• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pem ulihan

Dalam dokumen Buku Anotasi UU Nomor 32 Tahun 2009 (Halaman 196-200)

Ad.2. Kedudukan KLHS

VI.4. Pem ulihan

Pasal 54

(1) Setiap orang yang melakukan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup wajib melakukan pemulihan fungsi lingkungan hidup.

(2) Pemulihan fungsi lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan tahapan:

a. penghentian sumber pencemaran dan pembersihan unsur pencemar; b. remediasi;

c. rehabilitasi; d. restorasi; dan/atau

e. cara lain yang sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pem ulihan fungsi lingkungan hidup sebagaimana dim aksud pada ayat (2) diatur dalam Peraturan Pemerintah.

(1) Cukup jelas. (2)

a. Cukup jelas.

b. h upaya pemulihan pencemaran

lingkungan hidup untuk memperbaiki mutu lingkungan hidup. c.

mengem balikan nilai, fungsi, dan manfaat lingkungan hidup term asuk upaya pencegahan kerusakan lahan, mem berikan perlindungan, dan mem perbaiki ekosistem.

d.

lingkungan hidup atau bagian-bagiannya berfungsi kem bali sebagaimana semula. e. Cukup jelas.

(3) Cukup jelas.

Pasal 55

(1) Pemegang izin lingkungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (1) wajib menyediakan dana penjaminan untuk pemulihan fungsi lingkungan hidup.

(2) Dana penjam inan disimpan di bank pemerintah yang ditunjuk oleh Menteri, gubernur, atau bupati/ walikota sesuai dengan kewenangannya.

(3) Menteri, gubernur, atau bupati/ walikota sesuai dengan kewenangannya dapat menetapkan pihak ketiga untuk melakukan pemulihan fungsi lingkungan hidup dengan menggunakan dana penjam inan.

(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai dana penjaminan sebagaimana dim aksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (3) diatur dalam Peraturan Pemerintah.

Penjelasan Cukup jelas. Pasal 56

Ketentuan lebih lanjut mengenai pengendalian pencemaran dan/ atau kerusakan lingkungan hidup sebagaim ana dimaksud dalam Pasal 13 sampai dengan Pasal 55 diatur dalam Peraturan Pemerintah.

Penjelasan Cukup jelas.

Ketentuan tentang pemulihan pada Pasal 54-56 UU No. 32 Tahun 2009 tidak dapat dilepaskan dari ketentuan-ketentuan pada bagian pencegahan maupun penanggulangan sebagaimana telah diulas di atas. Aspek yang diatur dalam ketentuan pemulihan ini terdiri dari: (a) siapa yang bertanggungjawab melakukan pemulihan; (b) tindakan-tindakan yang dilakukan untuk pemulihan; (c) pendanaan. Rumusan tentang siapa yang bertanggungjawab dalam pemulihan tidak berbeda dengan ketentuan penanggulangan. Jadi, pemulihan ini harus dilihat sebagi rangkaian lanjutan dari tindakan penanggulangan. Penanggungjawab usaha atau kegiatan dan Pemerintah maupun pemerintah daerah adalah pihak yang paling bertanggungjawab untuk melakukan pemulihan sesuai dengan gradasi tanggungjawab sebagaimana dijelaskan di bagian penanggulangan. Semburan lumpur sidoarjo adalah salah satu contoh kasus yang relevan untuk kita gunakan dalam menganalisa ketentuan ini. Tanpa harus melalui pembuktian di pengadilan terlebih dahulu tentang tingkat kesalahan, seharusnya penanggungjawab usaha atau kegiatan dan pemerintah menjadi pihak yang melakukan upaya-upaya pemulihan terlebih dahulu untuk menjaga agar dampak dari pencemaran atau perusakan tidak semakin meluas. Terhadap pemerintah, UU No. 32 Tahun 2009 juga telah memberikan mekanisme untuk mengembalikan biaya yang telah dikeluarkannya, misalnya melalui penegakan hukum administrasi dan perdata melalui gugatan pemerintah dengan tuntutan permintaan pembayaran ganti kerugian (termasuk biaya riil yang telah dikeluarkan) atas pencemaran atau perusakan yang terjadi.

