• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kekerasan Terhadap Anak Jalanan (Studi Kasus Di Perempatan Jalan Kawasan Sekitar Pasar Aksara Kota Medan)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Kekerasan Terhadap Anak Jalanan (Studi Kasus Di Perempatan Jalan Kawasan Sekitar Pasar Aksara Kota Medan)"

Copied!
119
0
0

Teks penuh

(1)

KEKERASAN TERHADAP ANAK JALANAN

(Studi Kasus di Perempatan Jalan Kawasan Sekitar Pasar Aksara Kota Medan)

SKRIPSI

Disusun oleh:

SERDITA SIMANULLANG

090901013

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

DEPARTEMEN SOSIOLOGI

(2)

ABSTRAK

Anak jalanan merupakan anak yang sering mendapatkan perlakuan berbeda dari masyarakat. Pada umumnya anak-anak rentan terhadap perlakuan salah orang dewasa, karena posisi mereka sebagai anak-anak yang belum mandiri dan harus diperhatikan. Kehidupan jalanan yang keras dan kurangnya perhatian dari orang-orang sekitar terhadap anak jalanan menjadikan anak jalanan sering mengalami kekerasan dan terbiasa mengalami perlakuan kasar dari orang-orang sekitar mereka dan dari orang yang seharusnya memberikan perhatian terhadap mereka. Sementara itu, masalah-masalah kekerasan yang terjadi pada anak jalanan saat ini tidak begitu mendapat perhatian.

Bentuk kekerasan yang terjadi pada anak jalanan tidak hanya sebatas kekerasan fisik saja, tetapi anak-anak jalanan sering sekali dimanfaatkan secara ekonomi. Kekerasan secara emosional juga merupakan hal biasa mereka alami. Tindakan kekerasan yang terjadi pada anak jalanan biasanya karena alasan yang berbeda, tergantung pada siapa yang menjadi pelakunya.

Jalan Aksara Kelurahan Bantan Timur Kecamatan Medan Tembung adalah tempat penelitian dilakukan. Metode penelitian yang digunakan adalah studi kasus dengan pendekatan kualitatif melalui tekhnik penelitian observasi pastisipan, wawancara dan dokumentasi. Penelitian dilakukan terhadap 9 (sembilan) orang informan, 7 (tujuh) anak jalanan yang pernah mengalami kekerasan dan 2 (dua) orang informan tambahan, 1 (satu) dari dinas sosial dan 1 (satu) orang lagi dari lembaga PKPA (Pusat Kajian Dan Perlindungan Anak) untuk mengetahui bagaimana tanggapan pemerintah dan lembaga terhadap keberadaan anak jalanan di kota Medan selaku orang-orang yang memberikan perhatian terhadap anak.

Hasil penelitian yang diperoleh dari lapangan menunjukkan bahwa kekerasan dialami oleh setiap anak jalanan baik kekerasan fisik, kekerasan emosional, kekerasan ekonomi dan kekerasan seksual. Hal itu terjadi karena anak-anak yang menjadi korban merupakan orang-orang yang secara posisi dianggap rendah, lemah. Tindakan kekerasan biasanya dilakukan oleh orang-orang yang lebih dewasa dari korban, hal itu bisa dilakukan oleh sesama anak jalanan, anak punk, sopir atau kenek, dan juga oleh preman sekitar. Tindakan kekerasan tersebut muncul karena berbagai alasan tertentu seperti ingin menunjukkan kekuasaan, adanya perasaan tidak senang dengan kelompok lain, alasan keuangan dan karena tindakan anak itu sendiri yang dipandang kurang menyenangkan. Tindakan kekerasan yang terjadi pada anak jalanan menyebabkan anak menjadi takut dan sebagian meninggalkan bekas luka pada tubuh anak. Anak merupakan orang yang sangat membutuhkan perlindungan, dan sudah seharusnya pemerintah, orangtua dan masyarakat luas untuk memberikan perhatian lebih lagi terhadap masalah kekerasan terhadap anak khususnya anak jalanan.

(3)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan yang Maha Kuasa atas pertolongan dan penyertaanNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Adapun yang menjadi judul dalam skripsi ini adalah KEKERASAN TERHADAP ANAK JALANAN.

Dalam proses penyelesaian skripsi ini banyak pelajaran yang didapatkan oleh penulis terutama dalam hal kesabaran dan ketekunan serta penyerahan diri kepada Tuhan. Penulis juga berjuang dalam hal kemampuan berpikir dan nalar dalam setiap proses penulisan skripsi ini. Dalam setiap prosesnya, bagi penulis semuanya merupakan pengalaman berharga yang tidak bisa dilupakan.

Atas bantuan dan bimbingan yang diterima penulis dari berbagai pihak selama penulisan skripsi ini hingga selesai, serta selama perkuliahan di Universitas Sumatera Utara ini, dengan hati yang tulus penulis mengucapkan terimakasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Syahril Pasaribu selaku Rektor Universitas Sumatera Utara 2. Bapak Prof. Dr. Badaruddin, M.Si selaku dekan Fakultas Ilmu Sosial dan

Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

3. Ibu Dra. Lina Sudarwati, M.Si selaku Ketua Jurusan Depatremen Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara sekaligus sebagai anggota penguji.

(4)

5. Bapak Drs. Henry Sitorus, M.Si sebagai dosen pembimbing yang telah banyak membimbing, memberi waktu, tenaga dam sumbangan pemikiran dalam memberikan saran dan kritik serta mengevaluasi sehingga skripsi ini dapat selesai dengan baik.

6. Ibu Dra. Rosmiani Sembiring selaku PD II

7. Bapak ibu dosen yang ada di FISIP USU khususnya dosen yang mengajarkan mata kuliah di Departemen Sosiologi, terimakasih untuk ilmu yang diberikan selama ini kepada penulis.

8. Segenap perangkat pemerintahan Kecamatan Medan Tembung yang memberikan informasi yang berkaitan dengan permasalahan penelitian.

9. Kepada segenap masyarakat di Kelurahan Bantan Timur Kecamatan Medan Tembung terimakasih atas kesediannya memberikan informasi kepada peneliti dalam menjawab setiap pemasalahan penelitian ini.

10.Kepada Ayahanda A. Manullang dan Ibunda T. Banjarnahor yang tercinta, terimakasih untuk cinta kasih, pengertian, doa-doa, serta motivasi yang diberikan kepada penulis selama penyelesaian skripsi ini. Terimakasih untuk pengorbanan yang tiada ternilai kepada penulis. Semoga Tuhan senantiasa menyertai dan memberkati orangtua penulis dalam segala kelimpahan rahmatNya.

(5)

besar penulis. Terimakasih untuk dukungan doa, dana, dan perhatiannya kepada penulis.

12.Kepada PKK penulis, kak Hana Natalia Peranginangin yang setia mendukung dan senantiasa menopang penulis dalam doa, terimakasih telah hadir dalam hidup penulis juga untuk perhatian dan bimbingannya kepada penulis.

13.Kepada UKM KMK USU UP PEMA FISIP terimakasih telah hadir di kampus FISIP USU, Semoga semua komponen pelayan AKK, PKK, dan Alumni, tetap semangat di dalam mengerjakan visi yang Tuhan telah taruhkan. Terimakasih untuk doa-doanya.

14.Untuk teman kelompok kecilku Yizreel (Elisabet Christina Ambarita, Lely Martha Lumban Toruan, Siska Hutabarat, Raniwati Saragih,Willer Hasurungan Lumban Gaol). Terimakasih untuk kebersamaan dan pertumbuhan, suka duka yang kita rasakan selama kurang lebih 4 tahun, terimakasih juga untuk dukungan yang begitu besar kepada penulis selama penulisan skripsi ini.

15.Kepada adik-adik kelompok kecilku Wilyodee Theopilus (Willy Nicolas Sinaga, Yohan Andrea Saragi, Deasy Sonia Milala, Eva Elfira Sitompul), dan juga kepada adik-adik yang mendukung penulis dalam doa Febriany Indah Ningsi Simanjuntak, Cindy Charina Sembiring, Elvana Togatorop, dan juga Endowidya Marselina. Terimakasih untuk dukungan dan proses hidup yang kita rasakan selama ini, kiranya kita semakin bertumbuh di dalam Tuhan. 16.Kepada teman-teman TPP 2012 yang tidak pernah lupa memotivasi dan

(6)

Purba, Tika Anggreni Purba, Siska Hutabarat, kak Evanalia Panjaitan, Rina Maria Huta Gaol, Sarah Rogatianna Gultom, Franky Febryanto Banfatin, Cardinal Mendrofa, Mercy Elsa Realist Sibarani, dan Arnold Yosua Lasro Nainggolan yang telah memberikan waktu untuk menemani penulis.

17.Buat teman-teman penulis yang setia mendukung dan memberikan perhatian kepada penulis (Fatima Ani Hutabarat, Melly Mariska Simbolon, Nomsen Banjarnahor, Christina Manullang, juga kepada Liberty Togatorop yang selalu memperhatikan penulis).

18.Kepada teman-teman seperjuangan sosiologi stambuk 2009 (Noni, Ledy, Bertha, Elisabet, Corry, Lidya, Lilis, James, Dina, Melita, Widya, Angel, Nela, Syahid, Fitria, Siska, Willer, Rani, Elisabet, Yohan dan teman-teman yang lain yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu), semangat berjuang teman-teman.

19.Kepada adik-adik di Departemen sosiologi stambuk 2010-1013.

Penulis menyadari skripsi ini masih memiliki banyak kekurangan dengan segala keterbatasan kemampuan penulis. Oleh karena itu segala kritik dan saran yang membangun sangat penulis hargai. Semoga skripsi ini memberikan manfaat. Penulis mengucapkan banyak terimakasih.

