• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

2.6 Sosialisasi Sekunder Dan Sosialisasi Primer

Robert Lawang membagi sosialisasi menjadi dua macam yaitu sosialisasi primer dan sosialisasi sekunder. Berger dan Luckman, mendefenisikan sosialisasi primer sebagai sosialisasi pertama yang dijalani individu semasa kecil, melalui mana ia menjadi anggota masyarakat (Sunarto, 2004: 29). Proses ini terjadi pada seseorang ketika masih balita. Pada fase ini seorang anak dibekali pengetahuan tentang orang-orang yang berada di lingkungan sosial sekitarnya melalui interaksi seperti dengan ayah, ibu, dan anggota keluarga lainnya. Ia dibekali kemampuan untuk mengenali dirinya, membedakan dirinya dengan orang lain. Pada fase ini peran orang-orang disekitarnya sangat diperlukan terutama untuk membentuk karakter anak di usia selanjutnya hingga anak mampu menempatkan dirinya di lingkungan sosial, terutama dalam menempatkan hak dan kewajiban. Maka pada proses ini seorang anak akan dikenalkan dengan pola-pola kelakuan yang bersifat mendasar.

Sosialisasi sekunder diartikan sebagai proses berikutnya yang memperkenalkan individu yang telah disosialisasi ke dalam sektor baru dari dunia objektif masyarakatnya (Sunarto, 2004: 29). Proses ini terjadi setelah proses sosialisasi primer yaitu semenjak usia 4 tahun hingga selama hidupnya. Proses sosialisasi ini merupakan proses pengenalan akan tata kelakuan dari lingkungan sosialnya seperti teman sepermainan, sekolah dan orang lain yang lebih dewasa hingga pengenalan adat-istiadat yang berlaku di lingkugan sosialnya.

Salah satu bentuk sosialisasi sekunder yang sering dijumpai dalam masyarakat ialah apa yang dinamakan proses resosialisasi yang didahului dengan proses desosialisasi. Dalam proses desosialisasi seseorang mengalami “pencabutan” diri yang dimilikinya, sedangkan dalam proses resosialisasi seseorang diberi suatu diri yang baru. Proses desosialisasi dan resosialisasi ini sering dikaitkan dengan proses yang berlangsung dalam apa yang disebut Goffman dengan istilah institusi total (total institutions).

Sosialisasi tidak akan berjalan jika tidak ada peran media sosialisasi. Adapun media sosialisasi yang otomatis memiliki peran tersebut dalah lembaga sosial. Lembaga sosial adalah alat yang berguna untuk melakukan serangkaian peran menanamkan nilai-nilai dan norma-norma sosial. Lembaga-lembaga yang saling berhubungan tersebut memerankan sebagai agen sosialisasi atau agen sosialisasi. Lembaga sosial tersebut adalah:

2.6.1 Keluarga

Keluarga merupakan institusi yang paling penting pengaruhnya terhadap proses sosialisasi. Hal ini dimungkinkan sebab berbagai kondisi keluarga. Pertama, keluarga merupakan kelompok primer yang selalu bertatap muka diantara anggotannya, sehingga dapat selalu mengikuti perkembangan anggota-anggotanya. Kedua, orangtua memiliki kondisi yang tinggi untuk mendidik anak-anaknya, sehingga menimbulkan hungan emosional yang hubungan ini sangat memerlukan proses sosialisasi. Ketiga, adanya hubungan sosial yang tetap, maka

dengan sendirinya orang tua memiliki peranan yang penting terhadap proses sosialisasi kepada anak.

Dalam proses sosialisasi di dalam lingkungan keluarga tertuju tertuju pada keinginan orang tua untuk memotivasi kepada anak orang mempelajari pola perilaku yang diajarkan keluarganya. Adapun bentuk dari motivasi sendiri apakah bersifat coersive dan participative tergantung pada tipe keluarga tersebut, mengingat model yang digunakan oleh masing-masing keluarga di dalam melakukan sosialisasi ada yang bertipe otoriter dan ada yang bertipe demokratis.

2.6.2 Kelompok

Kepribadian manusia sangat memiliki hubungan dengan tipe kelompok dimana individu tersebut berada. Adapun tipe-tipe kelompok sendiri sangat beragam. Misalnya kelompok masyarakat modern memiliki kultur yang heterogen tentunya berbeda dengan kelompok masyarakat tradisional cenderung memiliki kultur yang homogen. Struktur masyakat tersebut biasanya menghasilkan bentuk kepribadian anggota-anggota kelompok berbeda pula. Cara masyarakat modern dan masyarakat tradisional menghasilkan bentuk kepribadian anggota-anggota kelompok yag berbeda pula. Cara masyarakat modern dan masyarakat tradisional mengajarkan nilai-nilai sosial dapat dilihat dari kepribadian kedua tipe kelompok masyarakat tersebut. Kepribadian masyarakt modern cenderung lebih bersifat luwes dalam menerima setiap perubahan

kultural, sedangkan kelompok masyarakat tradisional biasanya lebih bersifat konservatif.

