• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

E. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

Sesuai dengan rumusan masalah di atas, maka dalam melakukan penelitian ini memiliki tujuan:

a) Untuk mengetahui bagaimana Sistem Penyaluran Zakat Produktif pada Badan Amil Zakat Nasional Kota Kendari.

b) Untuk mengetahui bagaimana Pemberdayaan Zakat Produktif untuk Peningkatan Ekonomi Mustahik di Badan Amil Zakat Nasional Kota Kendari.

2. Kegunaan Penelitian

Adapun kegunaan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

a. Secara teoritis, penlitian ini sebagai ilmu pengetahuan dan diharapkan mampu memberikan pemahaman kepada masyarakat mengenai penyaluran dan pemberdayaan zakat produktif untuk peningkatan ekonomi mustahik di Badan Amil Zakat Nasional di Kota Kendari. Selain itu diharapkan dapat menambah wawasan pembaca dan penulisan penelitian ini menjadi baik, sehingga proses pengkajian akan terus berlangsung dan memperoleh hasil yang maksimal.

b. Secara praktis, penelitian ini dimaksudkan sebagai suatu syarat memenuhi tugas akhir guna memperoleh gelar S.H pada Fakultas Syariah UIN

Alauddin Makassar.

13 BAB II

TINJAUAN TEORITIS

A. Pengertian Zakat Produktif

Kata zakat berasal dari kata zaka yang mempunyai pengertian berkah, tumbuh, bersih dan baik. Sedangkan menurut lisan Arab, arti dasar dari kata zakat, ditinjau dari segi bahasa adalah suci, tumbuh, berkah dan terpuji yang semuanya digunakan dalam Al-Qur’an dan Hadist. Zakat dalam istilah fiqih berarti sejumlah harta tertentu yang yang diwajibkan Allah swt diserahkan kepada orang-orang yang berhak menerimanya.4

Zakat adalah salah satu rukun diantara rukun-rukun Islam. Zakat hukumnya wajib berdasarkan Al-Qur’An dan Hadis. Oleh karena itu barang siapa yang mengeluarkan zakat berarti ia membersihkan dirinya dan mensucikan hartanya sehingga pahalanya bertambah dan hartanya diberkahi oleh Allah.

Allah berfirman dalam QS. at-Taubah/ 9:103:

ةَقَدَص ۡمِِلَِٰوۡمَأ ۡنِم ۡذُخ

membersihkan dan mensucikan mereka dan mendoalah untuk mereka.

Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. dan Allah Maha mendengar lagi Maha mengetahui”.5

4Irsyad Andriyanto, Pemberdayaan Zakat Dalam Meningkatkan Kesejahteraan Ummat, Jurnal Zakat dan Wakaf, Vol 1, No 2, Desember 2014.

5Kementrian Agama RI., Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Bandung: Sygma, 2016), h.

189.

Menurut penafsiran Ibnu Kasir atas firman Allah swt dalam Qs. at-Taubah ayat 103, bahwasannya Allah swt memerintahkan Rasulnya memungut zakat dari umatnya umtuk mensucikan dan membersihkan mereka dari zakat tersebut. Dan Allah swt juga memerintahkan agar Rasulullah berdoa dan beristghfar bagi mereka yang menyerahkan zakatnya.6

Zakat ialah ibadah yang mengandung dua dimensi yaitu dimensi hablum minallah atau dimensi vertikal dan hablum minannas atau dimensi horizontal.

Ibadah zakat jika ditunaikan dengan baik maka kita akan meningkatkan kualitas keimanan, membersihkan serta mensucikan jiwa kita, mengembangkan serta memberkahkan harta yang kita dimiliki. Di sisi lain, zakat juga merupakan salah satu bentuk ibadah yang lebih mengedepankan nilai sosial disamping membawa pesan ritual dan spiritual.7

Pengertian zakat menurut bahasa dan istilah mempunyai hubungan yang erat sekali, yaitu bahwa setiap harta yang dikeluarkan zakatnya akan menjadi berkah, tumbuh, berkembang, bertambah, suci, dan baik.

