Nama domain adalah alamat di Internet. Alamat inilah yang oleh pengguna Internet dituju untuk dapat membangun hubungan dengan komputer lain yang berada dalam jaringan Internet di dunia maya yang maha luas. Hak atas
29 http://www.hukumonline.com/berita/baca/hol1060/aspek-hukum-terhadap-nama-domain-di-internet, diakses pada tanggal 30 April 2016
Nama domain di dapat melalui pendaftaran yang sistemnya adalah deklaratif, sehingga pendaftar pertama yang akan mendapatkan hak. Disamping berfungsi sebagai alamat, nama domain kemudian ternyata dapat berfungsi sebagai tanda identitas bisnis, yang kemudian menimbulkan pertentangan dengan sistem identitas bisnis yang telah lebih dulu ada yaitu sistem merek yang tunduk dibawah Hukum Hak Kekayaan Intelektual.30
Dalam hal kepemilikan, nama domain gTLD dapat dimiliki oleh siapapun di dunia karena bersifat internasional. Sedangkan nama domain ccTLD-ID hanya boleh dimiliki oleh warga negara Indonesia. Selain itu, nama domain ccTLD-ID tertentu hanya boleh dimiliki oleh pihak tertentu saja, misalnya, nama domain .go.id hanya boleh dimiliki oleh lembaga pemerintahan, nama domain .co.id hanya boleh dimiliki oleh perusahaan dan nama domain net.id hanya boleh dimiliki oleh perusahaan ISP (Internet Service Provider). Sedangkan untuk persyaratan pembelian, nama domain gTLD tidak memerlukan persyaratan khusus. Aturan yang berlaku adalah First Come First Served (siapa cepat dia dapat). Tetapi yang perlu dicatat adalah dalam memperoleh nama domain ini, pihak yang meminta nama domain tersebut (Registrant) menyatakan bertanggung jawab dan menjamin bahwa permintaan pendaftaran nama domain didasari oleh iktikad baik dan tidak merugikan pihak lain yang mungkin secara hukum berkepentingan atas keberadaan nama domain tersebut. Sementara untuk nama domain ccTLD-ID, mengharuskan beberapa persyaratan untuk dilengkapi, Misalnya nama domain co.id pihak yang meminta (Registrant) harus melampirkan
30 Rachmad Usman, Hukum Hak Atas Kekayaan Intelektual, Bandung: Alumni, 2003, hlm.104
nomor SIUP atau NPWP perusahaan sebagai bukti bahwa pendaftar benar-benar wakil dari perusahaan yang membeli nama domain ccTLD-ID tersebut.
Sedemikian pentingnya nilai sebuah nama domain dalam bisnis di era digital kemudian melahirkan cybersquatter, yaitu orang yang tanpa hak mendaftarkan nama dagang atau merek terkenal milik orang lain bahkan nama dari orang terkenal yang mempunyai nilai komersil sebagai nama domain miliknya untuk keuntungan sendiri. Pelanggaran nama domain kemudian dianggap sebagai pelanggaran Merek. Nama domain bukan merupakan bagian dari ruang lingkup Hukum Hak Kekayaan Intelektual sehingga pelanggaran Nama domain bukan merupakan pelanggaran Merek. Meskipun begitu, nama domain tetap merupakan bagian dari hukum perdata (arti sempit) yaitu dalam bab benda dan bab hak milik , karena hak atas Nama domain adalah benda bergerak tidak berwujud yang dapat dijadikan objek hak milik karena hukum merek tidak mengatur masalah nama domain dan karena nama domain bukan merek, maka dalam menangani masalah nama domain harus diselesaikan dengan hukum secara sui generis, menggunakan asas - asas dan kaidah kaidah hukum yang ada dalam
Hukum Perdata maupun Hukum Perdata Internasional. Asas itikad baik, kaedah perbuatan melawan hukum dan prinsip prinsip hukum umum dapat digunakan untuk menangani masalah nama domain .31
Kepemilikan dan pengelolaan suatu akun hosting atau domain ditentukan berdasarkan informasi Pihak yang terdaftar atau didaftarkan ketika proses suatu Order akun hosting atau domain dibuat. Dalam hal ini perlu diperhatikan bahwa,
31 http://library.unpar.ac.id/index.php?p=show_detail&id=65153, diakses pada tanggal 30 April 2016
setiap informasi, kewenangan dan hak hanya dapat diberikan kepada pihak yang terdaftar atau didaftarkan dalam akun hosting atau domain tersebut.
