• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN TEORI

E. Kemampuan Membaca Permulaan

a. Pengertian Kemampuan Membaca Permulaan

Initial reading atau membaca permulaan merupakan tahap kedua dalam membaca menurut Mercer (dalam Mulyono Abdurrahman, 2002: 201). Pada tahap ini anak belajar mengenal fenom dan menggabungkan (blending) fenom menjadi suku kata atau kata (Samsunuwiyati Mar’at, 2005: 80). Syafi’i (dalam Farida Rahim, 2008: 2) menjelaskan bahwa penekanan membaca permulaan merupakan proses perseptual yang mempunyai arti pengenalan korespondensi atau hubungan rangkaian huruf dengan bunyi-bunyi bahasa. Ngalim Purwanto dan Jeniah Alim (1997: 35) menyebutkan huruf konsonan yang harus dapat dilafalkan dengan benar untuk membaca permulaan adalah b, d, k, l, m, p, s, dan t.

Huruf-huruf ini kemudian ditambah dengan huruf-huruf vokal sehingga menjadi a, b, d, e, i, k, l, m, o, p, s, t, dan u. Menurut Munawir Yusuf (2005: 162) pada tingkat awal membaca, anak belajar menguasai huruf vokal dan konsonan serta bunyinya. Anak belajar bahwa huruf I memberikan suara /i/, dan huruf b memberikan suara/be/, dan sebagainya. Selanjutnya anak mulai menggabungkan bunyi /b/ dengan /i/ menjadi /bi/, bunyi /n/ dengan /a/ menjadi /na/, dan seterusnya. Baru kemudian anak mampu menggabungkan suku kata menjadi kata, misalnya /bi/ dengan /ru/ menjadi /biru/.

Menurut Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 58 Tahun 2009 tentang Standar Pendidikan Anak Usia Dini, tingkat pencapaian perkembangan anak usia 5-6 tahun pada lingkup perkembangan keaksaraan yaitu menyebutkan simbol-simbol huruf yang dikenal, mengenal suara huruf awal dari nama

benda-44

benda yang ada disekitarnya, menyebutkan kelompok gambar yang memiliki bunyi atau huruf awal yang sama, memahami hubungan antara bunyi dan bentuk huruf, membaca nama sendiri, dan menuliskan nama sendiri. Berdasarkan pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa kemampuan membaca permulaan adalah kemampuan anak (pembaca awal) dalam penguasaan kode alfabetik seperti menghafal huruf vokal dan konsonan, mengenal fenom, dan menggabungkan fenom menjadi suku kata atau kata.

a. Karakteristik Membaca Anak 5-6 Tahun

Rubin dalam Ahmad Rofi’uddin dan Darmiyati Zuchdi yang dikutip oleh Ratna Arini Dewi (2012: 17), mengatakan pengajaran membaca yang paling baik adalah pengajaran yang didasarkan pada kebutuhan anak dan mempertimbangkan apa yang telah dikuasai anak. Anak usia TK sudah mampu mengikuti kegiatan-kegiatan pengajaran membaca seperti di bawah ini, yaitu:

1. Peningkatan Ucapan

Pada kegiatan ini difokuskan pada peningkatan kemampuan anak mengucapkan bunyi-bunyi bahasa. Anak yang mengalami kesulitan dalam mengucapkan bunyi tertentu perlu dilatih secara terpisah.

2. Kesadaran Fonemik (Bunyi)

Pada kegiatan ini difokuskan untuk menyadarkan anak bahwa kata dibentuk oleh fonem atau bunyi yang membedakan.

3. Hubungan antara Bunyi-huruf

Syarat utama untuk dapat membaca adalah mengetahui tentang hubungan bunyi-bunyi. Kegiatan yang dapat dilakukan yaitu dengan menghubungkan tulisan

45

dengan simbol atau gambar yang melambangkannya. Anak yang mengalami kesulitan dalam hal hubungan bunyi huruf maka pengajaranya secara terpisah. 4. Membedakan Bunyi-bunyi

Membedakan bunyi-bunyi merupakan kemampuan yang penting dalam pemerolehan bahasa, khususnya membaca.