Medan, oktober 2013 Penulis,

(7)

DAFTAR ISI

LEMBAR PERSETUJUAN LEMBAR PENGESAHAN

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR TABEL ... iv

DAFTAR LAMPIRAN ... v

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1Latar Belakang Masalah ... 1

1.2Rumusan Masalah ... 10

1.3Tujuan Penelitian ... 10

1.4Manfaat Penelitian ... 10

1.5Defenisi Konsep ... 11

BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 13

2.1Anak Jalanan ... 13

2.2Kekerasan Terhadap Anak ... 15

2.3Kemiskinan ... 18

2.4Keretakan Dalam Keluarga ... 20

2.5Tahap Perkembangan Anak... 21

2.6Sosialisasi Sekunder Dan Sosialisasi Primer ... 24

(8)

2.8 Labeling Terhadap Anak Jalanan ... 32

2.9 Undang-Undang Terhadap Perlindungan Anak ... 34

BAB III METODE PENELITIAN ... 36

3.1Jenis Penelitian ... 36

3.2Lokasi Penelitian ... 36

3.3Unit Analisis dan Informan ... 37

3.4Teknik Pengumpulan Data ... 38

3.5Interpretasi Data ... 39

3.6Jadwal Kegiatan ... 41

3.7Keterbatasan Penelitian ... 42

BAB IV TEMUAN DATA DAN INTERPRETASI DATA ... 43

4.1 Deskripsi Lokasi Penelitian ... 43

4.2 Profil Informan ... 48

4.3Penyebab Anak Menjadi Anak Jalanan ... 60

4.4 Gambaran Umum Kehidupan Anak Jalanan Di Jalan Aksara Medan ... 67

4.5 Perilaku Menyimpang Anak Jalanan Sebagai Dampak Kekerasan dan Pengaruh Lingkungan ... 70

4.6 Kekerasan Terhadap Anak Jalanan ... 71

4.7 Pelaku Kekerasan Terhadap Anak Jalanan ... 78

4.8 Pandangan dari Lembaga PKPA (Pusat Kajian dan Perlindungan Anak) Medan tentang keberadaan anak jalanan di kota Medan... 84

(9)

4.10 Pandangan Negatif Anak Jalanan Terhadap Petugas Keamanan ... 94

BAB V PENUTUP ... 96

5.1 Kesimpulan ... 96

5.2 Saran ... 98

(10)

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Jadwal Kegiatan Penelitian ... 41 Tabel 4.1 Komposisi penduduk berdasarkan Etnis di Kelurahan Bantan Timur tahun

2010 ... 44 Tabel 4.2 Komposisi penduduk berdasarkan mata pencaharian di kelurahan

Bantan Timur tahun 2010 ... 45 Tabel 4.3 Komposisi Penduduk Berdasarkan Agama Di Kelurahan Bantan Timur

Pada Tahun 2010 ... 45 Tabel 4.4 Tingkat pendidikan penduduk di kelurahan Bantan Timur pada tahun

2010 ... 46 Tabel 4.5 Prasarana Peribadatan Di Kelurahan Bantan Timur Pada Tahun 2010 .. 47 Tabel 4.6 Prasarana kesehatan di kelurahan Bantan Timur pada tahun 2010 ... 47 Tabel 4.7 Sarana kesehatan yang tersedia di kelurahan Bantan Timur pada tahun

(11)

DAFTAR LAMPIRAN

(12)

ABSTRAK

Anak jalanan merupakan anak yang sering mendapatkan perlakuan berbeda dari masyarakat. Pada umumnya anak-anak rentan terhadap perlakuan salah orang dewasa, karena posisi mereka sebagai anak-anak yang belum mandiri dan harus diperhatikan. Kehidupan jalanan yang keras dan kurangnya perhatian dari orang-orang sekitar terhadap anak jalanan menjadikan anak jalanan sering mengalami kekerasan dan terbiasa mengalami perlakuan kasar dari orang-orang sekitar mereka dan dari orang yang seharusnya memberikan perhatian terhadap mereka. Sementara itu, masalah-masalah kekerasan yang terjadi pada anak jalanan saat ini tidak begitu mendapat perhatian.

Bentuk kekerasan yang terjadi pada anak jalanan tidak hanya sebatas kekerasan fisik saja, tetapi anak-anak jalanan sering sekali dimanfaatkan secara ekonomi. Kekerasan secara emosional juga merupakan hal biasa mereka alami. Tindakan kekerasan yang terjadi pada anak jalanan biasanya karena alasan yang berbeda, tergantung pada siapa yang menjadi pelakunya.

Jalan Aksara Kelurahan Bantan Timur Kecamatan Medan Tembung adalah tempat penelitian dilakukan. Metode penelitian yang digunakan adalah studi kasus dengan pendekatan kualitatif melalui tekhnik penelitian observasi pastisipan, wawancara dan dokumentasi. Penelitian dilakukan terhadap 9 (sembilan) orang informan, 7 (tujuh) anak jalanan yang pernah mengalami kekerasan dan 2 (dua) orang informan tambahan, 1 (satu) dari dinas sosial dan 1 (satu) orang lagi dari lembaga PKPA (Pusat Kajian Dan Perlindungan Anak) untuk mengetahui bagaimana tanggapan pemerintah dan lembaga terhadap keberadaan anak jalanan di kota Medan selaku orang-orang yang memberikan perhatian terhadap anak.

Hasil penelitian yang diperoleh dari lapangan menunjukkan bahwa kekerasan dialami oleh setiap anak jalanan baik kekerasan fisik, kekerasan emosional, kekerasan ekonomi dan kekerasan seksual. Hal itu terjadi karena anak-anak yang menjadi korban merupakan orang-orang yang secara posisi dianggap rendah, lemah. Tindakan kekerasan biasanya dilakukan oleh orang-orang yang lebih dewasa dari korban, hal itu bisa dilakukan oleh sesama anak jalanan, anak punk, sopir atau kenek, dan juga oleh preman sekitar. Tindakan kekerasan tersebut muncul karena berbagai alasan tertentu seperti ingin menunjukkan kekuasaan, adanya perasaan tidak senang dengan kelompok lain, alasan keuangan dan karena tindakan anak itu sendiri yang dipandang kurang menyenangkan. Tindakan kekerasan yang terjadi pada anak jalanan menyebabkan anak menjadi takut dan sebagian meninggalkan bekas luka pada tubuh anak. Anak merupakan orang yang sangat membutuhkan perlindungan, dan sudah seharusnya pemerintah, orangtua dan masyarakat luas untuk memberikan perhatian lebih lagi terhadap masalah kekerasan terhadap anak khususnya anak jalanan.

(13)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Anak adalah makhluk sosial, mereka membutuhkan orang lain untuk memenuhi kebutuhan sosialnya. Dari interaksi sosialnya mereka dapat memenuhi kebutuhan akan perhatian, kasih sayang dan cinta. Anak tidak bisa lepas dari lingkungan sosialnya karena mereka belajar dan berkembang dari dan di dalamnya. Untuk itulah teman dan lingkungan sosial yang mendukung menjadi penentu kematangan anak ke depannya (Safaria, 2005: 35). Anak merupakan generasi penerus bangsa, masa depan bangsa ini ada pada mereka karena itu, sudah seharusnyalah kesejahteraan mereka diperhatikan. Anak-anak merupakan kelompok yang paling rentan terhadap berbagai perubahan sosial, politik, ekonomi yang sedang berlangsung, Anak-anak sering menjadi korban pertama dan menderita, serta terhambat proses tumbuh kembang mereka secara wajar karena ketidakmampuan orangtua, masyarakat dan pemerintah untuk memberikan pelayanan sosial yang terbaik bagi anak-anak.

(14)

Sampai saat ini, populasi anak jalanan di kota-kota besar di Indonesia terus bertambah dan semakin beragam aktfitasnya dijalanan. Masalah pengangguran yang tidak terelakkan karena kondisi ekonomi tidak stabil. Timbul masalah-masalah sosial diantaranya kasus perceraian, kekerasan dalam rumah tangga, Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) dan sebagainya. Kondisi ini semakin terpuruk dengan terjadinya bencana alam dan konflik sosial. Semuanya berakibat buruk pada nasib anak, banyak anak menjadi yatim, yatim piatu, korban penelantaran, korban kekerasan, korban eksploitasi anak di bidang ekonomi dan bahkan menjadi korban pelecehan seksual terhadap anak perempuan, sodomi dan masih banyak perlakuan salah lainnya yang menimpa pada anak-anak. Anak jalanan di Indonesia terus bertambah dengan konsentrasi terbesar di Jakarta, Semarang, Surabaya dan Medan. Anak-anak jalanan ini berada di lokasi-lokasi keramaian di tengah kota termasuk terminal, pasar, tempat hiburan termasuk persimpangan lampu merah. kondisi ini menunjukkan bahwa bangsa Indonesia tidak hanya mengalami masalah krisis ekonomi saja akan tetapi lebih buruk lagi mengalami masalah krisis kepercayaan (Misran, 2011:2)

(15)

banyak kita temukan anak jalanan yang terus berkembang (Suyanto, 2003: 182). Dalam pandangan Soetarso (2004), dampak krisis moneter dan ekonomi dalam kaitannya dengan anak jalanan adalah:

1. Orangtua mendorong anak untuk bekerja membantu ekonomi keluarga. 2. Kasus kekerasan dan perlakuan salah terhadap anak oleh orangtua

semakin meningkat sehingga anak lari ke jalanan.

3. Anak terancam putus sekolah karena orangtua tidak mampu membayar uang sekolah.

4. Makin banyak anak yang hidup di jalanan karena biaya kontrak rumah/ kamar meningkat.

5. Timbul persaingan dengan pekerja dewasa di jalanan sehingga anak terpuruk melakukan pekerjaan beresiko tinggi terhadap keselamatannya dan eksploitasi anak oleh orang dewasa dijalanan.

6. Anak menjadi lebih lama di jalanan sehingga mengundang masalah lain. 7. Anak jalanan menjadi korban pemerasan serta eksploitasi seksual

terhadap anak jalanan perempuan.

(16)

tersebut telah dirasakan sementara oleh masyarakat sebagai suatu bentuk gangguan. Permasalahan ini juga sangat memprihatinkan, karena pemandangannya adalah anak yang masih sangat membutuhkan perlindungan lingkungan sosial guna tumbuh kembangnya secara wajar (Huraerah, 2007: 88).

(17)

dewasa (Kompas, 22 Maret 2010) Februari 2013 pukul 14: 52).