Permohonan informasi, akses login, atau pun hal – hal yang terkait dengan akun hosting atau domain tidak dapat diberikan kepada pihak lain diluar dari pihak yang terdaftar dalam akun tersebut. Verifikasi utama yang dilakukan adalah melalui alamat email dan contact info lainnya yang didaftarkan dalam akun tersebut.
Nama domain terkadang mempunyai sebuah persamaan pada pokoknya atau pada keseluruhan dengan sebuah merek terdaftar. Persamaaan ini terjadi secara tidak sengaja tanpa ada maksud untuk menyamai reputasi sebuah merek terdaftar. Pemegang merek menjadikan persamaan tersebut sebagai dasar untuk menggugat suatu kepemilikan nama domain. Di sisi lain pemilik nama domain telah beritikad baik dalam kepemilikan dan penggunaan nama domain. Sehingga terjadilah sengketa antara pemilik nama domain yang beritikad baik dengan pemegang merek terdaftar. Tindakan pemegang merek yang menggugat pemilik nama domain yang beritikad baik atas dasar persamaan pada pokoknya atau pada keseluruhan saja dapat dikatakan sebagai tindakan reverse domain name hijacking. Metode penelitian yang dilakukan adalah metode yuridis normatif.
Seorang pemilik nama domain yang beritikad baik dapat mempertahankan kepemilikan nama domain yang mengandung persamaan pada pokoknya atau pada keseluruhan dengan merek terdaftar berdasarkan Pasal 23 ayat 1 dan 2 UU ITE.32
32 Opcit., Hlm. 105
Berdasarkan Pasal 23 ayat 1 dan 2 UU ITE maka siapapun dapat mendaftarkan nama domain apapun berdasarkan prinsip pendaftar pertama asalkan dalam pendaftaran dan penggunaannya harus didasarkan pada itikad baik, tidak melanggar prinsip usaha secara sehat dan tidak melanggar hak orang lain.
Pemegang merek terdaftar tidak dapat menggugat suatu nama domain yang hanya memenuhi unsur persamaan pada pokoknya atau pada keseluruhan saja atas dasar pelanggaran merek, harus juga dipenuhi unsur-unsur lain seperti digunakan dalam kegiatan perdagangan dan barang atau jasa sejenis. Hukum Nasional Indonesia tidak mengatur mengenai reverse domain name hijacking namun setidaknya sudah memberikan perlindungan melalui batasan-batasan dalam mengajukan suatu gugatan pelanggaran merek dan gugatan pembatalan nama domain. Batasan-batasan tersebut menyebabkan persamaan pada pokoknya atau pada keseluruhan saja tidaklah cukup untuk dijadikan dasar gugatan pelanggaran merek atau pembatalan nama domain.33
Uniform Domain Name Resolution Policy lebih jelas memberikan perlindungan hukum bagi pemilik nama domain karena mengatur ketentuan mengenai reverse domain name hijacking sehingga pemilik nama domain yang merasa bahwa gugatan dari pemegang merek tidaklah berdasar dapat meminta panelis untuk memeriksa adanya upaya reverse domain name hijacking. Pemilik nama domain sebaiknya tidak memakai suatu nama domain yang memiliki kemiripan dengan suatu merek terdaftar apalagi merek terkenal kecuali ia mempunyai alasan yang cukup kuat dibalik pendaftaran nama tersebut misalnya
33 http://bennyagusprima.blogspot.co.id/2011/12/perlindungan-hukum-nama-domain-website.html, diakses pada tanggal 05 Mei 2016
nama pribadi, nama perusahaan yang ia miliki, istilah generik yang berhubungan dengan situs webnya dan nama domain tersebut digunakan dalam aktivitas perdagangan yang berbeda dengan suatu merek.34
Pemegang merek harus memperhatikan unsur-unsur selain persamaan pada keseluruhan atau pada pokoknya apabila ingin mengajukan gugatan pembatalan nama domain atau gugatan pelanggaran merek. Sebaiknya Indonesia memiliki ketentuan mengenai reverse domain name hijacking untuk memberikan perlindungan yang tegas bagi pemilik nama domain. Ketentuan ini akan memberikan pembenaran bagi pemilik nama domain sebagai pemilik yang sah atas suatu nama domain.35
Pasal 23, ada 7 ayat UU ITE tentang pengelolaan nama domain di Indonesia, yang berbunyi:
