• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penyusunan Rencana Pengelolaan dan Perlindungan Lingkungan Hidup (RPPLH)

Dalam dokumen Buku Anotasi UU Nomor 32 Tahun 2009 (Halaman 125-131)

SUMBER DAYA ALAM BAB V

V.2. PerencanaanPerlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup

3. Penyusunan Rencana Pengelolaan dan Perlindungan Lingkungan Hidup (RPPLH)

Pasal 9

(1) RPPLH sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf c terdiri atas : a. RPPLH nasional;

b. RPPLH provinsi; dan c. RPPLH kabupaten/kota.

(2) RPPLH nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a disusun berdasarkan inventarisasi nasional.

(3) RPPLH provinsi sebagaim ana dimaksud pada ayat (1) huruf b disusun berdasarkan: a. RPPLH nasional ;

b. Inventarisasi tingkat pulau/kepulauann; dan c. Inventarisasi tingkat ekoregion

(4) RPPLH kabupaten/ kota sebagaimana dim aksud pada ayat (1) huruf c disusun berdasarkan:

a. RPPLH provinsi

b. Inventarisasi tingkat pulau/kepulauan, dan c. Inventarisasi tingkat ekoregion

Penjelasan Cukup Jelas

Pasal 10

(1) RPPLH sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 disusun oleh Menteri, Gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya.

(2) Penyusunan RPPLH sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memperhatikan : a. Keragaman dan karakter dan fungsi ekologis

c. Sebaran potensi sum ber daya alam d. Kearifan lokal

e. Aspirasi masyarakat, dan f. Perubahan iklim

(3) RPPLH diatur dengan :

a. Peraturan pemerintah untuk RPPLH nasional, b. Peraturan daerah untuk RPPLH provinsi, dan

c. Peraturan daerah kabupaten/ kota untuk RPPLH kabupaten/kota (4) RPPLH memuat rencana tentang :

a. Pemanfaatan dan/ atau pencadangan sumber daya alam,

b. Pemeliharaan dan perlindungan kualitas dan/ atau fungsi lingkungan hidup, c. Pengendalian, pemantauan, serta pendayagunaan dan pelestarian sumber

daya alam, dan

d. Adaptasi dan m itigasi terhadap perubahan iklim.

(5) RPPLH menjadi dasar penyusunan dan dimuat dalam rencana pem bangunan jangka panjang dan rencana pem bangunan jangka menengah.

Penjelasan (1) Cukup jelas. (2) a. Cukup jelas. b. Cukup jelas. c. Cukup jelas.

d. Kearifan lokal dalam ayat ini termasuk hak ulayat yang diakui oleh DPRD. e. Cukup jelas.

f. Cukup jelas. (3) Cukup jelas. (4) Cukup jelas. (5) Cukup jelas.

Penyusunan RPPLH merupakan tahapan akhir dari kegiatan perencanaan. Kewenangan penyusunan RPPLH dimiliki oleh Menteri di tingkat nasional, Gubernur di tingkat provinsi, dan Walikota/ Bupati di tingkat Kabupaten/ Kota. Penyusunan RPPLH sangat bergantung dari pelaksanaan inventarisasi lingkungan hidup yang diatur dalam pasal sebelumnya. RPPLH tingkat nasional disusun berdasarkan

inventarisasi lingkungan hidup di tingkat nasional. RPPLH Provinsi disusun berdasarkan RPPLH Nasional, inventarisasi tingkat pulau/ kepulauan dan ekoregion. Sedangkan RPPLH kabupaten/ kota disusun berdasarkan RPPLH provinsi, inventarisasi tingkat pulau/ kepulauan dan ekoregion. Jadi secara bussines process, RPPLH merupakan produk akhir dari tahapan perencanaan RPPLH yang kemudian dijadikan dasar bagi pemanfaatan SDA.