UU No. 32 Tahun 2009 juga mengatur pendanaan untuk pemulihan. Umumnya pemerintah tidak memiliki pendanaan yang siap untuk dikeluarkan setiap saat pada saat terjadi pencemaran atau perusakan, mengingat kejadian tersebut dapat terjadi secara tiba-tiba yang akan sangat lama jika harus direspon melalui sistem pendanaan berdarkan ketentuan anggaran pendapatan dan belanja pemerintah. Oleh karena itu, pada bagian ini juga diatur tentang ketentuan dana jaminan pemulihan yang dapat dipergunakan pada saat dibutuhkan untuk pemulihan. Dana jaminan ini kemudian disimpan di bank pemerintah yang ditunjuk oleh Menteri, guberur, bupati atau walikota sesuai dengan kewenangannya. Belajar dari pengelolaan dana-dana serupa lainnya, misalnya dana reboisasi, dana jaminan reklamasi, dan sebagainya, maka perlu adanya aturan yang ketat terkait mekanisme transparansi dan akuntabilitasnya sehingga pelaksanaan penadanaan ini sesuai dengan tujuannya dan tidak menimbulkan permasalahan di kemudian hari. Dana penjaminan pemulihan tersebut perlu diatur dalam Peraturan Pemerintah sebagaimana mandat Pasal 55 Ayat (4) UU No. 32 Tahun 2009. Pengaturan tersebut setidaknya menyangkut konsep pendanaan dan mekanisme akuntabiltasnya. Terkait dengan konsep pendanaan, sebetulnya ada dua konsep pendanaan, yaitu: (a) pendanaan yang sifat dan tujuannya sebagai jaminan (guarantee) atau dana yang sifat dan tujuannya untuk didedikasikan kepada lingkungan (environmental dedicated funds). Jika tujuan dan sifatnya jaminan, maka dana tersebut hanya

sebagai penjamin agar pelaku usaha atau kegiatan melakukan tindakan pemulihan sendiri dan setelah itu dana yang sudah dijaminkan tersebut dikembalikan oleh pemerintah setelah usaha atau kegiatan berakhir. Namun jika pelaku tidak melakukan tindakan pemulihan, maka dana tersebut dapat dikeluarkan kepada pihak ke tiga yang ditunjuk untuk melakukan tindakan pemulihan. Pelaku tidak memiliki kewajiban untuk membayar lagi biaya yang telah dikeluarkan pihak ketiga tersebut, kecuali jika dana yang telah dikeluarkan untuk tindakan pemulihan ternyata melebihi dana yang sudah dijaminkan atau dibayarkan. Jika sifatnya adalah dana dedikasi, maka dana tersebut dikumpulkan dari para penanggungjawab usaha ataupun publik lainnya tanpa harus dikembalikan (terlepas pelaku sudah melakukan upaya pemulihan atau tidak). Dana yang dihimpun tersebut kemudian digunakan atau dikeluarkan untuk upaya pemulihan. Kemudian, dana yang telah dikeluarkan tersebut dapat dimintakan melalui mekanisme ganti kerugian kepada pelaku pencemaran atau perusakan, misalnya dilakukan penegakan hukum administrasi atau perdata dengan memanfaatkan hak gugat pemerintah. Jika dilihat pada Naskah Akademik, tujuan dari pendanaan ini sifatnya adalah sebagai penjamin agar pelaku usaha melakukan tindakan pemulihan dengan frasa "Untuk menjamin pemenuhan tanggungjawab hukum dan kewajiban, Pemerintah dapat menetapkan bentuk dan tata cara penjaminan guna dipenuhinya kewajiban tersebut."330

Pasal 54 Ayat (2) UU No. 32 Tahun 2009 mengatur tentang bentuk-bentuk tindakan pemulihan yang mencakup : (a) penghentian sumber pencemaran dan pembersihan; (b) remediasi; (c) rehabilitasi; (d) restorasi; (e) cara lainnya sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Secara definisi, tindakan remediasi, rehabilitasi, maupun restorasi memiliki makna yang sama yaitu tindakan pemulihan seperti sediakala. Oleh karena itu, dalam ketentuan pelaksana perlu diatur tentang definisi dan tata cara dari tindakan-tindakan ini sehingga tujuan dari pemulihan dampak dan kualitas lingkungan hidup seperti sediakala tersebut dapat tercapai dengan baik. Yang perlu dicatat dan digarisbawahi dalam tindakan pemulihan ini adalah masukan dari kalangan LSM yang disampaikan pada RDPU tanggal 13 Juli 2009 bahwa tindakan pemulihan tersebut sebaiknya tidak hanya terbatas untuk memulihkan kualitas lingkungan hidup saja, melainkan juga mencakup kerugian hak-hak ekonomi dan sosial masyarakat yang muncul akibat pencemaran dan perusakan lingkungan hidup.331

330

Undang-Undang tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, UU No. 32 Tahun 2009, Naskah Akademis, hlm. 36.

331

KELEMBAGAAN

LINGKUNGAN HIDUP

Dalam dokumen Buku Anotasi UU Nomor 32 Tahun 2009 (Halaman 196-200)