Sedangkan menurut ketentuan umum Pasal 1 Ayat 2 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat, yang dimaksud dengan zakat adalah harta yang wajib dikeluarkan oleh seorang muslim atau badan usaha untuk diberikan kepada yang berhak menerimanya sesuai dengan syari‟at Islam.8

Zakat juga suatu lembaga sosial dalam masyarakat Islam. Tujuan zakat meratakan jurang antara si kaya dan si miskin (to have and have not), dimana yang punya berkewajiban memberikan bantuan kepada yang tidak punya.

6Ibnu Katsir, Terjemahan Singkat Ibnu Katsir. (Surabaya: PT. Bina Ilmu, 1988), jilid IV

7Musyfikah Ilyas, “Pendayagunaan Zakat Produktif Perspektif Hukum Islam”, jurnal Iqhtishaduna, vol. 2 no. 3 (2020): h. 71.

8Undang-undang Republik nomor 23 tahun 2011, pasal 1 ayat 2 tentang pengelolaan zakat.

Sebaliknya yang tidak punya berhak menerima harta (bantuan) dari yang punya.

Diatas telah dijelaskan mengenahi berbagai definisi zakat menurut bahasa dan istilah dimana zakat sebagai ibadah umat Islam. Oleh karena itu, zakat merupakan konsekuensi akidah yang ditunaikan dengan membayar sejumlah kekayaan yang dimilikinya. Dengan berzakat seseorang telah menunaikan kewajibannya dan juga telah membersihkan hartanya, dan lebih dekat dengan Allah swt. Zakat juga dapat berkembang menjadi konsep kemasyarakatan, dimana seseorang dapat melaksanakan kehidupan bermasyarakat, termasuk didalam masalah ekonomi, dan zakat mampu mengangkat derajat fakir miskin yang tidak mampu memenuhi kebutuhannya.

Kata Produktif secara bahasa, berasal dari bahasa Inggris “productive”

yang berarti banyak menghasilkan, memberikan banyak hasil, banyak menghasilkan barang-barang berharga, yang mempunyai hasil baik.Secara umum produktif berarti “banyak menghasilkan karya atau barang”. Zakat produktif dengan demikian adalah pemberian zakat yang dapat para penerimanya menghasilkan sesuatu secara terus menerus, dengan harta zakat yang telah diterimanya.

Sedangkan secara istilah zakat produktif merupakan zakat yang diberikan kepada mustahik sebagai modal untuk menjalankan suatu kegiatan ekonomi, yaitu untuk menumbuh kembangkan tingkat ekonomi dan potensi produktifitas mustahik. Dan juga merupakan pengelolaan dan penyaluran zakat produktif yang mempunyai efek jangka panjang bagi para penerima zakat.9

Zakat produktif juga merupakan zakat yang diberikan kepada fakir miskin berupa modal usaha atau yang lainnya yang digunakan untuk usaha produktif

9Nasrullah,“Regulasi Zakat dan Penerapan Zakat Produktif Sebagai Penunjang Pemberdayaan Masyarakat”. Jurnal Penelitian Sosiologi Keagamaan. (Inferensi), vol. 9, No. 1, h. 6.

yang mana hal ini akan meningkatkan taraf hidupnya, dengan harapan seorang mustahik akan bisa menjadi muzakki jika dapat menggunakan harta zakat tersebut untuk usahanya. Hal ini pernah dilakukan oleh Nabi Muhammad dimana beliau memberikan harta zakat untuk digunakan sahabatnya sebagai modal usaha.10

Zakat produktif itu sendiri merupakan zakat yang diberikan kepada mustahiq sebagai modal untuk menjalankan suatu kegiatan ekonomi, yaitu muntuk menumbuh kembangkan tingkat ekonomi dan potensi produktivitas mustahiq.

Dari pengertian diatas dapat ditarik kesimpilan bahwa zakat produktif adalah pendayagunaan zakat secara produktif, yang pemahamannya lebih kepada bagaimana cara atau metode dalam menyampaikan zakat kepada sasaran dalam pengertian yang lebih luas, sesuai dengan tujuan dan syara’. Zakat produktif dimaksud agar mustahik dapat berusaha dan bekerja lebih maksimal dalam memenuhi kebuuhan hidupnya serta agar dapat menghilangkan sifat bermalas-malasan dengan hanya mengharapkan bantuan dari orang lain. Dan diharapkan mustahik dapat meningkatkan pendapatannya sehingga mereka tidak lagi jadi mustahik tetapi selanjutnya dapat menjadi muzakki.

