• Tidak ada hasil yang ditemukan

Keluarga Berencana dan Pemberdayaan Perempuan

Dalam dokumen BUKU Perda No 3 Tahun 2014 RPJMD 2014 2019 (Halaman 157-164)

Pencapaian I ndikator Sasaran Lingkungan Hidup Tahun 2010-

10. Keluarga Berencana dan Pemberdayaan Perempuan

Gambaran pencapaian kinerja urusan keluarga berencana terkait dengan upaya pengendalian pertumbuhan penduduk melalui pengaturan kelahiran, jarak dan usia ideal melahirkan, pengaturan kehamilan, promosi dan bantuan sesuai dengan hak-hak reproduksi selama tahun 2009-2013 disajikan sebagai berikut :

- Rata- rata Jumlah Anak Per Keluarga

Jumlah anak dalam keluarga di Kabupaten Garut selama kurun waktu tahun 2009-2013 rata-rata berjumlah 2 orang anak. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 2. 105

Rata- rata Jumlah Anak Per Keluarga di Kabupaten Garut Tahun 2009- 2013

No. Uraian 2009 2010 2011 2012 2013

1. Jumlah anak 1.241.384 1.261.981 1.142.148 1.232.242 1.217.319 2. Jumlah keluarga 651.676 665.136 664.618 691.185 704.795 3. Rata-rata Jumlah Jiwa

dalam Keluarga 3,71 3,68 3,66 3,63 3,57 4. Rata-rata jumlah anak per

keluarga 1,90 1,90 1,72 1,78 1,73

Sumber : BKBPP Kab. Garut dan BPS Kab.Garut, Tahun 2013.

Jumlah Keluarga Per Tahapan Keluarga

Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBNmenggunakan kriteria kesejahteraan keluarga untuk mengukur kemiskinan. Lima pengelompokkan tahapan keluarga sejahtera menurut BKKBN adalah Keluarga Pra Sejahtera, Keluarga Sejahtera Tahap I, Keluarga Sejahtera Tahap II, Keluarga Sejahtera Tahap III, dan Keluarga Sejahtera Tahap III Plus. Jumlah Keluarga per Tahapan Keluarga di Kabupaten Garut terus mengalami peningkatan, yaitu dari segi jumlah Keluarga di Kabupaten Garut terus mengalami kenaikan sejak tahun 2009. Proporsi keluarga prasejahtera yaitu keluarga-keluarga yang belum dapat memenuhi kebutuhan dasarnya secara minimal, seperti kebutuhan akan pengajaran agama, pangan, sandang, papan dan kesehatan terus mengalami penurunan, sedangkan Keluarga Sejahtera Tahap II, III dan IV terus mengalami kenaikan.

Tabel 2. 106

Jumlah Keluarga per Tahapan Keluarga di Kabupaten Garut Tahun 2009 - 2013

No. I ndikator Keadaan Pada Tahun

2009 2010 2011 2012 2013

1 Jumlah Keluarga 651.676 665.136 664.618 691.185 704.795

2 Keluarga Pra Sejahtera 183.375 182.341 180.589 183.154 178.923 3 Keluarga Sejahtera Tahap I 212.241 215.969 217.633 232.466 247.643

No. I ndikator Keadaan Pada Tahun

2009 2010 2011 2012 2013

4 Keluarga Sejahtera Tahap II 165.625 173.110 173.088 186.727 187.156 5 Keluarga Sejahtera Tahap III 84.423 86.960 83.488 83.761 84.565 6 Keluarga Sejahtera Tahap III Plus 6.012 6.756 9.820 5.077 6.508 7 Prosentase

Keluarga Pra Sejahtera 28,14 27,41 27,17 26,50 25,39 Keluarga Sejahtera Tahap I 32,57 32,47 32,75 33,63 35,14 Keluarga Sejahtera Tahap II 25,42 26,03 26,04 27,02 26,55 Keluarga Sejahtera Tahap III 12,95 13,07 12,56 12,12 12,00 Keluarga Sejahtera Tahap III Plus 0,92 1,02 1,48 0,73 0,92

Sumber : BKBPP Kab. Garut, Tahun 2013.

Rasio Beban Ketergantungan

Usia Produktif adalah dari kelompok umur 16-21 tahun dan umur 22- 59 tahun hasil pendataan keluarga. Usia Ketergantungan dari jumlah 100 orang menanggung beban 64 sampai 68 orang.

