• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kepemimpinan Dan Manajemen Hubungan Karyawan

Dalam dokumen Dasar-Dasar Ilmu Manajemen (Halaman 105-108)

Bab 7 Kebijakan Dan Hubungan Karyawan

7.2 Kepemimpinan Dan Manajemen Hubungan Karyawan

Manajemen hubungan karyawan (employee relations) merupakan hubungan kerja antara semua pihak yang berada dalam proses operasional sebuah organisasi atau perusahaan dan merupakan suatu “action oriented”, atau suatu kegiatan untuk mengembangkan hasil yang lebih produktif dan memuaskan. Kelangsungan dan keberhasilan sebuah perusahaan sebagai wujud dan pengakuan hak maupun kewajiban karyawan sebagai partner perusahaan diterapkan pada manajemen hubungan karyawan (Hasibuan, 2007). Hal ini disebabkan terdapat beberapa pihak seperti manajemen, karyawan dan pemerintah yang memiliki kepentingan atas keberhasilan dan kelangsungan perusahaan. Disisi lain, bagi karyawan perusahaan merupakan sumber penghasilan dan kesempatan untuk mengembangkan diri.

Sebagai sebuah aktivitas, hubungan antar karyawan melibatkan pembentukan dan pemeliharaan hubungan karyawan yang berkontribusi pada produktivitas, motivasi, moral, dan pendisiplinan yang memuaskan, guna memelihara lingkungan kerja yang positif, produktif, dan kohesif (membangun). Hubungan antar karyawan memiliki beberapa indikator yang terdiri dari 1. Keakraban rekan kerja 2. Keterbukaan pimpinan dengan bawahan 3. Komunikasi yang lancar 4. Pemecahan masalah (Evendi, Mamak M Balafif, 2018).

Konflik internal antar karyawan merupakan salah satu faktor penyebab terhambatnya pencapaian tujuan organisasi atau perusahaan. Peningkatan konflik di lingkungan karyawan dapat berdampak kurang baik dan menyebabkan penurunan kinerja karyawan dan selanjutnya menurunkan kinerja perusahaan. Agar dapat menghindari terjadinya konflik internal, maka perusahaan dapat mengoptimalkan manajemen hubungan karyawan. Manajemen hubungan karyawan merupakan suatu kegiatan untuk mengembangkan hasil yang lebih produktif dan memuaskan. Manajemen hubungan karyawan yang baik dapat menghilangkan kerugian akibat salah komunikasi (miscomunication) dan salah interpretasi (misinterpretation) yang terjadi antara manajer beserta para karyawan, sehingga hal ini dianggap hal penting di lingkungan perusahaan.

Hubungan karyawan sebagai sebuah konstruk higher order state karena memiliki hubungan positif dengan hubungan antar karyawan. Oleh karena itu

Bab 7 Kebijakan dan Hubungan Karyawan 91

kecakapan kepemimpinan (leadership skills) menjadi aspek penting yang mendukung tercapainya tujuan perusahaan.

Sampai sejauh mana para pemimpin mendefinisikan dan menyusun interaksi kelompok dalam rangka pencapaian tujuan organisasi serta sampai sejauh mana para pemimpin dalam perusahaan mengorganisasikan kegiatan-kegiatan kelompok mereka digambarkan pada struktur kelembagaan. Hal ini berkaitan dengan usaha para pemimpin mencapai tujuan organisasi.

Sejauh mana tingkat hubungan kerja antara pemimpin dan bawahannya, dan sampai sejauh mana pemimpin memperhatikan kebutuhan sosial dan emosi para bawahan seperti kebutuhan akan pengakuan, kepuasan kerja dan penghargaan yang memengaruhi kinerja karyawan dalam organisasi tergambar pada dimensi konsiderasi. Dimensi konsiderasi juga dikaitkan dengan adanya pendekatan kepemimpinan yang mengutamakan komunikasi dua arah, partisipasi dan hubungan antar karyawan. Pemimpin yang baik merupakan pemimpin yang mampu menata kelembagaan organisasinya secara sangat terstruktur, memiliki hubungan persahabatan yang baik, saling percaya, saling menghargai dan senantiasa hangat dengan bawahannya. Sebuah model kepemimpinan efektif mendukung anggapan bahwa pemimpin yang efektif adalah pemimpin yang dapat menangani kedua aspek organisasi dan manusia sekaligus dalam organisasinya. Hubungan antara pemimpin dan bawahan menjelaskan sampai sejauh mana pemimpin itu dipercaya dan disukai oleh bawahan, dan kemauan bawahan untuk mengikuti petunjuk pemimpin.

