• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kepolisian Negara dan Wilayatul Hisbah

Dalam dokumen HUKUM ACARA PIDANA JINAYAT MAHKAMAH SYAR (Halaman 89-97)

LEMBAGA PELAKSANA HUKUM ACARA PIDANA MAHKAMAH SYAR’IYAH DI INDONESIA

B. Kepolisian Negara dan Wilayatul Hisbah

Undang-undang No. 2 tahun 2002 tentang kepolisian negara republik indonesia bahwa pemeliharaan keamanan dalam negeri melalui upaya penyelenggaraan fungsi kepolisian yang meliputi pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakan hukum, perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat dilakukan oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia selaku alat negara yang dibantu oleh masyarakat dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia.

Secara khusus diatur dalam bab III pasal 13 undang-undang tersebut, bahwa tugas pokok Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah: memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat.

Pasal 14 (1) Dalam melaksanakan tugas pokok sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13, Kepolisian Negara Republik Indonesia bertugas: a. melaksanakan pengaturan, penjagaan, pengawalan, dan patroli terhadap kegiatan masyarakat dan pemerintah sesuai kebutuhan; b. menyelenggarakan segala kegiatan dalam menjamin keamanan, ketertiban, dan kelancaran lalu lintas di jalan; c. membina masyarakat untuk

meningkatkan partisipasi masyarakat, kesadaran hukum masyarakat serta ketaatan warga masyarakat terhadap hukum dan peraturan perundang-undangan; d. turut serta dalam pembinaan hukum nasional; e. memelihara ketertiban dan menjamin keamanan umum; f. melakukan koordinasi, pengawasan, dan pembinaan teknis terhadap kepolisian khusus, penyidik pegawai negeri sipil, dan bentuk-bentuk pengamanan swakarsa; g. melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap semua tindak pidana sesuai dengan hukum acara pidana dan peraturan perundang-undangan lainnya; h. menyelenggarakan identifikasi kepolisian, kedokteran kepolisian, laboratorium forensik dan psikologi kepolisian untuk kepentingan tugas kepolisian; i. melindungi keselamatan jiwa raga, harta benda, masyarakat, dan lingkungan hidup dari gangguan ketertiban dan/atau bencana termasuk memberikan bantuan dan pertolongan dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia; j. melayani kepentingan warga masyarakat untuk sementara sebelum ditangani oleh instansi dan/atau pihak yang berwenang; k. memberikan pelayanan kepada masyarakat sesuai dengan kepentingannya dalam lingkup tugas kepolisian; serta l. melaksanakan tugas lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan. (2) Tata cara pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf f diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

Dalam pasal 14 ayat 1 huruf g UU No. 2 tahun 2002 bahwa kepolisian berwenang melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap semua tindak pidana sesuai dengan hukum acara pidana dan peraturan perundang-undangan lainnya. Selain itu kepolisian Negara juga mempunyai kewenangan seperti dalam pasal 16 ayat (1) Dalam rangka menyelenggarakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 dan 14 di bidang proses pidana, Kepolisian Negara Republik Indonesia berwenang untuk: a. melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan, dan penyitaan, b. melarang setiap orang meninggalkan atau memasuki tempat kejadian perkara untuk kepentingan penyidikan, c. membawa dan menghadapkan orang kepada penyidik dalam rangka penyidikan, d. menyuruh berhenti orang yang dicurigai dan menanyakan serta memeriksa tanda pengenal diri; e. melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat, f. memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi, g. mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan pemeriksaan

perkara; h. mengadakan penghentian penyidikan, i. menyerahkan berkas perkara kepada penuntut umum, j. mengajukan permintaan secara langsung kepada pejabat imigrasi yang berwenang di tempat pemeriksaan imigrasi dalam keadaan mendesak atau mendadak untuk mencegah atau menangkal orang yang disangka melakukan tindak pidana, k. memberi petunjuk dan bantuan penyidikan kepada penyidik pegawai negeri sipil serta menerima hasil penyidikan penyidik pegawai negeri sipil untuk diserahkan kepada penuntut umum, dan l. mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab.

Pasal 16 ayat (2) Undang-Undang ini dijelaskan bahwa, tindakan lain sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf l adalah tindakan penyelidikan dan penyidikan yang dilaksanakan jika memenuhi syarat sebagai berikut: a. tidak bertentangan dengan suatu aturan hukum; b. selaras dengan kewajiban hukum yang mengharuskan tindakan tersebut dilakukan; c. harus patut, masuk akal, dan termasuk dalam lingkungan jabatannya; d. pertimbangan yang layak berdasarkan keadaan yang memaksa; dan e. menghormati hak asasi manusia.