5. Kemampuan Mengingat

Kemampuan mengingat yang dimaksud lebih mengarah pada kemampuan untuk menilai apakah dua bunyi atau lebih itu sama atau berbeda.

6. Membedakan huruf

Membedakan huruf adalah kemampuan membedakan huruf-huruf (lambang bunyi). Jika anak masih kesulitan membedakan huruf, berarti ia belum siap untuk membaca.

7. Orientasi dari Kiri ke Kanan

Anak perlu disadarkan bahwa kegiatan membaca dalam bahasa Indonesia menggunakan sistem dari kiri ke kanan.

8. Keterampilan Pemahaman

Anak yang mengalami hambatan dalam perkembangan kognitifnya juga mengalami kesulitan dalam membaca, sebab membaca pada dasarnya merupakan kegiatan berpikir.

9. Penguasaan Kosa Kata

Pengenalan kata merupakan proses yang melibatkan kemampuan mengidentifikasi simbol tulisan, mengucapkan dan menghubungkan dengan makna. Carol Seefald & Barbara A. Wasik (2008: 323), anak usia TK terutama

46

usia 5-6 tahun yaitu sudah mahir dengan bahasa dan mempunyai akses ke pengalaman bahasa dan baca tulis.

Tiga kemampuan bahasa/membaca pada anak TK yaitu: a. Kesadaran fonemik/bunyi

b. Tanda untuk memahami bunyi huruf dalam kata. Anak yang memiliki pemahaman fonemik mengerti bahwa kata dibentuk oleh bunyi-bunyi serta mampu menggunakan bunyi-bunyi di dalam kata.

c. Pengetahuan tentang huruf

Anak mampu mengetahui bunyi dan bentuk-bentuk huruf. Pengetahuannya ini diperoleh dari pengalaman anak.

d.Memahami huruf cetak

Garis besar yang dimiliki seorang anak yang telah mengembangkan pemahaman tentang konsep mengenai huruf cetak antara lain mengerti bahwa buku itu untuk dibaca, mengerti bahwa huruf cetak/bukan gambar memiliki pesan, dan membaca dari kiri ke kanan.

Tom & Harriet Sobol yang dikutip Nurbiana Dhieni (2005: 5.4 ), anak usia TK sudah memiliki kesiapan membaca sehingga pada usia anak sudah bisa diajarkan untuk membaca. Menurut Nurbiana Dhieni (2005: 5.17), anak TK seharusnya sudah mampu untuk dan sudah dapat diajarkan membaca seperti: a. Mampu memahami bahasa lisan, dalam hal ini anak mampu memahami kalimat

sederhana dalam konteks komunikasi dan sesuai perkembangan bahasa anak. b. Melafalkan kata dengan jelas, anak mampu dengan jelas mengatakan kata dan

47

c. Mengingat kata yang didengar, anak mampu mengulang atau mengingat kata yang telah didengarnya, sehingga apabila ia ditanya kembali anak mampu mengingat dan menjawabnya.

d. Mampu melafalkan bunyi huruf, anak mampu melafalkan huruf huruf abjad dengan baik setelah orang tua/ pendidik memberinya contoh.

e. Mampu membedakan bunyi dengan baik, kemampuan yang dimaksud yaitu penglihatan dan pendengaran. Anak dapat membedakan bunyi huruf karena anak mengetahui bentuk huruf.

Kemampuan membaca yang dimiliki anak usia TK menurut Aulia (2011: 43), yaitu:

a. Mampu membedakan ukuran dan bentuk huruf, dalam hal ini anak mampu membedakan bentuk huruf dan memahami bahwa setiap huruf mempunyai bentuk yang berbeda.

b. Mampu membedakan bunyi, anak mampu membedakan bunyi dengan cara mendengar dari setiap huruf dan melihat huruf dari segi bentuknya.

c. Mampu mengingat apa yang dilihat, anak mengingat bentuk huruf dengan melihat huruf-huruf tersebut.

d. Mengingat bunyi, dalam hal ini anak mampu mengingat bunyi dari setiap huruf dengan melihat huruf dan mendengar huruf melalui pengalamannya.

