• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tat a Kelola Pem erint ahan yang Baik

Dalam dokumen Buku Anotasi UU Nomor 32 Tahun 2009 (Halaman 90-95)

ASAS-ASAS PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP

13. Tat a Kelola Pem erint ahan yang Baik

Pasal 2 Huruf m :

Tata kelola pemerintahan yang baik Penjelasan:

yang dimaksud dengan asas "tata kelola pemerintahan yang baik" adalah bahwa perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup harus dijiwai oleh prinsip transparansi, akuntabilitas, efisiensi, dan keadilan.

Dalam WSSD di Johannesburg, Afrika Selatan pada tahun 2002, dicapai kesepakatan bahwa tata kelola pemerintahan yang baik atau good governance di tingkat nasional maupun internasioanl merupakan prasyarat untuk mewujudkan

152 Ibid. 153 Ibid., hlm. 299. 154 Ibid., hlm. 324-325.

pembangunan yang berkelanjutan.155 Istilah "governance" sendiri telah lama digunakan untuk menunjukan apa yang dilakukan oleh pemerintah (government). Oleh karena itu dalam kamus umum, istilah "governance" kerap digunakan secara silih berganti dengan "government" dan diartikan sebagai: the process and actions

of governing menyatakan bahwa governance the exercise of economic,

political, and administrative authority in managin 156 Sejak saat itu

istilah governance tidak lagi secara sempit digunakan untuk merujuk kepada aktivitas yang dilakukan oleh negara melainkan pada setiap aktivitas (formal dan informal) yang menentukan bagaimana kebijakan publik dibuat, siapa yang membuat, dan bagaimana peran serta publik dalam proses tersebut.157 Governance juga diartikan sebagai sebuah mekanisme dimana warga negara (citizens) atau kelompok masyarakat dapat mengartikulasikan kepentingannya, melaksanakan hak dan kewajibannya, dan merekonsiliasikan perbedaan-perbedaan diantara mereka. Berbagai definisi tersebut menunjukan bahwa "governance" memiliki ruang lingkup dan cakupan yang luas menyatakan bahwa saat ini ada banyak aktor selain pemerintah (government) yang juga memainkan peran dalam "governance" termasuk didalamnya warga negara, sektor swasta, dan civil society.

Karakteristik good governance dapat dilihat dari adanya rule of law, transparansi dan keterbukaan informasi, partisipasi publik yang signifikan, kesetaraan, akuntabilitas, manajemen sumber daya publik yang efektif (effective management on public resources), dan adanya pengendalian korupsi.158 Good governance juga terlihat dengan adanya penyusunan kebijakan publik yang dapat diprediksi (predictable) dan terbuka (proses yang transparan); birokrasi yang memiliki etos kerja yang baik; adanya akuntabilitas atas aktivitas pemerintahan; dan kuatnya partisipasi publik (civil society) dalam penyusunan kebijakan publik.

Selain adanya karakteristik tersebut, good governance juga harus menjamin bahwa kepentingan dari kelompok masyarakat yang paling rentan (poor and vulnerable groups) dipertimbangan dalam pengambilan kebijakan. Untuk menjamin terwujudnya good governance, diperlukan adanya mekanisme, proses, dan kelembagaan yang memungkinkan warga negara atau kelompok masyarakat lainnya untuk mengekspresikan pendapat/ kepentingan mereka, menjalankan hak hukumnya, memediasi perbedaan diantara mereka, dan memenuhi kebutuhan mereka.

155

United Nations, Report of The World Summit on Sustainable Development, (New York: 6 Agustus-4 September 2002), hlm. 8.

156

UNDP, Governance vs Sustainable Development, 1997 (UNDP Policy Paper on Governance and How it's Relates to Human Development).

157

Daniel Kauffman dan Aart Kraay, Governance Indicators : Where Are We, Where Should Ee Be Going, http://siteresources.worldbank.or/INTWBIGOVANTCOR/Resoures/KKGovernanceIndicatorsSurveyWB ROSpring2008.pdf , diunduh pada tanggal 18 Maret 2013.

