• Tidak ada hasil yang ditemukan

Respon Jepang Terhadap Pembajakan Kapal di Teluk Aden

Dalam dokumen KEPENTINGAN JEPANG MEMBANGUN PANGKALAN M (Halaman 60-67)

PEMBANGUNAN PANGKALAN MILITER JEPANG DI DJIBOUT

C. Pembangunan Pangkalan Militer Jepang di Djibouti Pada

C.2 Respon Jepang Terhadap Pembajakan Kapal di Teluk Aden

Meningkatnya aksi pembajakan kapal di teluk Aden yang semakin signifikan, mendorong Jepang untuk ikut terlibat dalam operasi anti pembajakan di wilayah itu. Setelah melalui persetujuan Perdana Menteri dan Parlemen Jepang, Menteri Pertahanan menginstruksikan pengiriman dua kapal perang Jepang yakni Sazanami dan Samidare ke perairan teluk Aden pada 14 Maret 2009.146 Kemudian pada Mei

2009, Jepang mengirimkan dua pesawat patrol P-3C untuk mendukung operasi yang dilakukan oleh kapal Jepang di perairan itu.147

Alasan utama Jepang untuk ikut serta dalam aksi anti pembajakan di teluk Aden adalah karena lebih dari 2000 kapal yang dari dan menuju ke Jepang berlayar melewati perairan tersebut tiap tahunnya. Maka dari itu, demi mengamankan

145 Maximo Q. Meija, Jr., Chie Kojima, Mark Sawyer, Piracy at Sea, 98.

146 James Kraska & Raul Pedrozo, International Maritime Security Law (Leiden: Martinus Nijhoff Publishers, 2013), 733.

147 Harry N. Scheiber & Jin-Hyun Paik, Regions, Institutions, and Law of the Sea: Studies in Ocean Governance (Leiden: Martinus Nijhoff Publishers, 2013), 261.

kepentingan ekonominya, Jepang melibatkan diri dalam operasi ini berlandaskan resolusi yang telah dikeluarkan oleh PBB.148

Dalam misi anti pembajakan kapal di teluk Aden, para personel Maritime Self-Defense Force ditempatkan di markas militer AS (Camp Lemonnier) yang terletak di Djibouti, sekaligus menjadikannya sebagai basis operasi mereka.149 Selama

tiga bulan pertama, misi tersebut berhasil mengawal 100 kapal yang terdiri dari kapal berbendera Jepang, kapal asing yang memiliki kru berkewarganegaraan Jepang atau dioperasikan oleh perusahaan Jepang, atau kapal yang membawa kargo penting bagi Jepang.150

Operasi anti pembajakan kapal yang dilakukan oleh dua kapal tersebut berlandaskan pasal 82 yang termuat dalam Self-Defense Force Law. Poin penting dari pasal ini adalah Jepang hanya diperbolehkan melakukan operasi pembajakan kapal terhadap kapal-kapal yang berafiliasi atau berbendera Jepang serta kapal yang krunya terdapat warga negara Jepang.151 Adanya batasan yang dibuat dalam operasi

pembajakan kapal ini ditujukan agar aksi yang dilakukan oleh kapal perang Jepang tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip dasar kebijakan pertahanan Jepang yang ada dalam konstitusinya.152

148 Axel Berkofsky, A Pacifist Constitution for an Armed Empire, Past and Present of Japanese Security and Defence Policies (Italy: Franco Angeli, 2012), 211.

149 Yoneyuki Sugita, Japan Viewed from Interdisciplinary Perspectives: History and Prospects, 182.

150 James Kraska & Raul Pedrozo, International Maritime Security Law, 733.

151 Yoneyuki Sugita, Japan Viewed from Interdisciplinary Perspectives: History and Prospects, 182.

152 Yoneyuki Sugita, Japan Viewed from Interdisciplinary Perspectives: History and Prospects.

Pada 19 Juni 2009, Law on Punishment of and Measures against Acts of Piracy telah disahkan oleh parlemen Jepang. Di bawah undang-undang baru ini pasukan Jepang diberikan kesempatan untuk mengambil tindakan yang lebih efektif dalam mengatasi aksi pembajakan kapal.153 Selain itu, untuk pertama kalinya pasukan

Jepang diperbolehkan menggunakan kekerasan terhadap perompak serta mengawal kapal-kapal asing di perairan itu.154

Pembuatan undang-undang baru ini secara tidak langsung memberikan tanggung jawab yang lebih besar terhadap operasi yang dilakukan oleh MSDF. Di mana MSDF diberikan otoritas tidak hanya melindungi kapal dari serangan perompak tetapi juga diperbolehkan untuk memeriksa kapal-kapal yang dicurigai digunakan untuk merompak.155

Sampai dengan 31 Juli 2010, di bawah legitimasi undang-undang baru, kapal perang Jepang berhasil mengawal 1.089 kapal dan mengamankannya dari perompak Somalia.156 Pada Juni 2011 tercatat sebanyak 1.914 kapal berhasil menyeberangi teluk

Aden dengan aman berkat pengawalan yang disediakan oleh kapal perang Jepang.157

153 B. S. Chimni, Miyoshi Masahiro, & Javaid Rehman, Asian Yearbook of International Law: Volume 15 (2009), 276.

154 William T. Tow & Rikki Kersten, Bilateral Perspectives on Regional Security: Australia, Japan and the Asia-Pacific Region (London: Palgrave Macmillan, 2012), 164.