Berikut ini gambar yang menjelaskan bussines process dalam perencanaan hingga pemanfaatan:

Materi RPPLH dalam RUU PLH versi DPR RI mencakup: (a) Alokasi dan fungsi ruang; (b) Pemanfaatan dan/ atau pencadangan SDA; dan (c) Pemeliharaan dan perlindungan kualitas dan/ atau fungsi lingkungan hidup. Pada pembahasan,

Pemerintah mengusulkan agar ada penekanan pada aspek "pengendalian" sehingga menjadi: (a) pengendalian atas alokasi dan peruntukan ruang; dan (b) "pengendalian"atas pemanfaatan dan/ atau pencadangan SDA. Selain itu juga diusulkan untuk memasukkan: (a) daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup; (b) Pengendalian, pemantauan, dan evaluasi pendayagunaan dan pelestarian SDA; dan (c) Pelaksanaan adaptasi dan mitigasi perubahan iklim . Atas usulan Pemerintah tersebut kemudian berkembang diskusi yang akhirnya menghapus klausul "pengendalian atas alokasi dan peruntukan ruang" karena muncul kekhawatiran terjadi tumpang tindih kewenangan dengan Kementerian Pekerjaan Umum dan Pemerintah Daerah dalam penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) berdasarkan UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang.227

Merujuk pada tahapan penyusunan RPPLH, sebetulnya muatan materi RPPLH diatas menghendaki kepastian agar hasil tahap perencanaan sebelum RPPLH (inventarisasi lingkungan hidup dan penetapan wilayah ekoregion) benar-benar dijadikan acuan dalam RPPLH. Sayangnya muatan materi RPPLH tidak mengatur kewajiban untuk mencantumkan hasil tahapan perencanaan sebelumnya tersebut. Hal ini berpotensi melemahkan kepastian bahwa hasil-hasil pada tahapan perencanaan sebelumnya tersebut diacu dalam RPPLH. Selain itu, hal ini juga dapat mempersulit verifikasi yang bisa dilakukan oleh masyarakat terhadap konsistensi materi RPPLH dengan hasil tahapan perencanaan sebelumnya.

Selain mendasarkan pada hasil inventarisasi dan RPPLH diatasnya (untuk RPPLH propinsi dan kabupaten/ kota), penyusunan RPPLH juga harus mempertimbangkan:

(a) Keragaman dan karakter dan fungsi ekologis;

(b) Sebaran penduduk; (c) Sebaran potensi SDA;

(d) Kearifan lokal;

(e) Aspirasi masyarakat; dan

(f) Perubahan iklim .

Sebetulnya ketentuan ini tidak cukup efektif mengingat tidak dijelaskan instrumen apa yang akan digunakan untuk memastikan hal-hal tersebut dipertimbangan. Pertimbangan-pertimbangan diatas sebetulnya tidak jauh berbeda dengan pertimbangan dalam melakukan inventarisasi lingkungan hidup. Oleh karena itu, dalam pelaksanaan sebaiknya pertimbangan-pertimbangan tersebut sudah diintegrasikan pada saat melakukan inventarisasilingkungan hidup sehingga selain lebih efektif karena sudah dipertimbangkan dalam inventarisasi lingkungan hidup

juga lebih terukur untuk memastikan pertimbangan-pertimbangan tersebut benar-benar dilakukan mulai dari tahap awal, yaitu inventarisasi lingkungan hidup.

RPPLH didesain sebagai dasar bagi pemanfaatan SDA, sehingga secara tidak langsung merupakan wujud pengintegrasian perencanaan lingkungan hidup dalam pengelolaan sumber SDA. Agar memiliki kekuatan hukum yang lebih kuat, perencanaan lingkungan dalam bentuk RPPLH diundangkan dalam bentuk Peraturan Pemerintah untuk RPPLH di tingkat nasional dan Peraturan Daerah untuk RPPLH tingkat Provinsi dan Kabupaten/ Kota. Selain itu untuk memastikan agar perencanaan lingkungan ditaati oleh semua sektor dan susunan pemerintahan, RPPLH menjadi dasar dan diintegrasikan ke dalam RPJP dan RPJM baik nasional maupun daerah.

