• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV TEMUAN DATA DAN INTERPRETASI DATA

4.2 Profil Informan

1. Nama : Reni Sinaga

Jenis kelamin : Perempuan Umur : 16 tahun Perkerjaan : Mengamen Pendidikan terakhir : Kelas 3 SMP Suku : Batak Toba Agama : Kristen Protestan Status anak di jalanan : Children of the street

Reni adalah salah satu wanita yang tinggal dijalanan. Dia adalah anak yang paling besar dari 5 orang bersaudara. Sudah satu tahun dia menjalani kehidupan seperti anak-anak yang lain yang tinggal dijalanan. Ayahnya bekerja sebagai tukang

botot, dan ibunya bekerja sebagai seorang pemulung. Tentunya dengan pekerjaan yang demikian tidaklah mencukupi kebutuhan sehari-hari keluarganya, sehingga pada tahun 2012 ibunya memutuskan untuk menjadi TKW ke Malasya. Ayahnya adalah orang yang selalu bersikap kasar kepada mereka, menjadi pendorong bagi ibunya juga untuk meninggalkan mereka dan lebih memilih bekerja sebagai TKW disamping kehidupan ekonomi yang tidak mencukupi.

Setelah ibu Reni bekerja menjadi TKW, kehidupan keluarga Reni pun semakin tidak teratur. Merasa tidak nyaman tinggal dirumah, akhirnya Reni memilih untuk melarikan diri dari rumah dan tinggal di jalanan. Saat ini tanpa sepengetahuan ibunya, Reni menjalani kehidupan di jalanan bersama dengan teman-temannya, karena dia merasa lebih nyaman tinggal di jalanan. Saat ini Reni selalu menghabiskan waktu selama 24 jam di jalanan. Dia merasa lebih baik tinggal dijalanan daripada hidup bersama dengan keluarganya. Menurut Reni ayahnya selalu bersikap tidak adil dan lebih baik kepada orang lain daripada kepada keluarganya sendiri. Dari suatu pernyataan Reni terlihat jelas bahwa dia juga tidak mendapat perhatian dan kasih sayang dari keluarganya. Dan teman-temannya di jalanan lebih baik kepada dia daripada orangtuanya sendiri. Dia mengakui kalau teman-temannya selalu memberikan Dia makanan, dan mereka selalu makan bersama-sama.

Hidup di jalanan bukanlah hal yang mudah bagi Reni dan juga teman-temannya, meskipun bebas. Mencari makan sendiri dan diperlakukan orang seenaknya adalah tantangan berat bagi dia. Reni dan teman-temannya juga sering

diganggu oleh anak-anak punk. Anak-anak punk sering meminta uangnya dan jika tidak diberikan maka mereka akan dibentak dan bahkan dikejar-kejarnya.

Kemudian hal yang menjadi tantangan bagi Reni adalah teman-temannya kadang-kadang bersikap usil kepada Reni. Sebagai seorang perempuan Reni sering sekali dilecehkan sama teman-teman lelakinya dengan mencium wajahnya, meskipun dia menganggap bahwa itu sudah menjadi hal yang biasa dilakukan oleh laki-laki kepada perempuan di jalanan.

2. Nama : Mail

Jenis kelamin : Laki-laki

Umur : 9 (Sembilan) Tahun Pekerjaan : Mengamen

Pendidikan Terakhir : kelas 2 SD (Sekolah Dasar) Suku : Jawa

Agama : Islam

Status anak di jalanan : Children on the street

Mail adalah seorang anak jalanan yang masih mempunyai hubungan dengan orang tua, mempunyai satu orang saudara laki-laki dan satu orang saudara perempuan. Dia mulai bekerja di jalanan sejak ibunya meninggal dunia akibat menderita penyakit kanker. Setelah kepergian ibunya, dia kurang mendapat perhatian dari ayahnya dan dia disuruh oleh ayahnya untuk bekerja di jalanan. Mempunyai teman sekolah yang bekerja di jalanan mendorong dia untuk menuruti perintah

ayahnya untuk bekerja di jalanan. Mail bekerja dijalanan hanya dengan modal suara yang pas-pasan, dan terkadang dengan nada-nada lagu yang kurang tepat. Walaupun demikian, dalam satu hari Mail mampu mendapatkan uang sekitar Rp.10.000-Rp.25.000 per harinya. Menurut pengakuannya, penghasilannya dia gunakan untuk uang jajan dan juga untuk keperluan sehari-hari seperti membeli nasi. Kadang-kadang uang yang dia hasilkan dia berikan kepada ayahnya.