155 Bhubhindar Singh, Japan’s Security Identity: From a Peace State to an International State (New York: Routledge, 2013), 117.

156 Bhubhindar Singh, Japan’s Security Identity: From a Peace State to an International State.

157Tetsuhisa Sakurai, “The Fact Sheet of Anti-Piracy Activities off the Coast of Somalia and the Gulf Aden,” [berita on-line]; tersedia di http://www.mod.go.jp/js/jsc/jpc/research/image/eng01.pdf; Internet; diunduh pada 9 November 2016.

Selain itu, sesuai yang tercantum dalam pasal 10 undang-undang di atas, pemerintah Jepang diberikan keleluasaan untuk bekerjasama dengan organisasi – organisasi terkait dalam mengurangi intensitas pembajakan kapal di teluk Aden.158

Berdasarkan hal di atas, Jepang mewujudkan kontribusinya dalam menangani permasalahan ini dengan bekerjasama melalui beberapa organisasi.

PBB menjadi salah satu organisasi yang menjadi mitra penting bagi Jepang. Melalui organisasi ini Jepang menyalurkan berbagai bantuan untuk mendukung segala akitivitas dalam mengatasi pembajakan kapal di teluk Aden. Adapun kontribusi Jepang terhadap organisasi ini dapat dilihat dari bantuan dana yang diberikan kepada The Trust Fund for Somali Security Institutions.159

Dari total jumlah dana bantuan sebesar $11,2 juta yang berhasil dikumpulkan, $10 juta berasal dari Jepang yang digunakan untuk pelatihan personel dan penyediaan peralatan yang dibutuhkan. Sisanya berasal dari Luxembourg sebesar $1 juta dan Swedia sebesar $200.000.160 Kemudian melalui United Nation Trust Fund yang

didirikan oleh UNODC (United Nations Office on Drugs and Crime) Jepang mengalokasikan dana sebesar $1,5 juta untuk mengadili para perompak. Dana ini

158 Japanese Diet, “Law on Punishment of and Measures Against Acts of Piracy,” [berita resmi on-line]; tersedia di http://www.sof.or.jp/en/topics/pdf/09_01.pdf; Internet; diunduh pada 8 November 2016.

159 Kristen E. Boon & Douglas C. Lovelace (Jr.), Piracy and International Maritime Security: Developments Through 2011 (New York: Oxford University Press, 2012), 133.

160 Kristen E. Boon & Douglas C. Lovelace (Jr.), Piracy and International Maritime Security: Developments Through 2011.

digunakan untuk membangun fasilitas pengadilan dan penjara di Somalia serta negara-negara di sekitarnya.161

Selanjutnya, kontribusi Jepang terhadap isu ini dapat dilihat dari didirikannya Djibouti Code of Conduct Trust Fund. Atas inisiatif Jepang institusi ini dibentuk untuk mendanai negara-negara yang tergabung dalam Djibouti Code of Conduct.162Di

mana Jepang menjadi donatur terbesar dengan total bantuan mencapai $14 juta.163

Organisasi ini dibentuk untuk mengatasi aksi pembajakan kapal di wilayah teluk Aden. Adapun negara-negara yang tergabung didalamnya merupakan negara yang berbatasan langsung dengan wilayah perairan tersebut.164

CGPCS juga menjadi salah satu organisasi yang mendapat kontribusi besar dari Jepang. Jepang yang merupakan salah satu pendiri organisasi tersebut menyarankan agar dibentuk sebuah International Trust Fund untuk mendanai berbagai aktivitas yang dilakukan oleh CGPCS.165 Pada Januari 2010 institusi ini

didirikan dengan nama CGPCS International Trust Fund, di mana Jepang menjadi salah satu donatur terbesar setelah Jerman dengan total donasi mencapai $1,6 juta.166

161 Tetsuhisa Sakurai, “The Fact Sheet of Anti-Piracy Activities off the Coast of Somalia and the Gulf Aden.”

162 Yoshifumi Tanaka, The International Law of the Sea, 359.

163 Panos Koutrakos & Achilles Skordas, The Law and Practice of Piracy at Sea: European and International Perspectives (Oxford: Hart Publishing Ltd., 2014), 360.

164 Robin Geiss & Anna Petrig, Piracy and Armed Robbery at Sea: The Legal Framework for Counter-Piracy (New York: Oxford University Press, 2011), 48.