Pengintegrasian RPPLH ke dalam rencana pembangunan perlu mengacu pada sistem perencanaan pem bangunan nasional sesuai dengan UU No. 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional. Hal ini menimbulkan beberapa persoalan berkaitan dengan aspek hukum serta operasioanalisasinya. Dari aspek hukum terdapat hambatan formil berkaitan dengan bentuk pengundangan RPPLH Nasional dalam bentuk peraturan pemerintah, yang oleh UU No. 32 Tahun 2009 diposisikan sebagai dasar penyusunan RPJP di tingkat nasional berbentuk Undang-undang. Pengaturan ini dapat memunculkan polemik mengenai sejauh mana RPPLH yang diundangkan dalam bentuk peraturan perundang-undagan yang lebih rendah dapat menjadi dasar pertimbangan penyusunan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. Prof. Dr. Asep Warlan Yusuf, Guru Besar Hukum Lingkungan UNPAR serta tim pakar penyusunan UU No. 32 Tahun 2009 menyatakan bahwa RPPLH hendaknya diposisikan sebagai dokumen perencanaan lingkungan yang berdiri sendiri terlepas dari bentuk pengundangannya sehingga tidak akan menimbulkan polemik jika dijadikan dasar bagi penyusunan RPJP di tingkat nasional.228 Sementara Prof. Hariadi Kartodihardjo berpandangan bahwa dengan adanya mandat pengintegrasian RPPLH ke dalam sistem perencanaan pembangunan, maka kedepannya harus ada perubahan dalam struktur penyusunan RPJP, RPJM baik di tingkat nasional maupun daerah. Integrasi RPPLH ke dalam perencanaan pembangunan tersebut tidak hanya sekedar menambahkan isi, melainkan juga mencari struktur baru dari dokumen perencanaan pembangunan tersebut.229 Jika sebelumnya isu lingkungan hidup menjadi satu bagian dalam rencana pembangunan230, maka dengan adanya ketentuan ini isu lingkungan harus masuk dalam semua bagian perencanaan pembangunan.

228

Wawancara dengan Prof Asep Warlan Yusuf, 18 September 2013.

229 Hariadi Kartodihardjo, "Integrasi RPPLH dan RPJM," Makalah untuk "Diskusi Pakar Penulisan Anotasi Hukum UU No. 32 Tahun 2009", (Jakarta: Oktober 2013).

230

RPJMN 2009-2014 memuat perencanaan pembangunan yang dikelompokan ke dalam bagian-bagian. Isu lingkungan hidup dan penataan ruang ditempatkan ke dalam satu bagian di RPJMN, yakni di Buku IX.

Berkaitan dengan aspek operasionalisasi, pengintegrasian RPPLH ke dalam sistem perencanaan pembangunan memerlukan penataan ulang kelembagaan lingkungan hidup, khususnya yang berkenaan dengan pengelolaan ekoregion. Pengelolaan ekoregion akan menjembatani perencanaan sektoral dan daerah sehingga dapat pula menjadi bahan penyusunan RPPLH. Berikut ini usulan kelembagaan yang menangani penyusunan dan memonitor pelaksanaan RPPLH:

Gam bar 2

Usulan Posisi Pusat Pengelola Ekoregion231

Keterangan:

RPPLH : Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup RPJP : Rencana Pembangunan Jangka Panjang

RPJMN : Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Renstra : Rencana Strategis

Renja : Rencana Kerja

SKPD-P : Satuan Kerja Pemerintahan Daerah Provinsi

SKPD-K : Satuan Kerja Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota PPE : Pusat Pengelola Ekoregion

DAS : Daerah Aliran Sungai

Pusat Pengelola Ekoregion (PPE) sebagai unit pelaksana teknis di bawah Kementerian Lingkungan Hidup harus diberikan kewenangan untuk memberikan pertimbangan lingkungan terhadap kebijakan pembangunan di tingkat nasional

231 Hariadi Kartodihardjo, "Integrasi RPPLH dan RPJM," Makalah untuk "Diskusi Pakar Penulisan Anotasi Hukum UU No. 32 Tahun 2009", (Jakarta: Oktober 2013).

dan daerah dengan menjadikan analisis mengenai habitat, daerah aliran sungai, serta wilayah administratif sebagai unit analisisnya. Sebelum dijabarkan ke dalam rencana strategis dan rencana kerja, arah kebijakan pembangunan hendaknya diselaraskan dengan pertimbangan lingkungan yang dilakukan oleh PPE. Dengan memposisikan seluruh rencana strategis dan rencana kerja yang dibuat oleh institusi sektoral maupun pemerintah daerah sebagai penjabaran dari rencana pembangunan nasional, maka hal tersebut mencerminkan perencanaan pembangunan secara keseluruhan. Dengan demikian RPPLH secara inheren telah terintegrasi dalam perencanaan pembangunan yang disusun oleh pemerintah dan pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya.

Dalam dokumen Buku Anotasi UU Nomor 32 Tahun 2009 (Halaman 125-131)