Sedangkan dalam Permendiknas No. 58 tahun 2009, kemampuan bahasa anak 5-6 tahun dari segi keaksaraan yaitu: (1) menyebutkan simbol huruf vokal dan konsonan yang dikenal, (2) membuat gambar dan coretan tentang cerita mengenai gambar yang dibuat sendiri, (3) menyebutkan nama-nama benda yang suara huruf awalnya sama, (4) menyebutkan kata yang mempunyai huruf awal yang sama, (5) menghubungkan gambar dengan kata, (6) membaca gambar yang memiliki kata sederhana, (7) menceritakan isi buku walaupun tidak

48

sama tulisan yang diungkapkan, (8) menghubungkan tulisan sederhana dengan simbol yang melambangkannya, (9) membaca buku cerita bergambar sederhana dengan menunjuk beberapa kata yang dikenalinya, (10) mengucapkan syair lagu sambil diiringi senandung lagunya, (11) membaca dan menulis nama sendiri dengan lengkap.

Peneliti menggunakan acuan dari beberapa pendapat ini untuk menentukan indikator dalam penelitian. Peneliti mengambil kesimpulan bahwa membaca permulaan adalah kemampuan anak dalam mengucapkan bunyi huruf, membedakan huruf, menyebutkan benda yang mempunyai suara huruf awal sama, memahami hubungan bunyi dan huruf (menghubungkan tulisan dengan simbol yang melambangkannya), menyebutkan kata yang mempunyai huruf awal sama, dan melafalkan kata dengan jelas. Kemampuan inilah yang akan digunakan peneliti sebagai indikator atau kemampuan yang akan dinilai dalam penelitian.

c. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kemampuan Membaca Permulaan

Menurut Lamb dan Arnold (dalam Farida Rahim, 2008: 16-30) faktor yang mempengaruhi kemampuan membaca permulaan adalah factor fisiologis, intelektual, lingkungan, dan psikologis. Faktor fisiologis mencakup kesehatan fisik, pertimbangan neurologis, dan jenis kelamin. Kelelahan merupakan kondisi yang tidak menguntungkan bagi anak untuk belajar. Keterbatasan neurologis dan kekurangmatangan secara fisik juga sebagai salah satu faktor yang menyebabkan anak gagal dalam meningkatkan kemampuan membacanya.

Faktor lingkungan mencakup latar belakang pengalaman anak dan status sosial ekonomi keluarga. Sedangkan faktor psikologis mencakup motivasi, minat baca, kematangan sosio, kematangan emosi, dan penyesuaian diri. Motivasi sebagai pendorong anak untuk melakukan kegiatan membaca. Minat baca adalah

49

keinginan yang kuat disertai usaha yang dilakukan untuk membaca. Pada faktor kematangan sosio, emosi, dan penyesuaian diri mencakup beberapa hal yaitu stabilitas emosi, kepercayaan diri, dan kemampuan berpartisipasi dalam kelompok.

Anak yang mudah marah, menangis, menarik diri, mendongkol, dan bereaksi secara berlebihan saat mendapatkan sesuatu, akan mendapat kesulitan dalam pelajaran membaca. Anak yang kurang percaya diri juga tidak bisa mengerjakan tugas yang diberikan kepadanya meskipun tugas itu sesuai dengan kemampuannya. Menurut Nurbiana Dhieni dkk., (2008: 5.18-5.21) faktor yang mempengaruhi kemampuan membaca adalah motivasi, lingkungan keluarga, dan bahan bacaan.

Motivasi akan menjadi pendorong semangat anak untuk membaca. Dalam hal ini terdapat dua macam motivasi, yaitu motivasi instrinsik (bersumber pada diri anak itu sendiri) dan motivasi ekstrinsik (bersumber pada luar diri anak). Lingkungan keluarga juga menjadi salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kemampuan membaca anak. Anak sangat memerlukan keteladanan dalam membaca. Keteladanan tersebut harus ditunjukkan orangtua sesering mungkin. Interaksi interpersonal seperti pengalaman baca tulis bersama keluarga dan lingkungan fisik yang mencakup bahan bacaan yang terdapat di rumah juga turut menjadi salah satu faktor.

