• Tidak ada hasil yang ditemukan

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Kondisi Geografis Kecamatan Cigombong 5.1 Kondisi Geografis Kecamatan Cigombong

5.3 Keragaan Usahatani Padi Hibrida

Kecamatan Cigombong merupakan salah satu daerah produksi padi tertinggi di Kabupaten Bogor. Beberapa desa yang pernah menanam padi varietas unggul Hibrida di Kecamatan ini diantaranya adalah Desa Ciburuy, Desa Pasir Jaya, dan Desa Srogol.

Desa Ciburuy merupakan desa yang memiliki infrastruktur pertanian yang paling lengkap dibanding dengan kedua desa lainnya. Di desa ini terdapat jalan desa sepanjang 1, 5 meter guna mempermudah proses distribusi hasil pertanian, saung pertemuan Gapoktan Silih Asih, ruang belajar untuk kegiatan pelatihan, sarana penjemuran dan penggilingan padi, pengeringan gabah (dryer), lokasi pembuatan pupuk kompos, lokasi pembuatan pupuk organik (organic fertilizer atau OFER), gudang beras, gudang pupuk, lokasi penampian beras, gudang dan alat-alat produksi pertanian (traktor, pengukur pH tanah, spryer), serta gedung koperasi kelompok tani “Lisung Kiwari”.

Pada awalnya di desa Ciburuy terdapat satu buah kelompok tani yaitu kelompok tani Silih Asih yang sudah berdiri sejak 1972. Mayoritas anggota dari kelompok tani Silih Asih adalah petani padi yang bertempat tinggal di desa Ciburuy. Karena terlalu banyak anggotanya dan agar lebih efektif, maka kelompok tani Silih Asih dipecah menjadi 11 kelompok tani yaitu kelompok tani Silih Asih 1, kelompok tani Silih Asih 2, kelompok tani Tunas Inti, kelompok tani Manunggal Jaya, kelompok tani Saung Kuring, kelompok tani Lisung Kiwari, kelompok tani Harapan Maju, kelompok tani Silih Asih Fish Farm, kelompok tani Bilibintik, kelompok tani Motekar, dan kelompok tani Sayur Saluyu. Setelah kelompok tani tersebut dipecah, ketua kelompok tani Silih Asih yaitu H.A. Zakaria merasa perlu menghubungkan ke-11 kelompok tani tersebut dalam suatu

wadah agar komunikasi antar kelompok tani tersebut tetap terjaga. Oleh sebab itu dibentuklah Gapoktan.

Kepemilikan lahan pertanian setiap petani juga sangat kecil yaitu sekitar 2000 - 5000 m2 setiap orangnya. Maka dengan adanya gapoktan Silih Asih ini diharapkan dapat meningkatkan posisi tawar petani dan meningkatkan pendapatan petani. Sejak tahun 2001 beras yang diproduksi di Desa ini merupakan beras semi organik karena tidak menggunakan pestisida dan bahan kimiawi. Penggunaan air untuk irigasi masih menggunakan air irigasi yang dialiri melalui pipa-pipa di sekeliling pematang sawah. Petani di desa ini menggunakan pupuk jerami dan terkadang juga menggunakan pupuk urea dan TSP apabila tanaman padi menunjukkan gejala kekurangan kedua unsur tersebut dengan melihat warna daunnya.

Desa Pasir Jaya juga merupakan salah satu desa penghasil beras sehat atau beras semi organik di Kecamatan Cigombong. Di desa ini terdapat kelompok tani usahatani padi yaitu kelompok tani Harapan Maju. Kelompok tani Harapan Maju masih merupakan mitra dari gabungan kelompok tani Silih Asih di Desa Ciburuy . Karakteristik petani di Desa Pasir Jaya pun memiliki kemiripan dengan petani di Desa Ciburuy dalam hal cara berbudidaya padi, sistem pengairan, penggunaan pupuk, cara mengatasi OPT, dan kepemilikan lahan.