B. Dasar Hukum Zakat Produktif

Di dalam al- Qur’an dan Hadits banyak ditemukan yang membahas tentang Zakat. Allah berfirman dalam QS. Al-Baqarah ayat 43:

َينِعِكَّٰرلٱ َعَم ْاوُعَكۡرٱَو َةٰوَكَّزلٱ ْاوُتاَءَو َةٰوَلَّصلٱ ْاوُميِقَأَو

Terjemahnya:

“Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ruku’lah beserta orang-orang

10Nurnasrina, P. Adiyes Putra, kegiatan Usaha Bank syari’ah, (Yogyakarta: Kalimedia 2017), h. 209.

yang ruku”.

Hukum zakat adalah wajib bagi umat muslim yang mampu. Bagi orang yang melaksanakannya aka mendapatkan pahala, sedangkan yang meninggalkan akan mendapat dosa. Pengulangan perintah tentang zakat dalam Al-Qur’an menunjukkan bahwa zakat merupakan salah satu kewajiban agama yang harus diyakini. Hukum zakat itu wajib mutlak dan tak boleh atau sengaja ditunda waktu pengeluarannya, apabila telah mencukupi persyaratan yang berhubungan dengan kewajiban itu. Zakat juga merupakan pilar yang ketiga dari rukun Islam yang lima dan kedudukannya sama dengan rukun islam yang lain.

Dalam hukum Islam, ada dua kategori hukum Islam, yaitu hukum Islam yang bersifat tetap dan yang bersifat elastis. Hukum Islam yang bersifat tetap tersebut, tidak mengalami perubahan sepanjang masa. Kategori yang bersifat tetap adalah biasanya hukum-hukum yang berkaitan dengan ibadah mahdah. Sedangkan hukum yang bersifat elastis biasanya mengalami tranformasi seiring berubahnya zaman, kondisi dan kebiasaan-kebiasaan.11

Hukum zakat juga telah dijelaskan dalam Undang- Undang Nomor 23 Tahun 2011 Pasal 1 dan Pasal 2 tentang zakat, yang berbunyi: zakat adalah harta yang wajib dikeluarkan oleh seorang muslim atau badan usaha untuk diberikan kepada yang berhak menerimanya sesuai dengan syariat Islam, dasar hukumnya diantaranya. Allah berfirman dalam QS. At-Taubah/ 9:103.

ةَقَدَص ۡمِِلَِٰوۡمَأ ۡنِم ۡذُخ

11Abdi Wijaya, “Perubahan Hukum Dalam Pandangan Ibnu Qayyim”, Jurnal al-Daulah, vol. 6 No. 2 (2017). hal. 387.

Terjemahnya:

“Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan mendoalah untuk mereka.

Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. dan Allah Maha mendengar lagi Maha mengetahui”.

Dengan hakikatnya harta itu milik Allah, maka manusia itu hanyalah khalifah Allah, maka manusia wajib melaksanakan perintah-Nya mengenahi harta itu. Dan diantara perintah itu adalah perintah zakat baik zakat fitrah maupun zakat mal. Dan karena harta itu bermacam-macam, dan cara memperolehnya juga bermacam-macam, baik dengan cara yang mudah maupun yang sulit maka jenis harta dan kadar zakatnya berbeda-beda. Dengan dasar diatas, zakat itu adalah ibadah sosial yang wajib dilaksanakan oleh umat Islam dengan syarat-syarat tertentu.

Harta zakat dibagikan bukan karena kemurahan hati, tetapi adalah hak bagi orang-orang yang diatur dalam Qur;an surah At- Taubah ayat: 60. Sedangkan Dasar hukum formalnya sebagai berikut:

1) Dengan telah dicabut Undang-Undang No 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat, maka dasar hukum yang berlaku adalah Undang- Undang No 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat.

2) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 14 tahun 2014 Tentang Pelaksanaan Undang- Undang No 23 Tahun 2011 tentang pengelolaan zakat.

