• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENERAPAN METODE QUALITY FUNCTION DEPLOYMENT (QFD) DAN ANALISIS SENSITIVITAS HARGA PADA PENGEMBANGAN PADI VARIETAS UNGGUL HIBRIDA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENERAPAN METODE QUALITY FUNCTION DEPLOYMENT (QFD) DAN ANALISIS SENSITIVITAS HARGA PADA PENGEMBANGAN PADI VARIETAS UNGGUL HIBRIDA"

Copied!
169
0
0

Teks penuh

(1)

PENERAPAN METODE QUALITY FUNCTION DEPLOYMENT

(QFD) DAN ANALISIS SENSITIVITAS HARGA PADA

PENGEMBANGAN PADI VARIETAS UNGGUL

HIBRIDA

(Kasus : Kecamatan Cigombong, Kabupaten Bogor, Jawa Barat)

SKRIPSI

HARFIANA H34070017

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2011

(2)

RINGKASAN

HARFIANA. Penerapan Metode Quality Function Deployment (QFD) dan Analisis Sensitivitas Harga pada Pengembangan Padi Varietas Unggul Hibrida di Kecamatan Cigombong Kabupaten Bogor Jawa Barat. Skripsi. Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor (Di bawah bimbingan RITA NURMALINA).

Permintaan beras nasional semakin meningkat seiring dengan pertumbuhan penduduk. Peningkatan produksi padi harus terus diupayakan untuk memenuhi kebutuhan beras penduduk. Peningkatan produksi beras dapat dilakukan melalui dua cara yaitu peningkatan luas panen dan peningkatan produktivitas padi. Namun terlepas dari tingginya permintaan beras masyarakat, peningkatan luas panen dengan pembukaan lahan baru membutuhkan biaya yang cukup besar dan seringkali menimbulkan konflik sosial maupun lingkungan. Oleh karena itu, peningkatan produktivitas padi merupakan alternatif lain yang dapat dilakukan dalam upaya peningkatan produksi padi nasional. Penggunaan benih padi unggul seperti varietas unggul hibrida adalah salah satu inovasi teknologi pertanian yang dapat mendukung peningkatan produktivitas padi. Penanaman padi hibrida tidak memerlukan investasi untuk perluasan lahan sawah yang biayanya mahal dan sering menimbulkan konflik sosial maupun lingkungan. Teknologi padi hibrida yang memanfaatkan gejala heterosis ini mampu meningkatkan potensi hasil sebesar 15-20 persen lebih tinggi dari padi inbrida.

Tujuan dari penelitian ini adalah 1) mengidentifikasi ideotipe padi varietas unggul hibrida yang diinginkan oleh konsumen, 2) menerapkan metode QFD (menyusun matriks HOQ) dalam pengembangan padi varietas unggul hibrida (pemuliaan padi hibrida) dan 3) Menganalisis sensitivitas harga benih padi varietas unggul hibrida. Metode pengolahan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode Quality Function Deployment (QFD) dan Analisis Sensitivitas Harga.

Hasil identifikasi persyaratan konsumen, diketahui ideotipe padi varietas unggul hibrida yang diinginkan konsumen yaitu produktivitas tinggi (7-10 ton per hektar), umur tanaman 90 – 120 HST, tingkat kerontokan gabah pada saat panen dan pengangkutan rendah (1 – 5 persen), tingkat kerontokan gabah pada saat penggebotan tergolong mudah rontok (2-4 kali penggebotan), jumlah anakan produktif > 20 batang, tanaman tahan rebah, batang besar dan kuat, daun berwarna hijau tua, jumlah gabah > 120 butir per malai, benih berukuran sedang, daya berkecambah tinggi (> 80 persen), gabah berbentuk ramping, tingkat rendemen gabah menjadi beras 50-55 persen, tingkat kepatahan beras rendah ( < 30 persen), beras bening, tekstur nasi pulen, aroma nasi sedang, memiliki ketahanan terhadap hama wereng coklat, memiliki ketahanan terhadap penyakit hawar daun bakteri, memiliki ketahanan terhadap virus tungro, dan memiliki ketahanan terhadap penyakit blas.

Pengembangan padi hibrida melalui penerapan QFD berdasarkan bobot absolut persyaratan konsumen, diketahui bahwa persyaratan konsumen utama yang perlu difokuskan oleh pemulia yaitu produktivitas tinggi (7-10 ton per hektar), jumlah gabah >120 butir gabah per malai, tingkat rendemen gabah

(3)

menjadi beras 50-55 persen, memiliki ketahanan terhadap penyakit HDB dan terhadap virus tungro.

Pengembangan padi hibrida melalui penerapan QFD berdasarkan perhitungan bobot absolut persyaratan teknik dan bobot relatif persyaratan teknik dihasilkan urutan prioritas persyaratan teknik yang memiliki bobot tiga tertinggi pertama yang sama yaitu tingkat senescence, umur tanaman, jumlah gabah isi per malai dan persentase gabah isi per malai. Persyaratan teknik tersebut merupakan langkah teknis utama yang dapat dilakukan oleh pemulia untuk memenuhi harapan utama konsumen yaitu produktivitas tinggi (7-10 ton per hektar), jumlah gabah >120 butir gabah per malai, tingkat rendemen gabah menjadi beras 50-55 persen, memiliki ketahanan terhadap penyakit HDB dan terhadap virus tungro.

Hasil analisis senstivitas harga diketahui rentang harga benih padi VUH yang dapat diterima konsumen (RAP) yaitu antara harga minimum (IPP) Rp 30.000,- per kg dan harga optimum (OPP) Rp 35.000,- per kg. Harga benih padi varietas unggul hibrida saat ini yaitu Rp 50.000,- per kg merupakan harga yang sangat mahal bagi petani.

Berdasarkan hasil penelitian, peneliti memberikan beberapa saran untuk pengembangan padi varietas unggul hibrida, antara lain : (1) Berdasarkan matriks HOQ, padi varietas unggul hibrida belum sepenuhnya dapat memenuhi keinginan konsumen. Oleh karena itu, pemulia perlu menghasilkan padi varietas unggul hibrida yang dapat memenuhi keinginan konsumen dengan memperhatikan matriks HOQ perencanaan padi varietas unggul hibrida yang dihasilkan dalam penelitian ini, (2) Pemulia perlu memfokuskan persyaratan konsumen yang utama dalam pengembangan padi varietas unggul hibrida yaitu produktivitas tinggi (7-10 ton per hektar), jumlah gabah >120 butir gabah per malai, tingkat rendemen gabah menjadi beras 50-55 persen, serta memiliki ketahanan terhadap penyakit HDB dan terhadap virus tungro, (3) Berdasarkan hasil analisis sensitivitas harga disarankan harga benih padi Varietas Unggul Hibrida tidak melebihi batas rentang harga tertinggi (MEP) yaitu Rp.42.500,- per kg karena pada batas tersebut konsumen menganggap bahwa harga benih tersebut sangat mahal. Penentuan harga benih padi hibrida sebaiknya berada pada rentang harga yang dapat diterima oleh konsumen (RAP) yaitu Rp. 30.000,- per kg – 35.000,- per kg, (4) Pemerintah perlu melakukan atau meningkatkan kebijakan teknis yang dapat meningkatkan pengetahuan dan pemahaman mengenai teknik budidaya yang benar dan sesuai anjuran di tingkat petani, (5) Penerapan metode QFD dalam pengembangan padi varietas unggul hibrida dalam penelitian selanjutnya dapat dilakukan dengan menyusun ketiga matriks HOQ selanjutnya yaitu matriks pengembangan bagian, matriks perencanaan proses, dan matriks perencanaan produksi.