Tabel 2. 107

Rasio Beban Ketergantungan di Kabupaten Garut Tahun 2009- 2013

No. I ndikator Keadaan Pada Tahun

2009 2010 2011 2012 2013

1 Jumlah Usia Produktif 1.438.140 1.454.873 1.614.686 1.524.479 1.533.637 2 Jumlah Usia Konsumtif 977.180 990.659 816.769 984.534 985.526 3 Beban Ketergantungan 67,95 68,09 50,58 64,58 64,26

Sumber : BKBPP Kab. Garut , Tahun 2013.

Akseptor KB

Jumlah peserta KB di Kabupaten Garut pada tahun 2013 sebanyak 348.345 peserta dari 486.216 pasangan usia subur, meningkat 24.299 peserta bila dibandingkan tahun 2009 sebanyak 324.046 peserta. Adapun rasio akseptor KB terhadap jumlah pasangan usia subur selama kurun waktu tahun 2009-2013 mengalami peningkatan 0,31% dari 71,33% pada tahun 2009 menjadi 71,64% pada tahun 2013.

Tabel 2. 108

Rasio Akseptor KB di Kabupaten Garut Tahun 2009- 2013

No. Uraian 2009 2010 2011 2012 2013

1. Jumlah PUS 454.275 466.793 421.865 486.958 486.216 2. Jumlah Peserta KB (Jumlah Akseptor KB) 324.046 334.548 292.516 347.973 348.345 3. Jumlah Tidak Ber-KB 130.229 132.245 129.349 138.985 137.871 4. Rasio Akseptor KB 71,33% 71,67% 69,34% 71,46% 71,64%

Tabel 2. 109

Jumlah Peserta KB Berdasarkan Tempat Pelayanan di Kabupaten Garut Tahun 2009 - 2013

No. I ndikator Keadaan Pada Tahun

2009 2010 2011 2012 2013

1 Jumlah Peserta KB 324.046 334.548 292.516 347.973 348.345 2 Jumlah Peserta KB jalur

Pemerintah 207.594 213.655 179.626 229.452 226.736 3 Jumlah Peserta KB jalur Swasta 116.452 120.893 112.890 118.521 121.609 4 Prosentase

Jumlah Peserta KB jalur

Pemerintah 64,06 63,86 61,41 65,94 65,09 Jumlah Peserta KB jalur Swasta 35,94 36,14 38,59 34,06 34,91

Sumber : BKBPP Kabupaten Garut, Tahun 2013.

Petugas lapangan KB yang merupakan ujung tombak dalam penggerakan program kependudukan dan KB lini lapangan. Selama periode tahun 2009-2013, untuk mengatasi kekurangan petugas lapangan KB PNS, terus ditingkatkan dengan penambahan petugas lapangan KB Tenaga Penggerak Desa (TPD), yaitu pada tahun 2009 sebanyak 37 orang menjadi 128 pada tahun 2013.

Tabel 2. 110

Jumlah Petugas Lapangan KB di Kabupaten Garut Tahun 2009 - 2013 No. I ndikator Keadaan Pada Tahun

2009 2010 2011 2012 2013

1 Jumlah Petugas Lapangan KB (PNS) 107 107 90 78 77 2 Jumlah Petugas Lapangan KB (TPD) 37 76 125 130 128 3 Total Petugas Lapangan 144 183 215 208 205 4 Jumlah Desa/Kelurahan 424 424 442 442 442 5 Rasio terhadap Desa garapan 2,94 2,32 2,06 2,13 2,16

Jumlah Petugas Lapangan KB (PNS) - - - - - Jumlah Petugas Lapangan KB (TPD) - - - - - Total Petugas Lapangan - - - - -

Sumber : BKBPP Kabupaten Garut, Tahun 2013.

Keberhasilan program KB bukan saja kerja pemerintah, melainkan dedikasi kader dan penyuluh yang terjun langsung di lapangan. Mereka dengan sukarela mendatangi setiap rumah tangga untuk mengajak orang ber-KB. Julan kader relatif mengalami peningkatan dari tahun 2009 sampai dengan tahun 2013.