3) Keputusan Direktur Jendral Bimbingan Masyarakat Islam dan Urusan Haji No D-291 Tahun 2000 tantang pedoman teknis Pengelolaan Zakat.

4) Undang RI No 17 Tahun 2000 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang No 7 Tahun 1983 tentang pajak penghasilan. Dalam UU ini diatur bahwa zakat yang dibayarkan oleh wajib pajak baik perseroan maupun pribadi pemeluk agama Islam atau wajib pajak badan dalam negeri yang dimiliki oleh pemeluk Islam kepada Badan Amil Zakat atau Lembaga Amil Zakat yang telah

dikukuhkan dapat dikurangkan dari penghasilan Kena Pajak.

5) Pedoman Pengelolaan Zakat, Direktorat Pengembangan Zakat dan Wakaf, Depag, 2003.12

Lahirnya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang Zakat ini merupakan babak baru dalam perkembangan sistem zakat di Indonesia, khususnya terkait tata cara pengelolaannya. Melihat amanat yang ada dalam pasal 42 undang-undang 23 tahun 2011 tersebut lebih banyak mengarah kepada pengaturan kelembagaan penghimpunan dana zakat dari pada pengaturan objek zakat, sehingga multi tafsir dari redaksi undang-undang tersebut menjadi perdebatan dikalangan pemerhati zakat.13

Dasar hukum zakat telah di jelaskan bahwa wajib hukumnya bagi orang yang telah memenuhi syarat, wajib zakat itu buat semua orang muslim yang mempunyai harta cukup atau lebih. Dan dosa bagi orang yang menunda atau meninggalkan zakat, karena zakat merupakan rukun terpenting dalam rukun Islam setelah sholat. Zakat dan shalat didalam Al- Qur’an dan Hadis dijadikan lambang keseluruhan ajaran Islam. Bagi mereka yang menolak membayar zakat akan diancam dengan hukuman keras sebagai akibat kelalaiannya.

Sebagaimana dijelaskan sebelumnya bahwa yang dimaksud dengan zakat produktif disini adalah pendayagunaan zakat secara produktif. Hukum zakat produktif pada sub ini dipahami hukum mendistribusikan atau memberikan dana zakat kepada mustahik secara produktif. Dana zakat diberikan dan dipinjamkan untuk dijadikan modal usaha bagi orang fakir, miskin, dan orang-orang yang lemah.

12Saifudin Zuhri, Zakat di Era Reformasi, (Cet. 1. Semarang: Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo, 2012), h. 39.

13Andi Safriani, “Tanggung Jawab Negara Terhadap Pengelolaan Zakat Menurut UU No 23 Tahun 2011 Tentang Zakat”, Jurnal Jurisprudenti, Vol. 3. No. 2. (2016). h. 9.

Al-Qur’an, al-Hadis, dan Ijma‟ tidak menyebutkan secara tegas tentang cara memberikan zakat apakah dengan cara konsumtif atau produktif. Dapat dikatan tidak ada dalil naqli dan sharih yang mengantur tentang bagaimana pemberian zakat itu kepada para mustahik. Ayat 60 surah at- Taubah, oleh sebagian besar ulama‟ dijadikan dasar hukum dalam pendistribusian zakat.

Namun ayat ini hanya menyebutkan pos-pos dimana zakat harus dialokasikan.

Tidak menyebutkan cara pemberian zakat kepada pos-pos tersebut.

Mengenahi dasar hukum zakat produktif yang tidak dijelaskan dalil naglinya, maka hukum Islam menunjukan bahwa dalam menghadapi masalah- masalah yang tidak jelas rinciannya dalam Al-Qur’an atau petunjuk yang ditinggalkan Nabi Muhammad saw. penyelesaiannya dengan metode Ijtihad atau pemakaian akal dengan tetap berpedoman pada Al- Qur’an dan Hadis untuk mengatasi permasalahan sosial sesuai perkembangan zaman.

C. Bentuk-Bentuk Zakat Produktif

Dalam penyaluran zakat produktif ada dua bentuk zakat produktif diantaranya yaitu:

1. Zakat Produktif Tradisioanal yaitu zakat yang diberikan dalam bentuk barang-barang produktif. Misalnya kambing, sapi, mesin jahit, alat-alat pertukaran dan sebagainya. Pemberian zakat dalam bentuk ini akan dapt mendorong orang menciptakan suatu usaha atau memberikan lapangan kerja bagi fakir miskin.