(4)

PENERAPAN METODE QUALITY FUNCTION DEPLOYMENT

(QFD) DAN ANALISIS SENSITIVITAS HARGA PADA

PENGEMBANGAN PADI VARIETAS UNGGUL

HIBRIDA

(Kasus : Kecamatan Cigombong, Kabupaten Bogor, Jawa Barat)

HARFIANA H34070017

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada

Departemen Agribisnis

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2011 

(5)

Judul Skripsi : Penerapan Metode Quality Function Deployment (QFD) dan Analisis Sensitivitas Harga pada Pengembangan Padi Varietas Unggul Hibrida

Nama : Harfiana

NIM : H34070017

Disetujui, Pembimbing

Dr. Ir. Rita Nurmalina, MS. NIP . 19550713 198703 2 001

Diketahui

Ketua Departemen Agribisnis Fakultas Ekonomi dan Manajemen

Institut Pertanian Bogor

Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS. NIP. 19580908 198403 1 002

(6)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul “Penerapan Metode Quality Function Deployment (QFD) dan Analisis Sensitivitas Harga pada Pengembangan Padi Varietas Unggul Hibrida“ adalah karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam bentuk daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Juli 2011

Harfiana H34070017

(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Watampone pada tanggal 10 Februari 1989. Penulis adalah anak kedua dari enam bersaudara dari pasangan Ayahanda Alm Abdullah Pide dan Ibunda Hafidah. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD Negeri 27/79 Macege pada tahun 2001 dan pendidikan menengah pertama diselesaikan pada tahun 2004 di SLTP Negeri 04 Watampone. Pendidikan lanjutan menengah atas di SMA Negeri 2 Watampone diselesaikan pada tahun 2007. Semua lembaga pendidikan tersebut berada di Kabupaten Bone Provinsi Sulawesi Selatan.

Penulis diterima pada Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada tahun 2007. Penulis menerima beasiswa dari Djarum Bakti Pendidikan sejak tahun 2009 sampai tahun 2010.

Selama mengikuti pendidikan, penulis tercatat sebagai pengurus

International Association of Students in Agricultural and Related Sciences

(IAAS) divisi Human Resource and Development tahun 2007 – 2010 dan anggota Dewan Perwakilan Mahasiswa divisi Sosial Lingkungan dan Pengembangan Masyarakat tahun 2010.

(8)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala berkah dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Penerapan Metode

Quality Function Deployment (QFD) dan Analisis Sensitivitas Harga Pada

Pengembangan Padi Varietas Unggul Hibrida (Studi Kasus : Kecamatan Cigombong Kabupaten Bogor Jawa Barat)”. Penelitian ini merupakan bagian dari Penelitian Unggulan Departemen (PUD) Perorangan yang berjudul “Pengembangan Padi Hibrida : Pendekatan dari Sisi Produsen dan Konsumen Padi Hibrida”.

Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi persyaratan konsumen dan persyaratan teknik dalam usaha meningkatkan kualitas padi varietas unggul hibrida, mengkaji penerapan metode QFD dalam usaha meningkatkan kualitas padi varietas unggul hibrida, dan menganalisis sensitivitas harga benih padi varietas unggul hibrida di tingkat petani.

Namun demikian, sangat disadari masih terdapat banyak kekurangan karena keterbatasan dan kendala yang dihadapi penulis. Untuk itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun ke arah penyempurnaan pada skripsi ini agar dapat bermanfaat bagi semua pihak.

Bogor, Juni 2011

Harfiana

(9)

UCAPAN TERIMA KASIH

Penyelesaian skripsi ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Sebagai bentuk rasa syukur kepada Allah SWT, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan kepada :

1. Dr. Ir. Rita Nurmalina, MS. selaku dosen pembimbing atas bimbingan, arahan, dukungan, waktu dan kesabaran yang telah diberikan kepada penulis selama penyusunan skripsi ini. Terima kasih atas pelajaran dan pengalaman berharga yang telah diberikan.

2. Ir. Popong Nurhayati, MM selaku dosen penguji utama pada ujian sidang penulis yang telah meluangkan waktunya serta memberikan kritik dan saran yang membangun demi perbaikan skripsi ini.

3. Yeka Hendra Fatika, SP selaku dosen penguji departemen yang telah membantu penulis dengan memberikan saran dan kritik untuk memperbaiki skripsi ini ke arah yang lebih baik.

4. Almarhum Bapak dan Ibu tercinta, Abdullah Pide dan Hafidah Rafik yang selalu memberikan dukungan, cinta kasih, nasehat dan doa yang tiada henti-hentinya. Almarhumah nenek tercinta, Ruwaedah yang telah merawat dan membesarkan saya dengan sepenuh hati. Om Yusuf, tante Rida, kakak dan adik-adik yang saya sayangi atas motivasi, dukungan, keceriaan, dan doa yang diberikan. Bahroin Idris Tampubolon (Beph) atas kasih sayang, canda tawa, ketulusan, dan dukungan yang diberikan.

5. Pak Haji Zakaria, Pak Handi, Pak Haji Ahmad, Pak Mulyadi, dan Pak Jaya selaku Ketua Gapoktan Silih Asih, Ketua Kelompok Tani Harapan Maju, Ketua Kelompok Tani Silih Asuh, Ketua Kelompok Tani Manunggal Jaya, dan Ketua Kelompok Tani Tunas Inti. Pak Abdul Rojak dan Ibu Eka selaku penyuluh di Kecamatan Cigombong serta para petani di Kecamatan Cigombong atas waktu, kesempatan, informasi dan dukungan yang diberikan. 6. Tim Pemulia Padi Hibrida Balai Besar Penelitian Tanaman Padi Sukamandi

Subang atas waktu, kesempatan, informasi dan dukungan yang diberikan. 7. Prof. Dr. Ir. Sriani Sujiprihati, Ms. ; Dr.Ir. Hajrial Aswidinnoor, MSc ; Dr.

Suwarno, Msi atas waktu, kesempatan, informasi dan dukungan yang diberikan.

(10)

8. Agrivinie (Agi) sahabat seperjuangan dalam menyelesaikan penelitian ini. Terimakasih atas kesabaran, perhatian, persahabatan, serta dukungan yang diberikan. Hepi Risenasari (Teh Hepi) atas bimbingan dan arahan dalam proses penyusunan skripsi ini.

9. Sahabat terdekat Detasya Nikita Putri, Risa Maya Putriwindani, Tri Angga Putra (Angga), Mirza P. Rusydi (Icha), Ardiansyah (Anca), Imam Sabil (Sabil) atas persahabatan, tawa, canda, motivasi, pengalaman berharga, dan sahabat yang selalu ada dalam suka dan duka.

10. Sahabat “Sunegh” Agita (gigi), Diyah (didi), Ekasari (echa), Wenti (wewe), Devina (deva) atas canda, tawa, dukungan dan arti persahabatan.

11. Teman-teman seperjuangan Agribisnis angkatan 44 atas semangat kekeluargaan selama kuliah di Agribisnis IPB. Serta seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu, terima kasih atas bantuannya.