Anak jalanan adalah fenomena sosial yang hingga saat ini mencemaskan dunia. Meskipun mereka ditemukan di beberapa negara maju, mereka lebih banyak berada di dijalanan kota-kota negara berkembang. Secara global, diperkirakan ada sekitar 100 juta anak jalanan di seantero dunia. Sebagian besar anak jalanan adalah remaja berusia belasan tahun, tetapi tidak sedikit yang berusia di bawah 10 tahun.

(18)

Kota Medan merupakan kota terbesar ketiga di Indonesia setelah DKI Jakarta dengan Kota Surabaya, juga memiliki permasalahan serius tentang anak jalanan. Data dari Dinas Sosial Provinsi Sumatera Utara tahun 2008 mengedentifikasi jumlahnya mencapai 2.867 anak, jumlah terbesar ada di lima kota yakni Medan (663 anak) Dairi (530 anak), Tapanuli Tengah (225 anak), Nias Selatan (224 anak) dan Tanah karo (157 anak). Berdasarkan pemetaan yang dilakukan oleh PKPA pada tahun 2010 terhadap situasi anak jalanan di Kota Medan, ditemukan data statistik popoluasi anak jalanan yang berbeda, PKPA melakukan identifikasi di 7 kecamatan populasi anak jalananan sebanyak 420 anak, mereka tersebar di 18 lokasi yakni pada umumnya di persimpangan lampu merah diantaranya simpang Glugur, Bundaran Majestik, Pasar Petisah, Simpang Pulobrayan, Simpang Sei Sikambing dan terminal. Februari 2013. Pukul 14.06 WIB)

(19)

rentan terhadap kekerasan. Kehidupan jalanan yang keras menjadikan anak jalanan terbiasa dengan keadaan yang demikian.

Salah satu contoh kasus yang menimpa Ardiansyah, bocah laki-laki berusia 9 tahun ini yang menjadi korban mutilasi pada Januari 2010. Pelakunya adalah laki-laki bernama Bayquni atau Babeh yang lama dikenal sebagai figur ayah dan sering membagikan makanan serta menyediakan tempat tinggal bagi anak-anak jalanan. Yang menghenrankan, Babeh mengaku sudah melakukan sebanyak 14 kasus permerkosaan dan pembunuhan terhadap anak-anak tersebut. Dari peristiwa tersebut, betapa mudah Babeh melakukan tindak kejahatan terhadap anak jalanan tersebut karena kedekatan di antara mereka. Hal itu menggambarkan pula betapa mudahnya ancaman kejahatan yang bakal menimpa anak jalanan. Fakta ini pun sempat membuat semua orang miris terhadap nasib anak jalanan di negeri ini. Ada kesan persoalan anak jalanan belum bisa diatasi secara maksimal (Abu Laka:

(20)

terhadap anak masih terus terjadi secara silih berganti. Kasus itu dalam bentuk kekerasan fisik, psikis, maupun kekerasan seksual.

Laporan Studi Tentang Kekerasan Terhadap Anak yang dirilis oleh PBB pada 29 Agustus 2006 menyatakan hampir 53.000 anak telah meninggal di seluruh dunia pada tahun 2002 sebagai akibat homisida. Dari anak-anak yang mengalami homisida tersebut 22.000 atau hampir 42 persennya berusia 15-17 tahun dan dari jumlah tersebut 75% adalah laki-laki. Disamping itu terdapat sebanyak 80-98 % mengalami hukuman fisik. Sekitar 150 juta anak laki-laki berusia 18 tahun menagalami pemaksaan hubungan seksual atau bentuk kekerasan lainnya selama tahun 2002.

(21)

negara, dua elemen masyarakat yang seharusnya paling bertanggung jawab dalam melindungi anakanak. (Tommy,

Kota Medan menjadi daerah tertinggi dalam hal tindak kekerasan terhadap anak di wilayah Sumatera Utara, dengan jumlah korbannya mencapai 72 orang. Urutan kedua adalah Kabupaten Deli Serdang dengan 29 korban, disusul Kabupaten Serdang Bedagai. Ditinjau dari pelaku, ada 63 orang yang tidak dikenal menjadi pelaku kekerasan terhadap anak, kemudian pacar sebanyak 38 orang dan tetangga 30 orang. Staf Divisi Anak dan Perempuan di Yayasan Pusaka Indonesia, Mitra Lubis mengatakan, sepanjang tahun 2012 pihaknya mencatat ada 218 anak yang menjadi korban tindak kekerasan, pencabulan, eksploitasi dan perlakuan salah lainnya. (Glori K. Wadriant

(22)

1.2 Rumusan Masalah

Permasalahan dalam penelitian akan memberikan isi dan pengarahan dalam proses pelaksanaan penelitian (Murdiyatmoko, 2008: 76). Berdasarkan uraian latar belakang yang telah dijelaskan, adapun yang menjadi perumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana bentuk kekerasan yang terjadi pada anak jalanan dan siapa yang menjadi pelaku kekerasan bagi anak jalanan di perempatan jalan Medan Aksara?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian dibuat untuk mengetahui apa yang hendak dicapai dari sebuah penelitian (Usman, 2009: 30). Adapun yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah Untuk mengetahui bagaimana bentuk kekerasan yang terjadi pada anak jalanan dan siapa yang menjadi pelaku kekerasan tersebut bagi anak jalanan di perempatan jalan Medan Aksara.

1.4 Manfaat Penelitian

(23)

1. Manfaat teoritis

Secara teoritis, hasil penelitan ini diharapkan dapat memberikan pemahaman, sumbangan, serta informasi bagi mahasiswa khususnya mahasiswa sosiologi maupun masyarakat luas. Penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi perkembangan ilmu pengetahuan khususnya yang berkaitan dengan sosiologi perkotaan, sosiologi keluarga, dan yang berhubungan dengan masalah di perkotaan.

2. Manfaat praktis

Bagi penulis, penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan kemampuan maupun pengetahuan dalam membuat karya tulis ilmiah serta menambah pengetahuan tentang kekerasan terhadap anak jalanan. Hasil penelitian ini juga diharapkan memberikan manfaat bagi pemerintahan setempat.

1.5 Defenisi Konsep

Definisi konsep merupakan defenisi yang menjelaskan konsep dengan menggunakan konsep-konsep yang lain. Maka dengan konsep tersebut diharapkan agar peneliti dapat menyederhanakan pemikiran dengan menggunakan suatu istilah untuk beberapa kejadian yang berkaitan antara yang satu dengan yang lainnya. Defenisi konsep dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

(24)

2. Anak jalanan adalah orang yang menghabiskan sebagian besar waktunya di jalanan dengan yang mempunyai tujuan untuk mendapatkan uang atau pun tidak, baik anak yang masih mempunyai hubungan dengan keluarga atau pun yang sudah tidak mempunyai hubungan dengan keluarga.

3. Kekerasan adalah perilaku tidak layak yang menbgakibatkan kerugian atau bahaya secara fisik, psikologis atau finansial, baik yang dialami individu maupun kelompok.

4. Kekerasan terhadap anak merupakan peristiwa pelukaan fisik, mental, atau seksual yang umumnya dilakukan oleh orang-orang yang mempunyai tanggung jawab terhadap kesejahteraan anak yang mana itu semua diindikasikan dengan kerugian dan ancaman terhadap kesehatan dan kesejahteraan anak.

(25)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anak jalanan

Anak jalanan adalah sebuah istilah umum yang mengacu pada anak-anak yang mempunyai kegiatan di jalanan tetapi masih memiliki hubungan dengan keluarga. Tetapi hingga kini belum ada pengertian anak jalanan yang dapat dijadikan acuan bagi semua pihak tentang konsep anak jalanan. (dikutip dari: wikipedia bahasa indonesia).

Istilah anak jalanan pertama kali diperkenalkan di Amerika Selatan Atau Brazilia yang digunakan bagi kelompok anak-anak yang hidup di jalanan umumnya sudah tidak memiliki ikatan tali dengan keluarganya. Anak-anak pada kategori ini pada umumnya sudah terlibat pada aktivitas-aktivitas yang berbau kriminal. UNICEF kemudian menggunakan istilah hidup di jalanan bagi mereka yang sudah tidak memiliki ikatan keluarga. Bekerja di jalanan adalah istilah bagi mereka yang masih memiliki ikatan dengan keluarga.

(26)

menanggung beban karena kemiskinan dan kehancuran keluarganya. Umumnya anak jalanan bekerja sebagai pengasong, pemulung, tukang semir, pelacur anak dan pengais sampah. Tidak jarang menghadapi resiko kecelakaan lalu lintas, pemerasan, perkelahian, dan kekerasan lain.

Anak jalanan merupakan anak yang tersisih, marginal dan teralienasi dari perlakuan kasih sayang karena kebanyakan dalam usia yang relatif dini sudah harus berhadapan dengan lingkungan kota yang keras, dan bahkan sangat tidak bersahabat. Di berbagai sudut kota, sering terjadi, anak jalanan harus bertahan hidup dengan cara-cara yang secara sosial kurang dan bahkan tidak dapat diterima masyarakat umum, hal itu mereka lakukan yang sebenarnya dengan terpaksa karena ingin membantu orangtua dan menghilangkan rasa lapar. Mereka juga sering dianggap sebagai dianggap sebagai penggangggu ketertiban (Suyanto, 2003: 185).

Menurut Surbakti dkk (dalam Suyanto 2003), Berdasarkan hasil kajiannya, secara garis besar anak jalanan dibedakan dalam tiga kelompok yaitu:

1. Children on the street, yaitu anak-anak yang mempunyai kegiatan ekonomi

(27)

2. Chidren of the street, yakni anak-anak yang berpartisipasi penuh di jalanan, baik secara sosial maupun ekonomi. Beberapa diantara mereka masih mempunyai hubungan dengan orangtuanya, tetapi frekuensi pertemuan mereka tidak menentu. Biasanya diantara mereka hidup di jalanan karena kekerasan, lari atau pergi dari rumah. Kategori ini biasanya rawan terhadap perlakuan salah baik secara sosial, emosional, fisik, maupun seksual.

3. Children from families of the street, yakni anak-anak yang berasal dari

keluarga yang hidup di jalanan. Walaupun anak-anak ini mempunyai hubungan kekeluargaan yang cukup kuat tetapi hidup mereka terombang-ambing dari suatu tempat-ke tempat lain dengan segala resikonya. Kategori ini banyak ditemui di kolong jembatan, rumah-rumah liar di sepanjang rel kereta api (Suyanto, 2003: 186).