2.6.3 Lingkungan Pendidikan

Lembaga pendidikan adalah lembaga yang diciptakan oleh pemerintah untuk mendidik anak-anak sebagai langkah untuk mempersiapkan potensi anak dalam rangka membangun negara. Melalui lembaga pendidikan anak diasah kecerdasan dan keahliannya. Akan tetapi selain potensi akademik dengan pola-pola penyerapan ilmu pengetahuan, seorang anak dididik juga dibina untuk memiliki moralitas yang baik, sehingga selain menjadi generasi yang memiliki kecerdasan, dia juga ditunutut untuk memiliki moralitas yang baik serta komitmen.

Beberapa hal yang ditanamkan dalam jiwa peserta didik yaitu kemandirian, artinya mandiri dan bertanggung jawab melepaskan ketergantungan dengan orang tua dan orang lain. Kemudian berhubungan dengan prestasi, jika seorang anak berada di rumah seorang anak lebih banyak berperilaku berdasarkan peranan bawaan (heredity), seperti peran seorang adik, kakak dan sebagainya. Akan tetapi di sekolah, peranan seorang anak justru merupakan peran yang bukan pembawaannya, tetapi peran yang diarahkan dan dikendalikan berpangkal pada prestasi bukan pada kekerabatan. Seorang anak akan memiliki hierarki yang tinggi jika ia memiliki peringkat yang tinggi. Yang terakhir universalisme artinya jika seorang anak di rumah mendapatkan perlakuan khusus di rumah akan tetapi

di sekolah tidak ada perlakuan khusus. Perlakuan terhadap semua siswa sama tanpa membeda-bedakan, ini disebut universal. Dalam hal ini sekolah merupakan peralihan antara dunia keluarga dan dunia kemasyarakatan. Di sekolah anak diperkenalkan dengan berbagai macam peraturan yang relatif baru.

2.6.4 Keagamaan

Agama merupakan salah satu lembaga sosial yang di dalamnya terdapat norma-norma yang harus dipatuhi, sekalipun norma agama tidak mempunyai sanksi secara langsung, agama tidak hanya sekedar tatanan yang berisi tata cara praktik ibadah atau praktik penyembahan kepada Tuhan semata, tetapi di dalamnya terdapat pola kelakuan ang berisi perintah dan larangan. Agama sebagai salah satu lembaga sosial, sebab dalam ajaran agama manusia diharuskan hidup dalam keteraturan sosial, supaya tidak memiliki kepribadian yang menyimpang.

2.6.5 Lingkungan Sosial

Lingkungan sosial merupakan tempat atau suasana diamana sekelompok orang merasa sebagai anggotanya, seperti lingkungan kerja, lingkungan RT, lingkungan pendidikan, lingkungan pesantren dan sebagainya. Misalnya ketika seorang anak pada mulanya berada pada lingkungan anak baik-baik kemudian memasuki lingkungan anak-anak penggunan narkoba secara otomatis dia akan terisolasi oleh pola-pola perilaku para pengguna narkoba tersebut dan sebaliknya.

Di lingkungan mana pun seorang pasti akan terisolasi dengan tata aturan yang berlaku di lingkungan tersebut. Di dalam lingkungan kerja seseorang akan terisolasi oleh pola-pola yang berlaku di lingkungan kerja tersebut, misalnya dia harus menjalankan peran sesuai dengan status atau kedudukannya di dalam lingkungan tersebut. Semua peran-peran merupakan hasil sosialisasi secara tidak langsung dalam masing-masing lingkungan sosial dimana seseorang berada (Setiadi, 2011: 177-178).

2.6.6 Media Massa

Media massa terdiri atas media cetak (surat kabar, majalah) maupun media elektronik (radio, televisi, dan internet) merupakan bentuk komunikasi yang menjangkau sejumlah besar orang. Media massa diklasifikasikan sebagai suatu agen sosialisasi yang berpengaruh pula terhadap khalayaknya. Peningkatan teknologi yang memungkinkan peningkatan kualitas pesan serta peningkatan frekuensi penerpaan masyarakat pun memberi peluang bagi media massa untuk berperan sebagai agen sosialisasi yang semakin penting. Pesan-pesan yang ditayangkan melalui media elektronik dapat mengarahkan khayalayak ke arah perilaku prososial maupun antisosial. Iklan-iklan yang ditayangkan melalui media massa mempunyai potensi untuk memicu perubahan pola konsumsi atau bahkan gaya hidup masyarakat. Pengamat televisi mencatat bahwa banyak diantara acara untuk anak-anak seperti film kartun sering memuat adegan kekerasan dan sadis seperti pembunuhan dan penganiayaan yang kemungkinan bisa ditiru oleh anak (Sunarto, 2004: 26).

Media massa memiliki andil besar dalam menyebarluaskan informasi dari berbagai kebijakan pemerintah, seperti Undang-Undang, Peraturan Daerah, dan berbagai kebijakan publik lainnya. Sosialisasi anak melalui acara-acara film, majalah anak-anak, radio, sangat berpengaruh pada proses pembentukan karakter kepribadian anak (Setiadi, 2011: 181).