• Tidak ada hasil yang ditemukan

Langkah 2. Mengorganisasikan Peserta Didik dalam Kelompok Belajar Pembentukan kelompok ini disesuaikan dengan kriteria pembentukan

5. Keingintahuan (Curiosity) a. Pengertian Keingintahuan

Keingintahuan tidak terlepas dari kata ingin yang merupakan suatu dorongan untuk memiliki sesuatu. Keingintahuan dapat diartikan sebagai suatu dorongan untuk mengetahui sejumlah pengetahuan. Keingintahuan (curiosity) peserta didik merupakan salah satu faktor internal yang bersifat kondisional dalam pengembangan potensi diri peserta didik. Menurut Litman (2005: 793), curiosity is the intrinsic desire for new information that will stimulate interest or relieve uncertainty. Keingintahuan merupakan keinginan intrinsik untuk mengetahui suatu informasi baru sehingga mengurangi ketidaktahuan yang dimiliki oleh peserta didik.

Keingintahuan ini merupakan salah satu faktor penting dalam belajar.

Menurut Oemar Hamalik (2002: 159-160), keadaan selalu ingin tahu merupakan salah satu komponen dalam motivasi. Tanpa rasa ingin tahu, peserta didik akan kehilangan motivasi untuk belajar dan akhirnya tidak akan pernah belajar.

Senada dengan pendapat tersebut, Adams, Carlson, dan Hamm (1990) dalam Draper (2004: 47-48) menyatakan bahwa learning starts with curiosity, moves toward students‟ interpretation of the subject‟s meaning in their lives, and is then connected to other areas of knowledge. Suatu proses belajar berawal dari keingintahuan. Melalui keingintahuan yang dimiliki, peserta didik akan memperoleh sejumlah informasi. Selanjutnya, peserta didik akan menginterpretasikan sejumlah informasi yang telah diterimanya.

commit to user

Hasil interpretasi itulah yang akan menjadi pengetahuan baru bagi seorang peserta didik.

Berkaitan dengan definisi keingintahuan, Loewenstein (1994: 76-77) menyatakan bahwa:

There were three assumption about curiosity. First, curiosity was seen as an intrinsically motivated desire for information. Second, curiosity was viewed as a passion with the motivational intensity implied by the term. Third, curiosity was seen as appetitive.

Pendapat tersebut menyatakan bahwa terdapat tiga asumsi berkenaan dengan keingintahuan. Pertama, keingintahuan sebagai suatu motivasi intrinsik dalam menginginkan sejumlah informasi. Kedua, keingintahuan dipandang sebagai suatu hasrat dengan intensitas motivasi yang besar terhadap sejumlah informasi. Ketiga, keingintahuan sebagai suatu tingkat keinginan yang besar/mendalam.

Mencermati beberapa pendapat di atas, keingintahuan merupakan suatu dorongan yang berasal dari dalam diri peserta didik untuk mengetahui suatu informasi/pengetahuan baru sehingga mengurangi ketidaktahuan yang dimiliki oleh peserta didik.

Melalui keingintahuan, peserta didik akan mempunyai keinginan untuk belajar. Latumahina (2008) mengemukakan beberapa alasan pentingnya keingintahuan dalam belajar. Alasan-alasan tersebut adalah sebagai berikut.

1. It makes your mind active instead of passive.

Curious people always ask questions and search for answers in their minds. Their minds are always active. Since the mind is like a muscle which becomes stronger through continual exercise, the mental exercise caused by curiosity makes your mind stronger.

commit to user

2. It makes your mind observant of new ideas.

When you are curious about something, your mind expects and anticipates new ideas related to it. When the ideas come they will soon be recognized. Without curiosity, the ideas may pass right in front of you and yet you miss them because your mind is not prepared to recognize them. Just think, how many great ideas may have lost due to lack of curiosity?