2.2 Kekerasan Terhadap Anak

Istilah kekerasan digunakan untuk menggambarkan perilaku, baik yang terbuka (overt) atau tertutup (covert), dan baik yang bersifat menyerang (offensive)

yang disertai penggunaan kekuatan kepada orang lain (Thomas, 2002: 11).

(28)

yang mengakibatkan kerugian atau bahaya secara fisik, psikologis, atau finansial, baik yang dialami individu maupun kelompok.

Anak-anak pada umumnya dapat hidup nyaman dan tenteram dalam lingkungan keluarga (nature) dengan pola asuh (nurture) yang baik untuk anak, sementara anak jalanan bertanggung jawab atas tubuh dan dirinya secara utuh. Mereka wajib kebal terhadap resiko atas kekerasan hidup dan pekerjaan fisik yang tidak terbayangkan dapat diterima oleh anak-anak seusianya. Seolah-olah mereka hidup dengan menggantungkan panjang usia hidupnya pada proses seleksi alam. Di jalanan anak-anak dipaksa menjadi pengemis, pelacur anak, pekerja malam dan lainnya (dr. Nova Riyanti Yusuf, SpKJ

(29)

Orang tua sering menjadi pelaku kekerasan anak di jalanan karena mereka memanfaatkan posisi anak untuk mencari keuntungan ekonomi. Sering sekali anak jalanan yang menerima perlakuan kekerasan dari banyak pihak telah menimbulkan ketraumaan dan dendam. Anak jalanan selalu menunggu waktu dan kesempatan untuk membalaskan kekerasan yang pernah dialaminya (Misran, 2010: 31). Menurut WHO, ada beberapa jenis kekerasan pada anak, yaitu:

1. Kekerasan Fisik; tindakan yang menyebabkan rasa sakit atau potensi menyebabkan sakit yang dilakukan oleh orang lain, dapat terjadi sekali atau berulang kali. Seperti dipukul/ tempeleng, ditendang, dijewer, di cubit, dilempar dengan benda -benda keras, dijemur di bawah terik sinar matahari. 2. Kekerasan Seksual merupakan keterlibatan anak dalam kegiatan seksual yang

tidak dipahaminya. Kekerasan Seksual ini dapat juga berupa: Perlakuan tidak senonoh dari orang lain, kegiatan yang menjurus pada pornografi, perkataan-perkataan porno dan tindakan pelecehan organ seksual anak, perbuatan cabul dan persetubuhan pada anakanak yang dilakukan oleh orang lain dengan tanpa tanggung jawab, tindakan mendorong atau memaksa anak terlibat dalam kegiatan seksual yang melanggar hukum seperti dilibatkan anak pada kegiatan prostitusi.

(30)

penelantaran pada pemenuhan gizi, penelantaran dan pengabaian pada penyediaan perumahan, pengabaian pada kondisi keamanan dan kenyamanan. 4. Kekerasan Emosional adalah segala sesuatu yang dapat menyebabkan

terhambatnya perkembangan emosional anak. Hal ini dapat berupa: kata -kata yang mengancam, menakut-nakuti, berkatakata kasar, mengolok-olok anak, perlakuan diskriminatif dari orang tua, keluarga, pendidik dan masyarakat, membatasi kegiatan sosial dan kreasi anak pada teman dan lingkungannya. 5. Kekerasan ekonomi (Eksploitasi Komersial) merupakan penggunaan tenaga

anak untuk bekerja dan kegiatan lainnya demi keuntungan orang tuanya atau orang lain, seperti: menyuruh anak bekerja secara berlebihan, menjerumuskan anak pada dunia prostitusi untuk kepentingan ekonomi.

2.3 Kemiskinan

Menurut Word Bank (2002) kemiskinan adalah suatu kondisi terjadinya kekurangan pada taraf hidup manusia baik fisik atau sosial sebagai akibat tidak tercapainya kehidupan yang layak karena penghasilannya tidak mencapai 1,00 dolas AS per hari. Kemiskinan juga merupakan suatu kondisi tidak terpenuhinya kebutuhan dan hak-hak dasar meliputi: kebutuhan fisik dasar (makanan dan gizi, perlindungan atau perumahan, dan kesehatan), dan kebutuhan budaya dasar seperti pendidikan (Matias, 2012: 25-27).

(31)

3 Faktor internal, dalam hal ini kemiskinan itu bersumber dari dalam diri individu yang mengalami kemiskinan itu yang secara substansial adalah dalam bentuk kekurangmampuan. Misalnya cacat, kurang pengetahuan dan keterampilan.

4 Faktor eksternal. Kemiskinan dalam hal ini berasal dari luar diri individu atau keluarga yang mengalami dan menghadapi kemiskinan itu yang pada suatu titik waktu menjadikannya miskin seperti terbatasnya lapangan pekerjaan, terbatasnya pelayanan sosial dan kondisi geografis yang sulit.

Masalah kemiskinan merupakan persoalan global yang harus mendapat perhatian. Data BPS menunjukkan bahwa Indonesia sebenarnya telah mengalami penurunan angka kemiskinan dari tahun 2002-2011 tetapi saat ini Indonesia sendiri berada pada urutan ke-68 negara termiskin di dunia. Kemiskinan merupakan sebuah masalah sosial yang pada kenyataannya telah menimbulkan masalah sosial lainnya.

(32)

2.4 Keretakan Dalam Keluarga

Seperti kita ketahui, perkembangan seorang anak sangat dipengaruhi oleh keluarga, keluarga memegang peranan yang sangat penting dalam kehidupan individu. Keluarga mempunyai beberapa fungsi yang harus dipelihara demi bertahannya dan demi keutuhan sebuah keluarga. Fungsi-fungsi yang dimaksud adalah:

1. Fungsi pengaturan keturunan 2. Fungsi sosialisasi dan pendidikan 3. Fungsi ekonomi dan unit produksi 4. Fungsi pelindung

5. Fungsi penentuan status 6. Fungsi pemeliharaan 7. Fungsi afeksi

(33)

Menurut Leslie (1967) dalam T.O. Ihromi (1999) dampak perceraian terhadap anak-anak hampir selalu buruk. Anak-anak yang orang tuanya bercerai sering hidup menderita, khususnya dalam hal keuangan serta secara emosional kehilangan rasa aman. Juga menurut Bumpass dan Ridfuss anak-anak dari orang tua yang bercerai cenderung mengalami pencapaian tingkat pendidikan dan kondisi ekonomi yang rendah. Pada umumnya masalah kesulitan ekonomi ini khususnya dialami oleh anak-anak yang berada dibawah pengasuhan ibu dan berasal dari strata bawah. Namun, beberapa penelitian menyatakan bahwa dampak negatif dari perceraian terhadap anak lebih kecil dibandingkan apabila orangtua tetap mempertahankan perkawinan mereka yang tidak bahagia dan harmonis lagi karena pertengkaran-pertengkaran orangtua sering terjadi dan membuat anak tertekan dan stres (Ihromi, 1999: 161-163).

Kondisi keluarga yang tidak bahagia dan keretakan keluarga seperti yang telah dijelaskan tersebut sangat berdampak buruk bagi anak. Kebutuhan anak yang tidak terpenuhi secara material dan emosional dalam keluarga sering menjadi pendorong bagi anak untuk hidup dijalanan. Anak merasa lebih aman dan jauh dari tekanan keluarga ketika mereka memilih untuk terjun atau bahkan tinggal di jalanan.

2.5 Tahap Perkembangan Anak

(34)

harus dijalankannya serta peran yang harus dijalankan orang lain. Melalui penguasaan peran yang ada dalam masyarakat ini seseorang dapat berinteraksi dengan orang lain. Diri manusia berkembang secara bertahap melalui interaksi dengan orang lain, tahap-tahap tersebut antara lain:

2.5.1 Tahap Bermain (Play Stage )

Pada tahap ini seorang anak kecil mulai belajar mengambil peran orang lain yang berada di sekitarnya. Ia mulai menirukan peran orang lain yang ada di sekitarnya. Ia mulai menirukan peran yang dijalankan oleh orangtuanya misalnya, atau peran orang dewasa lain dengan siapa ia sering berinteraksi, dalam tahap ini anak belum sepenuhnya memahami isi peran-peran yang ditirunya itu. Seorang anak dapat meniru kelakuan ayah atau ibu yang sedang bekerja tetapi mereka tidak memahami mengapa mereka mengerjakannya. Dalam tahap ini interaksi seorang anak biasanya terbatas pada sejumlah orang lain biasanya anggota keluarga terutama ayah dan ibu (Sunarto, 2004: 22).

2.5.2 Tahap Permainan (Game Stage)

(35)

dapat mengambil peran orang lain (Sunarto, 2004: 22). Dalam hal ini anak-anak mulai mampu berfungsi dalam kelompok terorganisasi dan yang terpenting mampu menemukan apa yang akan mereka lakukan dalam kelompok yang spesifik.

2.5.3 Orang Lain Pada Umumnya (Generalized Other)

Pada tahap ini seseorang dianggap telah mampu berinteraksi dengan orang lain dalam masyarakat karena telah memahami peranannya sendiri serta peran orang lain dengan siapa ia berinteraksi. Dalam hal ini seorang anak telah membatinkan nilai-nilai, arti dan norma-norma kelompok serta menyesuaikan pengertiannya, penafsirannya dan kelakuannya dengan semuanya (Veeger, 1990: 224). Selaku anak ia telah memahami peran yang dijalankan orangtua, maka ia bisa disebut telah mempunyai suatu diri yang terbentuk melalui interaksi dengan orang lain (Sunarto, 2004: 22). Pada masa ini seseorang menentukan corak kepribadian yang diharapkan dengan cara mengembangkan suatu “pola umum gambaran dirinya” mereka mulai merintis tujuan hidupnya serta merencanakan strategi yang akan ditempuhnya dalam mengejar tujuan hidup yang dipilihnya.