1. Setiap orang berhak memiliki nama domain berdasarkan prinsip pendaftar pertama.
2. Pemilikan dan penggunaan nama domain wajib didasarkan pada itikad baik, tidak melanggar prinsip persaingan usaha secara sehat, dan tidak melanggar hak orang lain.
3. Setiap orang yang karena penggunaan nama domain secara tanpa hak oleh orang lain, berhak mengajukan gugatan pembatalan nama domain dimaksud.
4. Pengelola nama domain adalah pemerintah dan / atau masyarakat.
34 Biondy Utama, Perlindungan hukum bagi pemilik nama domain internet yang beritikad baik dari tindakan reverse domain name hijacking oleh pemegang merek terdaftar, Program Studi Ilmu Hukum Fakultas Hukum – UNPAR, Jurnal Fakultas Hukum & Bisnis, 2014. Hlm.10
35 Prasetyo Hadi Purwandoko, Problematika Perlindungan Domain di Indonesia, Makalah. Disampaikan dalam Seminar, kerjasama Fakultas Hukum UII, Yayasan Klinik HaKI Jakarta, dan JETRO, 3 Maret 1999. Yogyakarta: Fakultas Hukum UII
5. Dalam hal terjadi perselisihan pengelolaan nama domain oleh masyarakat, Pemerintah berhak mengambil alih pengelolaan nama domain tersebut.
6. Pengelola nama domain yang berada diluar wilayah Indonesia dan nama domain yang diregistrasinya diakui keberadaannya sepanjang tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.
7. Ketentuan lebih lanjut mengenai pengelola nama domain sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) dan ayat (5) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 24 bahwa Informasi elektronik yang disusun menjadi karya intelektual, desain situs internet dan karya-karya intelektual yang ada di dalamnya dilindungi sebagai Hak Kekayaan Intelektual, berdasarkan perundang-undangan yang berlaku. Sedangkan Pasal 25 ada 2 UU ITE ayat yang menyinggung tentang hak-hak pribadi dalam penggunaan media elektronik, yang berbunyi :
1. Penggunaan setiap informasi melalui media elektronik yang menyangkut data tentang hak pribadi seseorang harus dilakukan atas persetujuan dari orang yang bersangkutan, kecuali ditentukan lain oleh peraturan perundang-undangan.
2. Setiap orang yang dilanggar hak-haknya dapat mengajukan gugatan atas kerugian yang ditimbulkan berdasarkan undang-undang ini.
Pasal-pasal diatas merupakan pasal yang menyinggung tentang hak kepemilikan sebuah domain yang resmi dari pemerintah. Dari pasal-pasal ini terlihat bahwa pasal-pasal yang disebutkan belum menyebutkan secara detail tentang ketentuan kepemilikan domain. Bahkan disini tidak disebutkan secara detail domain ekstensi apa yang boleh dimiliki secara bebas maupun resmi.
Seperti yang kita tahu, ada banyak ekstensi domain di dunia seperti .com, .net, .org, dll dan bahkan kini sudah banyak bermunculan domain-domain baru seperti guru, .club, dll. Namun jika diteliti lebih lanjut, sekilas kita dapat menangkap inti dari pasal-pasal yang disebutkan diatas tadi. Karena pasal tersebut dibuat dengan tujuan kebaikan agar tidak terjadi persilisihan diantara kita. Jika memperhatikan pasal 23 ayat 1 dan 2 UU ITE, disini jelas dikatakan bahwa seseorang berhak mendaftarkan nama domain apa saja sesukanya, hanya saja tidak boleh ada unsur atau niat jelek dari pendaftar dalam mendaftarkan nama domain tersebut.