Suasana yang penuh perasaan dan memberikan dorongan atau motivasi yang cukup juga akan menjadikan perkembangan membaca anak semakin mingkat. Faktor selanjutnya adalah bahan bacaan. Bahan bacaan yang terlalu sulit

50

akan mematikan selera membaca. Oleh karena itu, topik atau isi bacaan dan keterbatasan bahan juga harus diperhatikan. Untuk bahan bacaan perlu terdapat isi atau topik yang disenangi anak, gambar yang menarik, dan gambar yang disajikan harus lebih dominan daripada tulisan.

Dari berbagai pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa faktoryang dapat mempengaruhi kemampuan membaca permulaan anak adalah faktor fisiologis,intelektual, lingkungan, dan psikologis. Faktor psikologis meliputi kesehatan fisik, faktor intelektual meliputi tingkat kecerdasan anak, sedangkan faktor lingkungan meliputi pengalaman anak, bahan bacaan, dan keluarga. Faktor psikologis meliputi motivasi, perkembangan sosial-emosional, dan minat terhadap bacaan.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1999: 623), “kemampuan” berarti kesanggupan atau kecakapan. “Membaca” berarti melihat serta memahami isi dari apa yang tertulis, atau mengeja dan melafalkan apa yang tertulis (KBBI,1999:72).Membaca permulaan merupakan tahap awal dalam belajar membaca yang difokuskan kepada mengenal simbol-simbol atau tanda-tanda yang berkaitan dengan huruf-huruf sehingga menjadi pondasi agar anak dapat melanjutkan ketahap membaca permulaan(Darwadi 2002). Menurut Steinberg (Ahmad Susanto, 2011: 83) membacapermulaan adalah membaca yang diajarkan secara terprogram kepada anakprasekolah. Program ini merupakan perhatian pada perkataan-perkataan utuh,bermakna dalam konteks pribadi anak-anak dan bahan-bahan yang diberikanmelalui permainan dan kegiatan yang menarik sebagai perantaran pembelajaran.

51

Menurut Yulia Ayriza, Chaer, Purwanto dan Alim (dalam Lucky Ade 2007: 9), huruf konsonan yang harus dapat dilafalkan dengan benar untuk membaca permulaan adalah b, d, k,l, m, p, s, dan t. Huruf -huruf ini, ditambah dengan huruf – huruf vokal akan digunakan sebagai indikator kemampuan membaca permulaan, sehingga amenjadi a, b, d, e, i, k, l, m, o, p, s, t, dan u. Ritawati (1996: 51) menyebutkan ada lima langkah dalam membaca permulaan yaitu mengenal unsur kalimat, mengenal unsur kata, mengenal unsur huruf, merangkai huruf menjadi suku kata, merangkai suku kata menjadi kata. Pengajaran membaca permulaan lebih ditekankan pada pengembangan kemampuan dasar membaca. Anak-anak dituntut untuk mampu menyuarakan huruf, suku kata, kata dan kalimat yang disajikan dalam bentuk tulisan ke dalam bentuk lisan ( Sabarti A Khadiah, dkk. 1993: 11),

Contoh :

Huruf /a/dibaca /a/ /b/dibaca /be/ /c/ dibaca /ce/

Suku kata /ba/ dibaca /ba/ bukan /bea/ /bu/ dibaca /bu/ bukan /beu/ Kata /baju/ dibaca /baju/ bukan /beaju/ /batu/ dibaca /batu/ bukan /beatu/

52

d. Metode Pembelajaran Membaca Permulaan

Membaca merupakan hal yang penting dalam perkembangan anak. Kemampuan ini sangat diperlukan bagi kesiapan anak mencapai jenjang pendidikan selanjutnya. Namun seringkali hal ini menjadi patokan bagi orang tua untuk menjadikan anak pintar membaca meskipun sebenarnya anak belum siap untuk menerima hal tersebut.