Mail tinggal dijalanan masih sekitar satu tahun. Ayahnya bekerja sebagai penjual jam tangan di sekitar pasar aksara dengan kondisi keuangan yang sangat terbatas. Kondisi keuangan yang sangat terbatas tersebut mendorong ayahnya untuk menyuruh Mail bekerja dijalanan. Selama bekerja di jalanan, Mail mengakui dia sering mendapat perlakuan kasar dari kernek angkot ketika dia mengamen, dia dibentak apalagi ketika mengamen tanpa permisi sama sopir angkot.

3. Nama : Reza Nasution

Jenis kelamin : Laki-laki Umur : 18 Tahun Pekerjaan : Mengamen Pendidikan Terakhir : Kelas 1 SMP Suku : Mandailing Agama : Islam

Reza Nasution salah satu anak jalanan yang tinggal di jalan Aksara. Dia telah tinggal dijalanan selama 8 tahun bersama anak kandungnya. Reza adalah anak ke delapan dari delapan bersaudara, mempunyai dua orang saudara laki-laki dan lima orang saudara laki-laki. Meskipun Reza merupakan anak bungsu hidupnya tidak lebih baik dari saudara-saudaranya karena dia adalah korban broken home. Ayahnya bekerja sebagai pedagang aksesoris, dan ibunya bekerja dikantoran. Pada tahun 2008 kedua orang tuanya bercerai karena ibunya tidak tahan lagi dengan sikap buruk ayahnya yang selalu bermain judi dan mabuk-mabukan. Setelah kedua orangtuanya bercerai, ayahnya menikah lagi dan ibunya juga menikah. Saat ini Reza telah mempunyai 3 orang adik tiri dari ayah tirinya.

Reza mengakui ibunya mempunyai banyak uang. Pendapatan ayahnya juga sebelum mereka bercerai sangat lumayan. tetapi karena ayahnya suka mabuk-mabukan dan main judi, akhirnya uangnya habis untuk dirinya sendiri. Sikap dan tindakan kasar kedua orang tuanya sebelum bercerai membuat dia sakit hati dan akhirnya dia bersama dengan abangnya memutuskan untuk tinggal di jalanan. Reza mengatakan hampir setiap hari mengalami kekerasan dari ayahnya, setiap hari dipukuli dan setiap hari juga mengeluarkan kata-kata kasar kepada dia dan abangnya. Tidak hanya ayahnya, bahkan ibunya mengusir dia dari rumah, sehingga dia benar-benar pergi dari rumah dan tinggal di jalanan. Sampai saat ini Reza mengatakan sangat dendam dengan keluarganya karena telah membiarkannya dan salah satu abangnya terasing dan berbeda dengan yang lain. Tetapi walaupun demikian reza

sekali-sekali masih pulang ke rumah ibu kandungnya dan ayah tirinya. Berbeda dengan abang kandungnya yang sama sekali tidak pernah mau pulang.

Tidak hanya di rumah, di jalanan juga dia mengakui tidak merasa begitu nyaman, karena disana dia hidup bersama dengan abang kandungnya. Mereka sering berkelahi dan saling pukul-pukulan sehingga sering tidak saling cakapan. Reza mengakui kehidupan di jalanan sangat keras, bahkan teman-temannya yang lebih besar dari dia sering meminta uang hasil kerjanya, dan ujung-ujungnya pasti akan berkelahi dan maki-makian. Preman dan anak punk juga sering mengancam dan memintai uangnya. Reza mengatakan bahwa anak-anak kecil yang juga anak jalanan sering menjadi korban, uang anak-anak tersebut sering dimintai oleh teman-temannya juga.

Reza mengakui kehidupan anak-anak jalanan disana terbiasa dengan tipuan. Saat ini sangat dendam dengan salah seorang temannya yang telah dia curigai mengambil uangnya sebanyak Rp.250.000 ketika dia sedang tidur, tidak hanya itu, dia mengakui bahwa teman-temannya juga baru saja mencuri, karena mereka memang pintar untuk mengelabui orang lain.

4. Nama : Rahmat Hidayat

Jenis kelamin : Laki-laki Umur : 13 tahun Perkerjaan : Mengamen Pendidikan terakhir : Kelas 5 SD

Suku : Melayu Agama : Islam

Status anak di jalanan : Children on the street

Rahmat hidayat adalah seorang anak yang bekerja di jalan selama kurang lebih 1 tahun. Hidayat lahir di Jakarta, tetapi pada waktu dia belum mengerti apa-apa neneknya yang saat ini telah berusia delapan puluhan tahun membawa dia ke Medan. Saat ini dia tinggal bersama seorang nenek sejak ayah dan ibunya tidak tinggal bersama lagi karena permasalahan ekonomi. Ibunya bekerja menjadi TKW di Malasya, namun setelah kontrak kerja selesai ibunya tidak kembali juga. Keluarganya menduga ibunya telah menikah dan mempunyai keluarga baru di Malasya. Hidayat ditinggalkan oleh ibunya sejak berumur empat tahun. Sebenarnya hidayat masih mempunyai seorang ayah yang seharusnya bisa bertanggung jawab atas dirinya khususnya masalah memenuhi kebutuhan hidupnya, tetapi sampai saat ini dia tidak pernah bertemu lagi dengan ayahnya dan tidak tau apa pekerjaannya.

