HASIL ANALISA DATA
C. Responden III
3) Kepuasan perkawinan Herni setelah memiliki anak autis
Menurut Herni, untuk berkomunikasi dengan suaminya menjadi lebih mudah dilakukan. Bila ia ingin menyampaikan sesuatu, maka ia akan menyampaikan langsung hal tersebut kepada suaminya. Herni beranggapan bahwa suaminya sekarang menjadi orang yang lebih terbuka dan tetap menjadi sosok yang jujur. Begitu pula dengan dirinya, bagi Herni, keterbukaan dan kejujuran adalah hal yang penting dalam sebuah rumah tangga. Kepercayaan diberikan Herni kepada suaminya. Walaupun demikian, Herni tetap memberikan dukungan moril kepada suaminya. Ia merasa, bahwa ialah yang sekarang ini lebih banyak membutuhkan bantuan dari suaminya, karena ia harus mengurus kedua anak-anaknya.
Kalau sekarang ya, kalo mau ngomong ya ngomong aja. Saya sih sampein langsung aja ke bapak apa yang mau saya sampaikan
(R3, W3,/118./b.435-437/hal.11)
Dah terbuka ya. Dia dah mau cerita banyak hal sama saya (R3, W3,/120./b.439-440/hal.11)
Seperti yang saya bilang sih, bapak itu memang orangnya jujur, .... ya sampe sekarang gitu, nggak pernah macam-macam atau ada yang ditutup-tutupin dari saya
(R3, W3,/122./b.443-446/hal.11)
Ya tetap ya. Itu kan hal yang penting untuk dilakukan dalam membina rumah tangga
(R3, W3,/124./b.449-450/hal.11)
Saya selalu percaya ya sama bapak karena bapak itu nggak macam-macam orangnya, .... jadi eee.... kita mudah percaya sama dia
(R3, W3,/126./b.453-455/hal.11)
Masih sama ya seperti dulu, dukungan moril lah yang paling banyak. Tapi eee.... sebenarnya justru bapak yang mestinya lebih banyak nunjukin sikap empatinya ke saya (tersenyum). Kan saya sekarang fokus jagain anak-anak,
terutama Ivan, dan saya rasa.... eee... saya butuh banyak dukungan dan bantuan dari bapak
(R3, W3,/128./b.458-464/hal.11)
Waktu senggang banyak dimanfaatkan oleh keduanya untuk saling menjadi pendengar terhadap masalah-masalah yang dihadapi oleh masing-masing. Kesediaan menjadi pendengar yang baik. Herni menambahkan bahwa menerima saran dan pendapat dari suami bergantu pada masalah yang sedang dihadapi.
Biasanya kami waktu, waktu senggang aja bicara, jam mau tidur, baru kami bicarakan apa yang mau dibicarakan. Kalau siang kayaknya waktunya mepet kali, rasanya nggak bebas mau ngomong, jadi waktu tidur aja. Jadi waktu senggang kami terbatas, jadi waktu sebelum tidur benar-benar dimanfaatin untuk bicara. Ya lumayan lah sejam, dua jam buat ngomong, karena siang kan kita sibuk dengan aktivitas sendiri (tertawa)
(R3, W1,/66./b.192-200/hal.7-8)
Ya... kalau saya sih liat-liat dulu masalahnya. Kalau masalah anak-anak biasanya sih, karena saya yang banyak berperan ya... otomatis saya lebih tau dari bapak, jadi biasanya bapak ikut pendapat datau saran dari... ya saya... (R3, W2,/21./b.51-55/hal.3)
Kegiatan dalam mengisi waktu luang bayak dilakukan di hari Minggu. Herni dan suaminya membawa anak-anaknya jalan-jalan atau makan di suatu tempat. Pemanfaatan waktu luang biasanya digunakan untuk kegiatan-kegiatan yang sifatnya menyenangkan. Tempat yang biasanya akan dikunjungi diserahkan keputusannya pada Ivan.