Soehjono Darwowidjojo (2005: 300) mengungkapkan bahwa anak berada pada tahap pemula, sehingga anak perlu dibimbing untuk memperhatikan dua hal persiapan membaca yaitu keteraturan bentuk dan pola gabungan huruf. Tahap ini menggambarkan bahwa anak melewati proses kognitif dalam mengenali bunyi simbol atau gambar dan seiring berkembangnya kognitif anak, anak akan menyadari bahwa dalam bunyi tersebut dapat disimbolkan dalam bentuk huruf. Pada tahap pemula seorang anak memerlukan stimulasi yang dapat mengembangkan kemampuan membacanya tersebut.

Menurut Tadkiroatun Musfiroh (2009: 150) terdapat beberapa model pembelajaran bahasa yaitu whole word (model kata utuh), phonics, dan analogy.

Model whole word (model kata utuh) merupakan model pemerolehan-literasi yang lebih menekankan pada pengenalan kata secara utuh dengan tidak boleh mengenalkan abjad, sedangkan pada model phonics pengajaran membaca dimulasi dari huruf lepas-suku kata,kata dan kalimat. Pada model analogy guru dapat menggunakan berbagai benda seperti benda, bunyi, media gambar dan lain sebagainya untuk memberikan pancingan.

53

Soehjono Darwowidjojo (2005: 305) lebih khusus menyatakan terdapat dua macam metode dalam pembelajaran membaca yaitu; a) membaca dari bawah (bottom up) yaitu metode yang menghubungkan grafem dengan fenom. Anak belajar membaca dari huruf-huruf yang akhirnya disusun menjadi sebuah kata; b) membaca dari atas ke bawah (top down) yaitu membelajarkan anak langsung pada konteks isi dari gambar, sehingga sering terjadi kesalahan dalam mengeja huruf. Menurut Tadkiroatun Musfiroh (2009: 59) ada dua metode pembelajaran membaca yaitu linear dan whole language. Pada dasarnya dua metode yang dikemukakan dua tokoh tersebut adalah sama yaitu;

a. Membaca dari bawah (bottom up) atau juga disebut linear yaitu membaca dari sederhana ke yang lebih rumit. Hal ini ditegaskan oleh Slamet Suyanto (2005: 166) bahwa salah satu metode pembelajaran membaca yang dikenal adalah metode fonik yaitu mengeja huruf demi huruf saat membaca atau menulis kata, lebih lanjut Santrock (2010: 422) juga mengungkapkan bahwa suara dalam kata diwakili oleh huruf yang dapat disusun menjadi kata. Jadi dapat disimpulkan bahwa pada metode bottom up anak diajarkan membaca dengan mengenalkan huruf dan bunyi huruf, suku kata dan kalimat secara berurutan. b. Membaca dari atas ke bawah (top down) atau whole language yaitu anak

belajar melalui pemahaman bentuk utuh. Anak belajar secara umum mengenali kata secara utuh dan baru memaknainya. Lebih lanjut diungkapkan bahwa pada metode whole language anak tidak boleh dikenalkan abjad namun kata secara utuh. Pengenalan kata utuh dalam bentuk kartu yang dibuat dalam ukuran dan warna tertentu. Metode ini memiliki kekurangan bahwa dengan pengenalan

54

bentuk utuh anak dikhawatirkan akan lebih tertarik memprediksi kata tanpa mengetahui unsur kata tersebut, padahal pengetahuan huruf juga sangat diperlukan oleh anak.

Berdasarkan pendapat-pendapat di atas dapat ditegaskan bahwa terdapat dua macam metode pembelajaran membaca yaitu bottom up/linear dan top down/wholelanguage. Kedua metode tersebut memiliki kelemahan dan kelebihan masing-masing sehingga perlu dikombinasikan menjadi metode yang dapat mewakili kedua metode tersebut yaitu mengenalkan anak pada tulisan dalam bentuk utuh dan juga dikenalkan pada unsur huruf.

Metode permainan kata huruf dalam penelitian ini menggunakan gabungan dari kedua metode pembelajaran membaca permulaan di atas. Pada metode permainan kata huruf anak terlebih dahulu dikenalkan pada gambar yang beberapa kata dan melihat gambar. Anak di usia TK juga mulai belajar membaca dari kiri ke kanan.