158 Ibid.

Sebagai bagian dari proses reformasi tata pemerintahan pasca reformasi, sejak tahun 2000 dibentuk Sekretariat Pengembangan Kebijakan Nasional Tata Kepemtintahan Yang Baik yang berada di bawah Badan Perencanaan dan Pembangan Nasional (Bappenas). Sekretariat merumuskan prinsip-prinsip good governance yang paling sesuai dengan kondisi Indonesia serta melakukan assessment terhadap pemahaman aparatur pemerintahan mengenai prinsip-prinsip tersebut pada tahun 2002. Adapun prinsip-prinsip tata pemerintahan yang baik tersebut adalah159:

1. Tata pemerintahan yang berwawasan ke depan. Diartikan sebagai adanya pemahaman mengenai permasalahan, tantangan dan potensi yang dimiliki oleh satu unit pemerintahan, dan mampu merumuskan gagasan-gagasan dengan visi misi untuk perbaikan maupun pengembangan pelayanan dan menuangkannya dalam strategi pelaksanaan, rencana kebijakan dan program kerja kedepan berkaitan dengan bidang tugasnya. 2. Tata pemerintahan yang bersifat terbuka (transparan). Diartikan sebagai adanya transparansi dalam penyelenggaraan pemerintahan di setiap tahap pengambilan keputusan, yang dapat ditengarai dengan adanya derajat aksesibilitas publik terhadap informasi terkait dengan suatu kebijakan publik.

3. Tata pemerintahan yang cepat tanggap (responsive). Prinsip ini dibutuhkan dengan mempertimbangkan adanya kemungkinan muncul situasi yang tidak terduga atau adanya perubahan yang cepat dari kebutuhan masyarakat akan pelayanan publik ataupun yang memerlukan suatu kebijakan.

4. Tata pemerintahan yang akuntabel. Secara substantif akuntabilitas dalam penyelenggaraan pemerintahan dapat diartikan sebagai harus berdasarkan pada sistem dan prosedur tertentu, memenuhi ketentuan perundang-undangan, dapat diterima secara politis, berdasarkan pada metode dan teknik tertentu maupun nilai-nilai etika tertentu, serta dapat menerima konsekuensi apabila keputusan yang diambil tidak tepat. Akuntabilitas diterapkan dalam semua level kegiatan penyelenggaraan pemerintahan dan cakupannya meliputi akuntabilitas kepada masyarakat, instansi/ aparat yang berada di bawanya, dan instansi/ aparat yang berada di atasnya.

5. Tata pemerintahan yang berdasarkan profesionalitas dan kompetensi. Dapat diartikan dengan adanya sistem rekrutmen dan pengisian jabatan yang didasarkan pada kompetensi termasuk didalamnya kriteria jabatan dan mekanisme penempatannya. Selain it u prinsip ini juga menyaratkan

159 Bappenas, Tingkat Pemahaman Aparatur Pemerintah terhadap Prinsip-prinsip Tata Pemerintahan Yang Baik, (Jakarta: Sekretariat Pengembangan Public Good Governance BAPPENAS, 2002).

adanya upaya sistematik untuk meningkatkan profesionalitas dan kompetensi aparatur pemerintahan melalui berbagai kegiatan pendidikan dan pelatihan.

6. Tata pemerintahan yang menggunakan struktur dan sumber daya secara efisien dan efektif. Prinsip ini dapat diartikan sebagai perlunya peningkatan kinerja penyelenggaraan pemerintahan secara terus menerus dan dioptimalkan melalui pemanfaatan sumber daya dan organisasi yang efektif dan efisien, termasuk didalamnya upaya-upaya untuk berkoordinasi untuk menciptakan sinergi dengan berbagai pihak dan instansi lain.

7. Tata pemerintahan yang terdesentralisasi. Dapat diartikan dengan adanya pendelegasian wewenang sepenuhnya yang diberikan kepada aparat/ instansi dibawahnya sehingga pengambilan keputusan dapat terjadi di tingkat bawah sesuai lingkup tugasnya. Desentralisasi kewenangan diasumsikan akan mendekatkan aparat serta pembuatan kebijakan dengan masyarakat.

8. Tata pemerintahan yang demokratis dan berorientasi kepada konsensus. Prinsip ini m enjunjung hak dan kewajiban pihak lain. Dalam suatu unit pemerintahan, pengambilan keputusan yang diambil melalui konsensus perlu dihormati.

9. Tata pemerintahan yang mendorong partisipasi masyarakat. Partisipasi masyarakat pada hakikatnya mengedepankan keterlibatan aktif masyarakat dalam proses pengambilan keputusan.

10. Tata pemerintahan yang mendorong kemitraan dengan swasta dan masyarakat. Pemerintah dan masyarakat saling melengkapi dan

public goods pemberian pelayanan kepada publik.