3. It opens up new worlds and possibilities.

By being curious you will be able to see new worlds and possibilities which are normally not visible. They are hidden behind the surface of normal life, and it takes a curious mind to look beneath the surface and discover these new worlds and possibilities.

4. It brings excitement into your life.

The life of curious people is far from boring. It‟s neither dull nor routine. There are always new things that attract their attention, there are always new „toys‟ to play with. Instead of being bored, curious people have an adventurous life.

Keingintahuan pada diri peserta didik akan menciptakan suatu proses pemikiran yang lebih aktif. Keingintahuan akan memotivasi peserta didik untuk senantiasa mencari jawaban atas semua ketidaktahuan yang ada di dalam diri peserta didik. Melalui proses pemikiran yang aktif tersebut, peserta didik akan mampu memunculkan ide-ide baru. Dengan demikan, melalui keingintahuan akan terbuka kesempatan yang lebih besar untuk mengetahui lebih banyak tentang sejumlah informasi baru dan memberikan kepuasan tersendiri atas terjawabnya semua ketidaktahuan yang dimiliki oleh peserta didik.

Menurut Loewenstein (1994: 90), There is a positive relationship between feelings of knowing and curiosity, consistent with the view that curiosity increases with preceived knowledge. Pendapat tersebut mengemukakan bahwa terdapat korelasi positif antara keingintahuan dan

commit to user

semakin banyak informasi yang diperoleh. Peserta didik yang memiliki keingintahuan tinggi akan sangat sensitif terhadap setiap rangsangan baru yang terimanya selama proses pembelajaran. Hal ini dapat dilihat dari antusiasme peserta didik dalam mengikuti pembelajaran dan frekuensinya mengajukan pertanyaan. Setiap pertanyaan yang diajukan merupakan hasil eksplorasinya terhadap lingkungan sekitar dan rangsangan baru yang diterimanya.

Selama proses pembelajaran, setiap peserta didik yang memiliki keingintahuan tinggi akan bersikap positif terhadap semua informasi yang disampaikan oleh guru, karena peserta didik akan menganggap bahwa melalui proses belajar tersebut akan diperoleh hal-hal baru yang harus diketahuinya untuk menjawab ketidaktahuanya. Selama mengikuti pembelajaran di dalam kelas, peserta didik yang memiliki keingintahuan tinggi cenderung selalu memperhatikan penjelasan guru dengan sungguh-sungguh dan sering mengajukan pertanyaan berkenaan dengan penjelasan-penjelasan yang belum dipahami.

b. Cara Mengukur Keingintahuan Peserta Didik

Oleh karena penelitian ini melibatkan banyak subyek, keingintahuan peserta didik diukur dengan menggunakan instrumen angket. Angket ini memuat item-item pernyataan yang berkaitan dengan keingintahuan peserta didik. Item-item pernyataan tersebut disusun berdasarkan indikator keingintahuan yang dikembangkan dengan memperhatikan deskriptor keingintahuan peserta didik dalam proses pembelajaran.

commit to user

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Maw and Maw (1961) dalam Draper (2004: 48), perilaku-perilaku peserta didik yang memiliki keingintahuan tinggi dideskripsikan sebagai berikut.

1. React positively to new, strange, incongruous or mysterious elements, in the environment by moving toward them, exploring them, or manipulating them.

2. Exhibit a need or a desire to know about themselves and their environment.

3. Scans their surroundings seeking new experiences.

4. Persists in examining and exploring stimuli in order to know more about them.

Berdasarkan hasil penelitian di atas, peserta didik yang memiliki keingintahuan tinggi selalu bereaksi positif terhadap hal-hal baru yang ada di lingkungan sekitar, mencoba untuk mengeksplorasi dan memanipulasi hal-hal baru tersebut, menunjukkan kebutuhan atau keinginan untuk mengetahui tentang suatu hal atau lingkungan baru, mengamati lingkungan sekita untuk mencari pengalaman baru, dan memeriksa serta mengeksplorasi rangsangan yang ada dalam suatu lingkungan untuk mengetahui lebih banyak tentang hal-hal baru tersebut.