Hidayat bukan saja tidak merasakan kasih sayang orangtuanya, tetapi selama dua tahun terakhir dialah yang menjadi sosok pelindung bagi neneknya yang sudah tidak bisa bekerja lagi. Dari hasil mengamen setiap harinya dia bisa membeli makanan untuk dirinya sendiri dan juga untuk neneknya. Penghasilan yang tidak cukup mengharuskan mereka kadang-kadang tidak makan dan hanya membeli jajanan saja.

Setiap harinya Hidayat bekerja di jalanan biasanya akan mengamen sampai malam beserta dengan teman-temannya dengan Penghasilan per harinya Rp. 10.000-25.000. Biasanya, dia dengan sekelompok temannya mengamen bersama-sama di lampu merah perempatan jalan Aksara. Setelah lampu hijau mereka akan mengumpulkan penghasilan masing-masing dan dipegang oleh Hidayat sebagai orang yang telah mereka percaya. Setelah selesai mengamen dalam satu hari mereka akan membagi-bagikan penghasilan mereka bersama-sama secara merata.

Hidayat mengakui di tempat mereka mengamen masih banyak orang lain yang mencari uang, anak jalanan yang tidak termasuk dalam kelompok mereka dan anak

punk lainnya yang lebih dewasa dari mereka. Ketika mengamen anak punk sering meminta uang hasil kerjanya. Jika tidak diberikan maka mereka akan dipukul, di maki dan diancam oleh anak punk, sehingga kadang-kadang menjadi ketakutan untuk mengamen. Sebisa mungkin mereka akan menghindar jika disana ada anak punk. Tidak ada yang begitu peduli dengan keadaan ini, sehingga berulang-ulang terjadi kekerasan pada mereka.

Ketika mereka mendapat ancaman kekerasan dari anak punk, hidayat mengatakan mereka pasrah saja, kadang-kadang penghasilannya disembunyikannya kalau masih bisa. Hidayat termasuk orang yang lebih besar dari sekelompok temannya sehingga sebisa mungkin kadang-kadang dia mau membela teman-temannya, walaupun dia juga kadang-kadang menjadi korban.

5. Nama : Sultan Siregar

Jenis kelamin : Laki-laki

Umur : 9 (Sembilan) Tahun Pekerjaan : Mengamen

Pendidikan Terakhir : Kelas 2 SD (Sekolah Dasar) Suku : Mandailing

Agama : Islam

Status anak di jalanan : Children on the street

Sultan telah bekerja di jalan sudah satu tahun lebih. Di medan dia tinggal bersama seorang seorang ibu. Ibu dan ayahnya sudah lama tidak bersama lagi, dan bahkan dia tidak tau persis mengapa ayah dan ibunya tidak bersama-sama lagi. Sebelumnya mereka tinggal di Aceh tetapi karena ada masalah dalam keluarganya mereka pindah ke Medan bersama ibunya. Sultan bahkan tidak mengenali ayahnya, karena dia belum tau apa-apa ketika mereka pindah ke Medan. Sultan dan ibunya tinggal di sekitar pasar Aksara. Saat ini ibunya tidak mempunyai pekerjaan yang jelas, sehingga dia terpaksa mengamen di jalan untuk mendapatkan uang membeli makan mereka. Sultan bergantung dengan penghasilannya yang tidak menentu antara Rp 10.000-25.000 per hari untuk keperluannya setiap hari.

Di jalanan dia sering merasa ketakutan ketika mengamen karena anak punk

sering merampas uang hasil pekerjaanya. Sultan Mengatakan dia sering diperlakukan secara kasar oleh anak punk dan mengucapkan kata-kata kotor kepada dia dan teman-temannya. Kondisi seperti itu membuat edu dan teman-temannya selalu

bersama-sama ketika mengamen, supaya ketika dimarahi atau dikompas paling tidak sesama mereka saling membela.

6. Nama : Edu Harahap

Jenis kelamin : Laki-laki

Umur : 8 (delapan) Tahun Pekerjaan : Mengamen

Pendidikan Terakhir : Kelas 2 SD (Sekolah Dasar) Suku : Mandailing

Agama : Islam

Status anak di jalanan : Children on the street

Edu Harahap adalah salah satu anak jalanan yang setiap harinya mengamen di jalanan, dia menghabiskan waktu di jalan antara 8-10 jam setiap harinya. Edu masih mempunyai orangtua dan mempunyai seorang saudara perempuan, ayahnya bekerja sebagai penarik becak dan ibunya bekerja sebagai tukang cuci pakain.

