• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kepentingan Ekonomi Jepang Terhadap Perairan Teluk Aden

Dalam dokumen KEPENTINGAN JEPANG MEMBANGUN PANGKALAN M (Halaman 72-79)

KEPENTINGAN JEPANG MEMBANGUN PANGKALAN MILITER DI DJIBOUT

A. Kepentingan Ekonomi Jepang Terhadap Perairan Teluk Aden

Tidak dapat dipungkiri bahwa Jepang merupakan salah satu kekuatan ekonomi dunia saat ini. Kekuatan ekonomi yang dimiliki oleh Jepang

menempatkannya pada posisi yang strategis dalam sistem internasional. Hal ini dapat dilihat dari posisi strategis Jepang dalam organisasi internasional, seperti G7, OECD, dan lain sebagainya.

Akan tetapi, pada 2006 terjadi krisis ekonomi yang melanda AS, mengakibatkan krisis ekonomi global yang mencapai puncaknya pada 2008.193 Jepang

yang notabene merupakan sekutu AS dalam hal ekonomi dan keamanan, mendapatkan dampak yang sangat besar dari krisis tersebut, sehingga mengancam posisinya di sistem internasional.

Krisis ini dimulai pada 2007, di mana ekspor Jepang ke AS menurun secara drastis. Kemudian menyusul pada pertengahan 2008, terjadi penurunan ekspor Jepang ke Uni Eropa.194 Penurunan permintaan ekspor dan kebangkrutan Lehman Brothers

pada 15 September 2008, berimplikasi pada penurunan nilai mata uang Yen dan nilai harga saham di Jepang.195

Akibat jatuhnya permintaan ekspor, Jepang mengalami krisis ekonomi yang mencapai puncaknya pada awal 2009, di mana nilai harga bursa saham Jepang (Nikkei) mengalami penurunan sebesar 45% yang berdampak pada pelemahan nilai mata uang Yen terhadap Dollar AS.196 Menurunnya permintaan ekspor dan jatuhnya

nilai mata uang Yen mengakibatkan resesi ekonomi dan penurunan GDP Jepang 193 Armando Navarro, Global Capitalist Crisis and the Second Great Depression: Egalitarian Systemic Models for Change (New York: Lexington Books, 2012), 77.

194 Justin Paul, Business Environment: Text & Cases (New Delhi: Tata McGraw Hill Education Private Limited, 2010), 287.

195 Justin Paul, Business Environment: Text & Cases.

sebesar 15,5% di kuartal pertama 2009.197 Akibat krisis ekonomi ini Jepang menjadi

salah satu negara yang paling parah terkena imbas krisis ekonomi di antara negara- negara maju lainnya.198

Munculnya aksi pembajakan kapal di perairan Somalia dan Teluk Aden berpotensi memperparah kondisi perekonomian Jepang. Dampak dari aksi pembajakan ini terlihat dari rata-rata biaya yang harus dikeluarkan untuk membayar uang tebusan kepada perompak dari 2005-2013 yakni sebesar $53 juta per tahun.199

Selain itu, terdapat biaya-biaya lain yang harus dikeluarkan akibat aksi pembajakan kapal ini, seperti biaya asuransi yang semakin meningkat, perubahan rute perdagangan, dan peningkatan kecepatan kapal yang memakan banyak bahan bakar. Jika diestimasikan biaya-biaya tersebut mencapai $18 miliar per tahunnya, belum lagi ditambah dengan biaya operasi anti pembajakan kapal yang mencapai $1,3 miliar per tahun.200

Berdasarkan estimasi kerugian yang diakibatkan oleh pembajakan kapal tersebut, dapat dipastikan akan memberikan efek yang sangat besar bagi perekonomian Jepang. Perlu diketahui bahwa 99,7% dari total volume perdagangan

197 Ashley J. Tellis, Andrew Marble, and Travis Tanner, Strategic Asia 2009-10: Economic Meltdown and Geopolitical Stability (Washington: The National Bureau of Asian Research, 2009), 133.

198 Masahiro Kawai & Shinji Takagi, “Why was Japan Hit So Hard by the Global Financial Crisis,” Working Paper Series, Asian Development Bank Institute, No. 153, (2009): 2.

199 Mark C. Jackson, Rising Sun Over Africa: Japan’s New Frontier For Military Normalization, Tesis, (California: Naval Postgraduate School, 2016), 24.