2. Zakat Produktif Kreatif yaitu semua penyaluran dan pendayagunaan zakat yang diwujudkan dalam bentuk modal yang dapat dipergunakan, baik untuk membangun suatu proyek sosial maupun membantu atau

menambah modal seseorang pedagang atau pengusaha kecil.14

Dari pembagian bentuk-bentuk zakat produktif diatas dapat diharapkan arah dan kebijakan penyaluran dan pengelolaan zakat produktif dapat berhasil sesuai dengan sasaran yang dituju. Adapun maksud arah dan kebijakan penyaluran dan pengelolaan zakat adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan usaha pemerintah dalam rangka memanfaatkan hasil-hasil pengumpulan zakat kepada sasaran dalam pengertian yang lebih luas dan tepat.

Beberapa ulama modern dan ilmuwan telah mencoba menginterpretasikan zakat dalam perspektif yang lebih luas mencangkup edukasi, produktif, dan ekonomis. Dalam kehidupan sosial sekarang, pengelolaan dan penyaluran zakat produktif untuk mustahik harus mencangkup berbagai aspek-aspek diantaranya yaitu:

a. Pembangunan sarana dan prasarana pertanian sebagai tumpuan pemberdayaan dan kesejahteraan ekonomi mustahik.

b. Pembangunan sektor industri yang secara langsung berorientasi pada pemberdayaan dan peningkatan ekonomi mustahik.

c. Penyelanggara sentra-sentra pendidikan keterampilan dan kejuruan untuk mengatasi penganguran.

d. Pemberian modal usaha kepada mustahik sebagai langkah awal mendirikan usaha.

e. Pengadaan sarana dan prasarana kesehatan bagi setiap warga atau rakyat yang membutuhkan.

14Asnaini, Zakat Produktif dalam Perspektif Hukum Islam, (Cet. 1. Yogyakarta:

Pustaka Pelajar, 2008), h. 78-80.

f. Jaminan hidup orang-orang invalid, jompo, yatim piatu, dan orang yang tidak mempunyai pejkerjaan.

g. Pengadaan sarana dan prasarana yang erat hubungannya dengan usaha peningkatan ekonomi mustahik.15

D. Tujuan, dan Hikmah Zakat Produktif 1. Tujuan Zakat Produktif

Tujuan utama zakat produktif yaitu berupaya untuk menanggulangi kemiskinan, menginginkan agar orang-orang miskin menjadi berkecukupan selama-lamanya, mencari pangkal penyebabnya, serta mengusahakan agar orang-orang miskin tersebut mampu memperbaiki kehidupan mereka.16

Zakat produktif merupakan salah satu perangkat sosial-ekonomi Islam yang tidak saja bernilai ibadah juga bersifat sosial. Sebagaimana syari’at Islam yang lainnya, zakat juga memeliki tujuan yang muliah antara lain yaitu memujudkan keadilan dan pemerataan ekonomi dan juga mengikis kemiskinan dan kecemburuan sosial.17

Sedangkan Menurut Mardani tujuan zakat produktif ialah sebagai berikut:

1) Meningkatkan derajat fakir miskin dan membantu keluar dari kesulitan hidup serta penderitaan.

2) Membantu pemecahan permasalahan yang dihadapi oleh para gharamin, ibnu sabil, dan mustahik lainnya.

3) Membina tali persaudaraan sesama umat Islam dan manusia pada umumnya.

4) Menghilangkan sifat kikir dan membersihkan diri dari sifat dengki dan iri

15M. Arif Mufriani, Akuntansi dan Manajemen zakat, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2006), h. 106-109.

16Yusuf Qardhawi, Hukum Zakat, h. 89-90.

17El-Madani, Fiqh Zakat Lengkap, (Yogyakarta: Diva Press, 2013), h. 13.

dalam hati orang miskin.