(36)

2.6 Sosialisasi Sekunder Dan Sosialisasi Primer

Robert Lawang membagi sosialisasi menjadi dua macam yaitu sosialisasi primer dan sosialisasi sekunder. Berger dan Luckman, mendefenisikan sosialisasi primer sebagai sosialisasi pertama yang dijalani individu semasa kecil, melalui mana ia menjadi anggota masyarakat (Sunarto, 2004: 29). Proses ini terjadi pada seseorang ketika masih balita. Pada fase ini seorang anak dibekali pengetahuan tentang orang-orang yang berada di lingkungan sosial sekitarnya melalui interaksi seperti dengan ayah, ibu, dan anggota keluarga lainnya. Ia dibekali kemampuan untuk mengenali dirinya, membedakan dirinya dengan orang lain. Pada fase ini peran orang-orang disekitarnya sangat diperlukan terutama untuk membentuk karakter anak di usia selanjutnya hingga anak mampu menempatkan dirinya di lingkungan sosial, terutama dalam menempatkan hak dan kewajiban. Maka pada proses ini seorang anak akan dikenalkan dengan pola-pola kelakuan yang bersifat mendasar.

(37)

Salah satu bentuk sosialisasi sekunder yang sering dijumpai dalam masyarakat ialah apa yang dinamakan proses resosialisasi yang didahului dengan proses desosialisasi. Dalam proses desosialisasi seseorang mengalami “pencabutan” diri yang dimilikinya, sedangkan dalam proses resosialisasi seseorang diberi suatu diri yang baru. Proses desosialisasi dan resosialisasi ini sering dikaitkan dengan proses yang berlangsung dalam apa yang disebut Goffman dengan istilah institusi total (total institutions).

Sosialisasi tidak akan berjalan jika tidak ada peran media sosialisasi. Adapun media sosialisasi yang otomatis memiliki peran tersebut dalah lembaga sosial. Lembaga sosial adalah alat yang berguna untuk melakukan serangkaian peran menanamkan nilai-nilai dan norma-norma sosial. Lembaga-lembaga yang saling berhubungan tersebut memerankan sebagai agen sosialisasi atau agen sosialisasi. Lembaga sosial tersebut adalah:

2.6.1 Keluarga

(38)

dengan sendirinya orang tua memiliki peranan yang penting terhadap proses sosialisasi kepada anak.

Dalam proses sosialisasi di dalam lingkungan keluarga tertuju tertuju pada keinginan orang tua untuk memotivasi kepada anak orang mempelajari pola perilaku yang diajarkan keluarganya. Adapun bentuk dari motivasi sendiri apakah bersifat coersive dan participative tergantung pada tipe keluarga tersebut, mengingat model yang digunakan oleh masing-masing keluarga di dalam melakukan sosialisasi ada yang bertipe otoriter dan ada yang bertipe demokratis.

2.6.2 Kelompok

(39)

kultural, sedangkan kelompok masyarakat tradisional biasanya lebih bersifat konservatif.

2.6.3 Lingkungan Pendidikan

Lembaga pendidikan adalah lembaga yang diciptakan oleh pemerintah untuk mendidik anak-anak sebagai langkah untuk mempersiapkan potensi anak dalam rangka membangun negara. Melalui lembaga pendidikan anak diasah kecerdasan dan keahliannya. Akan tetapi selain potensi akademik dengan pola-pola penyerapan ilmu pengetahuan, seorang anak dididik juga dibina untuk memiliki moralitas yang baik, sehingga selain menjadi generasi yang memiliki kecerdasan, dia juga ditunutut untuk memiliki moralitas yang baik serta komitmen.

(40)

di sekolah tidak ada perlakuan khusus. Perlakuan terhadap semua siswa sama tanpa membeda-bedakan, ini disebut universal. Dalam hal ini sekolah merupakan peralihan antara dunia keluarga dan dunia kemasyarakatan. Di sekolah anak diperkenalkan dengan berbagai macam peraturan yang relatif baru.

2.6.4 Keagamaan

Agama merupakan salah satu lembaga sosial yang di dalamnya terdapat norma-norma yang harus dipatuhi, sekalipun norma agama tidak mempunyai sanksi secara langsung, agama tidak hanya sekedar tatanan yang berisi tata cara praktik ibadah atau praktik penyembahan kepada Tuhan semata, tetapi di dalamnya terdapat pola kelakuan ang berisi perintah dan larangan. Agama sebagai salah satu lembaga sosial, sebab dalam ajaran agama manusia diharuskan hidup dalam keteraturan sosial, supaya tidak memiliki kepribadian yang menyimpang.

2.6.5 Lingkungan Sosial

(41)

Di lingkungan mana pun seorang pasti akan terisolasi dengan tata aturan yang berlaku di lingkungan tersebut. Di dalam lingkungan kerja seseorang akan terisolasi oleh pola-pola yang berlaku di lingkungan kerja tersebut, misalnya dia harus menjalankan peran sesuai dengan status atau kedudukannya di dalam lingkungan tersebut. Semua peran-peran merupakan hasil sosialisasi secara tidak langsung dalam masing-masing lingkungan sosial dimana seseorang berada (Setiadi, 2011: 177-178).

2.6.6 Media Massa

(42)

Media massa memiliki andil besar dalam menyebarluaskan informasi dari berbagai kebijakan pemerintah, seperti Undang-Undang, Peraturan Daerah, dan berbagai kebijakan publik lainnya. Sosialisasi anak melalui acara-acara film, majalah anak-anak, radio, sangat berpengaruh pada proses pembentukan karakter kepribadian anak (Setiadi, 2011: 181).

2.7 Kelompok Primer Dan Kelompok Sekunder

Kelompok-kelompok sosial merupakan kesatuan sosial yang terdiri dari kumpulan individu-individu yang hidup bersama dengan mengadakan hubungan timbal balik yang cukup intensif dan teratur, sehingga daripadanya diharapkan adanya pembagian tugas struktur, tugas, serta norma-norma tertentu yang berlaku bagi mereka. Berdasarkan besar kecilnya jumlah anggota kelompok. Charles Horton Cooley membedakan antara kelompok primer dan kelompok sekunder.

Menurut Cooley dalam Bagong Suyanto (2010), kelompok primer merupakan kelompok yang ditandai dengan adanya hubungan yang erat dimana anggota-anggotanya saling mengenal dan sering berkomunikasi secara langsung berhadapan muka (face to face) serta terdapat kerjasama yang bersifat pribadi atau adanya ikatan psikologis yang erat (Suyanto, 2010: 25). Dari ikatan-ikatan psikologis dan hubungan yang bersifat pribadi inilah, maka akan terjadi peleburan-peleburan dalam suatu kelompok, sehingga tujuan-tujuan individu menjadi juga tujuan kelompoknya. Contohnya: keluarga, kelompok sepermainan.

(43)

Sifat-sifat hubungan dalam kelompok primer yaitu:

1. Adanya kesamaan tujuan diantara para anggotanya yang berarti bahwa masing-masing individu mempunyai keinginan dan sikap yang sama dalam usahanya untuk mencapai tujuan serta salah satu pihak harus rela berkorban demi untuk kepentingan pihak lainnya.

2. Hubungan secara sukarela sehingga pihak-pihak yang bersangkutan tidak merasakan adanya penekanan-penekanan, melainkan semua anggota akan merasakan adanya kebebasan.

3. Hubungan bersifat dan juga inklusif, artinya hubungan yang diadakan itu harus melekat pada kepribadian seseorang dan tidak dapat digantikan oleh orang lain, dan bagi mereka yang mengadakan hubungan harus menyangkut segala kepribadiannya misalnya perasannya, sifat-sifatnya.

Kelompok sekunder merupakan kelompok-kelompok besar yang terdiri dari banyak orang. Hubungannya tidak berdasarkan pengenalan secara pribadi dan sifatnya juga tidak begitu langgeng, misalnya: hubungan kontrak jual beli (Soekanto, 2009: 114). Dalam kelompok sekunder, diantara para anggotanya tidak terdapat loyalitas terhadap kelompoknya sehingga tidak tercapai kesejahteraan bersama seperti pada kelompok primer.

Sifat-sifat hubungan dalam kelompok sekunder adalah:

(44)

2. Hubungan renggang dimana anggotanya tidak perlu saling mengenal secara pribadi

3. Sifatnya tidak permanen

4. Hubungan cenderung pada hubungan formil, karena sedikit sekali terdapat kontak di antara para anggotanya, dan baru terdapat kontak apabila ada kepentingan dan tujuan tertentu saja (Suyanto, 2010: 27).

2.8 Labeling Terhadap Anak Jalanan

Sebagai seorang anak yang seharusnya mendapatkan perhatian dari orang dewasa, anak jalanan tidak pernah memimpikan untuk hidup di jalanan. Dengan keadaan terpaksa tanpa pilihan lain mereka memilih untuk hidup di jalanan. Di dalam masyarakat pada umumnya anak-anak jalanan telah mempunyai stigma negatif.

(45)

Menurut ahli teori labeling, mendefenisikan penyimpangan merupakan sesuatu yang bersifat relatif dan bahkan mungkin juga membingungkan. Karena untuk memahami apa yang dimaksud sebagai suatu tindakan menyimpang harus diuji melalui reaksi orang lain. Menurut Becker, salah seorang pencetus teori labeling

(dalam Clinard dan Meier, 1989: 92) mendefenisikan penyimpangan sebagai “suatu konsekuensi dari penerapan aturan-aturan dan sanksi oleh orang lain kepada seorang pelanggar”.

Melalui defenisi itu dapat diterapkan bahwa penyimpangan adalah tindakan yang dilabelkan kepada seseorang atau pada siapa label secara khusus telah ditetapkan. Dengan demikian, dimensi penting dari penyimpangan adalah pada adanya reaksi masyarakat bukan pada kualitas dari tindakan itu sendiri. Atau dengan kata lain penyimpangan tidak ditetapkan berdasarkan norma, tetapi melalui reaksi masyarakat, bukan pada kualitas dari tindakan itu sendiri. Atau dengan kata lain penyimpangan tidak ditetapkan berdasarkan norma, tetapi melalui reaksi atau sanksi dari penonton sosialnya (Bagong, 2004: 114).

(46)

tidak mempunyai masa depan, tidak bisa diharapkan sebagai generasi penerus dan tidak mempunyai manfaat bagi masyarakat.