200 Mark C. Jackson, Rising Sun Over Africa: Japan’s New Frontier For Military Normalization.

Jepang dilakukan melalui transportasi laut.201 Tingginya aktivitas perdagangan Jepang

melalui transportasi laut menjadikannya negara dengan armada perdagangan terbesar kedua di dunia.202

Salah satu perdagangan penting yang dilakukan oleh Jepang adalah impor kebutuhan energi bagi industrinya. Pada 2007, Jepang mengimpor minyak sebesar 99,6%, batubara sebanyak 100%, dan gas alam sebanyak 96,4% dari total kebutuhan energinya. Menurut Joint War Committee of Lloyds of London, hampir semua kebutuhan impor tersebut diangkut melewati perairan yang tidak aman.203

Sebagian besar kebutuhan energi tersebut diimpor dari Arab Saudi yang menyuplai minyak mentah ke Jepang sebesar 30,8% dari total impor keseluruhan, diikuti oleh Uni Emirat Arab sebanyak 21,1% dan Iran dengan presentase sebesar 9,8%.204 Qatar juga menjadi negara teratas dalam mencukupi kebutuhan gas alam

Jepang dengan total impor sebesar 10,9% dari total impor gas alam Jepang.205

Kegiatan impor Jepang dengan negara-negara di atas dilakukan melalui perairan Teluk Aden. Maka dari itu, bagi Jepang Teluk Aden serta perairan Somalia menjadi

201 The Cabinet Secretariat, “Annual Report 2014 ‘Japan’s Actions against Piracy off the Coast of Somalia and in the Gulf of Aden,” [berita resmi on-line]; tersedia di

http://www.cas.go.jp/jp/gaiyou/jimu/pdf/siryou2/counter-piracy2014.pdf; Internet; diunduh pada 6 Desember 2016.

202 Sam Bateman, “Piracy and Maritime Security: Japan’s Strategic Challenges,” dalam Japan’s Strategic Challenges in a Changing Regional Environment, 205.

203 Sam Bateman, “Piracy and Maritime Security: Japan’s Strategic Challenges,” dalam Japan’s Strategic Challenges in a Changing Regional Environment, (New Jersey: World Scientific, 2013), 202.

204 Nicolo Fontana 75 205 76

salah satu jalur transportasi laut yang penting. Di mana 10% dari 20.000 kapal yang melewati jalur tersebut tiap tahunnya, mewakili aktivitas perdagangan Jepang.206

Sebagai salah satu negara industri terbesar di dunia Jepang sangat bergantung pada Sea Lines of Communication (SLOC). Adapun pengertian dari SLOC adalah rute utama yang menghubungkan berbagai pelabuhan di dunia yang digunakan untuk memfasilitasi perdagangan antar negara maupun kepentingan militer.207 Maka dari itu,

keamanan SLOC menjadi prioritas utama Jepang dalam mengamankan kepentingan ekonominya. Karena jika terjadi hambatan pada jalur transportasi tersebut akan berdampak besar terhadap perekonomian Jepang secara keseluruhan.

Demi merespon aksi pembajakan kapal di perairan Teluk Aden dan Somalia, Jepang membangun pangkalan militer di Djibouti pada 2011. Pangkalan militer Jepang ini dinamai “Japanese Facility for Counter Piracy Mission in Djibouti”. Di mana pangkalan ini menjadi basis operasi bagi kurang lebih dua ratus personel pasukan SDF, dua kapal perang jenis destroyer, dan dua pesawat patroli jenis P-3C yang beroperasi setiap hari di sekitar Internationally Recommended Transit Corridor (IRTC) di wilayah perairan Somalia dan Teluk Aden.208

Upaya-upaya yang dilakukan oleh Jepang secara tidak langsung menunjukkan bahwa Jepang sangat aktif dan responsif dalam memerangi aksi pembajakan kapal di 206 Harry N. Scheiber & Jin-Hyun Paik, Regions, Institutions, and Law of the Sea (Leiden: Martinus Nijhoff Publishers, 2013), 260.

207 Dr Prabhakaran Paleri, Integrated Maritime Security: Governing The Ghost Protocol, (Delhi: Vij Books India Pvt Ltd, 2014) 197.

