• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV TEMUAN DATA DAN INTERPRETASI DATA

4.7 Pelaku Kekerasan Terhadap Anak Jalanan

Orang yang merasa lebih besar dan lebih berkuasa di jalanan sering bertindak sewenang-wenang terhadap orang yang lebih kecil dari mereka. Max Weber dalam buku Thomas (2002) tentang teori-teori kekerasan menyatakan bahwa kekuasaan menjadi sebagai sebuah kesempatan yang ada pada seseorang untuk melaksananakan kemauannya sendiri dalam suatu tindakan sosial, meskipun mendapat tangtangan dari orang lain yang terlibat dalam suatu tindakan tertentu (Thomas, 2002, 163).

Pelaku kekerasan terhadap anak bukan hanya berasal dari luar lingkungan keluarga, tetapi orang-orang yang terdekat anak sering sekali menjadi pelaku kekerasan terhadap anak. Orangtua, atau pun saudara yang lebih besar dari si anak

tersebut sering menjadi pelaku kekerasan. Bagi anak jalanan kekerasan bisa dilakukan oleh keluarga anak, pacar anak jalanan, kernek angkutan umum atau sopir, anak punk

atau preman sekitar, dan bahkan sesama anak jalanan itu sendiri tentunya dengan berbagai alasan yang berbeda.

4.7.1 Anak Jalanan Yang Lebih Dewasa

Anak yang sering mengalami kekerasan cenderung akan menjadi pelaku kekerasan terhadap anak-anak yang lain. Karena di jalanan mereka sering mendapatkan perlakuan yang sama yang mereka dapatkan dari teman-teman mereka juga, dan lingkungan di jalanan. Dari hasil penelitian terhadap anak jalanan di pasar aksara anak-anak bahkan sering melakukan tindakan-tindakan kasar terhadap anak dibawah umur mereka seperti dikatakan oleh informan berikut ini:

kadang kak, aku mau jugalah kompasin yang lain, minta duit orang

itu. Maksalah kak kadang-kadang, kalo orang itu nggk mau biasalah kak, mukul juga mau. Gitulah kalo nggk ada duit kak. Udah biasa kek gitu disini kak” (Immanuel, 17).

Dari hasil pengamatan peneliti di lapangan, anak-anak juga sering dibentak dan diintimidasi oleh anak-anak jalanan yang lebih besar dari mereka. Terlihat ketika peneliti sedang bergabung dengan mereka, salah seorang disekitar jalanan ini bahkan membentak salah satu anak jalanan yang masih kecil karena dituduh mencuri.

Berikut ini adalah hasil wawancara dengan seorang anak yang menjadi korban tindakan kekerasan dari teman-temannya:

“kadang kak, kawan-kawan ini sok kali. Nanti berantamlah jadinya. Udah sering aku digituin kak. Kalo udah gak tahan kulawan jugalah kak, tanganku aja banyak kali bekas-bekas berantam ini kak, gitulah kak. Kadang malas jugalah cakapin duluan, jijik pun aku kadang-kadang lihat orang ini” (Reza, 18).

4.7.2 Keluarga

Dari hasil penelitian ditemukan bahwa keluarga adalah pelaku kekerasan terhadap anak jalanan, bukan hanya orang tua, anggota keluarga lain sangat potensial menjadi pelaku kekerasan. Bukan hanya sebelum anak menjadi anak jalanan tetapi setelah anak turun ke jalan pun anak masih sering mendapat tekanan dari keluarga. Alasannya karena masalah keuangan atau perasaan tidak senang. Berikut ini adalah pengakuan salah satu informan:

“aku nggak suka kak lihat abangku, padahal udah sama-sama di jalan kami masih mau lagi minta duitku, nggak dikasih marah-marah mau main pukul, terakhir aku mau jugalah melawan dia kak, maksudnya awak yang kerja dia tidur-tidur aja. Udah dirumah awak tersiksa disini juga. Awak juga punya kakak udah kerja tapi dia lagi tinggi kali hatinya” (Reza, 18).

Hal yang sama juga terjadi terhadap informan berikut ini. Dibawah ini adalah pernyataannya:

“Bapak gitu kak, pernah kemarin awak dicari-carinya kesini, nyampe rumah habis juga awak digituin juga tetap aja gak puas dirasanya kalo nggk mukul, lebih sayang memang dia sama anak orang”(Reni, 16).