Ooo... ada sih, kalau sabtu sih nggak termasuk, minggu kebanyakan. Bawa anak-anak ke pantai, jalan-jalan, ke kolam renang, ya gitu lah
(R3, W1,/68./b.203-205/hal.8)
Eee... nggak terlalu rutin sih, liat lagi capek atau nggak. kalau sore rutinnya jalan-jalan, tiap minggu sore, makan ntah dimana karena minggu saya biasanya nggak masak
(R3, W1,/70./b.207-120/hal.8)
Kita tanya anak, kebanyakan nanya ma anak maunya kemana. Nanyanya biasa ma Ivan, mau makan apa, kalau mau makan bakso kita ketempat bakso, kalau mau makan kentucky kita ya pigi ke KFC atau AW gitu. Mie rebus atau yang lain gitu. Kita sesuaikan dengan maunya anak sampai sekarang gitu
(R3, W1,/72./b.213-129/hal.8)
Herni mengatakan bahwa masalah mengenai kegiatan beragama dilakukan sendiri-sendiri. Terutama sejak Herni dan suaminya telah memiliki anak. Hal ini dikarenakan ada kesulitan tersendiri untuk meninggalkan anak-anak karena sudah tidak ada yang menjaga lagi.
Eee... kayaknya nggak sih. Perginya sendiri-sendiri. Sekarang-sekarang ini kurang rutin ibadah keluar karena anak-anak sulit untuk ditinggal, apalagi yang jaganya sekarang dah nggak ada
(R3, W1,/88./b.288-291/hal.11)
Konflik yang muncul biasanya berkenaan dengan kebiasaan suaminya yang tidak pernah absen main catur setiap sore bersama teman-temannya. Dengan kondisi yang demikian, Herni hanya bisa menerima kebiasaan suaminya tersebut dengan pengertian.
Ya itu.... kebiasaan bapak yang tiap sore pasti ke warung kopi dan ngumpul sama teman-temannya untuk maen catur. Biasanya saya yang jadi pemicu awal pertengkaran.... karena saya itu kurang begitu suka dengan hobi bapak ini (R3, W3,/76./b.299-304/hal.8)
Karena terlalu sering aja.... bayangin aja setiap hari gitu.... nggak pernah absen lagi...
(R3, W3,/78./b.307-308/hal.8)
Setiap perkawinan tentu harus ada penyesuaian, kalo nggak ya bisa konflik. Saya sih cenderung untuk ngertiin kebiasaannya bapak aja
(R3, W3,/80./b.312-314/hal.8)
Herni menambahkan bahwa setiap ada masalah, ia dan suaminya sebisa mungkin untuk menyelesaikan masalah tersebut secara bersama-sama. Jika memang salah satu pihak tidak dapat membantu karena adanya kesibukan lain, maka kepercayaan diberikan salah satu pihak kepada pasangannya untuk menyelesaikan masalah tersebut.
Setiap ada masalah, pasti kami selesaikan bersama... palingan kalau memang salah satu pihak nggak bisa bantu karena ada kesibukan yang nggak bisa ditinggalin, biasanya salah satu pihak aja yang ngambil keputusan.
Biasanya kami ya.... saling percaya aja satu sama lain buat nyelesikan masalahnya, kalo salah satu nggak bisa ikut andil dalam bantuin nyelesikan masalah itu.
(R3, W3,/71./b.280-288/hal.7)
Dalam hal pengelolaan keuangan masih dilakukan seperti dulu. Bila Herni membutuhkan sejumlah uang, maka ia akan meminta kepada suaminya.
Ya, sama aja kayak dulu ya, nggak diatur-diatur kali. Kalau perlu ya saya minta sama bapak, gitu aja ya....
