• Tidak ada hasil yang ditemukan

NGALAP BERKAH ON SRI MAKURUNG'S RESTING PLACE DUKUH VILLAGE, BANYUDONO, BOYOLALI

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Indonesia dikenal sebagai negara yang memiliki keberagaman yang kompleks dalam berbagai aspek kehidupan. Keberagaman aspek kehidupan itu terwujud tidak hanya dari suku bangsa, letak geografis, ekonomi maupun pulau saja, namun juga dalam budaya masyarakat. Satu aspek budaya yang ada dan telah dijalankan oleh nenek moyang bangsa Indonesia sejak zaman dahulu adalah berkaitan dengan kepercayaan. Bagi sebagian masyarakat Indonesia, sampai sekarang masih banyak yang melakukan kunjungan atau ziarah ke makam-makam leluhur. Lingkup ziarah ini tidak terbatas pada makam para pendahulu yang berkaitan dengan keluarganya tetapi banyak pula yang mengunjungi makam para tokoh masyarakat yang

Makam-makam yang sering dijadikan tempat berziarah oleh sebagian masyarakat Jawa biasanya berkaitan atau disesuaikan dengan laku spiritual yang mereka jalankan dengan keyakinan bahwa tempat itu memberikan pengaruh spiritual terhadap dirinya. Sebagian masyarakat Jawa menyakini bahwa makam tokoh tertentu memiliki kekuatan atau keberkahan tertentu. Menurut Pamungkas (2006:21) makam dapat dimanfaatkan sebagai sarana lelaku dengan berbagai kepentingan atau tujuan, di antaranya adalah sebagai tempat belajar ilmu gaib; mendoakan arwah yang dimakamkan; untuk tirakat; dan sebagai media komunikasi dengan dunia gaib.

Kepercayaan sebagian masyarakat Jawa terhadap sebuah makam sebenarnya tidak dapat dilepaskan dari pola pikir tokoh yang dimakamkan tersebut. Pada umumnya makam-makam yang didatangi atau digunakan oleh peziarah tersebut karena yang bersangkutan memiliki kharisma tertentu serta pengaruh tertentu pada masa hidupnya. Walau sejarah hidup tokoh tersebut belum tentu benar, namun hanya sebatas mitos atau legenda yang beredar dalam masyarakat pendukungnya saja. Mitos yang beredar itulah yang kemudian menjadi daya tarik bagi para peziarah untuk datang atau berkunjung (Ariani, 2002: 149).

Satu makam yang sampai sekarang masih banyak dikunjungi oleh peziarah adalah makam Sri Makurung. Prabu Sri Makurung juga dikenal dengan nama Pangeran Handayaningrat. Masyarakat setempat menyebutnya dengan Sinuhun Pengging Sepuh. Cerita yang beredar di masyarakat, Sri Makurung merupakan seorang adipati di Pengging yang sakti dan berkuasa sejak zaman akhir kerajaan Majapahit sampai pada masa kerajaan Demak. Pada masa kerajaan Majapahit akhir, Sri Makurung merupakan seorang adipati kesayangan Raja Majapahit yang berada di daerah lereng Merapi. Sebagai tanda buktinya, ia diambil menantu oleh Raja Majapahit dan dikaruniai dua anak, yaitu Kebo Kenongo,Kebo Kanigara, dan Kebo Amiluhur.

Ketika terjadi pertempuran antara Demak dengan Pengging yang disebabkan Sri Makurung tidak mau menghadap ke Demak serta tidak mau memeluk agama Islam, akhirnya Sri Makurung (Pangeran Handayaningrat) gugur dalam peperangan dan jenazahnya dimakamkan di Dusun Malangan, Desa Dukuh, Kecamatan Banyudono, Kabupaten Boyolali, Provinsi Jawa Tengah. Sepeninggal Sri Makurung yang menggantikan kedudukan adipati adalah Kebo Kenongo. Ia meneruskan perjuangan ayahnya dan tetap melawan atau

1 menentang Demak.

Atas peristiwa tersebut maka makam Sri Makurung yang berada di Dusun Malangan itu sampai sekarang berbeda dengan makam-makam yang lain yang berada di wilayah Pengging, Kabupaten Boyolali. Beberapa keunikan yang ada menurut penulis antara lain: pertama, bahwa sampai sekarang makam tersebut tidak dibangun atau direnovasi secara permanen seperti halnya bangunan makam layaknya seorang adipati. Menurut juru kunci, hal ini dikarenakan beliau memang tidak mau dibuatkan rumah atau peneduh. Kedua, di makam Sri Makurung terdapat arca. Hal ini menunjukkan bahwa Prabu Sri Makurung merupakan seorang yang taat dalam memeluk agamanya meskipun berada dalam masa pemerintahan Kerajaan Islam Demak.