Status sebagai anak jalanan menyebabkan mereka harus rela dengan berbagai hinaan, cacian, makian, kekejaman, dan image buruk di masyarakat. Itu artinya ketika permasalahan sosial menimpa keluarga dan dirinya, dengan sendirinya ia mengalami penghilangan hak sebagai anak oleh masyarakat, termasuk oleh pemerintah. Stigma negatif masyarakat serta kurang berfungsinya pemerintah melaksanakan kewajibannya untuk memberikan yang terbaik kepada anak menyebabkan posisi anak jalanan semakin termarginalkan. Hal ini juga menimbulkan anak jalanan selalu mengalami perlakuan-perlakuan yang bukan saja mengabaikan keberadaanya sebagai anak dalam sutu negara tapi juga melanggar hak azasinya. Itulah sebabnya masyarakat begitu mudah melakukan kekerasan kepada anak. Stigma negatif dan latar belakang statusnya menyebabkan seseorang atau kelompok dengan mudah melakukan perbuatan yang berseberangan dengan konsep sesungguhnya masyarakat dan negara (Frans, 1999:12).

2.9 Undang-Undang Terhadap Perlindungan Anak

(47)

Sebagai perwujudan komitmen pemerintah dalam meratifikasi Konvensi Hak-hak Anak, Pemerintah Indonesia telah mengesahkan Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak pada tanggal 22 Oktober 2002 yang secara keseluruhan, materi pokok dalam undang-undang tersebut memuat ketentuan dan prinsip-prinsip konvensi hak-hak anak.

Sehubungan dengan konsepsi perlindungan anak yang utuh, menyeluruh, dan kompherensif undang-undang No.23 meletakkan kewajiban memberikan perlindungan kepada anak berdasarkan azas-azas sebagai berikut :

1. Nondiskriminasi

2. Kepentingan yang terbaik bagi anak

3. Hak untuk hidup, kelangsungan hidup, dan perkembangan 4. Penghargaan terhadap pendapat anak.

Kemudian dalam UUPA nomor 23 ayat 12 dikatakan bahwa “Hak anak adalah bagian dari Hak Asasi Manusia yang wajib dijamin, dilindungi dan dipenuhi oleh orang tua, keluarga, masyarakat, pemerintah dan negara”. Jika memperhatikan jumlah anak jalanan saat ini dijalanan menjadi sebuah bukti bahwa Undang-undang yang ditetapkan oleh pemerintah belum berjalan sebagaimana yang diharapkan.

(48)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Dengan menggunakan penelitian kualitatif peneliti akan memperoleh informasi atau data yang lebih mendalam tentang kehidupan sosial anak jalanan. Penelitian kualitatif digunakan untuk melihat individu secara utuh serta menggambarkan secara utuh kekerasan terhadap anak jalanan di perempatan jalan aksara Medan. Penelitian kasus adalah penelitian mendalam mengenai unit sosial tertentu dan hasilnya merupakan gambaran yang lengkap dan terorganisasi baik mengenai unit tersebut atau dapat pula mencakup keseluruhan faktor-faktor dan kejadian. Tujuan dari penelitian kasus adalah untuk mempelajari secara intensif latar belakang keadaan sekarang dan interaksi lingkungan suatu unit sosial baik individu maupun kelompok lembaga atau masyarakat (Suryabrata, 2002: 22 ).

3.2 Lokasi Penelitian

(49)

1. Di jalan aksara banyak orang dewasa (anak punk) ataupun anak-anak dewasa yag lain, yang yang juga bekerja sebagai pengamen yang tidak menutup kemungkinan menjadi pelaku kekerasan bagi anak-anak.

2. Di perempatan jalan aksara dan sekitar pasar merupakan tempat yang sangat banyak dikunjungi oleh orang-orang dan disana anak-anak banyak bekerja mencari uang sebagai pengamen, pedagang asongan dan bahkan pengemis.

3.3 Unit analisis dan informan

3.3.1 Unit analisis

Unit analisis adalah satuan tertentu yang diperhitungkan sebagai subjek penelitian. Yang menjadi unit analisis dalam penelitian ini adalah seluruh anak jalanan di sekitar perempatan jalan Pasar Aksara, serta beberapa informan tambahan untuk memperkuat data penelitian seperti orang-orang yang memberikan perhatian terhadap masalah anak jalanan.

3.3.2 Informan

(50)

1. Laki-laki atau perempuan yang berusia 18 tahun ke bawah yang bekerja dan menghabiskan waktu di jalanan sekitar perempatan jalan pasar Aksara yang pernah mengalami tindak kekerasan.

2. Dinas sosial Kota Medan ( Kabid. Pelayanan Sosial)

3. Lembaga Pusat Kajian dan Perlindungan Anak (Kordinator anak jalanan PKPA)

1.4 Teknik Pengumpulan Data

Dalam proses pengumpulan data, peneliti menggunakan beberapa teknik penelitian yang merupakan upaya untuk mendapatkan dan memperoleh informasi yang diperlukan. Pada tahap ini peneliti akan melakukan observasi, wawancara, serta dokumen-dokumen yang mendukung proses penelitian. Adapun teknik pengumpulan data yang dilakukan oleh peneliti adalah sebagai berikut:

a. Data primer

Teknik pengumpulan data primer adalah teknik pengumpulan data yang diperoleh melalui kegiatan penelitian langsung ke lokasi penelitian untuk mencari data-data yang lengkap dan berkaitan dengan masalah yang diteliti, teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara:

1. Observasi partisipan

(51)

terhadap objek pengamatan dengan langsung hidup bersama, merasakan serta berada dalam aktivitas kehidupan objek pengamatan. Maka dengan cara demikian peneliti benar-benar menyelami kehidupan objek pengamatan (Burhan, 2007: 116). Dengan teknik pengumpulan data observasi partisipan, peneliti berinteraksi secara langsung dan mengikuti aktivitas anak jalanan untuk mendapatkan data yang lebih akurat.

2. Wawancara mendalam

Wawancara mendalam adalah proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka antara pewawancara dengan informan ataupun orang yang diwawancarai, dengan atau tanpa menggunakan pedoman wawancara (Bungin, 2007: 108).

b. Data sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh secara tidak langsung dari objek penelitian. Pengumpulan data sekunder dalam penelitian ini dilakukan dengan cara penelitian kepustakaan dan pencatatan dokumen, yaitu dengan mengumpulkan data dan mengambil informasi dari buku-buku referensi, dokumen, majalah, jurnal dan dari internet yang relevan dengan dengan masalah yang diteliti, dalam hal ini yang terkait dengan kehidupan anak jalanan.

1.5 Interpretasi Data

(52)

sebagainya. Berkaitan dengan data-data yang diperoleh tersebut maka dilakukanlah pengolahan, analisis, dan penafsiran. Data yang diperoleh dari lapangan tersebut yang berupa hasil wawancara dan observasi kemudian di edit untuk menyederhanakan sehingga lebih mudah dipahami. Data-data yang telah terkumpul kemudian disusun, setelah itu diinterpretasikan secara kualitatif.

(53)

1.6 Jadwal Kegiatan

(54)

1. Ketika peneliti melakukan pengamatan dan wawancara terhadap anak jalanan, banyak anak-anak jalanan dewasa di lokasi sedang berkumpul dan meminum minuman keras dan dalam kondisi hampir mabuk. Anak-anak tersebut memanggil peneliti dalam keadaan tidak sadar sehingga ada ketakutan untuk melakukan penelitian pada saat itu dan melanjutkannya di hari berikutnya. 2. Dalam melakukan penelitian ke Dinas sosial, peneliti terkendala dalam hal

penyelesaian surat izin penelitian dari dinas sosial tersebut. Kemudian dalam melakukan wawancara kepada kepala bidang pelayanan sosial, informan sering tidak ditempat karena sedang bertugas keluar kota, sehingga informan berulang-ulang ke kantor dinas sosial.

(55)

BAB IV

TEMUAN DATA DAN INTERPRETASI DATA

4.1 Deskripsi Lokasi Penelitian 4.1.1 Keadaan Geografis

Aksara merupakan jalan yang terletak di keluran Bantan timur kecamatan Medan Tembung. Luas wilayah kelurahan Bantan Timur adalah 88,8 ha/m² dengan luas wilayah pemukiman 80 ha/m² dan luas wilayah perkantoran 8,8 ha/ m². Kelurahan Bantan Timur mempunyai batas-batas wilayah sebagai berikut :

1. Sebelah Barat berbatasan dengan Kelurahan Pahlawan 2. Sebelah Timur berbatasan dengan Kelurahan Bantan 3. Sebelah Selatan berbatasan dengan Tegal Sari Mandala I 4. Sebelah Utara berbatasan dengan desa Medan Estate

(56)

4.1.2 Keadaan penduduk

Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistika kota Medan, jumlah penduduk kelurahan Bantan Timur pada tahun 2010 mencapai 26815 jiwa, dengan jumlah laki-laki 12408 jiwa dan perempuan 14407 jiwa dengan total jumlah keluarga mencapai 5363 Kepala Keluarga. Mayoritas penduduk Bantan Timur adalah etnis suku Batak Mandailing dan agama mayoritas di daerah ini adalah agama islam. Sumber penghasilan sebagian besar penduduk adalah wiraswasta. Berikut ini komposisi penduduk berdasarkan etnis penduduk pada tahun 2010 di kelurahan Bantan Timur:

Tabel 4.1 Komposisi penduduk berdasarkan Etnis di Kelurahan Bantan Timur tahun 2010

No Etnis Jumlah Persentase

1. Batak toba 3321 12,39

2. Melayu 2974 11,09

3. Minang 2364 8,81

4. Jawa 3291 12,27

5 China WNI 6703 25,00

6 Mandailing 8104 30,23

7 Dll 58 0,21

Total 26815 100

Sumber: daftar isian profil kelurahan Bantan Timur tahun 2010

(57)

Tabel 4.2 Komposisi penduduk berdasarkan mata pencaharian di kelurahan Bantan Timur tahun 2010.