(R3, W3,/130./b.466-468/hal.12)
Menurut Herni, sekarang suaminya sudah sering mengungkapkan kasih sayang dengan kata-kata. Tapi Herni merasa risih akan hal tersebut. Menurut Herni, intensitas melakukan hubungan intim sekarang menjadi agak berkurang. Hal ini dikarenakan ia dan suaminya sudah terlalu letih dalam mengasuh Ivan, walaupun kadang hal tersebut bergantung pada suaminya. Herni menambahkan bahwa suaminya sekarang adalah sosok yang mulai berkurang sifat cueknya, lebih terbuka dan mulai perhatian.
Kalau sekarang sering diucapkan. Cuma sekarang sayanya yang risih, kan saya dah tua, saya bilang saya nggak perlu lagi kata-kata gombal kamu. Malah saya sekarang yang nolak (tertawa). Saya perlu uangmu (tertawa). Candaan aja tuh... (tersenyum)
(R3, W1,/98./b.355-360/hal.13)
Tapi setelah Ivan hadir dengan diagnosa autis memang... aktivitas seks agak berkurang. Mungkin karena sibuk mengasuh dia dan kecapean
(R3, W3,/100./b.385-387/hal.10) Ya tergantung suami ... (tertawa) (R3, W2,/33./b.97/hal.4)
Cuma setelah sekarang-sekarang ini dah kurang lah cueknya, dah mulai tidak cuek selalu seperti awalnya. Waku kami baru nikah dulu, waktu awal-awalnya kita merasa asing, tapi kayaknya karena dah lama menjalani waktu bersama ya... dia kan dah sendiri cukup lama, karena dia juga nggak pernah pacaran, ya... nggak pernah pacaran (tertawa), sekitar 30 tahunan, karena itu ya dia dah mulai nggak seperti dulu lagi. Dah mulai terbuka, perhatian, sering nanyain, dah makan belum atau lainnya, kalau dulu kan nggak. Karena kita kan perempuan maunya diperhatiin (tertawa). Apalagi waktu diawal-awal,
kalau sekarang ya ntah lah... saya ngerasa ngalir gitu aja perubahannya sih. Bagi saya sekarang dah nggak masalah lagi. Ya walau waktu dulu sedikit cueklah istilahnya
(R3, W1,/96./b.332-349/hal.12-13)
Kondisi Ivan yang mengalami gangguan autisme, tidak memunculkan respon apapun, tidak ada respon khusus yang diberikan, baik dari keluarga dirinya maupun keluarga suaminya. Menurut Herni tanggapannya cukup positif, tidak ada tindakan yang menunjukkan adanya peremehan. Dukungan moril diberikan oleh mereka untuk ia dan suaminya. Begitu pula tanggapan dari teman-teman Herni, tidak ada yang spesial, mereka hanya menanyakan kabar Ivan sebagai bentuk dukungan mereka terhadap saya.
Kalau dari keluarga bapak sih, mertua saya dua-duanya nggak ada. Tanggapan mereka saya rasa yang nggak gimana-gimana. Kalau tanggapan dari pihak saya ya positif aja, nggak ngeremehkan anak saya sih. Paling ada ditanya aja perkembangan anak saya waktu dibawa berobat ke dokter anak atau psikolog di Medan. Positif, ya lumayan positif lah. Nggak ada ngeremehin kok anaknya nggak bisa apa-apa, nggak ada yang macam-macam lah
(R3, W1,/92./b.311-320/hal.11-12)
Kedua keluarga saya baik dari pihak bapak maupun pihak saya ya cuma ada perhatiannya aja, lebih pada dukungan moril
(R3, W1,/94./b.323-325/hal.12)
Nggak ada sih… ya… biasa aja lah. Paling ya mereka cuman nanya gimana kabarnya si Ivan aja, nggak ada yang lain… biasa aja…
(R3, W2,/25./b.71-73/hal.3)
Dukungan... ya dukungannya ya gitu paling, seperti yang saya bilang tadi. Paling mereka nanya kabarnya Ivan aja sih... Saya nggak tau kalau dibelakang saya ya.... nggak tau, kalau di depan saya paling gitu aja. Dukungannya ya nggak begitu gimana...