Tabel 2. 111

Jumlah Kader KB Sukarela di Kabupaten Garut Tahun 2009-2013 No. I ndikator Keadaan Pada Tahun

2009 2010 2011 2012 2013

1 Jumlah Kader ditingkat Desa 424 424 442 442 442 2 Jumlah Kader ditingkat RW 4.498 4.498 4.591 4.600 4.600 3 Jumlah Kader ditingkat RT 14.710 15.115 14.573 15.298 15.419 4 Total Jumlah Kader 19.632 20.037 19.606 20.340 20.461

Sumber : BKBPP Kabupaten Garut, Tahun 2013.

Kondisi pengendalian kependudukan di Kabupaten Garut dinilai masih mengalami hambatan, hal ini terlihat dari tingginya Total Fertility Rate (TFR). Hasil sensus penduduk tahun 2010 Kabupaten Garut menunjukkan angka yang tinggi dibanding dengan TFR Provinsi Jawa Barat dan TFR Nasional.

Tabel 2. 112

Total Fertility Rate ( TFR) Kabupaten Garut Hasil Sensus Penduduk Tahun 2010 NO. URAI AN TFR Tahun 2010

1 Pusat/Nasional 2,3 2 Provinsi Jawa Barat 2,48 3 Kabupaten Garut 2,56

Sumber : BKBPP Kabupaten Garut, Tahun 2013.

Tabel 2. 113

Capaian SPM Program Keluarga Berencana, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak

NO. ASPEK SPM KEADAAN PADA TAHUN

2009 2010 2011 2012 2013

1 Cakupan PUS < 20 tahun ;- ;-

2 Cakupan sasaran PUS menjadi Peserta

KB ;- ;-

3 Cakupan PUS yang ingin ber-KB belum

terlayani (Unmeetneed) ;- ;-

4 Cakupan anggota kelompok BKB yang

ber-KB ;- ;-

5 Cakupan PUS Peserta KB anggota

UPPKS menjadi Peserta KB Mandiri ;- ;-

6 Cakupan Pembantu Pembina KB Desa

(POS KB Desa) di setiap desa/kelurahan ;- ;-

7

Ratio Petugas lapangan Keluarga Berencana/Penyuluh Keluarga Berencana (PLKB/PKB) di setiap desa/kelurahan

NO. ASPEK SPM KEADAAN PADA TAHUN

2009 2010 2011 2012 2013

8

Penyediaan alat dan obat kontrasepsi untuk keluarga prasejahtera dan seajahtera I/keluarga miskin.

;- ;-

9

Cakupan penyediaan informasi data mikro keluarga di setiap Desa/Kelurahan setiap tahun.

10

Cakupan perempuan dan anak korban kekerasan yang mendapatkan penanganan pengaduan oleh petugas terlatih di dalam unit pelayanan terpadu

45 54 66 75 68

11

Cakupan perempuan dan anak korban kekerasan yang mendapatkan layanan kesehatan oleh tenaga kesehatan terlatih di Puskesmas mampu tatalaksana KIP/A dan PPT/PKT di Rumah Sakit.

12 17 21 19 16

12

Cakupan layanan rehabilitasi sosial yang diberikan oleh petugas rehabilitasi sosial terlatih bagi perempuan dan anak korban kekerasan di dalam unit pelayanan terpadu

- 10 7 8 8

13

Cakupan layanan rehabilitasi sosial yang diberikan oleh petugas rehabilitasi sosial terlatih bagi perempuan dan anak korban kekerasan di dalam unit pelayanan terpadu

- 10 7 8 8

14

Cakupan penegakan hukum dari tingkat penyidikan sampai dengan putusan pengadilan atau kasus-kasus kekerasan terhadap perermpuan dan anak

8 11 12 18 20

15

Cakupan perermpuan dan anak korban kekerasan yang mendapatkan layanan bantuan hukum

11 17 15 21 25

16 Cakupan layanan pemulangan bagi

perempuan dan anak korban kekerasan 11 15 8 7 16

17 Cakupan layanan integrasi sosial bagi

perempuan dan anak korban kekerasan 11 15 8 7 16

Sumber : BKBPP Kabupaten Garut, Tahun 2013.

Permasalahan yang dihadapi urusan Keluarga Berencana, antara lain : - Jumlah kelahiran dan pertumbuhan penduduk masih tinggi.