208 Japan’s Actions against Piracy off the Coast of Somalia,” Japan Ministry of Foreign Affairs, last modified February 15, 2016, http://www.mofa.go.jp/policy/piracy/ja_somalia_1210.html.

sekitar wilayah perairan tersebut. Karena jika tidak diatasi dengan serius, perompakan kapal di Somalia dapat menimbulkan cost yang sangat tinggi terhadap perekonomian Jepang.209

Pasca pembangunan pangkalan militer tersebut, insiden pembajakan kapal yang terjadi di sekitar perairan Teluk Aden dan Somalia mulai mengalami penurunan.210 Tentunya penurunan ini tidak dapat diklaim sepihak oleh Jepang akibat

keputusannya membangun pangkalan militer di Djibouti. Karena banyak negara yang ikut terlibat dalam aksi pemberantasan perompak di sekitar perairan Teluk Aden dan Somalia.211 Akan tetapi, keputusan Jepang membangun pangkalan militer dapat

dikatakan sebagai sebuah keputusan yang sangat tepat pada saat itu.

Terjadinya penurunan pembajakan kapal tidak menyurutkan aktivitas pangkalan militer Jepang di Djibouti. Seorang pejabat senior dari Kementerian Pertahanan Jepang memberikan pernyataan bahwa Jepang berencana meningkatkan aktivitas pangkalan militernya di Djibouti berdasarkan prinsip proactive pacifism.212

Dapat diartikan keinginan tersebut menunjukkan bahwa untuk kedepannya pangkalan ini tidak hanya digunakan untuk mengatasi pembajakan kapal, akan tetapi juga digunakan untuk mendukung misi di Afrika dan Timur Tengah, merespon aksi

209 Nick Ridley, Terrorism in East and West Africa: The Under-focused Dimension (Cheltenham: Edward Elgar Publishing Limited, 2014), 206.

210 Thomas Mandrup & Francois Very, Towards Good Order at Sea: African Experiences (Stellenbosch: SUN Press, 2015), 40.

211 Myron H. Nordquist, John N. Moore, Robert C. Beckman, & Ronan Long, Freedom of Navigation and Globalization (Leiden: Brill Nijhoff, 2015), 68.

terorisme, dan sebagai pusat logistik untuk mendukung kebutuhan prajurit.213 Bukti

terbaru menunjukkan bahwa Jepang berencana untuk memperluas wilayah pangkalan militernya di Djibouti pada 2017.214

Keinginan Jepang untuk memperpanjang operasional pangkalan militernya di Djibouti dapat dianggap sebagai implementasi dari strategi kebijakan pertahanannya yaitu Dynamic Defence. Konsep ini menggantikan konsep sebelumnya yang dibuat pada 1970-an yakni Basic Defence Force Concept, yang menekankan pada penggunaan minimum kekuatan militer yang hanya ditujukan untuk melindungi stabilitas keamanan Jepang.215 Sedangkan konsep baru menekankan pada peningkatan

mobilitas SDF agar lebih mudah merespon ancaman yang memiliki dampak besar terhadap upaya survival Jepang dalam sistem anarki.216

Pembangunan pangkalan militer Jepang di Djibouti dapat dikatakan sebagai sebuah langkah dalam mengimbangi potensi ancaman yang ada di sekitar wilayah perairan tersebut. Di mana ancaman keamanan yang ada di sekitar perairan tersebut tidak hanya aksi pembajakan kapal saja, tetapi juga ancaman terorisme, instabilitas politik, konflik, dan peperangan.

213 136 Yusuke Fukui and Sachiko Miwa, “Japan to Reinforce SDF Anti-Piracy Base in Djibouti For Broader Middle East Responses,” The Asahi Shimbun, last modified January 19, 2015,

http://ajw.asahi.com/article/behind_news/politics/AJ201501190036.

214 Nobuhiro Kubo, “Japan to Expand Djibouti Military Base to Counter Chinese Influence,” [berita on-line]; tersedia di http://www.reuters.com/article/us-japan-military-djibouti- idUSKCN12D0C4; Internet; diunduh pada 6 Desember 2016.

215 William T. Tow & Douglas Stuart, The New US Strategy Towards Asia: Adapting to the American Pivot, (New York: Routledge, 2015), 83

Parahnya dampak krisis global terhadap perekonomian Jepang serta munculnya aksi pembajakan kapal di sekitar perairan Teluk Aden dan Somalia pada 2008, menjadi pemicu utama yang mendorong pemerintah dalam menyiapkan segala respon yang dibutuhkan untuk mengatasi permasalahan di atas. Keterlibatan Jepang dalam memberantas pembajakan kapal di sekitar wilayah perairan Teluk Aden dan Somalia menjadi salah satu upaya self-help Jepang agar tetap bisa survive dalam kondisi perekonomian yang sedang terpuruk.

Dalam dokumen KEPENTINGAN JEPANG MEMBANGUN PANGKALAN M (Halaman 72-79)