Bab 8 Manajemen Konflik Dan Negoisasi
8.3 Strategi Penanganan Dan Manajemen Konflik
Manajemen Konflik
Konflik yang terjadi dalam suatu organisasi harus ditangani dengan cepat agar dampak konflik dapat diatasi dan dikendalikan untuk menjaga tingkat konflik yang kondusif bagi perkembangan organisasi sehingga diharapkan dapat berfungsi untuk menjamin efektivitas dan dinamika organisasi. Azhari, Jihadi, dan Setyawan. (2013) menyatakan para manajer perlu melakukan usaha-usaha preventif dan persuasif dalam organisasi agar setiap anggota organisasi, dan setiap elemen dari organisasi kelompok agar dapat mencegah dan mengurangi tindakan atau pemicu yang dapat mengakibatkan terjadinya konflik. Selain itu,
seorang manajer harus mengetahui konflik yang terjadi pada bawahannya yang berkaitan dengan organisasi dan bukan konflik pribadi sehingga konflik dapat didiskusikan mencari solusi dalam rangka menciptakan lingkungan organisasi yang baik, karena konflik dapat berdampak positif atau bahkan negatif bagi kegiatan organisasi.
Konflik yang terjadi akan memberikan dampak bagi organisasi maupun bagi anggota organisasi. Wahyudi (2015) menyatakan konflik dapat berakibat negatif maupun positif tergantung pada cara mengelola konflik tersebut. Dampak negatif dari konflik akan dapat merugikan perjalanan organisasi, karena:
1. Menghambat komunikasi;
2. Mengganggu kerjasama atau teamwork;
3. Mengganggu proses produksi, bahkan dapat menurunkan produksi; 4. Menumbuhkan ketidakpuasan terhadap pekerjaan;
5. Individu atau personil mengalami tekanan (stress), mengganggu konsentrasi, menimbulkan kecemasan, mangkir, menarik diri, frustasi, dan apatisme.
Berdasarkan uraian di atas, konflik harus dapat dikelola agar dapat bermanfaat untuk kemajuan organisasi sehingga diharapkan para manajer harus memiliki strategi dalam manajemen konflik agar konflik yang terjadi tidak semakin melebar yang akan dapat mengganggu aktivitas organisasi atau perusahaan. Mangkunegara (2009) mengatakan para manajer dan karyawan memiliki beberapa strategi dalam menangani dan menyelesaikan konflik, yaitu:
1. Menghindar, yaitu jika isu atau masalah yang memicu konflik atau
konfrontasinya tidak seimbang dengan akibat yang akan
ditimbulkannya;
2. Mengakomodasi, yaitu memberi kesempatan pada orang lain untuk mengatur strategi pemecahan masalah dan memungkinkan timbulnya kerjasama dengan memberi kesempatan untuk membuat keputusan; 3. Kompetisi, yaitu bila memiliki lebih banyak informasi dan keahlian
yang lebih dibanding yang lainnya;
4. Kompromi atau negosiasi, yaitu memberikan dan menawarkan sesuatu pada waktu yang bersamaan, untuk saling memberi dan menerima,
Bab 8 Manajemen Konflik dan Negoisasi 109
serta meminimalkan kekurangan yang dapat menguntungkan semua pihak;
5. Memecahkan masalah atau kolaborasi, yaitu pemecahan sama-sama menang di mana individu yang terlibat mempunyai tujuan kerja yang sama.
Sedangkan, Ambarita, Purba dan Ambarita (2016) menyatakan ada beberapa tindakan yang harus dilakukan dalam penanganan konflik, yaitu:
1. Intropeksi diri, yaitu dengan melakukan evaluasi sehingga menjadi dasar mengukur kekuatan;
2. Mengevaluasi pihak yang terlibat, yaitu mengidentifikasi kepentingan yang ingin dicapai, mengetahui nilai dan sikap atas konflik yang terjadi;