(R3, W2,/27./b.75-80/hal.3)
Sikap cuek, dantai dan tanpa beban yang dimiliki oleh suaminya, dianggap Herni tidak berlaku dalam pengasuhan. Herni menambahkan bahwa suaminya sekarang adalah sosok yang mulai berkurang sifat cueknya, lebih terbuka dan mulai perhatian. Menurut Herni suaminya juga terlibat dalam pengasuhan anak,
walaupun tidak terlalu banyak. Kebanyakan masalah pengasuhan anak diserahkan pada Herni. Hal ini dapat dikatakan bahwa suaminya mempercayai bahwa Herni mampu untuk mengurusi segala kebutuhan anak-anak. Menurut Herni, kekurang perhatian yang ditunjukkan oleh suaminya bisa saja karena sikap cuek ataupun karena kesibukan suaminya. Peran suaminya dalam pengasuhan anak lebih banyak terlihat pada saat Herni mengajak suaminya untuk berdiskusi masalah pengasuhan anak. Bisa dikatakan bahwa suaminya sangat mempercayai Herni masalah pendidikan anak-anak, terutama pendidikan Ivan. Tapi hal itu tidak memungkiri keinginan Herni untuk melibatkan suaminya dalam mengajar Ivan.
Ee.. nggak juga, dia ukut juga ngurus. Ee… memang nggak terlalu juga ya, ada juga dia ikut membantu, walaupun nggak terlalu fokus sih… eee… kebanyakan diserahkan ke saya. Terkadang karena kesibukan, tapi ya mungkin juga karena dia orangnya cuek tadi, gitu aja sih
(R3, W1,/80./b.245-250/hal.9)
Kalau masalah itu, biasanya saya didiskusikan dengan bapak misalnya gimana kalau Ivan gini, gini, gini... O gitu, gitu oke juga sih kalau gini, gini, gini..., diskusikan lebih jauh lah dengan bapak. Cuma bapak nggak pernah turun tangan langsung. Sebenarnya bukan tidak mau sama sekali untuk terlibat langsung, cuma karena kesibukan bapak Cuma bapak nggak pernah turun tangan langsung. Sebenarnya bukan tidak mau sama sekali untuk terlibat langsung, cuma karena kesibukan bapak dan biasanya kalau antar Ivan terapi atau les biasanya saya. Ya paling waktu malam hari, kan itu banyak waktu senggangnya. Kalau memang saya lagi ngajar Ivan terapi, biasanya saya libatkan dia, saya minta tolong dia buat bantu saya ngajar Ivan
(R3, W1,/82./b.253-265/hal.9-10)
Ya bisa dibilang begitu... paling dia ikut 30 % aja lah... 70 % dah ditangan saya
(R3, W1,/84./b.269-270/hal.10)
Herni menambahkan, tidak ada pembagian peran dan tanggung jawab tertentu yang ia sepakati dengan suaminya. Hanya saja Herni dan suaminya melakukan apa yang umumnya dilakukan dalam setiap rumah tangga dimana suami yang mencari uang dan istri yang mengurusi keperluan rumah tangga dan anak-anak.
Eee.. kalau perjanjian secara terungkap ... nggak ada sih. Cuma kadang-kadang saya lagi capek, capek ngurus anak, dah saya minta dia tolong jagain anak-anak, saya mau tidur. Ya udah, ayo kamu cari uang, saya tidur di rumah
aja (tertawa). Kayaknya nggak ada yang harus sekali sih. Cuma ya memang dari sananya yang ngurus anak ke saya dan yang nyari uang si bapak. Memang dah seperti itu. Cuma kadang semua sih nggak seperti itu, terkadang ada ayah yang perhatian... sekali sama anak, sayang... sekali sama anak. Bukannya bapak nggak sayang anak, cuman kan ada yang nampak sekali, mau ngurus. Cuma sih, bapak misalnya dimintai tolong mandiin anak-anak, kadang-kadang mau, ya... kadang-kadang nggak mau juga....
