Kota Malang, Kediri dan Jombang yang melewati kawasan ini. Keberadaan jalan ini telah mendorong munculnya sector kuliner, transportasi dan perdagangan di sepanjang jalur propinsi ini.

Sebagian besar penduduk berprofesi sebagai petani dan peternak sapi. Sebagian besar produk pertanian adalah produk yang berorientasi pasar domestic. mereka jual kepada tengkulak di pasar-pasar tradisional. Ini membuat produk sebagian besar penduduk kawasan perbatasan tidak memiliki nilai tambah (Profil Desa Medowo; 2011,6). Keterbatasan lain adalah permodalan usaha. Sebagian besar peternak sapi perah harus memiliki kendaraan untuk bisa mengangkut susu ke pusat penampungan di Pujon. Padahal sebagian besar tidak memilik truk tanki susu. Oleh karena itu, jika ada sebuah tempat penampungan susu, atau pabrik susu di

Foto 1. Cagar Budaya di Desa Brumbung, Kecamatan Kepung. Perbatasan Malang-Kediri. Di tempat tersebut dijumpai

patung yang diperkirakan berasal dari masa-masa akhir kerjaan Majapahit.

Patrawidya, Vol. 15, No. 2, Juni 2014: 199 - 214

ini adalah rendahnya tingkat investasi di kawasan ini. Sebagai contoh, di Kecamatan Kasembon tidak terdapat Perkebunan Negara atau Swasta. Perkebunan yang ada hanya perkebunan rakyat seluas 117 ha (Monografi Kecamatan Kasembon; 2009, 2) Perekonomian masih didominasi sector pertanian, kuliner, retail dan ada beberapa sektor transportasi. Fasilitas kesehatan dan pendidikan di Kasembon, Malang relatif lebih banyak dari pada di Kandangan-Kepung Kabupaten Kediri. Organisasi yang memiliki potensi pengembangan adalah Kelompok Kerja. Para petani pada umumnya membentuk kelompok kerja untuk mengimplementasikan teknologi pengolahan hasil pertanian, sebagai contoh Kelompok Kerja Marga Mulyo. Organisasi lain bernama Kertajaya yang bergerak di sektor pengolahan limbah ternak.

Sebagai wilayah perbatasan, tidak begitu banyak peristiwa penting atau acara Kabupaten yang dipusatkan di wilayah perbatasan. Sekalipun demikian, afiliasi politik seorang Bupati hadir di kawasan perbatasan. Ini dapat dilihat pada, pilihan warna kuning pada tembok kecamatan Kasembon, Puskesmas, marka jalan, infrastruktur seperti patok perbatasan dan bangunan umum lainnya. Dengan demikian akan muncul kesan ketika orang berkendaraan melewati perbatasan Malang Kediri akan

4

menyimpulkan sedang memasuki wilayah Partai Golkar. Di sini kita dapat dilihat bahwa dalam konteks simbolis, perbatasan merupakan kawasan yang penting yang perlu ditandai dengan simbol dominasi politik lokal.

V. PENUTUP A. Kesimpulan

Melalui pemaparan arsip kartografi dari berbagai versi, dapat terungkap beberapa point sebagai berikut. Pertama, terdapat perbedaan dalam susunan garis tapal batas antara wilayah Malang Kediri. Perbedaan ini muncul ketika dilakukan metode overlay dalam analisis penelitian. Perbedaan terdapat pada titik patok 35 ke Timur. Penundaan pengesahan dokumen tapal batas yang menjadi dasar penerbitan Peraturan Menteri Dalam Negeri (PERMENDAGRI) yang mengatur garis batas kedua Kabupaten kaya di Jawa Timur ini diduga terganjal oleh patok 35.

Kedua, arsip kartografi memiliki muatan politis yang sangat kental sehingga pemanfaatannya untuk kajian penelitian menjadi sangat kurang. Konflik perbatasan yang terjadi antara Kabupaten Kediri dan Blitar berdampak pada kawasan lain yang sesungguhnya tidak bermasalah. Jika dibandingkan dengan kasus yang terjadi antara Kediri dan Blitar, nampaknya ada perbedaan yang sangat menonjol. Di perbatasan Kediri dan Blitar terdapat Gunung Kelud yang menyimpan potensi pariwisata yang menguntungkan. DI sisi lain, spot ekonomi serupa tidak terdapat di perbatasan Malang-Kediri.

Foto 2. Sebuah tempat Bendera yang terletak di Perbatasan

3

Malang-Kediri.

(Koleksi penulis, Oktober 2013)

3

Posisi bangunan ini ada di antara Gerbang Kabupaten Malang dan Kediri. Warna kuning ini bukan kebetulan namun memiliki pesan politik mengingat bupati Malang berasal dari Partai Golongan Karya.

Ketiga, melalui pemanfaatan Arsip Kartografi dapat diketahui keberadaan lahan-lahan produktif, dan potensi pengembangan kawasan wisata budaya. Sebagai contoh, adalah kawasan cagar budaya di Brumbung yang berisi patung dan prasasti. Kawasan cagar budaya desa Brumbung ini berpotensi untuk berkembang menjadi tempat tujuan wisata selain Trowulan. Disamping itu, jika memungkinkan situs Candi Kepung dan situs Pra-sejarah di Desa Brumbung dapat dijadikan objek wisata di Kawasan perbatasan Malang-Kediri disamping wisata Rafting di Kasembon.