A.Khadiah dalam Darmiyanti Zuhdi dan Budiasih (2001, 61-66) menjelaskan bahwa dalam pembelajaran membaca permulaan, ada beberapa metode yang dapat digunakan antara lain seperti hal-hal berikut.

1) Metode abjad dan metode bunyi

Kedua model tersebut sering menggunakan kata lepas.

Metode abjad adalah metode pengajaran yang memperkenalkan huruf yang harus dilafalkan dengan lafalan menurut bunyi dalam abjad tersebut. Huruf yang telah dilafalkan kemudian dirangkaikan menjadi suku kata, suku kata menjadi kata, dan

55

kata menjadi kalimat. Pada metode ini pengucapan huruf-huruf sesuai dengan abjad a, b, c, d, dst.

Contoh : ini budi i-en-i be-u-de-i i-eni beu-dei ieni beudei

2. Metode kupas rangkai suku kata dan metode kata lembaga penerapannya menggunakan cara mengurai dan merangkaikan.

a. Metode kupas rangkai suku kata i.Guru mengenalkan huruf

ii.Merangkaikan suku kata menjadi huruf iii. Menggabungkun huruf menjadi suku kata Misalnya : ma –ta

m –a –t –a ma –ta a. Metode kata lembaga bola bo –la b –o –l –a bo –la bola 3) Metode global

56 b.Menguraikan huruf menjadi suku kata c.Menguraikan suku kata menjadi huruf d.Menggabungkan huruf menjadi suku kata e.Merangkaiakan kata menjadi suku kata f.Merangkaikan kata menjadi kalima Misalnya : saya melihat buku

Melihat me –li –hat

m –e –l –i –h –a –t melihat

saya melihat buku

4)Metode SAS (Struktural Analitik Sintetik)

Menurut Momo dalam Darmiyanti Zuchdi dan Budiasih (2001, 63-66) dalam pelaksanaanya, metode ini dibagi dalam dua tahap yaitu : 1) tanpa buku dan 2) menggunakan buku.

Pada tahap tanpa buku, pembelajarannya dilaksanakan dengan cara ; a.Merekam bahasa anak

b.Menampilkan gambar sambil bercerita c.Membaca gambar

d.Membaca gambar dengan kartu kalimat e.Membaca kalimat struktural

f.Proses analitik g.Proses sinteti

57

e.Hakikat Kemampuan Membaca Permulaan

Berbicara mengenai membaca sebagai aktivitas yang kompleks, Farida Rahim (2007: 2) mengatakan bahwa ada tiga istilah yang sering digunakan untuk memberikan komponen dasar dari proses membaca, yaitu recording, decoding,

dan meaning.Recording merujuk pada kata-kata dan kalimat, kemudian mengasosiasikannya dengan bunyi-bunyi sesuai dengan system tulisan yang digunakan, sedangkan proses decoding (penyandian) merujuk pada proses penerjemahan rangkaian grafis ke dalam kata-kata. Proses recording dan decoding

biasanya berlangsung pada kelas-kelas awal, yang dikenal dengan istilah membaca permulaan.

Penekanan membaca pada tahap ini ialah kemampuan perceptual, yaitu pengenalan korespondensi rangkaian huruf dengan bunyi-bunyi bahasa. Sementara itu proses memahami makna (meaning) yang mendalam lebih ditekankan di kelas-kelas tinggi Sekolah Dasar (Syafi’ie dalam Farida Rahim, 2007: 2). Namun, hal tersebut tidak menutup kemungkinan bagi anak TK untuk belajar memaknai kata-kata yang anak baca. Cara yang dapat dilakukan yaitu dengan menggunakan gambar-gambar atau ilustrasi yang sesuai dengan kata-kata yang anak baca.