3. Identifikasi sumber konflik, yaitu dengan mengidentifikasi akan sehingga sasaran penangananya lebih terarah;
4. Mengetahui pilihan penyelesaian atau penanganan konflik yang ada dan memilih yang tepat.
Dalam realitanya, konflik merupakan sesuatu yang sulit dihindari karena berkaitan erat proses interaksi manusia. Untuk itu, yang dibutuhkan bukan meredam konflik, tapi bagaimana menanganinya agar konflik tersebut dapat dimanfaatkan sehingga membawa dampak konstruktif bagi organisasi. Seperti yang disampaikan Wijono (1993), bahwa konflik dapat berdampak pada perbaikan dalam organisasi bila upaya penanganan dan pengelolaan konflik karyawan dilakukan secara efisien dan efektif, yaitu adanya perubahan perilaku yang ditampakkan oleh karyawan sebagai sumber daya manusia potensial dalam organisasi. Oleh karena itu, konflik yang terjadi tidak perlu dihindari, lebih baik konflik dikelola dengan baik agar dapat lebih bermanfaat dan dapat menciptakan perbedaan serta pembaharuan ke arah perbaikan yang lebih baik dalam organisasi (Juanita, 2002). Pernyataan ini didukung oleh Folger (1993) bahwa konflik berperan potensial bagi terwujudnya suatu perubahan, baik yang bersifat lebih baik atau lebih buruk. Pernyataan ini mengisyaratkan konflik dapat menimbulkan yang mengakibatkan organisasi dapat lebih baik dari sebelumnya, bila mampu mengelola dan menangani konflik untuk kebaikan organisasi.
Devito (1997) menyatakan untuk manajemen konflik yang dialami individu, ada beberapa strategi yang dapat dilakukan, sebagai berikut:
1. Penghindaran dan melawan secara aktif, yaitu penghindaran berkaitan dengan menghindar secara fisik yang nyata, misalkan meninggalkan ruangan atau berperan aktif pada konflik yang dihadapi sebagai pembicara dan pendengar yang aktif ;
2. Memaksa dan berbicara, yaitu memaksakan posisinya pada orang lain, baik secara fisik maupun emosional. Alternatif yang nyata adalah berbicara dan mendengar, keterbukaan, empati, dan sikap positif; 3. Menyalahkan dan empati, yaitu cenderung menyalahkan orang lain
untuk menutupi perilaku sendiri, walaupun tidak akan menyelesaikan masalah. Akan lebih baik untuk mencoba berempati, memahami cara orang lain menilai sesuatu sebagai sesuatu hal yang berbeda;
4. Mendiamkan dan memfasilitasi ekspresi secara terbuka, yaitu dengan cara mendiamkan orang lain, walaupun cara ini tidak menyelesaikan konflik. Pastikan bahwa setiap orang diizinkan mengekspresikan dirinya secara bebas dan terbuka, tanpa ada yang merasa lebih rendah dan lebih tinggi;
5. Gunnysacking dan fokus pada masa sekarang, yaitu menyimpan keluhan-keluhan yang ada sehingga dapat muncul pada waktu yang berbeda, dan tidak akan dapat selesai, akan muncul dendam dan perasaan bermusuhan. Fokuskan konflik pada orang yang dimaksud bukan pada yang lain.
6. Manipulasi dan spontan, yaitu menghindari konflik terbuka dan berusaha menyembunyikan konflik dengan tetap berperilaku menyenangkan, karena solusi konflik bukan masalah siapa yang kalah dan menang tapi pemahaman dari kedua belah pihak;
7. Penerimaan pribadi, yaitu mengekspresikan perasaan positif pada orang lain;
8. Melawan ‘di bawah dan di atas ikat pinggang’, yaitu membawa konflik pada area dimana lawan bisa memahami dan dapat mengatasi;
Bab 8 Manajemen Konflik dan Negoisasi 111
9. Argumentatif dan agresi verbal, yaitu kesediaan menjelaskan secara argumentatif mengenai sudut pandang dalam konflik tanpa harus menyerang harga diri dari lawan.
Nimran (1999) menyatakan ada beberapa strategi yang dilakukan dalam manajemen konflik, yaitu:
1. Strategi kompetisi, disebut strategi kalah-menang, yaitu penyelesaian masalah dengan kekuasaan;
2. Strategi kolaborasi atau strategi menang-menang, yaitu pihak yang terlibat mencari cara penyelesaian konflik yang sama-sama menguntungkan;
3. Strategi penghindaran, yaitu strategi untuk menjauhi sumber konflik dengan mengalihkan persoalan sehingga konflik itu tidak terjadi; 4. Strategi akomodasi, adalah strategi yang menempatkan kepentingan
lawan di atas kepentingan sendiri. Strategi ini juga disebut dengan sifat mengalah;
5. Strategi kompromi, yaitu strategi kalah-kalah dimana pihak-pihak yang terlibat konflik sama-sama mengorbankan sebagian dari sasarannya dan mendapatkan hasil yang tidak maksimal.