Bogor, Juli 2011 Harfiana

(11)

DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL ... i DAFTAR GAMBAR ... iv DAFTAR LAMPIRAN ... v I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1 1.2 Perumusan Masalah ... 6 1.3 Tujuan ... 8 1.4 Manfaat ... 9 1.5 Ruang Lingkup ... 9

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Empiris Padi Hibrida ... 10

2.2 Tinjauan Empiris QFD ... 13

2.3 Tinjauan Empiris Analisis Sensitivitas Harga ... 16

III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis ... 20

3.1.1 Konsep Mutu ... 20

3.1.2 Konsep TQM ... 22

3.1.3 Fokus pada Konsumen ... 23

3.1.4 Konsep QFD ... 23

3.1.4.1 Pengertian QFD ... 23

3.1.4.2 Struktur QFD ... 24

3.1.4.3 Proses QFD ... 25

3.1.4.4 Manfaat QFD ... 27

3.1.5 Analisis Sensitivitas Harga ... 28

3.2 Kerangka Pemikiran Operasional ... 28

IV. METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 32

4.2 Jenis dan Sumber Data ... 32

4.3 Metode Pengambilan Sampel ... 34

4.4 Metode Pengolahan dan Analisis Data ... 35

4.4.1 Tabulasi Deskriptif ... 35

4.4.2 Quality Function Deployment ... 35

4.4.3 Analisis sensitivitas Harga ... 44

4.5 Definisi Operasional ... 46

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Kondisi Geografis ... 49

5.2 Keadaan Sosial dan Ekonomi Penduduk ... 49

5.3 Keadaan Usahatani Padi ... 50

(12)

5.5 Profil Balai Besar Penelitian Tanaman Padi ... 60

5.5.1 Latar Belakang Sejarah ... 60

5.5.2 Struktur Organisasi ... 61

5.5.3 Visi dan Misi ... 61

5.5.4 Tugas Pokok dan Fungi ... 62

5.5.5 Program Penelitian dan Diseminasi ... 62

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Penyusunan Matriks House Of Quality (HOQ) ... 63

6.2 Penyusunan Persyaratan Konsumen (What) ... 63

6.3 Penyusunan Persyaratan Teknik (How) ... 74

6.4 Pengembangan Matriks Hubungan antara Persyaratan Konsumen (What) dan Persyaratan Teknik (How) ... 76

6.5 Pengembangan Matriks Hubungan antar Persyaratan Teknik (How) ... 80

6.6 Penilaian Kompetitif ... 83

6.6.1 Penilaian Kompetitif Konsumen ... 84

6.6.2 Penilaian Kompetitif Teknik ... 85

6.7 Pengembangan Prioritas Persyaratan Konsumen ... 87

6.7.1 Kepentingan Bagi Konsumen ... 87

6.7.2 Nilai Sasaran Persyaratan Konsumen ... 100

6.7.3 Faktor Skala Kenaikan ... 103

6.7.4 Poin Penjualan ... 104

6.7.5 Bobot Absolut Persyaratan Konsumen ... 106

6.8 Pengembangan Prioritas Persyaratan Teknik ... 108

6.8.1 Derajat Kesulitan ... 108

6.8.2 Nilai Sasaran Persyaratan Teknik ... 109

6.8.3 Bobot Absolut Persyaratan Teknik ... 112

6.8.4 Bobot Relatif Persyaratan Teknik ... 114

6.9 Penentuan Arah Pengembangan Persyaratan Teknik ... 116

6.10 Analisis Sensitivitas Harga ... 117

VII. KESIMPULAN DAN SARAN 7.1 Kesimpulan ... 123

7.2 Saran ... 124

DAFTAR PUSTAKA ... 125

(13)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman 1. Produksi Padi Indonesia dan

Kenaikan Produksi Padi pertahun Tahun 2005-2009... 2

2. Kuantitas Impor Beras Indonesia Tahun 2000-2010 ... 4

3. Perbedaan antara Padi Varietas Hibrida dan Varietas Inbrida ... 11

4. Studi Terdahulu ... 19

5. Jenis dan Sumber Data ... 33

6. Sebaran Responden Menurut Usia ... 57

7. Sebaran Responden Menurut Pendidikan Formal ... 58

8. Sebaran Responden Menurut Status Usahatani ... 58

9. Sebaran Responden Menurut Status Penguasaan Lahan ... 59

10. Sebaran Responden Menurut Luas Lahan Garapan ... 59

11. Sebaran Responden Menurut Pendapatan Petani ... 60

12. Karakter Produktivitas Padi VUH ... 64

13. Karakter Umur Panen Padi VUH ... 64

14. Karakter Tingkat Kerontokan Gabah VUH pada Saat Panen dan Pengangkutan ... 65

15. Karakter Tingkat Kerontokan Gabah VUH pada Proses Penggebotan ... 65

16. Karakter Jumlah Anakan Produktif Padi VUH ... 66

17. Karakter Tingkat Kerebahan Tanaman Padi VUH ... 66

18. Karakter Batang Tanaman Padi VUH ... 67

19. Karakter Warna Daun Padi VUH ... 67

20. Karakter Jumlah Gabah VUH Per Malai ... 68

21. Karakter Ukuran Benih Padi VUH ... 68

22. Karakter Daya Berkecambah Benih Padi VUH ... 69

23. Karakter Bentuk Gabah Padi VUH ... 69

24. Karakter Tingkat Rendemen Gabah Menjadi Beras VUH ... 70

25. Karakter Tingkat Kepatahan Beras pada Saat Penggilingan ... 70

26. Karakter Kebeningan Beras ... 71

27. Karakter Tekstur Nasi VUH (Kepulenan) ... 71

(14)

29. Karakter Ketahanan Padi VUH Terhadap Hama Wereng Coklat ... 72

30. Karakter Ketahanan Padi VUH Terhadap Penyakit Hawar Daun Bakteri ... 72

31. Karakter Ketahanan Padi VUH Terhadap Virus Tungro ... 73

32. Karakter Ketahanan Padi VUH Terhadap Penyakit Blas ... 73

33. Persyaratan Konsumen Terhadap Padi Hibrida ... 74

34. Persyaratan Teknik ... 76

35. Matriks Hubungan Persyaratan Konsumen dengan Persyaratan Teknik ... 79

36. Matriks Hubungan Antara Persyaratan Teknik ... 81

37. Penilaian Kompetitif Konsumen ... 85

38. Penilaian Kompetitif Teknik ... 86

39. Tingkat Kepentingan Persyaratan Konsumen Produktivitas Padi VUH Tinggi (7-10 ton per hektar) ... 88

40. Tingkat Kepentingan Persyaratan Konsumen Umur Tanaman Padi VUH 90-120 HST ... 89

41. Tingkat Kepentingan Persyaratan Konsumen Kerontokan Gabah pada saat Panen dan Pengangkutan Rendah (1 – 5 persen) ... 89

42. Tingkat Kepentingan Persyaratan Konsumen Kerontokan Gabah pada saat Proses Penggebotan Mudah Rontok (2-4 penggebotan) ... 90

43. Tingkat Kepentingan Persyaratan Konsumen Jumlah Anakan Produktif > 20 ... 91

44. Tingkat Kepentingan Persyaratan Konsumen Tahan Rebah ... 91

45. Tingkat Kepentingan Persyaratan Konsumen Karakteristik Batang Tanaman VUH Besar dan Kuat ... 92

46. Tingkat Kepentingan Persyaratan Konsumen Daun VUH Berwarna Hijau Tua ... 92

47. Tingkat Kepentingan Persyaratan Konsumen Jumlah Gabah VUH >120 Butir Gabah per Malai ... 93

48. Tingkat Kepentingan Persyaratan Konsumen Benih VUH Berukuran Sedang ... 93

49. Tingkat Kepentingan Persyaratan Konsumen Daya Berkecambah VUH Tinggi (> 80 persen) ... 94

50. Tingkat Kepentingan Persyaratan Konsumen Bentuk Gabah VUH Ramping ... 94 51. Tingkat Kepentingan Persyaratan Konsumen

(15)