Keempat, melalui kajian arsip kartografi dapat diketahui bahwa terbentuknya jalur jalan di kawasan Kecamatan Kasembon dan Kandangan-Kepung berkaitan dengan adanya kawasan perkebunan kopi yang tersebar di kawasan tersebut. Pada masa colonial, kawasan perbatasan pernah dijadikan sebagai lahan perkebunan yang memiliki nilai ekonomis tinggi. Disamping itu, melalui peta kita dapat mengetahui wilayah-wilayah subur. Kesuburan tanah di kawasan perbatasan ini dapat menopang industri pertanian dan peternakan penduduk di kawasan perbatasan.

B. Saran

Hasil penelitian tahap pertama ini masih belum mampu mengungkap problem perihal akar masalah perbedaan versi tapal batas. Oleh karana itu, penelitian inu juga masih harus diperdalam mengingat kajian opini penduduk di kawasan perbatasan terhadap layanan pemerintahan kabupaten, baik Kediri maupun Malang juga masih belum tersentuh mengingat keterbatasan waktu. Oleh karena itu, penelitian tentang layanan pemerintah terhadap masyarakat di perbatasan dan nilai-nilai sosial budaya masyarakat pinggiran menjadi penting. Sebagai contoh, situs Candi Kepung yang hingga sekarang dibiarkan terpendam dengan alasan menghindari pencurian benda purbakala untuk masa depan harus diberdayakan.

Kedua, salah satu penyebab munculnya konflik adalah kurangnya perhatian Pemerintah Daerah terkait terhadap arsip perbatasan. Berdasar kasus yang terjadi pada kabupaten Malang dan Blitar, kedua Pemda baru menyadari arti penting arsip kartografi setelah terjadi kasus Gunung Kelud. Oleh karena itu disarankan agar pemerintah daerah memberikan perhatian khusus kepada Badan Perpustakaan dan Kearsipan Daerah mengingat instansi ini yang paling berwenang dalam mengelola dokumen. Kasus ini juga menunjukkan bahwa fungsi dokumen itu sangat penting meskipun nilai guna praktisnya sudah berakhir.

Ketiga, ketimpangan yang terjadi pada dua kacamatan yang berada di bawah otoritas kabupaten yang berbeda ini harus segera diselesaikan. Berdasar pengamatan, dibandingkan dengan Kasembon, infrastruktur ekonomi di daerah Kecamatan Kandangan lebih baik karena terdapat pasar modern, jaringan angkutan umum, perdagangan dengan produk manufaktur modern, ATM, Pergadaian dan Bank BUMN. Sementara itu di Kecamatan Kasembon hanya terdapat infrastuktur dasar seperti Puskesmas, Sekolah dan SPBU. Tidak adanya infrastuktur sebagaimana yang terdapat di Kecamatan Kandangan, Kediri membuat sebagian warga Malang harus menyeberang perbatasan ke wilayah Kandangan hanya untuk mengambil uang cash dan menggadaikan barang. DI sisi lain, pencitraan politik local lebih dominan di Kasembon yang ditandai dengan cat kuning pada beberapa fasilitas public. Ketimpangan ini harus menjadi perhatian pemerintah Kabupaten Malang sehingga tidak hanya citra politik saja yang ditonjolkan namun juga pelayanan.

Patrawidya, Vol. 15, No. 2, Juni 2014: 199 - 214

Boxer, C. R, 1983. Jan Kompeni Sejarah VOC dalam Perang dan Damai 1602-1799. Jakarta: Sinar Harapan.

Cribb, R. (eds). 1994, The Late Kolonial State of Indonesia. Leiden: KITLV,

Harsono, 1992, Hukum Tata Negara. Pemerintah Lokal dari Masa ke Masa. Yogyakarta: Liberty

Hudiyanto, R., 2011. Menciptakan Masyarakat Kota. Malang di Bawah Tiga Penguasa.

Yogyakarta: Penerbit Lilin

Jordanova, L., 2000. History in Practice. London: Oxford.

Tauchid, M., 2009. Masalah Agraria Sebagai Masalah Penghidupan dan Kemakmuran Rakyat Indonesia. Yogyakarta: STPN Press.

Monografi Kecamatan Kasembon, 2012

Profil desa-desa di Kecamatan Kandangan, 2011 Profil Desa-desa di Kecamatan Kepung 2009

Reid, A., 2004. Sejarah Asia Tenggara Modern. Jakarta: LP3ES

Schrieke, B, 1959. Indonesian Sociological Studies. Ruler and Realm in Early Java. Bandung: Van Hoeve.

Van Carnbee, P Baron Melvill en Versteeg, W.F. Algemeene Atlas van Nederlandsch Indie. Batavia: Van Haren Norman & Kolff, 1853-1862.

Van Diessen, J. R and Ormeling, R. J., 2006 Grote Atlas van Nederladsch Indie. KNAG: Asia Maior.

Van Doorn, J.A.A., 1994. De Laatste Eeuw van Indie. Amsterdam: Boom.

Van Niel, R., 2006. Java's Northeast Coast 1740-1840. A Study in Kolonial Encroachment and Dominance. Leiden: CNWS.