Berbeda halnya dengan petani di kelompok tani Silih Asuh di Desa Srogol yang mayoritas petaninya masih menggunakan pestisida dan bahan-bahan kimia dalam proses budidaya padi. Petani di desa ini juga memiliki perbedaan dengan kedua desa di atas dalam hal cara tanam, petani di desa ini tidak menggunakan sistem legowo seperti yang dilakukan petani di Desa Ciburuy dan di Desa Pasir Jaya. Petani di desa ini masih menggunakan sistem tanam mundur. Perbedaan juga terlihat dalam hal hasil produksi padi hibrida, petani di Desa Srogol bisa dikatakan memilki produksi padi hibrida yang lebih baik dibanding dengan petani di kedua desa tersebut. Rata-rata hasil produksi padi hibrida di Desa Srogol yaitu ± 6 ton per hektar sementara di Desa Ciburuy yaitu ± 2 Ton per hektar dan di Desa Pasir Jaya ± 3 Ton per hektar. Analisis aspek budidaya padi hibrida di Kecamatan Cigombong sebagai berikut :

1. Penyiapan Bahan Tanaman (Pembibitan)

Varietas merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi hasil tanaman. Petani padi hibrida di lokasi penelitian yang dijadikan responden adalah petani yang menanam benih padi hibrida program bantuan pemerintah Tahun Anggaran 2010 yaitu benih padi varietas hibrida Intani 2.

Petani di lokasi penelitian melakukan proses persemaian di tempat yang berbeda-beda. Sebagian petani (46,67 persen) melakukan persemaian di lahan di luar petak sawah, sisa petani lainnya (53,33 persen) melakukan persemaian di lahan di dalam petak sawah. Lama persemaian yang dilakukan sebagian besar petani (93,3 persen) berkisar antar 17 – 19 hari dan sebagian petani lainnya (6,67 persen) melakukan persemaian selama 25 hari. Menurut petunjuk teknis budidaya padi hibrida Departemen Pertanian (2008) lama persemaian padi hibrida yang baik yaitu berkisar antara 10 - 21 hari agar pembentukan anakan menjadi lebih optimal. Artinya, sebagian besar petani padi hibrida di lokasi penelitian sudah melakukan persemaian dengan baik.

2. Pengolahan Tanah

Pengolahan tanah sangat menentukan keberlanjutan pertumbuhan tanaman padi hibrida. Pengolahan tanah sebaiknya dilakukan dua kali agar diperoleh pelumpuran tanah yang baik. Pengolahan tanah yang dilakukan oleh petani di lokasi penelitian sudah baik atau sesuai dengan petunjuk teknis pengolahan lahan padi hibrida yaitu sebelum diolah tanah digenangi air selama 1 minggu untuk melunakkan tanah. Setelah diolah, tanah dibiarkan selama 1 minggu dan digenangi air, kemudian tanah diolah kembali sampai melumpur dan dilanjutkan dengan perataan tanah.

Alat yang digunakan petani untuk mengolah tanah berbeda-beda. Seluruh petani responden (100 persen) di kelompok tani Manunggal Jaya menggunakan kerbau untuk membajak tanah, karena kondisi lahan yang miring sehingga sulit untuk menggunakan mesin. Sebagian petani (40 persen) di kelompok tani Tunas Inti menggunakan mesin untuk membajak tanah, sisa petani lainnya (60 persen) masih menggunakan kerbau untuk membajak tanah. Seluruh petani (100 persen) di kelompok tani Harapan Maju dan di kelompok tani Silih Asuh menggunakan kerbau untuk membajak tanah. Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan

bahwa sebagian besar petani padi hibrida di Kecamatan Cigombong masih menggunakan peralatan yang sederhana dalam proses pengolahan tanah yaitu masih menggunakan kerbau.

3. Penanaman (Tanam Pindah)

Menurut petunjuk teknis budidaya padi hibrida Departemen Pertanian (2008) indikator bibit siap untuk ditanam bila daun tanamannya sudah mencapai 4 helai. Cara tanam yang dapat dilakukan yaitu dengan model tegel (20 cm x 20 cm, 22 cm x 22 cm atau 25 cm x 25 cm), legowo 2 : 1, 3 : 1, atau pun 4 : 1 dengan jarak tanam 12,5 cm dalam baris dan 25 cm antar baris. Beberapa kelebihan cara tanam legowo dibanding cara tanam tegel adalah a) hasil gabah lebih tinggi, b) pertumbuhan tanaman lebih bagus, c) serangan tikus dapat dihindari, d) memudahkan penyiangan dan pemupukan, e) efisiensi pemberian pupuk, f) terhindar dari serangan burung, g) tanaman lebih tahan rebah terutama bila terjadi hujan lebat.

Seluruh petani (100 persen) di kelompok tani Manunggal Jaya, Tunas Inti, dan Harapan Maju menggunakan cara tanam legowo 2 : 1 dengan jarak tanam 12,5 cm dalam baris dan 25 cm antar baris. Sementara petani di kelompok tani Silih Asuh hanya satu orang (10 persen) yang menerapkan cara tanam legowo, petani tersebut adalah petani yang mendapatkan demplot (percontohan) program benih bantuan SL-PTT dan sisa petani lainnya (90 persen) masih melakukan cara tanam mundur yang sudah menjadi kebiasaan mereka dalam melakukan budidaya padi. Berdasarkan penjelasan di atas hampir sebagian besar petani responden (70 persen) telah melakukan cara tanam yang sesuai dengan petunjuk teknis budidaya padi hibrida.