(R3, W1,/102./b.383-399/hal.14)
Dukungan tetap diberikan oleh suaminya terhadap anak-anak, terutama kepada Ivan. Rasa sayang suaminya sangat terlihat jelas dari sikap yang ditunjukkan suaminya terhadap Ivan.
Saya rasa, menurut saya dukungan bapak dah cukup lah. Malah perhatiannya, perhatian dan kasih sayang bapak lebih besar ke Ivan daripada adiknya. Saya perhatikan dia lebih banyak nyium Ivan daripada adiknya kalau mau berangkat kerja. Adiknya Ivan malah lebih dekat sama saya, sedangkan Ivannya lebih dekat ke bapaknya. Kalau kita tanya Ivan sayang mama atau sayang papa, tetap dia jawab sayang papa, nggak pernah dia bilang sayang mama. Walaupun dia jarang sama ayahnya tapi ya gitu. Mungkin karena yang sering mukul, karena saya sering sama Ivan dan kalau marah kan kita lebih sering mukul dia, kan kita lebih sering sama marah dia
(R3, W1,/100./b.364-378/hal.13-14)
Terukir harapan Herni terhadap anak-anaknya. Harapan Herni terhadap Ivan, putranya yang autis adalah agar ia nantinya dapat mandiri dan jika memungkinkan, ia ingin Ivan menjadi pemuka agama. Harapan lain juga Herni sampaikan untuk putra keduanya Alex agar ia bisa berhasil. Untuk mewujudkan harapan tersebut Herni akan membekali kedua putranya dengan pendidikan yang tepat bagi keduanya.
Harapan saya ya, semua orangtua mau anaknya mandiri. Sebenarnya kalau menurut yang saya baca, autistik ini ada genetiknya. Kalau bisa, dia, kalau bisa dia saya pengen jadi pemuka agama gitu. Dulu waktu dia umur 5 tahun, sempat hafal doa-doa yang lumayan panjang, tapi sekarang nggak bisa lagi, nggak tau napa, apa dia nggak mau lagi atau memang lupa. Tapi doa inilah yang dulu sempat saya baca-baca waktu hamil Ivan. Mungkin merespon doa itu kali ya (tertawa)
Ya harapan setiap orangtua ya… sama seperti orangtua yang lainnya. Kita pengen anak kita mandiri dan berhasil hidupnya, ya itu aja lah, nggak macam-macam
(R3, W2,/29./b.84-87/hal.4)
Pastinya dengan membekali dia dengan pendidikan yang bisa nantinya buat dia berhasil nantinya. Ya paling gitu aja lah…
(R3, W2,/31./b.90-92/hal.4)
Kondisi putera pertama Herni yang disiagnosa autisme tidak membuat Herni merasa bahwa perkawinannya tidak bahagia. Kondisi Ivan yang autis, membuat Herni dan suaminya mengupayakan semaksimal mungkin berbagai usaha untuk menyembuhkan Ivan. Selain itu, walaupun konflik tetap terjadi dalam kehidupan rumah tangga mereka, namun konflik-konflik tersebut dapat mereka atasi bersama-sama.
Saya bahagia ya. Dengan kondisi Ivan yang gini ya, kami berusaha mencari jalan terbaik lah buat Ivan. Ya ke dokter, ke psikolog, bahkan pengobatan alternatif.... doa setiap ibadah. Ya segala usaha kami lakukan semaksimal mungkin lah... Selain itu, ya.... karena nggak ada masalah yang sulit juga yang membuat kami bertengkar hebat. Ya seperti keluarga kecil pada umumnya. Tetap ada masalah-masalah kecil, konflik atau apalah itu.... cuma syukur sampe sekarang kami bisa atasi sama-sama.... nggak sampe berlarut-larut lah.
2. Analisis Intrapersonal pada Responden III (Herni)