Rendah (50-55 persen) ... 95

52. Tingkat Kepentingan Persyaratan Konsumen Patahan Beras VUH Rendah (≤ 30 persen) ... 95

53. Tingkat Kepentingan Persyaratan Konsumen Beras VUH Bening ... 96

54. Tingkat Kepentingan Persyaratan Konsumen Tekstur Nasi VUH Pulen ... 96

55. Tingkat Kepentingan Persyaratan Konsumen Aroma Nasi VUH Sedang ... 97

56. Tingkat Kepentingan Persyaratan Konsumen Ketahanan Terhadap Hama Wereng Coklat ... 97

57. Tingkat Kepentingan Persyaratan Konsumen Ketahanan Terhadap Penyakit Hawar Daun Bakteri... 98

58. Tingkat Kepentingan Persyaratan Konsumen Tahan Terhadap Virus Tungro ... 98

59. Tingkat Kepentingan Persyaratan Konsumen Tahan Terhadap Penyakit Blas ... 99

60. Tingkat Kepentingan Setiap Persyaratan Konsumen ... 100

61. Nilai Sasaran Persyaratan Konsumen ... 101

62. Faktor Skala Kenaikan Setiap Persyaratan Konsumen ... 103

63. Poin Penjualan ... 105

64. Bobot Absolut Persyaratan Konsumen ... 107

65. Derajat Kesulitan Persyaratan Teknik ... 109

66. Nilai Sasaran Persyaratan Teknik ... 111

67. Bobot Absolut Setiap Persyaratan Teknik ... 113

68. Bobot Relatif Setiap Persyaratan Teknik ... 115

69. Arah Pengembangan Persyaratan Teknik ... 117

70. Penilaian Konsumen Terhadap Harga Jual Benih ... 118

(16)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Struktur QFD ... 25

2. Proses QFD ... 26

3. Kerangka Pemikiran Operasional ... 31

4. Proses Matriks HOQ (Matriks Perencanaan produk) ... 42

5. Matriks Struktur QFD Dasar ... 43

6. Struktur Organisasi BB Padi ... 54

(17)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Kebutuhan Beras Nasional ... 128

2. Wilayah Potensial Untuk Pengembangan Padi Hibrida ... 129

3. Varietas Padi Hibrida ... 130

4. Matriks HOQ ... 131

5. Kuesioner Gambaran Usahatani dan Persyaratan Konsumen ... 132

6. Kuesioner Penilaian Kompetitif Konsumen ... 138

7. Kuesioner Tingkat Kepentingan Persyaratan Konsumen ... 139

8. Kuesioner Poin Penjualan ... 140

9. Kuesioner Persyaratan Teknik ... 141

10. Kuesioner Matriks Hubungan antara Persyaratan Konsumen dan Persyaratan Teknik ... 142

11. Kuesioner Matriks Hubungan antara Persyaratan Teknik ... 143

12. Kuesioner Derajat Kesulitan Persyaratan Teknik ... 144

13. Kuesioner Penilaian Kompetitif Persyaratan Teknik ... 145

14. Kuesioner Nilai Sasaran Persyaratan Konsumen ... 146

15. Kuesioner Nilai Sasaran Persyaratan Teknik ... 147

16. Kuesioner Arah Pengembangan ... 148

17. Kuesioner Sensitivitas Harga ... 149

(18)

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Sektor pertanian merupakan salah satu sektor di bidang ekonomi yang memiliki arti dan kedudukan penting dalam pembangunan nasional. Sektor pertanian memiliki berbagai peranan penting yaitu sebagai sumber mata pencaharian sebagian besar penduduk Indonesia, sebagai sumber penghasil bahan makanan, sumber bahan baku industri, penghasil devisa negara dari ekspor komoditinya, bahkan berpengaruh besar terhadap stabilitas dan keamanan nasional. Salah satu komoditas pertanian yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat Indonesia adalah beras. Nurmalina (2007) menyatakan bahwa beras merupakan makanan pokok masyarakat Indonesia yang dikonsumsi hampir 100 persen yaitu 98 persen. Menurut BPS (2009) jumlah konsumsi beras nasional mencapai 139 kilogram per kapita per tahun.

Salah satu tantangan yang dihadapi oleh sektor pertanian adalah peningkatan pertumbuhan penduduk Indonesia. Jumlah penduduk yang semakin meningkat berbanding lurus dengan permintaan terhadap konsumsi pangan, khususnya beras. Saat ini jumlah penduduk Indonesia mencapai 237 juta jiwa. Departemen Pertanian (2007) memproyeksikan kebutuhan beras hingga tahun 2030 dengan asumsi kenaikan jumlah penduduk Indonesia sekitar 0,92 - 1,3 persen per tahun, jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2020 dan 2030 berturut-turut adalah 261,01 dan 286,02 juta jiwa. Proyeksi kebutuhan konsumsi beras nasional akan meningkat berturut-turut 36,32 dan 39,80 juta ton. Kebutuhan akan beras diperkirakan akan terus meningkat seiring dengan meningkatnya pertumbuhan penduduk (Lampiran 1).

Adanya peningkatan konsumsi beras maka produksi beras juga harus ditingkatkan agar tercapai keseimbangan antara permintaan dan penawaran beras. Ketersediaan beras di masyarakat tergantung akan produksi padi nasional. Menurut BPS tahun 2009 produksi dan peningkatan produksi padi dapat dilihat pada Tabel 1.

(19)

Tabel 1. Produksi Padi Indonesia dan Kenaikan Produksi Padi Tahun 2000-2009

Tahun Produksi (ton) Peningkatan (ton)

Persentase Peningkatan (Persen) 2000 51.898.852 - - 2001 50.460.782 -1.438.070 -2.77 2002 51.489.694 1.028.912 2.04 2003 52.137.604 647.910 1.26 2004 54.088.468 1.950.864 3.74 2005 54.151.097 62.629 0.12 2006 54.454.937 303.840 0.56 2007 57.157.435 2.702.498 4.96 2008 60.325.925 3.168.490 5.54 2009 62.561.146 2.235.221 3.71 Sumber : BPS (2009)

Berdasarkan Tabel 1 diketahui bahwa produksi padi mengalami penurunan yaitu dari 51.898.852 ton pada tahun 2000 menjadi 50.460.782 ton pada tahun 2001. Produksi padi mengalami peningkatan pada tahun 2002 menjadi 51.489.694 dengan persentase peningkatan produksi sebesar 2,04 persen. Produksi padi kembali mengalami peningkatan pada tahun 2003 menjadi 52.137.604 ton tetapi mengalami penurunan persentase peningkatan produksi yaitu turun menjadi 1,26 persen. Produksi padi terus meningkat menjadi 54.088.468 ton pada tahun 2004 dengan kenaikan persentase produksi padi sebesar 3,74 persen. Pada tahun 2005 produksi padi mengalami peningkatan yaitu menjadi 54.151.097 ton tetapi peningkatan tersebut mengalami penurunan persentase peningkatan produksi yaitu turun menjadi 0,12 persen. Pada tahun 2006 peningkatan produksi padi tidak terlalu besar yaitu meningkat menjadi 54.454.937 ton atau sebesar 0,56 persen dan pada tahun 2007 - 2009 produksi padi terus meningkat berturut – turut sebesar 57.157.435 ton, 60.325.925 ton, dan 62.561.146 ton dengan persentase peningkatan produksi sebesar 4,96 persen, 5,54 persen, dan 3,71 persen.

Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa produksi padi nasional mengalami peningkatan dari tahun ke tahun, akan tetapi persentase peningkatan produksi padi tersebut mengalami fluktuasi. Hal ini disebabkan oleh

(20)

belakangan ini sering terjadi. Nurmalina (2007) menyatakan bahwa pulau Jawa merupakan sentra produksi beras nasional. Namun masalah sekarang adalah tingginya konversi lahan pertanian ke lahan untuk pemukiman dan industri, sehingga tidak terjadi peningkatan luas tanam padi di pulau Jawa bahkan ada kecenderungan menurun.

Kedua, kondisi lahan pertanian yang mengalami degradasi lahan yang menyebabkan ketidakmampuan lahan pertanian menghasilkan produksi yang optimal. Penggunaan pupuk kimia yang tinggi, pemakaian pestisida kimia secara terus-menerus, dan tidak adanya rotasi penanaman menyebabkan penurunan kesuburan tanah dan penurunan produktivitas lahan. Departemen Pertanian (2009) menyatakan bahwa lahan irigasi teknis pada umumnya berada dalam kondisi “sakit atau lelah“ (fatique) akibat penggunaan input yang tidak tepat. Lahan tersebut dicirikan oleh struktur tanah yang buruk dan kandungan bahan organik yang rendah. Ketiga, perubahan cuaca yang sulit untuk diprediksi juga menyebabkan penurunan produksi lahan. Balai Besar Penelitian Tanaman Padi (2009) menyatakan bahwa salah satu dampak dari pemanasan global yaitu kondisi iklim menjadi sulit untuk diprediksi, sehingga menimbulkan kerugian yang cukup besar baik terhadap penurunan produksi maupun pendapatan petani. Dampak fenomena iklim (kekeringan dan banjir) hingga saat ini masih belum dapat diprediksi secara tepat. Dampak fenomena iklim tersebut sangat terkait erat dengan perkembangan organisme pengganggu tanaman (OPT).

Produksi beras nasional belum mampu memenuhi peningkatan permintaan beras. Konsumsi beras yang tinggi dan tidak diikuti dengan produksi padi yang stabil menyebabkan pemerintah harus mengambil kebijakan impor beras untuk menutupi kekurangan penawaran atas permintaan beras. Menurut BPS (2010) jumlah impor beras pada tahun 2000 sebesar 1.355.665,90 ton dan turun menjadi 644.732,82 ton pada tahun 2001. Jumlah impor beras terbesar terjadi pada tahun 2002 yaitu sebanyak 1.805.379,90 ton. Setelah tahun 2002, jumlah impor beras menurun yaitu menjadi 1.428.505,68 ton pada tahun 2003. Jumlah impor semakin menurun pada tahun 2004 – 2005 yaitu berturut-turut sebesar 236.866,70 ton dan 189.616,61. Impor beras kembali meningkat pada tahun 2006 yaitu sebesar 437.158,53 ton dan terus meningkat hingga mencapai 1.018.155,64 ton pada

(21)

tahun 2007. Pada tahun 2008 – 2009 impor beras menurun berturut-turut sebesar 289.689,41, 250.473,15, dan 171.442,02 ton. Kuantitas impor beras yang dilakukan oleh pemerintah dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Kuantitas Impor Beras Indonesia Tahun 2000-2010

Tahun Impor (Ton)

2000 1.355.665,90 2001 644.732,82 2002 1.805.379,90 2003 1.428.505,68 2004 236.866,70 2005 189.616,61 2006 437.158,53 2007 1.018.155,64 2008 289.689,41 2009 250.473,15 2010 171.442,02 Sumber : BPS (2010)

Kebijakan impor memang dapat memberikan manfaat yaitu mencukupi kekurangan pasokan beras untuk kebutuhan dalam negeri, akan tetapi kebijakan tersebut juga memberikan dampak buruk. Surono dalam Basuki 2008 mengatakan ada dua dampak besar yang ditimbulkan dari impor beras. Pertama harga beras dalam negeri akan tertekan rendah karena menyesuaikan dengan harga beras dunia meskipun telah ditetapkan tarif impor. Kedua aktivitas perdagangan beras antar daerah dan antar waktu menurun karena sumber suplainya lebih terbuka. Pedagang dapat memilihi sumber beras yang lebih menguntungkan yaitu dari impor atau domestik. Daerah tidak harus melakukan pemupukan stok secara berlebihan karena beras setiap saat mudah diperoleh. Berkurangnya aktivitas perdagangan beras antar daerah tersebut dapat menekan harga di daerah produsen karena surplus hasil produksi sulit dipasarkan.

Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk mengurangi kuantitas impor adalah meningkatkan produksi padi/beras nasional. Peningkatan produksi padi dapat dilakukan melalui dua cara yaitu peningkatan luas panen dan peningkatan

(22)

produktivitas padi. Peningkatan luas panen dapat dilakukan dengan caramencari lahan baru yang dapat ditanami tanaman padi untuk memenuhi kebutuhan pangan masyarakat. Perluasan lahan terdiri dari beberapa jenis, diantaranya yaitu perluasan lahan pertanian dengan pembukaan hutan baru, perluasan lahan pertanian dengan pembukaan lahan kering, dan perluasan lahan pertanian lahan gambut. Namun terlepas dari tingginya permintaan beras masyarakat, pembukaan lahan baru ini memerlukan biaya yang besar. Selain itu, pembukaan lahan baru seperti lahan gambut dan lahan hutan dapat menyebabkan rusaknya ekosistem pada lahan-lahan tertentu dan berkurangnya habitat alami hewan di alam. Balai Besar Penelitian Tanaman Padi (2009) menyatakan bahwa alih fungsi lahan biasanya terjadi justru pada lahan-lahan yang subur, sementara upaya perluasan areal baru memiliki tingkat kesuburan yang relatif rendah serta memerlukan biaya yang cukup besar.

Peningkatan produktivitas padi/beras merupakan upaya untuk meningkatkan produksi padi dengan cara mengoptimalkan lahan pertanian yang sudah ada. Salah satu cara yang dapat mendukung peningkatan produktivitas padi adalah dengan menggunakan benih unggul yang didukung dengan pengolahan tanah atau lahan pertanian secara tepat, pengaturan irigasi atau saluran air, pemberian pupuk sesuai aturan, dan pemberantasan hama dengan baik.

Benih padi unggul seperti padi varietas unggul hibrida (VUH) adalah salah satu inovasi teknologi pertanian yang dapat mendukung peningkatan produktivitas padi. Penanaman padi hibrida tidak memerlukan investasi untuk perluasan lahan sawah yang biayanya mahal dan sering menimbulkan konflik sosial maupun lingkungan. Balai Besar Penelitian Tanaman Padi (2007a) menyatakan bahwa berbagai pengujian di Indonesia menunjukkan bahwa padi hibrida dengan keunggulan heterosisnya memiliki daya hasil 10-25 persen lebih tinggi dibanding dengan padi inbrida. Demonstrasi dan uji coba pengembangan padi hibrida yang dilepas Badan Litbang Pertanian melalui program Peningkatan Produktivitas Padi Terpadu (P3T) di tiga belas kabupaten pada tahun 2002-2003 menunjukkan bahwa padi hibrida tersebut memberikan hasil rata-rata 7,35 ton GKG per hektar atau 16,5 persen lebih tinggi dibanding varietas pembanding inbrida dengan hasil 6,31 ton GKG per hektar. Uji coba penanaman padi hibrida di lahan petani di Bali

(23)

memberikan hasil 29,0-34,1 persen lebih tinggi dari IR 64. Bahkan di lokasi dan teknologi yang tepat lainnya hasilnya lebih dari 9 ton per hektar. Data di atas memberikan gambaran bahwa padi varietas unggul hibrida memiliki potensi yang cukup tinggi untuk meningkatkan produktivitas padi nasional.