No Mata pencaharian pokok Jumlah persentase

1. Pegawai negeri sipil 201 1,04

Sumber: daftar isian profil kelurahan Bantan Timur tahun 2010

Adapun komposisi penduduk berdasarkan agama di kelurahan Bantan Timur adalah sebagai berikut:

Tabel 4.3 Komposisi Penduduk Berdasarkan Agama Di Kelurahan Bantan Timur Pada Tahun 2010

(58)

Sedangkan tingkat pendidikan penduduk di kelurahan Bantan Timur pada tahun 2010 adalah sebagai berikut:

Tabel 4.4 Tingkat pendidikan penduduk di kelurahan Bantan Timur pada tahun 2010 adalah sebagi berikut:

No. Tingkat Pendidikan Jumlah

1. Usia 3-6 tahun yang belum masuk TK 1644

Sumber: daftar isian profil kelurahan Bantan Timur tahun 2010

4.1.2 Sarana dan Prasarana

(59)

Tabel 4.5 Prasarana Peribadatan Di Kelurahan Bantan Timur Pada Tahun

Sumber: daftar isian profil kelurahan Bantan Timur tahun 2010

Adapun prasarana kesehatan yang tersedia di kelurahan Bantan Timur pada tahun 2010 adalah sebagai berikut:

Tabel 4.6 Prasarana kesehatan di kelurahan Bantan Timur pada tahun 2010

No Prasarana kesehatan Jumlah

1. Rumah sakit umum 1

2. Puskesmas 1

3. Poliklinik/ balai pengobatan 1

4. Apotik 8

5. Posyandu 11

6. Toko obat 5

7. Balai pengobatan masyarakat/ swata 1 8. Rumah/ kantor praktek dokter 13

Total 41

Sumber: daftar isian profil kelurahan Bantan Timur tahun 2010

(60)

Tabel 4.7 Sarana kesehatan yang tersedia di kelurahan Bantan Timur pada

8. Dukun pengobatan alternatif 4

9. Dokter praktek 13

Total 54

Sumber: daftar isian profil kelurahan Bantan Timur tahun 2010

4.2 Profil Informan

1. Nama : Reni Sinaga

Jenis kelamin : Perempuan Umur : 16 tahun Perkerjaan : Mengamen Pendidikan terakhir : Kelas 3 SMP Suku : Batak Toba Agama : Kristen Protestan Status anak di jalanan : Children of the street

(61)

botot, dan ibunya bekerja sebagai seorang pemulung. Tentunya dengan pekerjaan yang demikian tidaklah mencukupi kebutuhan sehari-hari keluarganya, sehingga pada tahun 2012 ibunya memutuskan untuk menjadi TKW ke Malasya. Ayahnya adalah orang yang selalu bersikap kasar kepada mereka, menjadi pendorong bagi ibunya juga untuk meninggalkan mereka dan lebih memilih bekerja sebagai TKW disamping kehidupan ekonomi yang tidak mencukupi.

Setelah ibu Reni bekerja menjadi TKW, kehidupan keluarga Reni pun semakin tidak teratur. Merasa tidak nyaman tinggal dirumah, akhirnya Reni memilih untuk melarikan diri dari rumah dan tinggal di jalanan. Saat ini tanpa sepengetahuan ibunya, Reni menjalani kehidupan di jalanan bersama dengan teman-temannya, karena dia merasa lebih nyaman tinggal di jalanan. Saat ini Reni selalu menghabiskan waktu selama 24 jam di jalanan. Dia merasa lebih baik tinggal dijalanan daripada hidup bersama dengan keluarganya. Menurut Reni ayahnya selalu bersikap tidak adil dan lebih baik kepada orang lain daripada kepada keluarganya sendiri. Dari suatu pernyataan Reni terlihat jelas bahwa dia juga tidak mendapat perhatian dan kasih sayang dari keluarganya. Dan teman-temannya di jalanan lebih baik kepada dia daripada orangtuanya sendiri. Dia mengakui kalau teman-temannya selalu memberikan Dia makanan, dan mereka selalu makan bersama-sama.

(62)

diganggu oleh anak-anak punk. Anak-anak punk sering meminta uangnya dan jika tidak diberikan maka mereka akan dibentak dan bahkan dikejar-kejarnya.

Kemudian hal yang menjadi tantangan bagi Reni adalah teman-temannya kadang-kadang bersikap usil kepada Reni. Sebagai seorang perempuan Reni sering sekali dilecehkan sama teman-teman lelakinya dengan mencium wajahnya, meskipun dia menganggap bahwa itu sudah menjadi hal yang biasa dilakukan oleh laki-laki kepada perempuan di jalanan.

2. Nama : Mail

Jenis kelamin : Laki-laki

Umur : 9 (Sembilan) Tahun Pekerjaan : Mengamen

Pendidikan Terakhir : kelas 2 SD (Sekolah Dasar) Suku : Jawa

Agama : Islam

Status anak di jalanan : Children on the street

(63)

ayahnya untuk bekerja di jalanan. Mail bekerja dijalanan hanya dengan modal suara yang pas-pasan, dan terkadang dengan nada-nada lagu yang kurang tepat. Walaupun demikian, dalam satu hari Mail mampu mendapatkan uang sekitar Rp.10.000-Rp.25.000 per harinya. Menurut pengakuannya, penghasilannya dia gunakan untuk uang jajan dan juga untuk keperluan sehari-hari seperti membeli nasi. Kadang-kadang uang yang dia hasilkan dia berikan kepada ayahnya.

Mail tinggal dijalanan masih sekitar satu tahun. Ayahnya bekerja sebagai penjual jam tangan di sekitar pasar aksara dengan kondisi keuangan yang sangat terbatas. Kondisi keuangan yang sangat terbatas tersebut mendorong ayahnya untuk menyuruh Mail bekerja dijalanan. Selama bekerja di jalanan, Mail mengakui dia sering mendapat perlakuan kasar dari kernek angkot ketika dia mengamen, dia dibentak apalagi ketika mengamen tanpa permisi sama sopir angkot.

3. Nama : Reza Nasution

Jenis kelamin : Laki-laki Umur : 18 Tahun Pekerjaan : Mengamen Pendidikan Terakhir : Kelas 1 SMP Suku : Mandailing Agama : Islam

(64)

Reza Nasution salah satu anak jalanan yang tinggal di jalan Aksara. Dia telah tinggal dijalanan selama 8 tahun bersama anak kandungnya. Reza adalah anak ke delapan dari delapan bersaudara, mempunyai dua orang saudara laki-laki dan lima orang saudara laki-laki. Meskipun Reza merupakan anak bungsu hidupnya tidak lebih baik dari saudara-saudaranya karena dia adalah korban broken home. Ayahnya bekerja sebagai pedagang aksesoris, dan ibunya bekerja dikantoran. Pada tahun 2008 kedua orang tuanya bercerai karena ibunya tidak tahan lagi dengan sikap buruk ayahnya yang selalu bermain judi dan mabuk-mabukan. Setelah kedua orangtuanya bercerai, ayahnya menikah lagi dan ibunya juga menikah. Saat ini Reza telah mempunyai 3 orang adik tiri dari ayah tirinya.

(65)

sekali-sekali masih pulang ke rumah ibu kandungnya dan ayah tirinya. Berbeda dengan abang kandungnya yang sama sekali tidak pernah mau pulang.

Tidak hanya di rumah, di jalanan juga dia mengakui tidak merasa begitu nyaman, karena disana dia hidup bersama dengan abang kandungnya. Mereka sering berkelahi dan saling pukul-pukulan sehingga sering tidak saling cakapan. Reza mengakui kehidupan di jalanan sangat keras, bahkan teman-temannya yang lebih besar dari dia sering meminta uang hasil kerjanya, dan ujung-ujungnya pasti akan berkelahi dan maki-makian. Preman dan anak punk juga sering mengancam dan memintai uangnya. Reza mengatakan bahwa anak-anak kecil yang juga anak jalanan sering menjadi korban, uang anak-anak tersebut sering dimintai oleh teman-temannya juga.

Reza mengakui kehidupan anak-anak jalanan disana terbiasa dengan tipuan. Saat ini sangat dendam dengan salah seorang temannya yang telah dia curigai mengambil uangnya sebanyak Rp.250.000 ketika dia sedang tidur, tidak hanya itu, dia mengakui bahwa teman-temannya juga baru saja mencuri, karena mereka memang pintar untuk mengelabui orang lain.

4. Nama : Rahmat Hidayat

(66)

Suku : Melayu Agama : Islam

Status anak di jalanan : Children on the street

Rahmat hidayat adalah seorang anak yang bekerja di jalan selama kurang lebih 1 tahun. Hidayat lahir di Jakarta, tetapi pada waktu dia belum mengerti apa-apa neneknya yang saat ini telah berusia delapan puluhan tahun membawa dia ke Medan. Saat ini dia tinggal bersama seorang nenek sejak ayah dan ibunya tidak tinggal bersama lagi karena permasalahan ekonomi. Ibunya bekerja menjadi TKW di Malasya, namun setelah kontrak kerja selesai ibunya tidak kembali juga. Keluarganya menduga ibunya telah menikah dan mempunyai keluarga baru di Malasya. Hidayat ditinggalkan oleh ibunya sejak berumur empat tahun. Sebenarnya hidayat masih mempunyai seorang ayah yang seharusnya bisa bertanggung jawab atas dirinya khususnya masalah memenuhi kebutuhan hidupnya, tetapi sampai saat ini dia tidak pernah bertemu lagi dengan ayahnya dan tidak tau apa pekerjaannya.

(67)

Setiap harinya Hidayat bekerja di jalanan biasanya akan mengamen sampai malam beserta dengan teman-temannya dengan Penghasilan per harinya Rp. 10.000-25.000. Biasanya, dia dengan sekelompok temannya mengamen bersama-sama di lampu merah perempatan jalan Aksara. Setelah lampu hijau mereka akan mengumpulkan penghasilan masing-masing dan dipegang oleh Hidayat sebagai orang yang telah mereka percaya. Setelah selesai mengamen dalam satu hari mereka akan membagi-bagikan penghasilan mereka bersama-sama secara merata.