4. Penyiangan

Penyiangan perlu dilakukan agar tanaman padi bebas dari gulma. Penyiangan dapat dilakukan dengan tangan atau dengan menggunakan herbisida. Menurut petunjuk teknis budidaya padi hirida Departemen Pertanian (2008), pemberian herbisida dilakukan pada saat tanaman berumur 5 – 7 hari setelah tanam, diikuti dengan penyiangan tangan sebanyak dua kali pada saat tanaman berumur tiga dan lima minggu setelah tanam. Seluruh petani responden (100 persen) menggunakan

tangan dalam proses penyiangan dan dilakukan sebanyak dua kali yaitu rata-rata pada saat tanaman berumur 15 - 20 hari dan 30 - 40 hari.

5. Pemupukan

Menurut petunjuk teknis budidaya padi hibrida Departemen Pertanian (2008), setiap ton gabah yang dihasilkan memerlukan hara N sebanyak 17,5 kg (setara 39 kg Urea), P sebanyak 3 kg (setara 19 kg SP-36) dan K sebanyak 17 kg (setara 34 KCL). Menurut petunjuk teknis lapang budidaya padi hibrida Badan Litbang Pertanian dalam Sumarno et al (2008), padi hibrida membutuhkan unsur hara Urea 300 kg per hektar + Sp-36 100 kg per hektar + KCL 100 kg per hektar. Pemberian hara dalam bentuk pupuk dapat dilakukan dengan cara manual/sesuai kebiasaan atau dengan melakukan monitor warna daun dengan alat yang dinamakan Bagan Warna Daun (BWD).

Pemberian pupuk dengan melakukan monitor warna daun dapat menghemat pemberian pupuk urea hingga 100 kg per hektar tanpa menurunkan hasil gabah. Pemberian pupuk urea melebihi kebutuhan tanaman dapat menyebabkan tanaman peka terhadap penyakit seperti kresek (BLB), kehampaan tinggi, dan mudah rebah. Pemberian pupuk yang dilakukan secara manual/kebiasaan sebaiknya dilakukan pada umur 7 – 10 hari setelah tanam (HST), 21 HST dan 42 HST. Pada 8 HST diberikan sebanyak 75 kg Urea per hektar, 100 kg SP-36 per hektar, dan 50 kg KCL per hektar. Pada 21 HST diberikan 150 kg Urea per hektar dan pada 42 HST diberikan 75 kg Urea per hektar dan 50 kg KCL per hektar. Namun apabila petani bersedia mengembalikan semua jerami ke dalam tanah sawah, maka tidak perlu lagi menambahkan pupuk KCL, karena sebanyak 80 persen hara K yang diserap oleh tanaman padi terakumulasi dalam jerami. Menurut Balai Besar Penelitian Tanaman Padi (2007b), kombinasi pemberian pupuk organik dan anorganik untuk padi hibrida sangat dianjurkan. Pupuk organik yang dianjurkan berupa pupuk kandang atau kompos jerami sebanyak 2 ton per hektar setiap musim, sedangkan pupuk anorganik yang diperlukan adalah Urea, SP-36 dan KCL masing-masing sebanyak 300 kg, 100 kg dan 100 kg per hektar.

Sebagian besar petani padi hibrida di lokasi penelitian tidak menggunakan pupuk sesuai dengan petunjuk teknis padi hibrida. Petani masih menggunakan komposisi pupuk yang biasa mereka gunakan dalam budidaya padi inbrida.

Seluruh petani di kelompok tani Manunggal Jaya, Tunas Inti, dan Harapan Maju merupakan petani penghasil beras semi organik (beras sehat), sehingga pupuk anorganik yang digunakan rendah. Rata-rata pupuk anorganik yang digunakan petani tersebut adalah Urea 165,3 kg per hektar, TSP 80 kg per hektar, dan KCL 36,5 kg per hektar. Alasan petani mengggunakan komposisi pupuk anorganik yang rendah karena apabila semakin banyak pupuk anorganik yang digunakan maka semakin tinggi kadar residu yang terkandung di dalam tanaman, selain itu penggunaan pupuk anorganik yang tinggi dapat merusak lingkungan dan akan membutuhkan proses recovery lahan yang cukup lama. Seluruh petani-petani tersebut menggunakan pupuk kandang dan kompos jerami yang ada di lahan sawah mereka untuk memenuhi unsur hara yang dibutuhkan oleh tanaman padi dan tidak menggunakan pestisida sama sekali. Produksi padi hibrida yang dihasilkan rata-rata ± 3 ton per hektar untuk kelompok tani Harapan Maju dan ± 2 ton per hektar untuk kelompok tani Manunggal Jaya dan Tunas Inti. Hal ini disebabkan banyaknya butir gabah yang hampa, selain itu kebanyakan tanaman padi hibrida tidak berbuah karena daun tanaman padi hibrida menguning/kering pada masa vegetatif (sebelum masa tanaman berbuah). Menurut pemulia daun kering, tanaman kerdil, dan jumlah anakan produktif sedikit merupakan indikasi adanya penyakit hawar daun bakteri (HDB) dan virus tungro dan apabila menyerang pada masa vegetatif maka akan berdampak fatal karena dapat menghambat pengisian butir gabah.

