• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV TEMUAN DATA DAN INTERPRETASI DATA

4.6 Kekerasan Terhadap Anak Jalanan

Secara umum anak yang menjadi korban dari tindak kekerasan tidak dibatasi oleh perbedaan jenis kelamin. Laki-laki atau perempuan merupakan sasaran dari perlakuan semena-mena yang berkembang di masyarakat. Tindak kekerasan terhadap anak-anak potensial terjadi di semua kalangan masyarakat, namun jauh lebih rentan

terjadi di golongan masyarakat yang lebih rendah seperti yang terjadi pada anak jalanan.

Kehidupan jalanan yang keras membuat setiap anak yang tinggal atau yang bekerja di jalanan sangat rentan untuk menjadi korban kekerasan. Jika kekerasan bisa terjadi dalam keluarga yang sudah seharusnya melindungi anak, apalagi dengan kehidupan jalanan yang keras. Kekerasan yang terjadi terhadap anak bisa disebabkan oleh orang tua/ keluarga, faktor lingkungan sosial/ komunitas dan faktor dari anak itu sendiri. Kekerasan yang terjadi pada anak jalanan bisa berupa kekerasan fisik, kekerasan sosial, kekerasan psikis dan kekerasan seksual.

4.6.1 Kekerasan fisik

Kekerasan fisik merupakan tindakan kasar yang sering terjadi pada anak jalanan. Setiap anak jalanan rentan mengalami kekerasan ini. Pada anak-anak jalanan yang masih kecil hal ini biasa terjadi. Rata-rata semua anak-anak jalanan pernah mengalami kekerasan ini, pada anak jalanan yang telah mengalami kekerasan fisik ini biasanya sangat rentan menjadi pelaku kekerasan pada anak-anak jalanan yang lain dibawah umur mereka. kekerasan fisik pada anak biasanya akan menimbulkan luka-luka fisik pada tubuh mereka seperti bekas cubitan pada tubuh mereka atau pun pukulan dengan benda-benda tajam.

Dari hasil penelitian di lapangan, anak-anak jalanan di pasar aksara mengakui sering mendapat tindakan kekerasan fisik. Mereka kadang-kadang

mendapatkan kekerasan dari preman dan orang-orang yang tidak dikenal seperti dikatakan salah satu informan berikut ini:

“kemarin itu kan kak, pernah aku ngamen di arah serdang sana tiba-tiba ada aja yang malakin aku, sok-sokan minta-minta duitku, padahal awak dah capek-capek sampe kringatan ngamen. Dirampasnya duitku, akupun gak terimalah kulawan jugalah orang itu ada tiga orang, habis jugalah aku dipukuli, ini masih berbekas kak. (Reza, 18).

Pengalaman yang sama juga dirasakan oleh salah satu informan berikut ini ketika tidak mau memberikan uang miliknya dengan teman-temannya, mereka sering dipukuli oleh anak-anak punk, apalagi ketika mereka mengamen sendiri-sendiri. Berikut ini adalah pernyataannya:

sebulan ini udah ada tiga kali kak uangku dikompasi sama anak-anak punk, teman-temanku juga. Kadang aku mau bela kak kalo kulihat temanku dipukuli, gak tega juga teman awak dibentak, ditampar kak”

(Rahmat Hidayat, 13).

4.6.2 Kekerasan seksual

Kekerasan anak secara seksual dapat berupa perlakuan pra kontak seksual, antara anak dengan orang yang lebih besar, melalui kata-kata, sentuhan, gambar visual, exhibitions maupun perlakuan kontak seksual secara langsung antara anak dan orang dewasa seperti incest, perkosaan, eksploitasi seksual. (Huraerah, 2007: 48). Jika memperhatikan dari segi jenis kelamin, anak perempuan dalam banyak hal lebih

rentan, lemah, dan potensial mengalami tindak kekerasan daripada laki-laki khususnya tindak pelecehan seksual. Anak jalanan laki-laki dan perempuan biasanya tinggal bersama dan bahkan tidur bersama, sehingga peluang untuk terjadinya kekerasan dari pihak laki-laki sangat besar.

Dari hasil pengamatan dan penelitian di lapangan terhadap anak jalanan di jalan aksara. Anak perempuan sering mengalami perlakuan kasar secara seksual dari teman-teman mereka yang laki-laki, terlihat ketika anak-anak ini sedang bermain bersama. Anak-anak jalanan laki-laki sering mengucapkan kata-kata kotor yang berbau seksual seperti kata “mompa”, “pompom” yang sudah lazim diucapkan mereka. Tidak hanya sebatas perkataan saja, bahkan perempuan tersebut sering mendapat perlakuan tidak sopan dari laki-laki seperti mencium wajah perempuan dengan sengaja dan memeluk perempuan dengan tiba-tiba. Seperti pengakuan seorang informan berikut ini:

“itulah kak, yang gak enaknya tinggal di jalan ini. Udah kakak lihat tadi, kek ginilah kak, diganggu-gangguin sama laki-laki ini, udah pun dibilang jangan tapi gitu-gitu nanti orang ini terus sering kali gak sopan, tapi kekmanalah teman awak juga” (Reni, 16).

Bagi anak jalanan, kekerasan seksual yang mereka alami sering sekali tidak dianggap sebagai suatu masalah. Mereka menganggap bahwa hal tersebut sebagai konsekuensi yang harus mereka hadapi ketika mereka memilih hidup di jalanan. Anak-anak perempuan di jalan aksara ini ada juga yang sampai hamil, ada yang

punya suami ada juga yang tidak, sementara masih dalam usia yang sangat dini. Berikut ini adalah pengakuan salah satu informan:

kadang cewek-cewek ini bodoh kali kak, mau-mau aja dimanfaatkan

cowok-cowok, padahal mereka punya suami sebagian tapi nggak nikah. Pacar Gitu-gitu aja kak. tapi tega dibiarkan tidur dipinggir jalan ini sama cowok-cowok lain disini, udah gitu ada juga yang gak punya suami kak” (Reza 18).