Saat ini jumlah penduduk di Kabupaten Garut terus meningkat dengan pesat, walaupun TFR (Angka Kelahiran Total) dan LPP menunjukkan kecenderungan menurun dari tahun ke tahun. Berdasarkan hasil sensus penduduk (SP) tahun 2010 TFR Kabupaten Garut berada pada posisi angka 2,56 dengan angka laju pertumbuhan penduduk (LPP) sebesar 1,59. Meskipun menunjukkan penurunan angka kelahiran namun belum dapat mencapai angka kelahiran yang ideal yaitu TFR 2,1.

Secara kuantitas kesertaan ber-KB di Kabupaten Garut sudah cukup baik ditandai dengan angka CPR sebesar 71,66% pada kondisi hasil pendataan keluarga tahun 2013, namun tingkat kesertaan ber-KB masih didominasi oleh penggunaan kontrasepsi jangka pendek sebesar 81,62% dan pemakai kontrasepsi jangka panjang hanya 18,38%. Kondisi demikian menjadi rentan terhadap kelestarian akseptor sehingga mempengaruhi terhadap keberlangsungan pemakaian alat kontrasepsi dan menyebabkan drop out.

Terdapat beberapa alasan drop out dan alasan utamanya disebabkan karena rasa takut akibat efek samping dan masalah kesehatan lainnya.

- Unmeet Need Masih Tetap Tinggi.

Dalam kurun 5 tahun ( 2009 – 2013 ), jumlah Pasangan Usia Subur (PUS) yang ingin menunda punya anak atau tidak menginginkan anak lagi atau kebutuhan ber- KB belum terlayani atau unmeet need, hasil pendataan keluarga tahun 2013 memperlihatkan adanya penurunan sebesar 2,07% yaitu dari 15,72 pada tahun 2009 menjadi 13,65 pada tahun 2013. Namun demikian, angka tersebut tetap jauh lebih tinggi dari target sasaran Standar Pelayanan Minimal (SPM) sebesar 5% di tahun 2014.

Beberapa faktor penyebab tingginya unmmet need antara lain karena akses pelayanan KB yang tidak terjangkau, kesenjangan pengetahuan terhadap suatu metode kontrasepsi, kurangnya pilihan atau ketersediaan metode kontrasepsi serta adanya kendala biaya. Disamping itu, hambatan yang timbul dari kebijakan atau peraturan yang belum sepenuhnya mendukung program KKB serta hambatan norma sosial, budaya dan agama.

- Rata-rata umur perkawinan pertama wanita masih rendah.

Hasil Pendataan Keluarga Tahun 2013 menunjukkan bahwa angka rata-rata usia kawin pertama wanita di Kabupaten Garut berada pada kisaran angka 18,65 tahun. Keadaan demikian menimbulkan dampak pada meningkatnya angka kelahiran pada usia muda (ASFR 15-19 tahun) yang masih tinggi yaitu 30 orang kelahiran per 1000 wanita usia subur. Hal ini mengindikasikan kurangnya KIE tentang pendewasaan usia perkawinan pertama dan penggarapan remaja dalam merencanakan kehidupan keluarga.

- Masih rendahnya partisipasi keluarga dalam pengasuhan dan pembinaan tumbuh kembang anak dan remaja.

Persentase keluarga yang memiliki anak balita yang aktif melakukan pembinaan tumbuh-kembang anak melalui kelompok BKB cenderung kurang, yaitu 68% dari jumlah anggota yang ada. Sementara jumlah partisipasi keluarga dalam kegiatan kelompok Bina Keluarga Remaja juga menunjukkan angka yang rendah yaitu hanya 65% dari anggota yang ada. Hal ini disebabkan salah satunya adalah karena masih kurangnya kapasitas SDM pengelola

kelompok kegiatan baik BKB maupun BKR disamping sarana dan prasarana pendukung kegiatan belum tersedia sesuai kebutuhan. - Belum optimalnya pemanfaatan kelompok-kelompok kegiatan untuk

peningkatan, pembinaan, dan kemandirian peserta KB.

Menurut teori kependudukan, pada saat CPR telah mencapai di atas 50%, sangat sulit untuk meningkatkan peserta KB oleh karena sisa PUS pada umumnya adalah kelompok-kelompok sulit (hard core) yang memerlukan terobosan-terobosan baru untuk mengajak mereka ber-KB. Salah satu upaya inovatif yang dipergunakan untuk mengajak mereka ber-KB adalah melalui pembentukan kelompok- kelompok kegiatan (Poktan) yang ada. Namun sampai dengan saat ini poktan tersebut belum optimal dalam meningkatkan dan membina kesertaan ber-KB serta meningkatkan kemandiriannya - Rasio jumlah petugas lapangan dengan jumlah desa binaan belum

ideal.