11. Tata pemerintahan yang menjunjung supremasi hukum. Dapat diartikan dengan adanya praktik-praktik penyelenggaraan pemerintahan yang selalu mendasarkan diri pada ketentuan perundang-undangan yang berlaku pada setiap pengambilan keputusan, bersih dari unsur KKN dan pelanggaran HAM serta ditegakannya hukum terhadap seseorang atau sekelompok orang yang melakukan pelanggaran hukum.

12. Tata pemerintahan yang memiliki komitmen pada pengurangan kesenjangan. Dapat diartikaan dengan adanya keberpihakan pada kepentingan kelompok masyarakat yang tidak mampu, tertinggal, atau termarjinalkan.

13. Tata pemerintahan yang memiliki komitmen pada pasar. Prinsip ini dapat diartikan adanya kebutuhan keterlibatan pemerintah dalam pemantapan mekanisme pasar.

14. Tata pemerintahan yang memiliki komitmen pada lingkungan hidup. prinsip ini menegaskan keharusan setiap kegiatan pemerintahan dan pembangunan untuk memperhatikan aspek lingkungan termasuk melakukan analisis secara konsisten dampak kegiatan pembangunan terhadap lingkungan.

Terlaksananya prinsip-prinsip good governance dalam penyelenggaraan pemerintahan tidak serta merta menjamin munculnya kepedulian terhadap kelestarian dan keberlanjutan ekosistem.160 Oleh karena itu, pemerintah yang telah mengupayakan aktualisasi prinsip-prinsip dan karakteristik good governance masih memerlukan persyaratan tambahan yaitu upaya mengaitkan seluruh kebijakan pembangunan dengan prinsip-prinsip keberlanjutan ekologis (ecological sustainability).161 Menurut Mas Ahmad Santosa, terdapat 8 kriteria yang dapat dijadikan ukuran untuk melihat apakah penyelenggaraan negara telah sesuai dengan kaidah tata kelola pemerintahan yang baik dan memberikan pengakuan aspek perlindungan daya dukung lingkungan/ ekosistem atau good environmental governance162:

1. Pemberdayaan masyarakat. Yakni diakuinya aspek pemberdayaan

masyarakat ( ) melalui berbagai peluang agar

masyarakat dapat terlibat dalam proses pengambilan keputusan, tersedianya akses publik terhadap informasi agar publik dapat berpart isipasi efektif, dan hak masyarakat untuk mendapatkan prioritas menikmati dan mendapatkan manfaat dari SDA tersebut.

2. Transparansi. Yakni tersedianya akses publik terhadap informasi agar publik dapat berpartisipasi efektif.

3. Desentralisasi yang demokratis. Adanya permberdayaan masyarakat lokal dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang diakui dan serti difasilitasi dalam pengelolaan dan perlindungan lingkungan hidup.

4. Pengakuan terhadap keterbatasan daya dukung ekosistem dan keberlanjutan. Pengakuan tersebut tercantum dalam peraturan dan kebijaan khususnya yang terkait dengan SDA tertentu yang rentan terhadap pengurasan, kerusakan, dan kepunahan. Pengakuan tidak sebtas simbolik melainkan dapat dijabarkan secara teknis.

5. Pengakuan hak masyarakat adat dan masyarakat setempat. Pengakuan ini penting karena kebergantungan masyarakat adat dan/ atau masyarakat setempat kepada SDA di sekelilingnya. Pengakuan terhadap hak mreka merupakan upaya afirmatif untuk mencegah pelanggaran atas hak-hak

160

Mas Ahmad Santosa, Good Governance dan Hukum Lingkungan, (Jakarta: ICEL, 2001), hlm. 112. 161 Ibid.

162

mereka dari arus pembangunan dan penanaman modal yang berlangsung dengan sangat cepat.

6. Konsistensi dan harmonisasi. Konsistensi merupkan kesesusaian substansi antara satu pasal dengan pasal-pasal lainnya dalam satu produk hukum. Sedangkan harmonisasi adalah kesesuaian antara substansi dalam satu peraturan perundang-undangan dengan konstitusi dan peraturan perundang-undangan lainnya.

7. Kejelasan (clarity). Kejelasan atas produk hukum dan kebijakan yang

dibutuhkan untuk menjamin kepastian dan penegakan hukum

(enforceability).

8. Enforceability (daya penegakan). Adanya sistem yang menjamin perangkat hukum dan kebijakan dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dapat berjalan.

Dalam dokumen Buku Anotasi UU Nomor 32 Tahun 2009 (Halaman 90-95)