Berbeda halnya dengan petani di kelompok tani Silih Asuh, terdapat satu orang petani yang menggunakan pupuk sesuai dengan petunjuk teknis budidaya padi hibrida. Petani tersebut merupakan petani yang menjadi demplot (percontohan) program SL-PTT dengan luas lahan 1 hektar. Pupuk yang digunakan adalah pupuk Urea 300 kg per hektar, NPK 100 kg per hektar, dan pupuk kandang sebanyak 1,5 ton per hektar serta pupuk jerami sebanyak 500 kg per hektar sebagai pegganti pupuk KCL. Namun, produksi padi hibrida yang dihasilkan 6,3 ton per hektar atau hanya 0,3 persen lebih tinggi dibanding dengan padi inbrida. Sisa petani lainnya menggunakan pupuk anorganik dengan rata-rata penggunaan pupuk Urea sebanyak 177 kg per hektar, NPK sebanyak 100 kg per hektar, KCL sebanyak 15 kg per hektar, dan pupuk kandang. Seluruh petani

responden di kelompok tani ini menggunakan pestisida dalam budidaya padi hibrida, produksi rata-rata padi hibrida yang dihasilkan ± 6 ton per hektar.

6. Pengendalian Hama dan Penyakit

Strategi pengelolaan hama dan penyakit terpadu menurut petunjuk teknis budidaya padi hibrida Departemen Pertanian (2008), dapat dilakukan dengan cara a) menggunakan varietas tahan hama/penyakit, b) menggunakan bibit sehat, c) menerapkan pola tanam yang sesuai, d) melakukan rotasi tanaman, e) waktu tanam yang sesuai, f) melakukan pembersihan lapangan terhadap singgang yang biasanya dijadikan tempat vektor hama dan sumber inokulum penyakit, g) pemupukan sesuai dengan kebutuhan tanaman, h) penerapan irigasi berselang, i) menggunakan sistem trap barrier system (TBS) untuk pengendalian tikus, j) pengendalian kelompok telur, observasi hama dan penyakit secara terus-menerus, k) menggunakan lampu perangkap untuk pengendalian ulat dan penggerek batang, l) meningkatkan peran musuh alami seperti laba-laba, m) menggunakan pestisida sebagai alternatif akhir untuk mengendalikan hama berdasarkan hasil pengamatan. Seluruh petani responden di kelompok tani Manunggal Jaya, Tunas Inti, dan Harapan Maju tidak menggunakan pestisida dalam pengendalian hama dan penyakit. Hal ini dikarenakan petani-petani tersebut telah menerapkan pertanian organik. Petani melakukan pengendalian hama dan penyakit dengan cara yang alami yaitu menggunakan daun-daunan seperti daun picung dan bengkuang sebagai pengganti pestisida. Sementara petani di kelompok tani Silih Asuh pada umumnya menggunakan pestisida dalam budidaya padi hibrida yaitu Decis ukuran 1 L per hektar.

7. Panen

Penentuan waktu panen merupakan salah satu faktor penting dalam kaitannya terhadap hasil gabah. Apabila tanaman padi dipanen terlalu awal maka akan banyak terjadi butir hijau akibatnya kualitas gabah yang dihasilkan menjadi rendah, banyak butir mengapur dan beras kepala banyak yang patah. Sebaliknya, apabila tanaman padi dipanen terlambat akan menurunkan hasil gabah karena banyak terjadi kerontokan gabah dan kadar air menurun. Pemanenan gabah yang ideal dilakukan apabila a) sudah 90 persen masak fisiologi, artinya 90 persen gabah telah berubah warna dari hijau menjadi kuning, b) bila dihitung dari masa

berbunga telah mencapai 30 – 35 dan c) berdasar perhitungan umur deskrpsi varietas.