• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tinjauan Empiris Harga Benih Padi Hibrida dan Analisis Sensitivitas Harga

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Empiris Padi Hibrida 2.1 Tinjauan Empiris Padi Hibrida

2.3 Tinjauan Empiris Harga Benih Padi Hibrida dan Analisis Sensitivitas Harga

Petani pada umumnya mengharapkan padi varietas unggul hibrida memberikan hasil lebih baik dibandingkan padi varietas unggul inbrida. Hal ini didasari oleh harga benih padi hibrida yang delapan kali lebih tinggi dari harga benih padi inbrida. Sujiprihatini et al (2004) dalam makalah yang disampaikan pada Seminar Nasional Padi Hibrida 2004 menyatakan bahwa petani mengharapkan harga benih padi hibrida tidak terlalu mahal. Sejumlah responden 58,8 persen mengharapkan harga benih padi hibrida Rp 10.000,- per kg; 29 persen dapat menerima harga benih padi hibrida sekitar Rp 15.000,- per kg; dan sisanya 11,8 persen dapat membeli padi hibrida dengan harga Rp 17.500,- per kg. Para petani (64 persen) akan menanam padi hibrida setiap musim tanam apabila harga benihnya tidak terlalu mahal, sedangkan 23,5 persen responden akan memperhitungkan untung ruginya. Sementara itu 7,8 persen responden akan mencoba menanam padi hibrida di antara musim tanam dan 3,9 persen responden tetap akan menanam padi inbrida. Petani memperhitungkan untung ruginya apabila akan menanam padi hibrida. Berdasarkan estimasi hasil padi hibrida akan meningkat mencapai 1 ton per hektar lebih tinggi dari padi inbrida, sementara harga benihnya lima kali lebih tinggi dibandingkan padi inbrida, maka 43,1 persen

responden menyatakan akan menanam padi hibrida, 37,3 persen akan mencoba menanam, dan 15,7 persen menyatakan tetap menanam padi inbrida.

Sumarno et al (2008) melakukan penelitian mengenai pemahaman dan

kesiapan petani mengadopsi padi hibrida di enam kabupaten sentra produksi padi, masing-masing dua kabupaten di Provinsi Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa semua responden belum mengetahui cara pembuatan/produksi benih padi hibrida, dan menilai harga benih yang ditawarkan Rp 35.000,00 - 50.000,00 per kg terlalu mahal bagi petani. Terkait dengan harga benih padi hibrida yang dinilai wajar, petani di Karawang dan Indramayu menyebutkan kisaran harga Rp 10.000,00 – 15.000,00 per kg. Petani Grobogan dan Sragen menginginkan harga pembelian Rp 20.000,00 – 30.000,00 per kg dan petani Ngawi dan Lamongan yang sudah berpengalaman menanam benih jagung varietas hibrida, menyarankan harga benih hibrida Rp 30.000,00 – 35.000,00 per kg. Sebagian besar petani di semua lokasi studi menyatakan belum mampu menyediakan biaya sekitar Rp 500.000,00 per hektar untuk membeli benih hibrida.

Solihin (2009) melakukan penelitian mengenai kepuasan dan sensitivitas harga makanan tradisional gepuk karuhun khas Bogor di Resto Karuhun (PT Anofood Prima Nusantara Bogor). Hasil analisis sensitivitas harga produk gepuk karuhun dibedakan berdasarkan ukuran kemasan. Kemasan besar memiliki tingkat harga tertinggi (MEP) sebesar Rp 94.588 dan tingkat harga terendah (MCP) sebesar Rp 56.136. Tingkat harga tertinggi (MEP) untuk kemasan kecil sebesar Rp 54.434 dan tingkat harga terendah (MCP) sebesar Rp 27.497. Tingkat harga tertinggi (MEP) gepuk per porsinya berada pada harga Rp 11.342 dan rentang harga terendah (MCP) sebesar Rp 5.586. Harga jual gepuk yang dapat diterima konsumen berada dalam rentang harga minimum (IPP) dan harga optimum (OPP) berada pada rentang harga kemasan besar Rp 78.403 – Rp 87.500 dan kemasan kecil Rp 38.951 – Rp 47.500 serta per porsi Rp 7.513 – Rp 9.500.