5) Sarana pemerataan pendapatan (rezeki) untuk mencapai keadilan sosial.18

Tujuan zakat produktif dilihat dari pendapat-pendapat tersebut adalah mensucikan diri, dari kotorran dan dosa, memurnikan jiwa, menolong, membantu, dan membangun kaum dhuafa yang lemah dan menjadi unsur penting dalam mewujudkan keseimbangan dalam distribusi harta dan keseimbangan tanggung jawab individu dalam masyarakat.

Selain itu tujuan zakat produktif yaitu Tujuan zakat di antaranya yaitu:

1. Mengangkat derajat fakir dan miskin serta membantunya keluar dari kesulitan hidup dan penderitaan.

2. Membantu memecahkan masalah-masalah yang dihadapi oleh para mustahiq.

3. Menjembatani jurang pemisah antara kaya si yang miskin di dalam suatu masyarakat.

4. Mengembangkan rasa tanggung jawab sosial pada diri seseorang, terutama kepada mereka yang punya harta.

5. Mendidik masyarakat supaya berdisiplin menunaikan kewajiban serta menyerahkan hak orang lain yang ada padanya.19

2. Hikmah Zakat Produktif

Hikmah yang dapat dipetik dari praktik zakat produktif adalah

18Mardani, Fiqh Ekonomi Syariah, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2012), h.

349-350.

19Nur Taufiq Sanusi, “Pendayagunaan Zakat Produktif Dalam Perspektif Hukum Islam”, Jurnal Iqtishaduna, Vol. 2 no. 2 (2020), h. 74.

pemberdayaan sumber manusia (SDM) dan terjadinya komunikasi yang dapat menghilangkan menara si miskin dengan si kaya. Adapun hikma zakat produktif diantaranya sebagai berikut:

a. Sebagai bentuk perwujudan keimanan kepada Allah swt, selain itu juga merupakan perwujudan dan rasa syukur kita kepada Allah swt, memupuk akhlak mulia dengan menumbuhkan rasa kemanusian yang tinggi, menghilang sifat rakus, kikir dan matrealis, membersihkan dan mengembangkan harta yang dimiliki, serta memupuk ketenangan hidup.

b. Sebagai bentuk etika bisnis yang benar, bahwa didalam harta yang kita peroleh dari kegiatan usaha maupun bisnis didalamnya terkandung hak milik orang lain pula.

c. Sebagai salah satu sumber dana bagi pembangunan sarana dan prasarana yang dibutuhkan umat Islam seperti sumber dana untuk pembangunan masjid madrasah dan lain-lain.

d. Melindungi masyarakat dari kemiskinan akibat kemelaratan.

e. Sebagai instrumen pemerataan pendapatan dalam membangun kesejahteran mustahik.20

E. Pemberdayaan Ekonomi

1. Pengertian Pemberdayaan Ekonomi

Pemberdayaan menurut bahasa berasal dari kata daya yang berarti tenaga atau kekuatan. Pemberdayaan adalah upaya yang membangun daya masyarakat dengan mendorong, memotivasi dan membangkitkan kesadaran akan potensi yang dimiliki serta berupaya untuk mengembangkannya. Menurut Sumodiningrat dalam bukunya Prof. Ahmad Rofiq, pemberdayaan dimaksudkan sebagai upaya

20Didin Hafidhuddin, Zakat Dalam Perekonomian Modern, (Jakarta: Gema Insani Press, 2002), h. 133.

meningkatkan kemampuan rakyak mampu mewujudkan kemampuan dan kemandirian. 21

Konsep pemberdayaan berkaitan dengan beberapa hal. Pertama, kesadaran tentang ketergantungan dari yang lemah dan tertindas kepada yang kuat dan yang menindas dalam masyarakat. Kedua, kesan dari analisis tentang lemahnya posisi tawar menawar masyarakat terhadap negara dan tekno struktur (dunia bisnis). Dan ketiga, paham tentang strategi untuk “lebih baik memberikan kail dari pada ikan” dalam membantu yang lemah, dengan perkataan lain mementingkan pembinaan keswadayaan dan kemandirian. Kesemuanya itu dilakukan dengan menfokuskan upaya-upaya pengembangan dan pembangunan kepada peningkatan mutu sumber daya manusia.