Ketiga, di tengah-tengah makam terdapat pohon randu alas yang sangat besar dan sangat tinggi yang usianya ratusan tahun serta menjadi tempat untuk peziarah maupun juru kunci menghantarkan atau meletakkan sesaji jika akan berziarah ke makam Sri Makurung. Selain hal tersebut, makam Sri Makurung oleh masyarakat setempat dijadikan tempat penyelenggaraan upacara ruwahan atau nyadran yang dilakukan setiap tanggal 20 Ruwah. Di samping itu, setiap pergantian tahun Jawa juga dijadikan tempat untuk laku spiritual yang oleh Patrawidya, Vol. 15, No. 2, Juni 2014: 299 - 316

Penelitian terhadap Makam Sri Makurung atau Pangeran Handayaningrat didasarkan pada kenyataan bahwa sampai sekarang, keberadaan makam Sri Makurung masih dimanfaatkan oleh masyarakat sekitarnya maupun pendukungnya atau peziarah, baik secara individu maupun kelompok. Bahkan pada waktu-waktu tertentu, seperti tahun baru Jawa atau

mapag tanggal dan upacara nyadran, makam Sri Makurung dijadikan tempat penyelenggaraan upacara dan laku spiritual oleh masyarakat setempat dan masyarakat pendukungnya.Berdasarkan beberapa hal tersebut maka permasalahan penelitian ini adalah apa motivasi peziarah datang ke makam Sri Makurung, dan kenapa pelaksanaan mapag tanggal serta nyadran dilakukan oleh masyarakat di makam Sri Makurung dan bagaimana pelaksanaanya.

Secara umum, penelitian ini bertujuan untuk memperbanyak khasanah penelitian tentang makam-makam para leluhur yang sampai sekarang masih dihormati dan dimanfaatkan oleh masyarakat maupun pendukungnya. Adapun tujuan khusus penelitian ini adalah:

1. Mendeskripsikan keberadaan makam Sri Makurung yang berada di Dusun Malangan, Kabupaten Boyolali,

2. Mengetahui motivasi peziarah datang ke makam Sri Makurung,

3. Mengetahui pelaksanaan laku spiritual mapag tanggal dan pelaksanaan upacara tradisional

nyadran di makam Sri Makurung.

Manfaat yang bisa diperoleh dari hasil penelitian ini adalah masyarakat luas akan lebih mengenal tradisi ngalab berkah di makam Sri Makurung. Masyarakat bisa menemukenali kembali tentang nilai-nilai budaya luhur yang masih terwariskan dalam pelaksanaan upacara adat tersebut. Masyarakat diharapkan bisa melestarikan kekayaan budaya dan tetap melaksanakan. Dan selanjutnya bisa menjalin silaturahmi melalui pelaksanaan upacara adat sehingga diharapkan bisa memperkokoh persatan dan kesatuan.

Dalam kenyataannya, sebagian masyarakat Jawa sampai sekarang masih melakukan laku

spiritual. Satu tempat yang digunakan di antaranya adalah makam. Makam digunakan untuk melakukan mediasi maupun komunikasi dengan leluhurnya atau alam gaib. Perilaku ini sejalan dengan prinsip hidup orang Jawa yang sangat memperhatikan kehidupan yang tenteram lahir batin serta sikap nrima terhadap segala peristiwa yang terjadi dalam menempatkan individu di bawah masyarakat, dan masyarakat di bawah semesta alam (Mulder, 1986; 14).

Berziarah ke makam merupakan satu bentuk kunjungan manusia ke makam leluhur atau tempat keramat. Latar belakang melakukan ziarah adalah sesuai dengan keinginan peziarah masing-masing. Dalam hal ini, menurut Pamungkas (2006:36) ziarah ke makam dapat digunakan sebagai tempat belajar mengenal alam gaib, mengirim doa kepada yang dimakamkan, ngalap berkah, sebagai media komunikasi dengan alam gaib.

Oleh karena itu, sikap dan perilaku setiap pengunjung tidak berani melakukan perbuatan atau tindakan yang dianggap melanggar norma atau susila di makam yang dikunjungi. Sebaliknya, yang tampak adalah sikap hormat dan khusuk dalam ekspresi setiap peziarah. Hal ini dilakukan agar ziarah dalam pelaksanaannya membuahkan hasil sesuai dengan tujuannya. Menurut Suseno (1991:81), ziarah ke makam selain mendoakan arwah yang dimakamkan juga ada yang dijadikan sebagai ajang memohon berkah atau kejelasan sesuatu untuk memutuskan masalah yang dihadapi peziarah. Sementara itu, menurut Simuh (1995), ziarah yang dilakukan oleh sebagian masyarakat Jawa sebenarnya merupakan pengaruh Hindu-Jawa

Penelitian terhadap makam Sri Makurung ini bersifat deskriptif kualitatif. Metode yang dipakai dalam pencarian data menggunakan observasi, wawancara serta studi pustaka. Observasi dilakukan dengan pengamatan secara langsung di lapangan untuk memperoleh data yang diperlukan tentang situasi dan kondisi makam Sri Makurung, peziarah serta masyarakat sekitar makam. Wawancara mendalam dilakukan terhadap peziarah, pelaku mapag tanggal

dan nyadran. Selain itu, wawancara mendalam juga dilakukan dengan juru kunci dan tokoh masyarakat yang mengetahui seluk beluk makam Sri Makurung. Studi Pustaka dilakukan untuk memperoleh berbagai sumber seperti buku ilmiah, media massa yang relevan dengan materi yang diteliti. Data hasil penelitian dianalisis secara deskriptif kualitatif.

II. DESA DUKUH DAN MAKAM SRI MAKURUNG