165 Wilhelm Vosse, An Independent Deployer in Informal Organizational Structures: Japan’s Contribution to the CGPCS, 4.

166 Wilhelm Vosse, An Independent Deployer in Informal Organizational Structures: Japan’s Contribution to the CGPCS, 9.

Secara bilateral, Jepang juga memberikan bantuan langsung terhadap Somalia untuk mengatasi permasalahan di atas. Total jumlah dana bantuan yang disalurkan oleh Jepang ke Somalia dari 2007 – 2014 adalah $371,37 juta.167 Bantuan tersebut

terbagi dalam tiga bentuk yaitu, recovery of basic social services, digunakan untuk memulihkan dan meningkatkan pelayanan sosial terhadap masyarakat dengan alokasi dana sebesar $267,13 juta. Kemudian improvement of the capability of security institutions, ditujukan untuk meningkatkan kapasitas institusi yang menyangkut mengenai keamanan negara, dengan jumlah dana bantuan sebesar $87,79 juta. Terakhir yakni revitalization of domestic industries, dengan total dana bantuan sebesar $16,44 juta, diharapkan dapat membangkitkan sektor perekonomian lokal sehingga menciptakan lapangan pekerjaan yang baru.168

Selain menyalurkan bantuan dan ikut berkontribusi besar dalam berbagai organisasi untuk menumpas perompakan di teluk Aden. Secara independen, Jepang juga ingin meningkatkan efektivitas dan efisiensi pasukannya dalam menangani isu tersebut. Hal ini diwujudkan dengan penandatangan kesepakatan antara Jepang dan Djibouti pada April 2010, di mana Jepang akan mengoperasikan pangkalan militer untuk mendukung operasi mereka melawan pembajakan kapal di teluk Aden.169

167 Government of Japan, “Annual Report 2015: Japan’s Actions Against Piracy off the Coast of Somalia and in the Gulf of Aden,” [berita resmi on-line]; tersedia di

http://www.cas.go.jp/jp/gaiyou/jimu/pdf/siryou2/counter-piracy2015.pdf; Internet; diunduh pada 9 November 2016.

168 Government of Japan, “Annual Report 2015: Japan’s Actions Against Piracy off the Coast of Somalia and in the Gulf of Aden.”

169 Sebastian Bersick & Paul Van Der Velde, The Asia-Europe Meeting: Contributing to a New Global Governance Architecture (Amsterdam: Amsterdam University Press, 2011), 149.

Akhirnya pada 1 Juni 2011, Jepang secara resmi mengoperasikan fasilitas militernya di Djibouti. Fasilitas ini terletak di sebelah barat bandara internasional Djibouti dibangun di atas lahan seluas 12 hektar.170 Total biaya yang dihabiskan

dalam membangun fasilitas ini adalah sebesar 4,7 miliar yen.171 Per tahunnya Jepang

harus membayar biaya penyewaan lahan ke Djibouti sebesar $40 juta, lebih besar daripada AS dan Prancis.172

Pangkalan ini merupakan pangkalan militer pertama Jepang yang dibangun pasca PD II, yang digunakan untuk mendukung aktivitas pasukan Jepang dalam memberantas aksi pembajakan kapal di sekitar teluk Aden.173 Tingginya biaya

pembangunan pangkalan militer tersebut menunjukkan bahwa adanya indikasi Jepang untuk menjadikannya pangkalan militer permanen di kawasan.174

Indikasi ini diperkuat dengan pernyataan Jepang untuk menempatkan pasukan intelejennya di pangkalan tersebut pada Juli 2014. Penempatan pasukan ini ditujukan untuk melakukan aktivitas pengintaian dan berbagai kepentingan keamanan lainnya.175 Hal di atas tentunya bertentangan dengan pernyataan pemerintah Jepang

pada saat perjanjian kerjasama dengan Djibouti pada 2010. Di mana fasilitas ini 170 James Kraska & Raul Pedrozo, International Maritime Security Law, 733.

171 MOD Japan, “Japanese Facility for Counter – piracy Mission in Djibouti,” [berita resmi on-line]; tersedia di http://www.mod.go.jp/e/jdf/no22/topics.html#article02; Internet; diunduh pada 5 agustus 2016.

172 Andreas Mehler, Henning Melber, & Klaas van Walraven, Africa Yearbook Volume 8: Politics, Economy and Society South of the Sahara in 2011 (Leiden: Koninklijke Brill NV, 2012), 315.

173 Rohan Gunaratna & Stefanie Kam, Handbook of Terrorism in the Asia-Pacific (London: Imperial College Press, 2016), 523.

174 Andreas Mehler, Henning Melber, & Klaas van Walraven, Africa Yearbook Volume 8: Politics, Economy and Society South of the Sahara in 2011, 315.

hanya akan digunakan sampai pemberantasan aksi pembajakan kapal di perairan teluk Aden dapat diatasi.176 Fakta-fakta di atas menunjukkan bahwa pembangunan

pangkalan militer di Djibouti tidak hanya ditujukan untuk memberantas aksi perompakan saja, tetapi juga digunakan untuk memfasilitasi kepentingan strategis dan keamanan Jepang terhadap kawasan dalam jangka waktu panjang.177

Dalam dokumen KEPENTINGAN JEPANG MEMBANGUN PANGKALAN M (Halaman 60-67)