Hidayat mengakui di tempat mereka mengamen masih banyak orang lain yang mencari uang, anak jalanan yang tidak termasuk dalam kelompok mereka dan anak

punk lainnya yang lebih dewasa dari mereka. Ketika mengamen anak punk sering meminta uang hasil kerjanya. Jika tidak diberikan maka mereka akan dipukul, di maki dan diancam oleh anak punk, sehingga kadang-kadang menjadi ketakutan untuk mengamen. Sebisa mungkin mereka akan menghindar jika disana ada anak punk. Tidak ada yang begitu peduli dengan keadaan ini, sehingga berulang-ulang terjadi kekerasan pada mereka.

(68)

5. Nama : Sultan Siregar

Jenis kelamin : Laki-laki

Umur : 9 (Sembilan) Tahun Pekerjaan : Mengamen

Pendidikan Terakhir : Kelas 2 SD (Sekolah Dasar) Suku : Mandailing

Agama : Islam

Status anak di jalanan : Children on the street

Sultan telah bekerja di jalan sudah satu tahun lebih. Di medan dia tinggal bersama seorang seorang ibu. Ibu dan ayahnya sudah lama tidak bersama lagi, dan bahkan dia tidak tau persis mengapa ayah dan ibunya tidak bersama-sama lagi. Sebelumnya mereka tinggal di Aceh tetapi karena ada masalah dalam keluarganya mereka pindah ke Medan bersama ibunya. Sultan bahkan tidak mengenali ayahnya, karena dia belum tau apa-apa ketika mereka pindah ke Medan. Sultan dan ibunya tinggal di sekitar pasar Aksara. Saat ini ibunya tidak mempunyai pekerjaan yang jelas, sehingga dia terpaksa mengamen di jalan untuk mendapatkan uang membeli makan mereka. Sultan bergantung dengan penghasilannya yang tidak menentu antara Rp 10.000-25.000 per hari untuk keperluannya setiap hari.

Di jalanan dia sering merasa ketakutan ketika mengamen karena anak punk

(69)

bersama-sama ketika mengamen, supaya ketika dimarahi atau dikompas paling tidak sesama mereka saling membela.

6. Nama : Edu Harahap

Jenis kelamin : Laki-laki

Umur : 8 (delapan) Tahun Pekerjaan : Mengamen

Pendidikan Terakhir : Kelas 2 SD (Sekolah Dasar) Suku : Mandailing

Agama : Islam

Status anak di jalanan : Children on the street

Edu Harahap adalah salah satu anak jalanan yang setiap harinya mengamen di jalanan, dia menghabiskan waktu di jalan antara 8-10 jam setiap harinya. Edu masih mempunyai orangtua dan mempunyai seorang saudara perempuan, ayahnya bekerja sebagai penarik becak dan ibunya bekerja sebagai tukang cuci pakain.

(70)

Edu mengakui bahwa dijalanan ketika mengamen mengamen dia sering mendapat perlakuan kasar dari anak jalanan yang lebih besar dari dia, khususnya anak

punk. Dia sering dibentak ketika mengamen dan uangnya diminta bahkan dipukul dan diancam. Tetapi meskipun sering mendapatkan ancaman untuk mengamen, dia tetap bertahan dengan segala resiko demi untuk mendapatkan makanan setiap harinya.

7. Nama : Immanuel Gultom

Jenis kelamin : Laki-laki Umur : 17 Tahun Pekerjaan : Mengamen Pendidikan Terakhir : -

Suku : Batak toba

Agama : Kristen Protestan Status anak di jalanan : Children of the street

(71)

pernah komunikasi sama sekali, sehingga dia tidak tau apakah ayahnya masih hidup atau tidak. Immanuel menduga kalau ibunya sudah menikah lagi sehingga tidak mau lagi kembali ke Indonesia.

Setelah kedua orangtua Immanuel bercerai, dia dititipkan di panti asuhan di Siantar. Tetapi pada usia yang ke enam tahun dia ditarik neneknya dari panti asuhan karena sebenarnya Immanuel masih mempunyai keluarga yang dekat dengan dia, dia masih mempunyai nenek dan kakek dari pihak ayahnya di Siantar. Setelah Immanuel keluar dari panti asuhan, tidak lama kemudian dia melarikan diri dari rumah dan memilih tinggal di jalanan di pasar Aksara. Empat Tahun menjadi anak jalanan di Pasar Aksara Medan, dia dicari oleh neneknya dan ditemukan di Aksara. Setelah ditemukan di jalan dia dibawa pulang ke Siantar. Merasa jenuh tinggal di rumah, disana pun dia menjadi anak jalanan juga, hingga pada akhirnya kembali ke jalanan Medan. Tidak lama kemudian dia dicari oleh kakek dan neneknya, tetapi kali ini dia tidak mau lagi kembali ke rumah sehingga sampai sekarang dia tetap tinggal di jalanan.

(72)

Menurut Immanuel, kekerasan adalah hal yang sering terjadi di jalanan antara sesama anak jalanan, antara anak jalanan dengan anak punk, maupun kekerasan yang dialami secara pribadi dari preman sekitar. Tidak jarang diantara mereka berkelahi karena masalah uang, dan karena masalah-masalah sepele di jalanan. Masalah yang paling sering terjadi adalah, anak punk dan preman sekitar mau meminta uang mereka dan pada akhirnya berkelahi kalau mereka tidak mau memberikan. Sedangkan penyebab perkelahian di antara anak jalanan adalah diantara mereka sering terjadi kehilangan uang kemudian tidak mau meminjamkan gitar karena alasan balas dendam. Dari pengakuan Immanuel, dia juga dan beberapa orang temannya sering menegelabui anak-anak jalanan yang masih kecil untuk mengambil uangnya dan bahkan memintanya secara kasar.

4.3 Penyebab Anak Menjadi Anak Jalanan

Dari hasil penelitian di lapangan, ada beberapa hal yang menjadi penyebab anak turun ke jalan seperti kondisi ekonomi keluarga, kekerasan dalam keluarga, dan keretakan dalam keluarga. Tidak hanya permasalahan keluarga, faktor lingkungan yang didukung oleh kondisi keluarga, serta tidak adanya larangan dari orang tua juga sangat berpengaruh menjadi pendorong anak turun ke jalan.

4.3.1 Permasalahan Ekonomi Keluarga

(73)

menganggur/ tidak memiliki perkerjaan, orangtua bekerja serabutan, tidak memiliki perkerjaan tetap dan penghasilan pun tidak tetap, orangtua bekerja di sektor informal seperti tukang becak, penjual sayur, kaki lima, pemulung dan sejenisnya sehingga tidak mencukupi kebutuhan dasar keluarga serta beban tanggungan yang besar (Subhansyah, 2010: 14).

Dari hasil penelitian yang diperoleh, alasan utama anak turun ke jalan adalah karena alasan ekonomi keluarga, seperti dikatakan informan berikut ini:

“ibu nggak kerja sekarang kak, kadang-kadang dia mau kerja di pajak

sana tapi mana cukup buat keperluan kami kak, karena nggak jelas itu

kerjaanya” (Sultan, 9 tahun).

Masalah ekonomi sangat berdampak bagi kehidupan anak, masalah ini seharusnya tanggung jawab orang tua, tetapi kenyataannya anak menjadi korban dari masalah ekonomi keluarga dan disuruh bekerja dijalan seperti dikatakan informan berikut ini:

mamaku udah lama meninggal kak, jadi aku disuruh bapak kerja

dijalan buat nambah-nambah uang kak, lagian temanku juga ada kerja

(74)

4.3.2Kekerasan Dalam Keluarga

Terjadinya kekerasan terhadap anak dalam keluarga, sebagai akar masalahnya adalah rapuhnya tatanan keluarga. Karakteristik tatanan keluarga yang rapuh diantaranya adalah ketidakmampuan orang tua dalam mendidik anak dengan sebaik-baiknya, yaitu tiadanya perhatian, kelembutan dan kasih sayang dari orang tua terhadap anak. Ruang keluarga yang dihiasi oleh suasana pertengkaran, perselisihan dan permusuhan adalah sumber terjadinya kekerasan dan yang paling terkena sasaran adalah anak. Keluarga merupakan fondasi primer bagi perkembangan kepribadian dan tingkah laku anak keberhasilan keluarga dalam membentuk watak anak sangat bergantung pada subjek-subjek dalam keluarga tersebut (Huraerah, 2007: 69).

Gambar

Tabel 4.2 Komposisi penduduk berdasarkan mata pencaharian di kelurahan  Bantan Timur tahun 2010
Tabel 4.4 Tingkat pendidikan penduduk di kelurahan Bantan Timur pada tahun 2010 adalah sebagi berikut:
Tabel 4.5 Prasarana Peribadatan Di Kelurahan Bantan Timur Pada Tahun
Tabel 4.7 Sarana kesehatan yang tersedia di kelurahan Bantan Timur pada

Referensi

Dokumen terkait

“agen pelaksana dari program pembinaan anak jalanan adalah Dinas Sosial Kota Medan, sebagai perpanjang tanggan dari Gubernur Sumatera Utara dan dalam pelaksanaannya ketika

Adapun indikator Implementasi Kebijakan Dinas Sosial dan Pemakaman Kota Pekanbaru Tentang Anak Jalanan yaitu Razia Anak Jalanan, Penyusunan Data Anak Jalanan,

Perubahan Perilaku Anak Jalanan Dalam Melakukan Aktivitas Mendapatkan Penghasilan Dan Implikasinya Bagi Kebijakan Sistem Perlindungan Sosial Anak Jalanan Di Kota Bandung..

pembinaan anak jalanan oleh Dinas Sosial dan Ketenagakerjaan Kota Medan. 1.3.2

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui implementasi program pembinaan anak jalanan oleh Dinas Sosial dan Ketenagakerjaan Kota Medan1. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara

Pada kategori kelompok yang kedua ini anak jalanan merupakan anak- anak yang berpartisipasi penuh di jalanan, baik secara sosial maupun ekonomi. Beberapa diantara mereka

Dengan penekanan adanya suatu bentuk trtib sosial dan pola- pola yang didapat dalam sosialisasi setidaknya anak jalanan dapat lebih memahami tentang suatu hal yang akan menjadi acuan

Dinas sosial kota pekanbaru dalam menangani anak jalanan yang telah diberikan Peran Departemen Sosial RI yang dijadikan pedoman dalam melakukan penanganan terhadap anak jalanan yang