Pemberdayaan pada dasarnya menyangkut lapisan bawah atau lapisan masyarakat yang miskin yang dinilai tertindas oleh sistem dan dalam struktur sosial. Upaya pemberdayaan ini menyangkut beberapa segi:

1. Penyadaran tentang dan peningkatan kemampuan untuk mengidentifikasikan persoalan yang menimbulkan kesulitan hidup dan penderotaan yang dialami oleh golongan itu.

2. Penyadaran tentang kelemahan maupun potensi yang dimiliki, sehingga menimbulkan dan meningkatkan kepercayaan kepada diri sendiri untuk keluar dari persoalan dan guna memecahkan permasalahan serta

mengembangkan diri.

3. Meningkatkan kemampuan menejemen sumber daya yang telah

21Ahmad Rofiq, Kompilasi Zakat, (Semarang: Balai Penelitian dan Pengambangan Agama Semarang, 2010), h. 23.

ditemukenali.

Pemberdayaan diarahkan guna meningkatkan ekonomi secara produktif sehingga mampu menghasilkan nilai tambah yang tinggi dan pendapatan yang lebih besar. Upaya peningkatan kemampuan untuk menghasilkan nilai tambah paling tidak harus ada perbaikan akses terhadap empat hal, yaitu akses terhadap sumber daya, akses terhadap teknologi, akses terhadap akses terhadap sumber daya, akses terhadap teknologi, akses terhadap pasar, dan akses terhadap permintaan. Ekonomi adalah segala kegiatan ekonomi dan upaya masyarakat untuk memenuhi kebutuhan hidupnya (basic need) yaitu sandang, pangan, papan, kesehatan, dan pendidikan.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pemberdayaan ekonomi merupakan satu upaya untuk meningkatkan kemampuan atau potensi masyarakat dalam kegiatan ekonomi guna memenuhi kebutuhan hidup serta meningkatkan kesejahteraan mereka dan dapat berpotensi dalam proses pembangunan nasional.

2. Dasar Hukum Pemberdayaan Ekonomi

Terkait dengan pemberdayaan, dasar hukum pemberdayaan ekenomi terkandung dalam Al-Qur’an dan Hadis.

a. Al-Qur’an

Allah swt berfirman dalam QS. At-Taubah/ 9:105:

ِمِلَٰع َٰلَِإ َنوُّدَُتَُسَو ِۖ

َنوُنِم ۡؤُمۡلٱَو ۥُهُلوُسَرَو ۡمُكَلَمَع َُّللَّٱ ىََيََسَف ْاوُلَمۡعٱ ِلُقَو

ِةَدَٰهَّشلٱَو ِبۡيَغ لٱ ۡ

َنوُلَمۡعَ ت ۡمُتنُك اَِبِ مُكُئِ بَ نُ يَ ف

Terjemahnya:

“Dan katakanlah, bekerjalah kamu, maka Allah akan melihat pekerjaanmu, begitu juga Rasul-Nya dan orang-orang mukmin, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) yang mengetahui yang gaib dan nyata, lalu diberitaka-Nya kepada kamu apa yang telah kamu kerjaan”

Dari ayat diatas dapat dilihat bahwa ayat tersebut merupakan ancaman dari Allah swt terhadap orang-orang yang menyalahi perintah-Nya. Amal mereka akan ditampilkan Allah swt. kepada Rasulullah dan kaum Mu’minin.

Dasar hukum ini jika dikaitkan dengan pemberdayaan ekonomi adalah Allah memberikan manusia anugerah berupa sumber penghidupan dan al’hikmah yaiyu kepahaman dan kecerdasan sehingga manusia tetap bertawakal dan bersyukur kepada Allah swt.22

b. Hadis

Adapun hadis yang berkaitan dengan pemberdayaan ekonomi yaitu sebagaimana yang diriwayatkan oleh imam Muslim sebagai berikut:

Artinya:

“Dari ‘Aisyah ra. bahwa Rasullah saw, bersabda: “Ya Allah barangsiapa menguasai salah satu urusan umatku lalu menyusahkan mereka maka

“Dari ‘Aisyah ra. bahwa Rasullah saw, bersabda: “Ya Allah barangsiapa menguasai salah satu urusan umatku lalu menyusahkan mereka maka

Dokumen terkait