Selanjutnya, R. Masri Sareb Putra (2008: 5) menyatakan bahwa membaca permulaan (beginning reading), lebih mendapat penekanan pada pengkondisian siswa masuk dan mengenal bahan bacaan. Pada tahap ini, anak belum sampai pada pemahaman yang mendalam akan materi bacaan. Anak tidak dituntut untuk menguasai materi secara menyeluruh dan menyampaikan perolehannya dari

58

membaca. Berbeda dengan pendapat tersebut, Nurbiana Dhieni, dkk (2005: 5.3) mengatakan bahwa membaca merupakan ketrampilan bahasa tulis yang bersifat respiratif.

Kegiatan membaca permulaan merupakan suatu kesatuan kegiatan yang terpadu yang mencakup beberapa kegiatan seperti mengenali huruf dan kata-kata, menghubungkannya dengan bunyi, maknanya serta menarik kesimpulan maksud bacaan. Hal tersebut senada dengan pendapat Carol Seefeldt dan Barbara A. Wasik (2008: 354) yang mengatakan meskipun pelajaran membaca formal biasanya dimulai di kelas satu sekolah dasar, Taman Kanak-kanak mengembangkan banyak ketrampilan yang mempersiapkan anak untuk belajar membaca, yaitu melalui belajar membaca permulaan. Sulzby (dalam Carol Seefeldt dan Barbara A. Wasik, 2008: 355) mengatakan bahwa anak TK yang mulai belajar membaca mulai mengerti bahwa tulisan-tulisan yang ada di lingkungan anak menyampaikan sebuah pesan.

Selanjutnya Bowman (dalam Carol Seefeldt dan Barbara A. Wasik, 2008: 355) mengatakan bahwa anak TK belajar mengenali huruf-huruf dan kata-kata dan akhirnya menjadi sadar akan hubungan antara bunyi dan huruf dan kata-kata. Beberapa anak di TK mulai mengidentifikasi dan membunyikan kata-kata tersebut. Berbicara mengenai pengajaran membaca permulaan pada anak, dasar-dasar kemampuan membaca atau kesiapan membaca perlu dikuasai oleh anak terlebih dahulu. Dasar-dasar kemampuan membaca diperlukan agar anak berhasil dalam membaca.

59

Miller (dalam Nurbiana Dhieni, dkk, 2005: 5.10) mengemukakan bahwa sebelum anak diajarkan membaca perlu diketahui terlebih dahulu kesiapan membaca anak. Hal ini bertujuan agar dapat mengetahui apakah anak sudah siap diajarkan membaca. Di samping itu juga bertujuan agar dapat diketahui kemampuan kesiapan membaca khusus apa yang sebaiknya diajarkan pada anak. Adapun kemampuan-kemampuan kesiapan membaca yang dikembakan adalah sebagai berikut : 1) kemampuan membedakan auditorial, 2) kemampuan (membuat) hubungan suara-simbol, 3) kemampuan bahasa lisan, 4) interpretasi gambar, dan 5) progress dari kiri ke kanan.

Dalam kemampuan membedakan auditorial ini, anak-anak harus belajar membedakan suara-suara huruf dalam alphabet, terutama suara-suara yang dihasilkan oleh konsonan awal dalam kata. Anak harus mampu membedakan suara huruf d dari suara huruf f, suara huruf m dari suara huruf n. Selanjutnya dalam kemampuan (membuat) hubungan suara-simbol, anak harus mampu mengaitkan huruf besar dan huruf kecil dengan nama anak dan dengan suara yang anak respresentasikan.

Anak harus tahu bahwa d disebut de dan menetapkan suara pada awal kata “daging”. Mengenai kemampuan bahasa lisan, anak-anak masuk ke Taman Kanak-kanak dengan kemampuan substansial untuk berbicara dan mendengarkan. Meskipun demikian, selama masa TK kemampuan-kemampuan ini harus dikembangkan dan diperbaiki. Anak-anak harus belajar mendengarkan, mengingat, mengikuti petunjuk, dan memahami ide-ide utama.

60

Anak harus menggunakan dan memperluas kosa kata bahasa lisan anak untuk mejelaskan ide-ide, untuk mendeskripsikan objek, dan untuk mengekspresikan perasaan anak sendiri. Dalam belajar membaca permulaan, anak harus mampu menginterprestasikan gambar secara kreatif dari sebuah gambar