Saat ini tenaga Petugas Lapangan KB/ Penyuluh KB (PLKB/PKB) yang ada di Kabupaten Garut berjumlah 205 orang terdiri terdiri dari 77 Tenaga Kerja Kontrak (TKK). Keberadaan petugas tersebut jika dibandingkan dengan desa/kelurahan yang ada yang jumlahnya 442, maka rasionya setiap 1 (satu) orang petugas membina 2 sampai 3 desa/kelurahan. Kondisi demikian tentu akan mempengaruhi pada kualitas penggarapan operasional KB di lapangan dan tentunya akan berpengaruh pula pada lambatnya capaian hasil program.

Pemberdayaan Perempuan

Pelaksanaan urusan pemberdayaan perempuan diarahkan pada upaya mencapai sasaran meningkatnya keadilan dan kesetaraan gender dan peran perempuan dalam proses pembangunan dan terpenuhinya hak- hak anak dan perlindungan anak dari kekerasan, diskriminasi dan dampak pornografi. Peningkatan pemberdayaan perempuan memegang peran dan posisi yang strategis diantaranya terhadap keberhasilan dalam pelaksanaan kebijakan pembangunan kesehatan dan keluarga berencana dengan mengintegrasikan Pengarusutamaan Gender (PUG) dalam berbagai sektor pembangunan sesuai dengan proporsi dan karakteristik yang dimiliki. Organisasi Wanita, baik Sosial, Profesi maupun Kemasyarakatan serta Keagamaan, diantaranya : Gabungan Organisasi Wanita, Organisasi Wanita Persatuan antara lain Dharma Wanita Persatuan, Persit, Bhayangkari dan Ikatan Isteri Dokter Indonesia (IIDI). Selain itu, terdapat Organisasi Wanita di Bidang Kemasyarakatan antara lain Tim Penggerak PKK, Forum Komunikasi Gender (Forkom Gender), Kaukus Perempuan Politik Indonesia (KPPI) dan Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A). Organisasi Wanita Profesi yang ada diantaranya Ikatan Bidan Indonesia (IBI), HWK, IWAPI dan PERWOSI

serta Organisasi Wanita Keagamaan antara lain Al-Hidayah, Wanita PUI, Muslimat NU, Fatayat NU, Aisyiyah dan Persistri.

Upaya pengarusutamaan gender masih perlu ditingkatkan, antara lain melalui peningkatan pemahaman tentang pengarusutamaan gender kepada seluruh lapisan masyarakat, peningkatan komitmen pemerintah, serta peningkatan pengarusutamaan gender kepada seluruh program dan kegiatan. Pembangunan pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak masih dihadapkan pada permasalahan antara lain :

- Aspek keadilan dan kesetaraan gender yang masih belum membudaya di masyarakat.

Meskipun kegiatan pemberdayaan keluarga yang dilaksanakan selama ini telah memprioritaskan kaum perempuan sebagai sasaran utamanya, namun pada kenyataannya nilai sosial budaya yang kurang menguntungkan bagi status dan peran perempuan di masyarakat masih kuat. Hal ini tercermin dengan masih adanya diskriminasi terhadap nilai anak dan pengakuan prestasi kerja perempuan.

- Penanganan Pengaduan korban kekerasan terhadap anak dan perempuan belum optimal

Penanganan pengaduan korban kekerasan terhadap perempuan dan anak masih banyak mengalami kendala dalam pelayanan, antara lain terbatasnya jumlah petugas penerima pengaduan, minimnya jumlah tenaga pendamping korban dan biaya operasional juga menjadi kendala dalam pendampingan korban. - Database perempuan dan anak belum tersedia secara optimal

Pendokumentasian dan database perempuan dan anak korban kekerasan belum dilakukan secara terencana dan terfokus, sehingga menyulitkan untuk melakukan dan menindaklanjuti monitoring dan evaluasi pendampingan korban.

Dalam dokumen BUKU Perda No 3 Tahun 2014 RPJMD 2014 2019 (Halaman 157-164)