4.7.3 Pacar Anak Jalanan

Setelah melakukan penelitian di lapangan, bagi anak jalanan perempuan yang mempunyai pacar ditemukan bahwa pacar mereka ternyata sangat potensial menjadi pelaku kekerasan bagi mereka. Biasanya anak jalanan tersebut pacaran dengan sesama anak jalanan juga. Jadi tidak mengherankan kalau anak jalanan perempuan sering bergantung pada pacar mereka khususnya masalah keuangan. Hal itu menyebabkan laki-laki sering bertindak kasar kepada mereka atau karena alasan cemburu. Berikut ini adalah pengakuan salah satu informan:

pengen kuputusin aja pacarku itu kak, sakit kali rasanya pacaran sama dia. Dia sering kali marah-marah samaku kak sampe main pukul, dikirainnya awak pacaran aja disini, kadang-kadang awak juga gak dibolehin ngamen kak, katanya dia aja yang ngamen” (Reni, 16).

Berikut ini juga disampaikan informan bahwa kebergantungan perempuan terhadap pacarnya membuat laki-laki sering bertindak kasar sama perempuan:

“cewek-cewek ini terlalu bergantung sama cowoknya kak, makanya suka-suka cowoknya jadinya sama mereka” (Reza, 18).

4.7.4 Supir/ Kenek

Supir/ kenek adalah salah satu pelaku kererasan terhadap anak jalanan, biasanya mereka mengalami kekerasan emosional dari supir ketika mereka sedang mengamen dalam angkutan umum. Mereka kadang-kadang mengalami penolakan dari sopir, penolakan untuk tidak mengamen dalam angkutan yang sedang mereka bawa atau dibentak ketika sedang mengamen. Penyebabnya adalah, adanya perasaan tidak suka atau tidak ingin diganggu atau kadang-kadang mereka tidak meminta izin untuk mengamen. Hal ini dikatakan oleh informan berikut ini:

seringnya kak dibentak-bentak sama kernek atau sopir angkot itu aku kalo lagi ngamen, apalagi kalo awak lupa permisi, kadang belum mulai nyanyi udah diusir. Ya, gitulah kak, nggak jadi ngamennya” (Mail, 9).

Untuk orang-orang tertentu sopir/ kernek tidak berani untuk mengusir atau membentak anak-anak jalanan ini, karena anak jalanan tersebut sudah dikenal lama oleh supir-supir angkot tertentu. Berikut ini adalah pengakuan salah satu informan:

“dulu sopir sama kernek disini sering marah-marah kak kalo ngamen di angkotnya, belum apa-apa udah diusir. Tapi sekarang udah jarang, apalagi kek aku udah lama kali disini, sebagian udah kenal sama orang itu kak, kalo sama anak punk orang itu memang nggak berani”

4.7.5 Anak Punk

Salah satu yang menjadi motif anak punk dalam melakukan tindak kekerasan terhadap anak jalanan adalah adanya persaingan hidup di jalanan sehingga tidak senang dengan keberadaan kelompok lain di jalanan. Mereka merasa kalau pendapatan mereka berkurang karena keberadaan anak jalanan di perempatan jalan Aksara ini, sehingga anak-anak punk sering meminta uang kepada anak-anak jalanan tersebut secara paksa dan bahkan melakukan kekerasan fisik mental terhadap anak-anak jalanan yang menimbulkan ketakutan anak-anak-anak-anak jalanan.

Dari tujuh orang anak jalanan yang diwawancarai oleh peneliti, semua mengakui bahwa mereka pernah mendapat perlakuan kasar dari anak punk, dan bahkan sering bentrok antara anak punk dengan anak jalanan. Hal tersebut dinyatakan oleh informan berikut ini:

“kalo sama anak punk ini kak dari dulu-dulu udah sering kami berantam, sampe luka-luka pun kami sampe berbekas, orang itu pulaknya sok jago disini, sama-sama cari makannya tapi sok-sokan”

(immanuel, 17).

4.7.6 Preman setempat

Kekerasan dalam bentuk mengkompas dan mengancam anak jalanan juga pernah dilakukan dilakukan oleh preman-preman setempat, tetapi tidak sebanyak yang dilakukan oleh pelaku-pelaku yang lain. Di sekitar pasar aksara terdapat orang-orang dewasa yang setiap hari duduk-duduk menghabiskan waktu disana. Penyebab

mereka melakukan hal itu biasanya karena ingin disegani dan ingin menunjukkan kekuasaannya di daerah sekitar. Berikut ini adalah pengakuan dari salah satu informan:

“preman-preman yang duduk di pasar itu kak, mau juga sekali-sekali mengkompas, ngancam juga mau. Tapi mereka agak jarang memang kak, apalagi disini ada juga abang-abang anak jalanan juga yang udah sebesar orang itu, abang itu lumayan kompak sama mereka kak” (Reza, 18)

4.8 Pandangan dari Lembaga PKPA (Pusat Kajian dan Perlindungan Anak)