Adapun wilayatul hizbah dalam Qanun provinsi nanggroe aceh darussalam nomor 11 tahun 2002 tentang pelaksanaan syariat islam bidang aqidah, ibadah dan syi’ar islam adalah badan yang bertugas mengawasi pelaksanaan Syariat Islam. Selanjutnya pasal 14 ayat (1) menyebutkan bahwa untuk terlaksananya Syariat Islam di bidang aqidah, ibadah dan syi’ar Islam, Pemerintah Provinsi, Kabupaten / Kota membentuk Wilayatul Hisbah yang berwenang melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan Qanun ini. (2) Wilayatul Hisbah dapat dibentuk pada tingkat gampong, kemukiman, kecamatan atau wilayah / lingkungan lainnya. (3) Apabila dari hasil pengawasan yang dilakukan oleh Wilayatul Hisbah sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) pasal ini terdapat cukup alasan telah terjadinya pelanggaran terhadap Qanun ini, maka pejabat pengawas (Wilayatul Hisbah) diberi wewenang untuk menegur/menasehati si pelanggar. (4) Setelah upaya menegur / menasehati dilakukan sesuai dengan ayat (3) di atas, ternyata perilaku sipelanggar tidak berubah, maka pejabat pengawas menyerahkan kasus pelanggaran tersebut kepada pejabat penyidik.

(5) Susunan organisasi Kewenangan dan tata kerja Wilayatul Hisbah diatur dengan Keputusan Gubernur setelah mendengar pertimbangan MPU (Majelis Permusyawaratan Ulama Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam).

Pasal 15 ayat (1) menyebutkan bahwa penyidikan terhadap pelanggaran Qanun ini, dilakukan oleh: a. Pejabat kepolisian Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, atau b. Pejabat Penyidik Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Pemerintahan Provinsi, Kabupaten / Kota yang diberi wewenang khusus untuk itu. (2) Syarat pengangkatan, kepangkatan dan kedudukan serta pemberhentian Pejabat Penyidik Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) b di atas ditetapkan dengan Keputusan Gubernur.

Dalam ayat 3 pasal 15 Qanun ini disebutkan bahwa Pejabat Penyidik Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) b pasal ini, berwenang :a. menerima laporan dari Wilayatul Hisbah tingkat gampong atau dari seseorang tentang adanya pelanggaran Qanun ini; b. melakukan tindakan pertama pada saat itu di tempat kejadian dan melakukan pemeriksaan; c. melakukan penyitaan benda dan atau surat; d. mengambil sidik jari dan memotret seseorang; e. memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi; f. mendatangkan ahli yang diperlukan dalam hubungan dengan pemeriksaan perkara; g. menghentikan penyidikan bila pelanggaran tersebut tidak cukup alasan untuk diajukan ke Mahkamah Syar’iyah; h. mengadakan tindakan lain menurut hukum yang dapat dipertanggung jawabkan. (4) Dalam melaksanakan tugasnya sebagaimana dimaksudkan dalam ayat (3) di atas penyidik wajib menjunjung tinggi Syariat Islam dan hukum yang berlaku.

Lebih lanjut UU No. 11 tahun 2006 tentang pemerintahan aceh lembaran negara Republik Indonesia tahun 2006 nomor 62 pasal 244 ayat (1) menyebutkan bahwa Gubernur, bupati/walikota dalam menegakkan qanun dalam penyelenggaraan kete rtiban umum dan ketenteraman masyarakat dapat membentuk Satuan Polisi Pamong Praja. (2) Gubernur, bupati/walikota dalam menegakkan qanun Syar’iyah dalam pelaksanaan syari’at Islam dapat membentuk unit Polisi Wilayatul Hisbah sebagai

bagian dari Satuan Polisi Pamong Praja. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pembentukan dan penyusunan organisasi Satuan Polisi Pamong Praja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam qanun yang berpedoman pada peraturan perundang-undangan. Pasal 245 ayat (1) menyebutkan bahwa Anggota Satuan Polisi Pamong Praja dapat diangkat sebagai Penyidik Pegawai Negeri Sipil.