Dalam satu hari biasanya Edu mempunyai penghasilan dari dari Rp 15.000-30.000 tanpa mempunyai alat musik apapun hanya dengan bernyanyi saja. Dari hasil dia mengamen biasanya digunakan untuk membeli makanan dan jajanan dan sebagian diberikannya kepada orangtuanya. Edu bekerja di jalanan sudah satu tahun lebih. Kondisi keuangan yang tidak mencukupi membuat dia menuruti ajakan salah satu temannya untuk mengamen di jalanan.

Edu mengakui bahwa dijalanan ketika mengamen mengamen dia sering mendapat perlakuan kasar dari anak jalanan yang lebih besar dari dia, khususnya anak

punk. Dia sering dibentak ketika mengamen dan uangnya diminta bahkan dipukul dan diancam. Tetapi meskipun sering mendapatkan ancaman untuk mengamen, dia tetap bertahan dengan segala resiko demi untuk mendapatkan makanan setiap harinya.

7. Nama : Immanuel Gultom

Jenis kelamin : Laki-laki Umur : 17 Tahun Pekerjaan : Mengamen Pendidikan Terakhir : -

Suku : Batak toba

Agama : Kristen Protestan Status anak di jalanan : Children of the street

Immanuel adalah salah satu dari anak jalanan yang tinggal di jalan Aksara. Dia adalah anak paling besar dari 4 orang bersaudara. Immanuel Sudah biasa dengan kehidupan jalanan, karena sejak umur 6 tahun dia sudah tinggal di jalanan. Jadi lamanya dia di jalanan sudah 11 tahun. Ayah dan ibunya bercerai ketika dia masih sangat kecil dan belum tau apa-apa, penyebab kedua orangtuanya bercerai pun dia tidak tau sama sekali. Saat ini ibunya tinggal di Malasya bersama dua orang adiknya dan ayahnya tinggal di Palembang bersama satu orang adiknya. Immanuel masih pernah berkomunikasi dengan ibunya yang sedang berada di Malasya ketika berbicara melalui telepon dengan neneknya, sementara dengan ayahnya dia tidak

pernah komunikasi sama sekali, sehingga dia tidak tau apakah ayahnya masih hidup atau tidak. Immanuel menduga kalau ibunya sudah menikah lagi sehingga tidak mau lagi kembali ke Indonesia.

Setelah kedua orangtua Immanuel bercerai, dia dititipkan di panti asuhan di Siantar. Tetapi pada usia yang ke enam tahun dia ditarik neneknya dari panti asuhan karena sebenarnya Immanuel masih mempunyai keluarga yang dekat dengan dia, dia masih mempunyai nenek dan kakek dari pihak ayahnya di Siantar. Setelah Immanuel keluar dari panti asuhan, tidak lama kemudian dia melarikan diri dari rumah dan memilih tinggal di jalanan di pasar Aksara. Empat Tahun menjadi anak jalanan di Pasar Aksara Medan, dia dicari oleh neneknya dan ditemukan di Aksara. Setelah ditemukan di jalan dia dibawa pulang ke Siantar. Merasa jenuh tinggal di rumah, disana pun dia menjadi anak jalanan juga, hingga pada akhirnya kembali ke jalanan Medan. Tidak lama kemudian dia dicari oleh kakek dan neneknya, tetapi kali ini dia tidak mau lagi kembali ke rumah sehingga sampai sekarang dia tetap tinggal di jalanan.

Kegiatan sehari-hari immanuel sama seperti teman-temannya yang lain mengamen di lampu merah. Dia mengakui pendapatan sehari tidak menentu, paling sedikit dia mendapat Rp.40.000,-. Ngelem, main judi, merokok, dan minum minuman keras (tuak) adalah kebiasaan sehari-hari dia bersama dengan teman-temannya. Immanuel mengakui bahwa dalam setengah hari dia bisa menghabiskan lem kambing sebanyak 2 kaleng.

Menurut Immanuel, kekerasan adalah hal yang sering terjadi di jalanan antara sesama anak jalanan, antara anak jalanan dengan anak punk, maupun kekerasan yang dialami secara pribadi dari preman sekitar. Tidak jarang diantara mereka berkelahi karena masalah uang, dan karena masalah-masalah sepele di jalanan. Masalah yang paling sering terjadi adalah, anak punk dan preman sekitar mau meminta uang mereka dan pada akhirnya berkelahi kalau mereka tidak mau memberikan. Sedangkan penyebab perkelahian di antara anak jalanan adalah diantara mereka sering terjadi kehilangan uang kemudian tidak mau meminjamkan gitar karena alasan balas dendam. Dari pengakuan Immanuel, dia juga dan beberapa orang temannya sering menegelabui anak-anak jalanan yang masih kecil untuk mengambil uangnya dan bahkan memintanya secara kasar.