Misalnya ingin menjatuhkan suatu brand terntentu atau berkompetisi dengan tidak sehat. Jika seseorang sudah terlanjur mendaftarkan sebuah nama domain dan ternyata nama domain tersebut sama dengan nama merk dagang yang sudah didaftarkan oleh seseorang lainnya secara hukum, maka orang tersebut berhak untuk mengajukan penutupan terhadap domain tersebut jika domain tersebut terbukti dapat merugikan pemilik merk sebagaimana yang disebutkan pada pasal 23 ayat 3 UU ITE.
Muncul persepsi yang terjadi di kalangan masyarakat. Sebuah nama merk dagang selalu dikaitkan dengan nama domain, sehingga pemilik merk merasa sangat berhak untuk memiliki nama domain yang sesuai dengan nama merk dagang mereka. Padahal ini merupakan 2 (dua) hukum yang sangat berbeda.
Seperti apa yang dituliskan di WIPO (World Intellectual Property Organization).
Proses pendaftaran nama domain merupakan sesuatu yang sama sekali terpisah dengan proses pendaftaran merk dagang. Namun demikian, banyak negara yang mengambil kesimpulan bahwa ada kebutuhan yang kuat untuk mengambil
tindakan pencegahan untuk mencegah konflik antara pemilik merk dagang dan pemilik nama domain. Namun di Indonesia sendiri belum ada hukum yang ditulis tentang hal ini, maka dapat dikatakan Indonesia akan tetap mengikuti sistem kepemilikan domain international yaitu sistem “First-Come First-Serve”.
Indonesia sendiri setiap orang bebas mendaftarkan domain apa saja semaunya. Secara logika bisa dilihat, seharusnya pendaftar domain pertama memang memiliki hak penuh dengan domain yang didaftarkannya. Kecuali jika pendaftar memiliki niat buruk tertentu dalam mendaftarkan nama domain. Maka ini bisa dibilang beda kasus dan pembahasannya. Namun ada beberapa domain lokal Indonesia yang mana tidak bebas untuk di daftarkan seperti domain .co.id dan .id. Untuk mendaftarkan domain-domain ini pendaftar harus mempersiapkan beberapa dokumen penting seperti SIUP, TDP, KTP, dan bahkan surat pernyataan jika nama domain yang didaftarkan berbeda dengan nama merk dagang. Ini jelas terlihat bahwa domain-domain ini memiliki hukum yang kuat dimana tidak boleh sembarang orang yang mendaftarkannya. Meskipun tidak ada hukum yang tertulis dengan jelas, namun logikanya domain-domain ini berhak diambil alih oleh pemilik merk dagang jika ternyata sudah dimiliki oleh pihak lain.36
Hukum tentang kepemilikan domain di Indonesia memperbolehkan siapa saja untuk mendaftarkan nama domain apa saja dengan tujuan baik tanpa merugikan pihak manapun. Siapa yang duluan mendapatkan nama domain, maka ia berhak memiliki domain tersebut sepenuhnya. Apabila terjadi sengketa untuk
36 Opcit., Hlm 11
kepemilikan nama domain, ada baiknya untuk menyelesaikannya dengan cara kekeluargaan tanpa harus berakhir di meja hijau.37
Kepemilikan domain bersifat terbatas dalam sebuah jangka waktu tertentu.
Domain yang daftarkan, secara sah menjadi hak milik selama jangka waktu yang dipilih dalam proses order atau registrasi. Apabila masa kepemilikan akan berakhir, akan ada notifikasi yang kirimkan untuk melakukan perpanjangan masa kepemilikan. Biaya registrasi dan perpanjangan masa kepemilikan mengikuti harga yang dicantumkan saat akan melakukan registrasi atau perpanjangan.