Jadi Penyidik adalah pejabat kepolisian Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam atau Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) yang diangkat dan diberi wewenang untuk melakukan penyidikan yang berhubungan dengan pelaksanaan Syariat Islam adapun Wilayatul Hisbah adalah badan yang bertugas mengawasi pelaksanaan Syariat Islam dengan kewenagan-kewenagan yang telah ditentukan.

C. Kejaksaan

Kejaksaan Republik Indonesia termasuk salah satu badan yang fungsinya berkaitan dengan kekuasaan kehakiman menurut Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Adapun terkait kedudukan lembaga ini secara rinci diatur dalam undang-undang Republik Indonesia No. 16 tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia.

Pasal 1 dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan Jaksa adalah pejabat fungsional yang diberi wewenag oleh undang-undang untuk bertindak sebagai penuntut umum dan pelaksanaan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap serta wewenang lain berdasarkan undang-undang. Adapun Penuntut Umum adalah jaksa yang diberi wewenang oleh Undang-Undang ini untuk melakukan penuntutan dan melaksanakan penetapan hakim. Adapun penuntutan adalah tindakan penuntut umum untuk melimpahkan perkara ke pengadilan negeri yang berwenang dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam Hukum Acara Pidana dengan permintaan supaya diperiksa dan diputus oleh hakim di sidang pengadilan.

Dalam undang-undang ini juga disebutkan bahwa Kejaksaan adalah lembaga pemerintah yang melaksanakan kekuasaan negara di bidang penuntutan serta

kewenangan lain berdasarkan undang-undang yang selenggarakan oleh (1) Kejaksaan Agung yang berkedudukan di ibukota negara Republik Indonesia dan daerah hukumnya meliputiwilayah kekuasaan negara Republik Indonesia. (2) Kejaksaan Tinggi berkedudukan di ibukota provinsi dan daerah hukumnya meliputi wilayah provinsi. (3) Kejaksaan negeri berkedudukan di ibukota kabupaten/ kota yang daerah hukumnya meliputi daerah kabupaten/kota

Undang Undang Republik Indonesia Nomor 11 tahun 2006 tentang pemerintahan aceh tanggal 1 agustus 2006 lembaran negara republik indonesia tahun 2006 nomor 62, pasal 245 ayat (2) menyebutkan bahwa penyidikan dan penuntutan terhadap pelanggaran atas qanun dilakukan oleh pejabat penyidik dan penuntut umum sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Dalam Qanun provinsi nanggroe aceh darussalam nomor 11 tahun 2002 tentang pelaksanaan syariat islam bidang aqidah, ibadah dan syi’ar islam Pasal 16 (1) Penuntut umum adalah jaksa atau pejabat lain yang diberi wewenang oleh Qanun untuk melakukan penuntutan dan melaksanakan putusan atau penetapan hakim Mahkamah Syar’iyah.

Pasal 17 dalam Qanun ini di sebutkan bahwa Penuntut umum berwenang : a. menerima dan memeriksa berkas perkara penyidikan dari penyidik, b. mengadakan pra penuntutan apabila berkas perkara hasil penyidikan terdapat kekurangan disertai petunjuk penyempurnaannya, c. membuat surat dakwaan; d. melimpahkan perkara ke Mahkamah Syar’iyah, e. menyampaikan pemberitahuan kepada terdakwa tentang hari dan waktu perkara disidangkan yang disertai dengan surat panggilan, baik kepada terdakwa maupun kepada saksi untuk datang pada hari sidang yang ditentukan; f. melakukan penuntutan sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang berlaku, g. mengadakan tindakan lain dalam lingkungan tugas dan tanggung jawab sebagai penuntut umum menurut peraturan perundangan; h. melaksanakan putusan hakim.

Pasal 18 dalam Qanun diatas disebutkan Penuntut umum menuntut perkara pelanggaran Qanun ini yang terjadi dalam wilayah hukumnya. Pasal 19 disebutkan pelanggaran terhadap ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam Qanun ini diperiksa dan diputuskan oleh Mahkamah Syar’iyah.

Jadi dalam hal penuntutan perkara pidana, jaksa penuntut umum memilah- milah perkara, apakah perkara tersebut menjadi kompetensi absolute pengadilan negeri ataukah menjadi kompetensi absolute mahkamah syar’iyah sebagaimana yang telah diatur dalam perundang-undangan.