Mencermati hasil penelitian tersebut, deskriptor angket keingintahuan peserta didik dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

1) Bereaksi positif terhadap hal-hal baru.

2) Selalu memperlihatkan kebutuhan atau keinginan untuk tahu.

3) Aktif mencari pengalaman-pengalaman baru.

4) Gemar mengeksplorasi rangsangan yang diterimanya.

Masing-masing deskriptor tersebut dijabarkan ke dalam beberapa indikator,

commit to user 6. Gaya Kognitif (Cognitive Style)

a. Pengertian Gaya Kognitif

Selain memiliki perbedaaan dalam tingkat keingintahuan terhadap suatu konsep, setiap peserta didik juga memiliki perbedaan dalam cara memperoleh, menyimpan, dan menerapkan sejumlah pengetahuan yang dimilikinya. Setiap peserta didik memiliki cara yang berbeda-beda dalam memproses pemahamannya berkenaan dengan apa yang dilihat, diingat, dan dipikirkannya. Menurut Slameto (2003: 160), perbedaan antar individu yang menetap dalam cara menyusun dan mengolah informasi serta pengalaman-pengalaman ini dikenal sebagai gaya kognitif. Pendapat senada juga diungkapkan oleh Hamzah B. Uno (2006: 185) yang menyatakan bahwa gaya kognitif merupakan cara peserta didik yang khas dalam belajar, baik yang berkaitan dengan cara penerimaan dan pengolahan informasi, sikap terhadap informasi maupun kebiasaan yang berhubungan dengan lingkungan belajar.

Perbedaan karakteristik gaya kognitif peserta didik merupakan suatu perbedaan karakteristik dari dalam diri peserta didik dalam memproses sejumlah informasi yang diterimanya. Terkait dengan hal tersebut, Zhang dan Sternberg (2006) dalam Seifert dan Sutton (2009: 65) berpendapat bahwa:

There is evidence that individuals, including students, do differ in how they habitually think. These differences are more specific than learning styles or preferences, and psychologists sometimes call them cognitive styles, meaning typical ways of perceiving and remembering information, and typical ways of solving problems and making decisions.

commit to user

Menurut pendapat tersebut, setiap peserta didik mempunyai perbedaan dalam cara kebiasaan berpikir. Perbedaan ini disebut gaya kognitif, yang lebih spesifik dibandingkan gaya belajar. Gaya kognitif berkaitan dengan cara peserta didik dalam menerima dan mengingat informasi, memecahkan masalah serta membuat suatu keputusan.

Gaya kognitif dapat dipandang sebagai suatu variabel dalam pembel-ajaran. Dalam hal ini, gaya kognitif merupakan variabel karakteristik peserta didik dan bersifat internal. Artinya, gaya kognitif merupakan kapabilitas seseorang yang berkembang seiring dengan perkembangan kecerdasaanya.

Menurut Hamzah B. Uno (2006: 191), gaya kognitif bersifat given dan dapat berpengaruh pada prestasi belajar. Dalam hal ini, peserta didik yang memiliki gaya kognitif tertentu memerlukan strategi pembelajaran tertentu pula untuk memperoleh prestasi belajar yang baik.

Mencermati beberapa pendapat di atas, gaya kognitif merupakan suatu cara yang dilakukan oleh peserta didik untuk memersepsikan dan mengorganisasikan informasi dari sekitarnya (berkaitan dengan cara merasakan, mengingat, memikirkan, memecahkan masalah, dan membuat kesimpulan).

b. Penggolongan Gaya Kognitif

Banyak peneliti yang telah menggolongkan gaya kognitif ke dalam beberapa kategori. Di antara penggolongan tersebut, terdapat beberapa perbedaan dan persamaan, walaupun menggunakan istilah-istilah yang

commit to user

gaya kognitif, berikut adalah penggolongan gaya kognitif yang berkaitan dengan proses pembelajaran:

1) Field dependent – field independent

Peserta didik yang memiliki gaya kognitif field dependent sangat dipengaruhi oleh lingkungan dan bergantung pada riwayat pendidikan di masa lalu. Sebaliknya, peserta didik yang memiliki gaya kognitif field independent kurang dipengaruhi oleh lingkungan dan riwayat pendidikan di masa lalu.