Beberapa implikasi kepemimpinan dapat dilihat berikut ini (Rukmini, 2017): 1. Kepemimpinan artinya melibatkan orang atau pihak lain, seperti

karyawan atau bawahan (followers) yang memiliki kemauan untuk menerima arahan dari pemimpin. Hal menunjukkan bahwa tanpa adanya karyawan atau bawahan, kepemimpinan tidak akan ada. 2. Seorang pemimpin yang efektif merupakan seseorang yang memiliki

kekuasaan yang mampu menggugah pengikutnya guna mencapai kinerja yang memuaskan.

Guna membentuk suasana kerja yang kondusif dan membuat anggota atau karyawan bersemangat dalam menjalankan pekerjaannya, dalam suatu organisasi diperlukan suatu employee relations yang baik. Employee relations juga membantu perusahaan atau organisasi mencapai tujuan yang telah

ditetapkan. Dalam hal ini dibutuhkan peranan pemimpin dalam pelaksanaan aktivitas perusahaan guna mencapai tujuan yang diinginkan dapat terlaksana dengan baik bagi perusahaan atau organisasi.

Perilaku dan tindakan anggota organisasi atau perusahaan menjadi pedoman atau gambaran budaya organisasi pembentuk employee relations. Sehingga dapat dikatakan bahwa budaya organisasi merupakan seperangkat asumsi-asumsi, keyakinan-keyakinan, nilai-nilai, dan persepsi yang dimiliki bersama oleh anggota kelompok dalam suatu organisasi, yang membentuk dan memengaruhi sikap, perilaku, serta petunjuk dalam memecahkan masalah (Hughes, 2007).

Adapun indikator keberhasilan employee relations terdiri dari (Rukmini, 2017): 1. Komunikasi, Komunikasi yang dimaksud disini adalah komunikasi

interpersonal atau komunikasi yang dilakukan secara tatap muka. Hal ini disebabkan karena komunikasi dua arah merupakan salah satu komponen yang paling penting dari employee relations yang berhasil. Komunikasi ini bersifat interaktif dan diharapkan menghasilkan umpan balik dalam setiap komunikasi yang terjadi. Komunikasi ini diharapkan mampu membangun kepercayaan antara manajer dengan karyawan.

2. Etika, Karyawan harus melihat manajer sebagai contoh pelaku etika bisnis yang baik. Hal ini untuk menghindari salah persepsi di lingkungan kerja yang dapat menyebabkan stres, tekanan pada diri karyawan karena merasa ada yang salah sehingga berdampak pada kinerja karyawan secara keseluruhan.

3. Keadilan, Organisasi harus memperhatikan dan menghargai karyawan yang memiliki kinerja yang baik. Selain itu seluruh karyawan harus diperlakukan dengan cara yang konsisten dalam situasi yang sama. 4. Perasaan, Seorang manajer harus peka dan mampu memahami

perasaan karyawan. Hal ini bisa dilakukan dengan menunjukkan empati dan perhatian kepada karyawan guna membengun keterikatan dan hubungan saling percaya dengan para karyawan.

5. Persepsi dan Keyakinan, Kejujuran dalam komunikasi akan membentuk keyakinan dan persepsi karyawan terkait dengan kenyataan yang sebenarnya di tempat kerja. Hal ini disebabkan karena

Bab 7 Kebijakan dan Hubungan Karyawan 93

dalam employee relations, peran persepsi lebih penting daripada kenyataan yang ada. Kepercayaan karyawan terhadap kebijakan dan sikap organisasi untuk berkomunikasi secara jujur, menghasilkan respon yang baik pada karyawan dan kepercayaan terhadap organisasi atau perusahaan.

6. Perasaan, Seorang pimpinan harus memiliki sikap yang sensitif terhadap perasaan karyawan. Menunjukkan empati dan perhatian merupakan salah satu cara dari membangun hubungan saling percaya dengan karyawan.

7. Harapan yang jelas, Karyawan perlu untuk mengetahui apa yang diharapkan oleh manager atau perusahaan terhadap mereka. Hal ini bertujuan untuk menghindari kemungkinan terjadinya konflik yang disebabkan oleh adanya tuntutan mendadak dari perusahaan. Bagi karyawan, mengetahui apa yang diharapkan manajer dari diri mereka dapat mengurangi stres dan membantu karyawan fokus pada pekerjaan yang dibebankan.

8. Pemecahan Konflik, Penanganan dan penyelesaian secara adil dan cepat atas timbulnya sebuah konflik harus dijadikan sebagai tujuan utama suatu organisasi bila ingin menciptakan employee relations yang baik dalam organisasi. Konflik selalu muncul pada setiap organisasi. Namun, bagaimana konflik tersebut ditangani sangat bervariasi.

7.3 Lingkungan Kerja, Kebijakan dan

Dalam dokumen Dasar-Dasar Ilmu Manajemen (Halaman 105-108)