4.6.3 Kekerasan Ekonomi

Kekerasan secara ekonomi yang terjadi pada anak jalanan sebenarnya dimulai dari kekerasan yang berasal dari keluarga. Kekerasan yang terjadi di dalam keluarga sering sekali berawal dari masalah-masalah ekonomi, yang pada akhirnya berakhir pada penelantaran anak dan pengabaian hak-hak anak yang seharusnya mendapat perlindungan sesuai dengan perkembangan fisik, psikisnya dan status sosialnya. Di lingkungan keluarga, Kekerasan ekonomi terhadap anak bisa berupa tindakan memaksa anak untuk melakukan sesuatu demi kepentingan ekonomi. Tetapi dalam lingkungan kehidupan jalanan anak-anak bisa dipalak atau dirampas uangnya secara paksa, menyuruh anak-anak bekerja kemudian mengambil penghasilannya.

Dari hasil penelitian di lapangan dari tujuh orang anak jalanan yang diwawancarai oleh peneliti di jalan Aksara, hampir semua pernah mengalami tindakan tersebut. Anak-anak sering dimanfaatkan oleh orang-orang tertentu untuk mencari keuntungan pribadi seperti pengakuannya berikut ini:

“dulu waktu aku pertama kali ngamen disini kak, sering itu preman-preman itu malakin aku, banyak dipasar itu preman-preman kak. kalo sekarang mana berani lagi orang itu, berani lagi buat gitu kami habisilah kak sama orang abang-abang ini” (Immanuel, 17).

Untuk kelompok anak jalanan yang masih sangat kecil menjadi korban utama tindakan kekerasan ini di jalanan:

“kalo pas dikompas nggak dikasih duit habislah awak kak kena pukul, kena maki. Kadang awak bela juga teman awak kak, awak juga yang kena kek manalah kak, kurasa karena kami masih kecil-kecil kami. Makanya kadang kami sembunyikan juga uang kami ntah kemana gitu”

(Rahmat hidayat, 13).

Kekerasan ekonomi terhadap anak bisa saja dengan tidak memenuhi kebutuhan anak, orang tua tidak begitu memperhatikan kebutuhan anak secara ekonomis terhadap anak yang menyebabkan anak jalanan tersebut semakin terlantar. Hal tersebut terjadi pada informan berikut ini:

“dulu kak, udah sempat aku balik ke rumah setelah lama diusir mamak, bosan aku dirumah balik lagi aku ke jalan, mamak sama bapak tiri awak pun nggak pernah mau ngasih duit, buat jajan aja susah kali keluarin duit apalagi beli baju. Pelit kali” (Reza, 17).

4.6.4 Kekerasan emosional

Kekerasan emosional merupakan kekerasan yang tidak begitu mudah untuk dikenali. Akibat yang dirasakan korban tidak memberikan bekas yang nampak jelas bagi orang lain. Dampak kekerasan jenis ini akan berpengaruh pada situasi perasaan tidak aman dan nyaman, menurunnya harga diri serta martabat korban. Wujud konkret dari kekerasan jenis ini adalah penggunaan kata-kata kasar, penyalahgunaan kepercayaan, mempermalukan orang di depan orang lain atau di depan umum, melontarkan ancaman dengan kata-kata. Tindakan-tindakan tersebut akan akan mengakibatkan anak merasa rendah diri, minder dan merasa tidak berharga, dan lemah dalam membuat keputusan (Bagong, 2010: 29).

Tidak dapat disangkal bahwa kekerasan ini merupakan kekerasan yang selalu terjadi dalam keseharian anak jalanan di jalan Aksara. Dalam pengamatan dan penelitian yang dilakukan oleh peneliti, mereka semua pernah mengalami bentuk kekerasan ini. Hal tersebut diakui oleh informan berikut ini:

seringnya kak dibentak-bentak sama kernek atau sopir angkot itu aku kalo lagi ngamen, apalagi kalo awak lupa permisi, kadang belum mulai nyanyi udah diusir. Ya, gitulah kak, nggak jadi ngamennya” (Mail, 9).

Sama seperti pengalaman informan diatas, berikut ini juga pengakuan seseorang informan yang mengaku ketakutan ketika bekerja di jalanan:

“kadang kalo aku ngamen kak sama-samalah sama teman-temanku juga, kami ada 5 orang teman kompak kak. Kami takut kak kadang kalo

sendiri-sendiri, Soalnya sering sih diancam sama anak-anak punk kak”

(Sultan Siregar, 9).

Kekerasan emosional yang dihadapi oleh anak-anak membuat anak-anak semakin terpuruk, dan selalu ingat akan kata-kata yang dia anggap berlebihan dan menyakiti dari siapa pun. Anak juga menjadi seorang yang pendendam seperti dikatakan oleh informan berikut ini.

“sakit kalilah hatiku dibuat mamak kak sama bapak, yang dibilanglah awak cocoknya tinggal di jalan, dibilang lagi kayak gak berpendidikan, disumpahi lagi. Apalagi sama bapak kak dendam kali aku sama dia kak, mana ada orang tua kek gitu sama anaknya, awak anaknya tapi macam bukan anaknya awak dibuat” (Reza, 18).