Suwarno (2004) mengemukakan bahwa keberhasilan Cina, India dan Vietnam dalam menggunakan padi hibrida menunjukkan bahwa padi hibrida merupakan salah satu alternatif dalam upaya meningkatkan produksi padi. Di Cina, padi hibrida ditanam di 15 juta hektar lahan dari total 30 juta hektar lahan padi dan menghasilkan 1,5 ton per hektar gabah lebih banyak daripada varietas unggul HYV (High Yield Variety) pada lahan dengan irigasi. Hal ini juga membuat Cina dapat menghemat hampir 4 juta hektar lahan yang dapat digunakan untuk keperluan lain, seperti budidaya tanaman alternatif atau kawasan perlindungan alam. Penelitian padi hibrida di Indonesia telah dimulai sejak tahun 1983. Sementara lahan sawah irigasi yang potensial untuk menanam padi hibrida tersedia sekitar 5 juta hektar.

Perkiraan luas areal potensial pengembangan padi hibrida di pulau Jawa yaitu 1.653.310 hektar. Jawa Barat merupakan salah satu wilayah potensial yang paling luas yaitu mencapai 690.924,2 hektar. Kabupaten Bogor adalah salah satu wilayah potensial di Jawa Barat untuk pengembangan padi hibrida dengan luas lahan 88.120,1 hektar atau sekitar 13 persen dari wilayah potensial pengembangan padi hibrida di Jawa Barat (Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 2007). Perkiraan luas areal wilayah potensial untuk pengembangan padi hibrida di pulau Jawa dapat dilihat pada Lampiran 2.

Pengembangan padi hibrida merupakan salah satu peluang yang prospektif untuk meningkatkan produksi beras nasional. Oleh karena itu, percepatan pengembangan padi hibrida nasional perlu mendapat perhatian yang lebih besar. 1.2 Perumusan Masalah

Permasalahan yang dihadapi dalam pengembangan padi hibrida di Indonesia adalah sebagian besar varietas padi hibrida yang telah dilepas merupakan varietas impor yang benih tetuanya dipertahankan oleh pemiliknya di luar negeri, tidak boleh dikirim ke Indonesia. Pemerintah Indonesia menerapkan

(24)

hibrida dilakukan di dalam negeri. Kebijaksanaan pemerintah tersebut dapat dimengerti karena padi merupakan komoditas sangat penting dan strategis. Impor benih padi akan mengakibatkan ketergantungan produksi pangan pada negara pengekspor, disamping itu pengalaman dengan beberapa jenis tanaman menunjukkan bahwa terjadinya ledakan hama dan penyakit diduga kuat berkaitan dengan importasi benih (Suwarno 2004).

Menurut Satoto dan Suprihatno (2008), secara umum masalah dan kendala pengembangan padi hibrida di Indonesia antara lain adalah a) produksi benih yang masih rendah di tingkat produsen yaitu hanya menghasilkan satu ton benih padi hibrida per hektar dan sistem perbenihan belum berkembang, b) varietas padi hibrida yang telah dilepas umumnya rentan terhadap hama penyakit utama seperti wereng coklat, hawar daun bakteri (HDB), dan virus tungro, c) harapan petani sangat tinggi, d) beberapa varietas padi hibrida mempunyai mutu beras kurang baik dibandingkan dengan beras terbaik dipasaran, e) keragaan hasil yang tidak stabil yang disebabkan manajemen budidaya yang kurang cocok, f) ketersediaan benih murni tetua dan F1 hibrida kurang memadai, g) hasil belum stabil dan harga benih mahal, h) kebiasaan petani untuk menggunakan benih mereka sendiri, i) perencanan yang kurang akurat untuk mencapai areal yang ditargetkan untuk ditanami padi hibrida, j) kesepahaman antara pihak pemerintah dan swasta untuk menyebarluaskan teknologi padi hibrida kurang memadai.

Kendala lain yang dihadapi dalam mengintroduksi padi hibrida kepada petani adalah harga benih yang relatif tinggi, sementara daya beli mereka relatif rendah. Menurut Sumarno et al. (2008), harga benih hibrida yang ditawarkan Rp. 35.000,00 - 50.000,00 per kg dinilai terlalu mahal oleh petani. Hal ini disebabkan petani belum mengetahui bahwa dalam produksi benih padi hibrida perolehan benih hanya 1.000 kg per hektar, sebagai perbandingan produksi benih padi varietas unggul murni inbrida seperti varietas Ciherang, Mekongga, dan varietas lainnya mampu mencapai 4.000 – 5.000 kg per hektar. Sementara produksi benih padi hibrida di Cina mampu mencapai 2.500 kg per hektar. Hal inilah yang menjadi alasan harga jual benih padi hibrida lebih mahal 700 – 800 persen dari harga benih padi varietas murni inbrida.

(25)

Berdasarkan permasalahan tersebut, diperlukan penelitian-penelitian lebih lanjut untuk mengatasi kelemahan-kelemahan padi hibrida. Peran serta lembaga-lembaga penelitian sangat diperlukan untuk dapat menghasilkan benih-benih padi hibrida yang bermutu tinggi sehingga dapat menghasilkan varietas-varietas padi hibrida sesuai dengan ideotipe atau tipe tanaman ideal yang diingkan konsumen. Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk menghasilkan varietas padi hibrida yang dapat memenuhi keinginan konsumen adalah dengan menerapkan metode

Quality Function Deployment (QFD) dalam pemuliaan padi hibrida.

Pengembangan varietas unggul hibrida juga memerlukan analisis sensitivitas harga, mengingat harga merupakan salah satu indikator penting untuk diterima atau tidak suatu produk yang ditawarkan kepada konsumen. Harga benih padi mempengaruhi besar biaya produksi yang dikeluarkan petani, semakin tinggi harga benih semakin tinggi biaya produksi yang harus dikeluarkan petani. Apabila harga benih mahal maka petani tidak akan menggunakan benih tersebut. Oleh karena itu, perlu diketahui rentang harga benih padi hibrida yang dapat diterima oleh petani.

Berdasarkan hal tersebut, masalah yang dibahas dalam penelitian ini adalah :

1. Bagaimana ideotipe benih padi varietas unggul hibrida yang diinginkan oleh konsumen?

2. Bagaimana penerapan metode QFD (penyusunan matriks HOQ) dalam pengembangan padi varietas unggul hibrida?

3. Bagaimana sensitivitas harga benih padi varietas unggul hibrida? 1.3 Tujuan

Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka penelitian bertujuan untuk : 1. Mengidentifikasi ideotipe padi varietas unggul hibrida yang diinginkan

konsumen.

2. Menerapkan metode QFD (menyusun matriks HOQ) dalam pengembangan padi varietas unggul hibrida (pemuliaan padi hibrida).

(26)

1.4 Manfaat

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai :

1. Bahan masukan bagi pemulia dalam mengembangkan padi varietas unggul hibrida sehingga dapat dihasilkan padi varietas unggul hibrida yang dapat memenuhi keinginan konsumen.

2. Tambahan informasi dan masukan bagi pemerintah dalam upaya penyusunan strategi dan kebijakan pertanian yang lebih baik dan peningkatan kesejahteraan para petani padi varietas unggul hibrida.

3. Bahan informasi bagi pemasar dan pihak-pihak lain yang ingin mengetahui keinginan konsumen terhadap padi varietas unggul hibrida.

4. Bahan masukan bagi penelitian selanjutnya yang berkaitan dengan manajemen mutu dan perilaku konsumen padi varietas unggul hibrida.