Hasil beberapa studi literatur pada penelitian terdahulu terdapat beberapa kesamaan yaitu komoditas padi, beberapa atribut benih padi, dan kesamaan penggunaan alat analisis. Atribut benih padi yang digunakan dalam penelitian terdahulu meliputi umur tanaman, produktivitas, ketahanan terhadap hama dan

penyakit, tahan rebah, rasa nasi, aroma nasi, tingkat kepulenan nasi, warna beras, jumlah anakan produktif, daya berkecambah, tingkat kerontokan gabah, rendemen gabah menjadi beras, dan patahan beras, namun pada penelitian ini ditambahkan beberapa atribut lainnya seperti tingkat kerontokan gabah pada saat panen dan pengangkutan, tingkat kerontokan gabah pada saat penggebotan, karakteristik batang, warna daun, jumlah gabah per malai, ukuran benih, dan bentuk gabah. Perbedaan pada atribut penelitian ini juga terlihat pada atribut-atribut di luar atribut fisik tanaman. Penelitian ini tidak menggunakan atribut harga benih, harga gabah kering giling, ketersediaan benih, dan sertifikasi, namun peneliti menggunakan analisis sensitivitas harga untuk melihat bagaimana rentang harga yang dapat diterima petani terhadap harga benih padi varietas unggul hibrida. Studi terdahulu yang berkaitan dengan penelitian ini secara ringkas dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Studi Terdahulu yang Berkaitan dengan Penelitian

Nama Penulis

(Tahun) Judul Keterkaitan

Chanifah (2009)

Analisis Sikap dan Kepuasan Petani terhadap Atribut Benih Padi Hibrida di Kecamatan Pamijahan Kabupaten Bogor

Kesamaan : Komoditas yaitu padi hibrida.

Perbedaan : Alat analisis yang digunakan yaitu model Fishbein, analisis peta persepsi menggunakan alat perceptual mapping, analisis positioning menggunakan Biplot dan analisis kepuasan menggunakan Customer Satisfaction Index (CSI).

Manalu (2010) Analisis Sikap dan Kepuasan Petani terhadap Benih Padi Hibrida di Kecamatan Baros Kota Sukabumi

Kesamaan : Komoditas yaitu padi hibrida.

Perbedaan : Alat analisis yang digunakan yaitu analisis deskriptif, analisis Cochran, analisis Multiatribut Fishbein, Perceptual Mapping, analisis Biplot dan Consumer Satisfaction Index (CSI).

Basuki (2008) Analisis Pendapatan Usahatani dan Faktor-faktor yang Mempengaruhi Petani untuk Menanam Padi Hibrida

Kesamaan : Komoditas yaitu padi hibrida.

Perbedaan : Alat analisis yang digunakan yaitu analisis usahatani dan analisis regresi logistik.

Hamrah (2007) Pengembangan Varietas Melon Melalui Metode Quality Function Deployment (QFD)

Kesamaan : Penggunaan alat analisis yaitu Metode Quality Function Deployment (QFD).

Perbedaan : Komoditas. Rahmatika (2008) Penerapan Quality Function

Deployment (QFD) untuk Mengetahui Tingkat Kepuasan Konsumen Produk Biskuit di PT. Arnott’s Indonesia

Kesamaan : Penggunaan alat analisis yaitu Metode Quality Function Deployment (QFD).

Perbedaan : Komoditas. Risenasari (2009) Penerapan Quality Function

Deployment (QFD) dalam Upaya Peningkatan Kualitas Pelayanan Restoran Pringjajar Kabupaten Pealing Jawa Tengah

Kesamaan : Penggunaan alat analisis yaitu Metode Quality Function Deployment (QFD).

Perbedaan : Objek penelitian yaitu restoran.

Sujiprihatini et al (2004)

Persepsi Petani Terhadap padi Hibrida.

Kesamaan : Komoditas yaitu padi hibrida dan objek penelitian yaitu harga benih padi hibrida.

Perbedaan : Metode dan alat analisis. Sumarno et al

(2008)

Pemahaman dan Kesiapan Petani Mengadopsi Padi Hibrida

Kesamaan : Komoditas yaitu padi hibrida dan objek penelitian yaitu harga benih padi hibrida.

Perbedaan : Metode dan alat analisis. Solihin (2009) Analisis Kepuasan dan

Sensitivitas Harga Makanan Tradisional Gepuk Karuhun Khas Bogor di Resto Karuhun (PT Anofood Prima Nusantara Bogor)

Kesamaan : Alat analisis yaitu analisis sensitivitas harga.

Perbedaan : Objek penelitian yaitu makanan tradisional gepuk.

III. KERANGKA PEMIKIRAN