2) Impulsif – reflektif

Peserta didik yang memiliki gaya kognitif impulsif cenderung mengambil keputusan dengan cepat tanpa memikirkannya secara mendalam. Sebaliknya, peserta didik yang memiliki gaya kognitif reflektif cenderung mempertimbangkan segala alternatif sebelum mengambil keputusan dalam situasi yang tidak mempunyai penyelesaian yang mudah.

3) Preseptif/reseptif – sistematis/intuitif

Dalam mengumpulkan informasi, peserta didik yang memiliki gaya kognitif preseptif/reseptif cenderung mencoba mengadakan organisasi dalam sejumlah informasi yang diterimanya, menyaring informasi, dan memperhatikan hubungan-hubungan diantaranya. Sebaliknya, peserta didik yang memiliki gaya kognitif sistematis/intuitif cenderung lebih memperhatikan detail atau perincian informasi dan tidak berusaha untuk membulatkan atau mempertalikan informasi yang satu dengan yang lain.

commit to user

Berdasarkan tiga macam penggolongan gaya kognitif tersebut, penggolongan yang digunakan dalam penelitian ini adalah gaya kognitif filed dependent – field independent. Oleh karena itu, selanjutnya akan diuraikan lebih mendalam mengenai karakteristik gaya kognitif filed dependent dan field independent.

Gaya kognitif field dependent dan field independent masing-masing memiliki ciri-ciri khusus yang membedakannya satu sama lain. Menurut Slameto (2003: 161), perbedaan keduanya dapat dilihat berdasarkan ciri-ciri sebagai berikut.

1) Peserta didik yang memiliki gaya kognitif field dependent dapat menerima informasi lebih secara global dan mengalami kesulitan dalam memisahkan diri dari keadaan sekitar. Peserta didik cederung mengenal dirinya sebagai bagian dari kelompok. Dalam orientasi sosial, peserta didik cenderung lebih perseptif dan peka.

2) Peserta didik yang memiliki gaya kognitif field independent cenderung menyatakan suatu gambaran lepas dari latar belakang gambaran tersebut, serta mampu membedakan objek-objek dari konteks sekitarnya dengan lebih mudah. Peserta didik memandang keadaan sekelilingnya lebih secara analitis. Umumnya mereka mampu dengan mudah menghadapi tugas-tugas yang memerlukan pembedaan-pembedaan dan analisis.

Gaya kognitif field dependent dan field independent memiliki perbedaan karakteristik yang sangat kontras. Terkait dengan perbedaan

commit to user

perbedaan karakteristik gaya kognitif field dependent dan field independent adalah sebagai berikut.

Someone who is field dependent (perceives globally or

“wholistically”) in one situation, tends to a modest extent to perceive things globally or wholistically in other situations. Field dependent and independent can be important in understanding students because the styles affect students‟ behaviors and preferences in school and classrooms. Field dependent persons tend to work better in groups, it seems, and to prefer “open-ended” fields of study like literature and history. Field independent persons, on the other hand, tend to work better alone and to prefer highly analytic studies like math and science. The differences are only a tendency, however, and there are a lot of students who contradict the trends. As with the broader notion of learning styles, the cognitive styles of field dependent and independent are useful for tailoring instruction to particular students, but their guidance is only approximate. They neither can nor should be used to “lock” students to particular modes of learning or to replace students‟ own expressed preferences and choices about curriculum.