1.5 Ruang Lingkup

Ruang lingkup penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Benih padi hibrida yang digunakan sebagai objek penelitian adalah Intani 2 melalui program BLBU SL-PTT dan Non-SL-PTT Kabupaten Bogor Tahun Anggaran 2010 dan dipanen pada bulan Maret 2011, sebagai pembandingnya adalah benih padi inbrida (varietas unggul baru Ciherang) di Kecamatan Cigombong, Kabupaten Bogor, Jawa Barat.

2. Petani padi yang menjadi objek penelitian adalah petani yang pernah menanam padi varietas unggul hibrida (Intani 2) dan padi inbrida (varietas unggul baru Ciherang) di Kecamatan Cigombong.

3. Metode QFD terdiri dari empat matriks, dalam penelitian ini hanya matriks pertama yaitu matriks perencanaan produk.

(27)

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Empiris Padi Hibrida

Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (2007b) mendefinisikan bahwa hibrida adalah turunan pertama (F1) dari persilangan antara dua varietas

yang berbeda. Varietas hibrida mampu berproduksi lebih tinggi dibandingkan varietas inbrida karena adanya pengaruh heterosis yaitu suatu kecenderungan F1 untuk tampil lebih unggul dibandingkan dua tetuanya. Heterosis tersebut dapat muncul pada semua sifat tanaman dan untuk padi hibrida diharapkan dapat muncul terutama pada sifat potensi hasil. Perakitan padi hibrida di Indonesia dilakukan dengan menggunakan tiga galur, yaitu galur mandul jantan (GMJ atau CMS atau A), galur pelestari atau mantainer (B), dan galur pemulih kesuburan atau restorer (R). Galur B dan galur R memiliki tepung sari normal (fertil) sehingga mampu menghasilkan benihnya sendiri. GMJ bersifat mandul jantan sehingga hanya mampu menghasilkan benih bila diserbuki oleh tepung sari dari tanaman lain. GMJ bila diserbuki oleh galur B pasangannya menghasilkan benih GMJ lagi, sedangkan bila diserbuki oleh galur R akan menghasilkan benih F1 hibrida. Hingga tahun 2011 ada 42 varietas benih padi hibrida yang telah dikeluarkan, terdiri dari 17 varietas benih padi hibrida yang dikeluarkan oleh BB Padi dan 12 varietas diantaranya telah dilisensi oleh perusahaan swata serta 25 varietas benih padi hibrida lainnya dikeluarkan oleh perusahaan swasta (Lampiran 3).

Departemen Pertanian (2008) menyatakan keunggulan padi hibrida antara lain : 1) memiliki hasil yang lebih tinggi daripada hasil padi unggul inbrida; 2) vigor lebih baik sehingga lebih kompetitif terhadap gulma; 3) keunggulan dari aspek fisiologi, seperti aktivitas perakaran yang lebih luas, area fotosintesis yang lebih luas, intensitas respirasi yang lebih rendah dan translokasi asimilat yang lebih tinggi; 4) keunggulan pada beberapa karakteristik morfologi seperti sistem perakaran yang lebih banyak dan bobot 1000 butir gabah isi yang lebih tinggi. Kelemahan padi hibrida antara lain : 1) harga benih yang mahal, 2) petani harus membeli benih yang baru setiap kali tanam karena benih hasil sebelumnya tidak dapat dipakai untuk pertanaman berikutnya, 3) tidak setiap galur atau varietas dapat dijadikan sebagai tetua padi hibrida. Tetua jantan hanya terbatas pada galur

(28)

atau varietas yang mempunyai gen R atau yang termasuk restorer saja, 4) produksi benih rumit; 5) memerlukan areal pertanaman dengan syarat tumbuh tertentu.

Sumarno et al (2008) menyatakan bahwa benih padi varietas hibrida dibandingkan dengan padi inbrida berbeda dari segi kontruksi genetiknya, harga benih, dan status biji turunan (F2) bila akan dijadikan benih lagi. Pembentukan

varietas hibrida didasari oleh adanya gejala heterosis, yaitu penampilan (produktivitas) F1 yang lebih tinggi dibandingkan dengan tetuanya atau varietas

murni (inbrida), peningkatan produksi atas varietas hibrida dilaporkan sekitar 20 persen. Perbedaan antara padi hibrida dan padi inbrida dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Perbedaan antara Padi Varietas Hibrida dan Varietas Inbrida

Bentuk Varietas (golongan) Cara Penyerbukan Konstruksi Genotipe Fenotipe Cara Perbanyakan Benih Lini murni

(Inbrida) sendiri homozigot seragam

benih keturunan

Hibrida (F1) silang heterozigot seragam silangan baru

Perbedaan harga benih padi hibrida dengan benih padi inbrida disebabkan produksi benih padi hibrida masih rendah. Sumarno et al (2008) menyatakan bahwa produksi benih padi hibrida di Indonesia baru mencapai 1000 kg per hektar, sebagai perbandingan produksi benih padi varietas unggul murni seperti varietas Ciherang mampu mencapai 4.000 – 5.000 kg per hektar. Hal inilah yang menjadi alasan harga jual benih padi hibrida lebih mahal, 700 – 800 persen lebih tinggi dari harga benih padi varietas murni inbrida. Produksi benih padi hibrida di Cina mampu mencapai 2.500 kg per hektar.

Penelitian yang dilakukan oleh Chanifah (2009) mengenai analisis sikap dan kepuasan petani terhadap atribut benih padi hibrida di Kecamatan Pamijahan Kabupaten Bogor bertujuan untuk menganalisis karakteristik serta proses pengambilan keputusan petani padi, menganalisis sikap dan kepuasan petani terhadap atribut benih padi hibrida dan merekomendasikan alternatif strategi kebijakan yang sesuai dengan perilaku, sikap dan kepuasan petani terhadap atribut

(29)

benih padi hibrida. Alat analisis yang digunakan yaitu model Fishbein, analisis peta persepsi menggunakan alat perceptual mapping, analisis positioning menggunakan Biplot dan analisis kepuasan menggunakan Customer Satisfaction

Index (CSI).

Menurut penelitian ini, responden pengguna padi hibrida Bernas Super kurang menyukai atas kinerja atribut-atributnya. Atribut yang kurang disukai adalah harga benih yang sangat mahal, benih jarang tersedia, rentan terhadap penyakit, harga jual GKG murah, masa panen tidak seragam dan produktivitasnya biasa. Sebagian besar atribut Bernas Super berada pada posisi paling rendah dan dipersepsikan kurang baik dibanding Ciherang dan Situ Bagendit. Penciri utama Bernas Super terletak pada jumlah anakan produktif yang banyak namun memiliki kelemahan pada atribut masa panen tidak seragam, rentan hama penyakit, harga benih mahal, harga jual GKG murah, ketersediaan benih jarang dan produktivitasnya biasa. Responden memiliki tingkat kepuasan yang paling tinggi pada benih padi VUB dibandingkan benih padi hibrida dan tingkat kepuasan paling rendah diperoleh benih padi hibrida Bernas Super.

Manalu (2010) melakukan penelitian mengenai analisis sikap dan kepuasan petani terhadap benih padi hibrida di Kecamatan Baros Kota Sukabumi. Tujuan penelitian ini adalah mengidentifikasi karakteristik petani dan proses pengambilan keputusan petani dalam penggunaan benih padi hibrida Bernas Prima, menganalisis sikap petani terhadap benih padi hibrida Bernas Prima, dan menganalisis kepuasan petani terhadap benih padi hibrida Bernas Prima. Alat analisis yang digunakan yaitu analisis deskriptif, analisis Cochran, analisis Multiatribut Fishbein, Perceptual Mapping, analisis Biplot dan Consumer

Satisfaction Index (CSI).