1. Tugas dan Wewenang Kejaksaan

UU No. 16 Tahun 2004 pasal 30 ayat (1) menyebutkan bahwa tugas dan wewenang kejaksaan dibidang pidana adalah: a. Melakukan penuntutan, b. Melaksanakan penetapan hakim dan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, c. Melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan putusan pidana bersyarat, putusan pidana pengawasan, dan keputusan lepas bersyarat, d. Melakukan penyelidikan terhadap tindak pidana tertentu berdasarkan undang- undang, e. Melengkapi berkas perkara tertentu dan untuk itu dapat melakukan pemeriksaan tambahan sebelum dilimpahkan ke pengadilan yang dalam pelaksanaannya dikoordinasikan dengan penyidik.

Di bidang perdata dan tata usaha Negara (pasal 30 ayat 2), kejaksaan dengan kuasa khusus dapat bertindak baik di dalam maupun di luar pengadilan untuk dan atas nama negara atau pemerintah. Adapun dalam bidang ketertiban dan ketentraman umum (pasal 30 ayat 3), kejaksaan turut meyelenggarakan kegiatan: a. Peningkatan kesadaran hukum masyarakat, Pengamanan kebijakan penegakan hukum, c. Pengawasan peredaran barang cetakan, d. Pengawasan kepercayaan yang dapat membahayakan masyarakat dan Negara, e. Pencegahan penyalahgunaan dan/atau penodaan agama, f. Penelitian dan pengembangan hukum serta statik criminal.

Pasal 31 menyebutkan bahwa Kejaksaan dapat meminta kepada hakim untuk menempatkan seorang terdakwa di rumah sakit, tempat perawatan jiwa, atau tempat lain yang layak karena yang bersangkutan tidak mampu berdiri sendiri atau disebabkab oleh hal-hal yang dapat membahayakan orang lain, lingkungan, atau dirinya sendiri. Pasal 32 di samping tugas dan wewenang tersebut dalam Undang-Undang ini, kejaksaan dapat diserahi tugas dan wewenag lain berdasarkan undang-undang. Pasal 33 Dalam pelaksanaan tugas dan wewenang, kejaksaan membina hubungan kerja sama dengan badan penegak hukum dan keadilan serta badan negara atau instansi lainya. Pasal 34 Kejaksaan dapat memberikan pertimbangan dalam bidang hukum kepada instansi pemerintah lainnya.

2. Tugas dan Wewenang Jaksa Agung

Tugas dan wewenang jaksa agung ini diatur dalam UU No. 16 Tahun 2004 pasal 35 s.d. pasal 37. Secara lengkap sebagai berikut; pasal 35 Jaksa Agung mempunyai tugas dan wewenang: a. Menetapkan serta mengendalikan kebijakan penegak hukum dan keadilan dalam ruang lingkup tugas dan wewenang kejaksaan; b. Mengefektifkan proses penegakan hukum yang diberikan oleh undang-undang, c. Mengesampingkan perkara demi kepentingan umum, d. Mengajukan kasasi demi kepentingan hukum kepada Mahkamah Agung dalam perkara pidana, perdata, dan tata usaha Negara, e. Dapat mengajukan pertimbangan teknis hukum kepada Mahkamah Agung dalam pemeriksaan kasasi perkara pidana, f. Mencegah atau menangkal orang tertentu masuk atau keluar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia karena keterlibatannya dalam perkara pidana sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Pasal 36 ayat (1) Jaksa Agung memberikan izin kepada tersangka atau terdakwa untuk berobat atau menjalani perawatan dirumah sakit dalam negeri, kecuali dalam keadaan tertentu dapat dilakukan perawatan di luar negeri. (2) Izin

secara tertulis untuk berobat atau menjalani perawatan di dalam negeri diberikan oleh kepala kejaksaan negeri setempat atas nama Jaksa Agung, sedangkan untuk berobat atau menjalani perawatan di rumah sakit di luar negeri hanya diberikan oleh Jaksa Agung. (3) Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), hanya diberikan atas dasar rekomendasi dokter, dan dalam hal diperlukannya perawatan di luar negeri rekomendasi tersebut dengan jelas meyatakan kebutuhan untuk itu yang dikaitkan dengan belum mencukupi fasilitas perawatan tersebut di dalam negeri.

Pasal 37 ayat (1) Jaksa Agung bertanggung jawab atas penuntutan yang dilaksanakan secara independen demi keadilan berdasarkan hukum dan hati nurari. (2) Pertanggungjawaban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada Presiden dan Dewan Perwakilan rakyat sesuai dengan akuntabilitas.

Dalam dokumen HUKUM ACARA PIDANA JINAYAT MAHKAMAH SYAR (Halaman 89-97)