Peserta didik yang memiliki gaya kognitif field dependent cenderung menerima suatu pola informasi secara menyeluruh, tidak memisahkan satu bagian dengan bagian lainnya. Peserta didik ini memiliki kesulitan untuk fokus pada satu aspek situasi, mengambil hal-hal rinci yang penting, menganalisis suatu pola ke dalam bagian-bagian yang berbeda. Peserta didik memiliki kecenderungan bekerja dengan baik dalam kelompok, dan memiliki daya ingat yang baik untuk informasi sosial. Ilmu-ilmu sosial merupakan bidang yang cocok untuk peserta didik yang memiliki gaya kognitif field dependent ini.

Peserta didik yang memiliki gaya kognitif field independent lebih suka untuk mengamati pemrosesan informasinya sendiri. Peserta didik dapat menerima secara terpisah-pisah bagian-bagian dari suatu pola dan dapat

menganalisa suatu pola berdasarkan bagian-bagiannya. Peserta didik tidak terbiasa dengan hubungan sosial sebagaimana peserta didik yang memiliki gaya kognitif field dependent. Kelompok field independent ini dapat bekerja dengan baik dalam lingkup matematika dan ilmu pengetahuan alam yang membutuhkan kemampuan analisis.

Dalam mengikuti kegiatan pembelajaran, masing-masing peserta didik yang memiliki gaya kognitif field dependent atau field independent memiliki perbedaan karakteristik yang relatif kontras. Witkin (dalam Desmita, 2009:

149) mempresentasikan beberapa karakter pembelajaran peserta didik yang memiliki gaya kognitif field dependent maupun field independent.

Karakter pembelajaran pada diri peserta didik yang memiliki gaya kognitif field dependent adalah sebagai berikut.

1) Lebih mudah untuk memahami materi pembelajaran dengan mengandung muatan sosial.

2) Memiliki ingatan lebih baik untuk masalah sosial.

3) Memiliki struktur, tujuan, dan penguatan yang didefinisikan secara jelas.

4) Lebih terpengaruh kritik.

5) Memiliki kesulitan besar untuk mempelajari materi terstruktur.

6) Mungkin perlu diajarkan bagaimana menggunakan mnemonic.

7) Cenderung menerima organisasi yang diberikan dan tidak mampu untuk mengorganisasi kembali.

8) Mungkin memerlukan instruksi yang lebih jelas mengenai bagaimana memecahkan masalah.

commit to user

Karakter pembelajaran pada diri peserta didik yang memiliki gaya kognitif field independent adalah sebagai berikut.

1) Mungkin perlu bantuan memfokuskan perhatian pada materi dengan muatan sosial.

2) Mungkin perlu diajarkan bagaimana konteks untuk memahami informasi sosial.

3) Cenderung memiliki tujuan diri yang terdefinisikan dan penguatan.

4) Tidak terpengaruh kritik.

5) Dapat mengembangkan strukturnya sendiri pada situasi tak terstruktur.

6) Biasanya lebih mampu memecahkan masalah tanpa instruksi dan bimbingan eksplisit.

Mencermati karakteristik kedua gaya koginitif tersebut, peserta didik yang gemar menggeluti kelompok ilmu alam dan matematika cenderung memiliki gaya kognitif field independent. Sebaliknya, peserta didik yang lebih tertarik dengan kelompok ilmu-ilmu sosial cenderung memiliki gaya kognitif field dependent.

c. Cara Mengukur Gaya Kognitif Field Dependent dan Field Independent Peneliti-peneliti sebelumnya telah mampu mengembangkan beberapa instrumen untuk mengukur gaya kognitif seorang individu, termasuk untuk gaya kognitif field dependent dan field independent. Witkin (1950) dalam Srivastava (1997: 13) mengungkapkan bahwa terdapat beberapa instrumen yang telah dikembangkan untuk mengukur gaya kognitif field dependent

commit to user

dan field indepedent seorang individu. Beberapa instrumen tersebut adalah sebagai berikut.