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa benih padi varietas Ciherang lebih disukai oleh petani dan diangap lebih mampu memenuhi harapan dan kebutuhan petani responden. Benih padi varietas Bernas Prima (hibrida) memiliki keunggulan pada atribut umur tanaman (panen), produktivitas (hasil panen), sertifikasi benih dan tahan rebah tanaman. Benih padi varietas ciherang dianggap memiliki keunggulan pada atribut sertifikasi benih, ketersediaan benih di pasar, harga benih, rasa nasi, patahan beras, ketahanan hama penyakit, harga jual gabah

(30)

kering giling. Sedangkan varietas Sintanur hanya memiliki keunggulan pada atribut kerontokan benih. Penciri utama benih padi hibrida Bernas Prima adalah atribut produktifitas benih tersebut. Tingkat kepuasan petani terhadap padi hibrida Bernas Prima berada pada indeks puas dengan skor 66 persen yang berarti masih ada nilai ketidakpuasan sebesar 34 persen yang perlu diperbaiki.

Basuki (2008) melakukan penelitian mengenai analisis pendapatan usahatani dan faktor-faktor yang mempengaruhi petani untuk menanam padi hibrida. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Cibuaya, Kabupaten Karawang, Jawa Barat. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa usahatani padi hibrida pada musim rendeng 2006/2007 memberikan keuntungan (pendapatan) yang lebih kecil daripada usahatani padi inbrida pada waktu dan tempat yang sama. R/C usahatani padi inbrida yang lebih besar daripada R/C usahatani padi hibrida menandakan bahwa usahatani padi inbrida lebih efisien daripada usahatani padi hibrida. Hasil analisis regresi logistik untuk menentukan faktor-faktor yang mempengaruhi adopsi benih padi hibrida menunjukkan bahwa ada empat variabel yang mempunyai pengaruh signifikan terhadap penerapan benih padi hibrida di Kecamatan Cibuaya yaitu luas lahan, status lahan, rasio pendapatan usahatani padi terhadap pendapatan total, dan umur. Semakin luas lahan yang digarap maka kemungkinan petani untuk mengadopsi padi hibrida semakin tinggi. Petani penggarap bukan pemilik tanah ternyata mempunyai kemungkinan yang lebih tinggi untuk menggunakan benih padi hibrida. Semakin tinggi rasio pendapatan usahatani padi terhadap pendapatan total, semakin kecil kemungkinan petani untuk menggunakan benih padi hibrida. Semakin tua petani maka kemungkinan petani untuk menanam padi hibrida semakin kecil.

2.2 Tinjauan Empiris Quality Function Deployment (QFD)

Hamrah (2007) melakukan penelitian mengenai pengembangan varietas melon melalui metode Quality Function Deployment (QFD). Penelitian ini dilakukan di Kota Bogor dengan melakukan survei terhadap pedagang pengecer dan konsumen langsung buah melon utuh serta survei terhadap pemulia tanaman melon yaitu PKBT IPB dan sebuah perusahaan konsumen benih yang juga sebagai produsen buah melon. Tujuan penelitian ini adalah mengidentifikasi ideotipe melon yang dinginkan konsumen dan menerapkan metode QFD

(31)

(menyusun matriks HOQ) dalam pengembangan varietas melon (pemuliaan melon) di PKBT IPB.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa buah melon yang diinginkan konsumen benih adalah buah melon tanpa jaring, sedangkan buah melon yang diinginkan oleh pedagang pengecer dan konsumen langsung adalah buah melon berjaring. Berdasarkan bobot absolut persyaratan konsumen, urutan persyaratan konsumen yang harus dipenuhi oleh PKBT IPB dalam pengembangan varietas melon tanpa jaring yaitu bobot kecil < 1 kg, bentuk bulat, rasa manis sekali, warna kulit kuning, daging tebal, tekstur daging berserat halus, aroma wangi, ketebalan kulit tipis, kadar air sedikit, daya simpan 5 - 10 hari, warna daging hijau muda kekuningan dan tekstur kulit tidak berjaring. Berdasarkan bobot absolut persyaratan konsumen, urutan prioritas persyaratan konsumen yang harus dipenuhi oleh PKBT IPB dalam pengembangan varietas melon berjaring yaitu daging tebal, kulit tipis, tekstur daging halus tidak berserat, warna kulit hijau kekuningan, aroma wangi, rasa manis, bobot sedang (1 - 2,5 kg), bentuk bulat, warna daging hijau muda kekuningan, tekstur kulit berjaring kasar, kadar air sedang, dan daya simpan 5 - 10 hari.

Berdasarkan bobot absolut persyaratan teknik, urutan prioritas persyaratan teknik yang harus dipenuhi oleh PKBT IPB dalam pengembangan varietas melon tanpa jaring yaitu bobot, ketebalan daging, kadar air, warna kulit, ketebalan kulit, tekstur daging, panjang, lingkar, kadar PTT, bentuk, warna daging, dan kepadatan jala. Sedangkan urutan prioritas persyaratan teknik untuk pengembangan buah melon berjaring yaitu bobot, ketebalan daging, kadar air, warna kulit, ketebalan kulit, tekstur daging, panjang, lingkar, kadar PTT, bentuk, warna daging, dan kepadatan jala.

Berdasarkan bobot relatif persyaratan teknik, urutan prioritas persyaratan teknik yang harus dipenuhi oleh PKBT IPB dalam pengembangan varietas melon tanpa jaring yaitu bobot, ketebalan daging, panjang, lingkar, bentuk, kadar air, ketebalan kulit, warna kulit, kadar PTT, tekstur daging, warna daging, dan kepadatan jala. Sedangkan urutan prioritas persyaratan teknik untuk pengembangan buah melon berjaring yaitu bobot, ketebalan daging, kadar air,

(32)

ketebalan kulit, warna kulit, tekstur daging, bentuk, panjang, lingkar, kadar PTT, warna daging, dan kepadatan jala.

Rahmatika (2008) melakukan penelitian mengenai penerapan Quality

Function Deployment (QFD) untuk mengetahui tingkat kepuasan konsumen

produk biskuit di PT. Arnott’s Indonesia. Penggunaan QFD pada produk PT. Arnott’s Indonesia dimaksudkan untuk mengetahui sejauh mana perusahaan secara teknis mampu memenuhi harapan konsumen. Tahapan penerapan QFD pada perusahaan ini adalah : (1) penentuan produk dan kompetitor, (2) identifikasi kepentingan konsumen, (3) analisis tingkat kepentingan konsumen,(4) analisis tingkat kepuasan produk PT. Arnott’s Indonesia dan kompetitornya, (5) penentuan target produk PT. Arnott’s Indonesia pada masa yang akan datang, (6) penentuan rasio perbaikan (improvement ratio/IR), (7) pembuatan rancangan parameter teknis, (8) analisis hubungan antara kepentingan konsumen dan parameter teknis (matriks korelasi), (9) analisis korelasi antar parameter teknis (matriks trade-off), (10) menyusun perhitungan dan analisis dalam bentuk House of Quality, (11) penyusunan kesimpulan, saran, dan catatan.

Risenasari (2009) melakukan penelitian mengenai penerapan Quality

Function Deployment (QFD) dalam upaya peningkatan kualitas pelayanan

restoran Pringjajar Kabupaten Pealing Jawa Tengah. Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode deskriptif yang menjabarkan gambaran umum perusahaan. Analisis kualitas pelayanan restoran Pringjajar menggunakan metode QFD melalui matriks HOQ. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa persyaratan konsumen yang diinginkan konsumen adalah rasa yang khas, tampilan menu yang menarik, kehigienisan makanan dan perlengkapannya, harga, porsi makanan dan minuman, keragaman dan variasi menu, kemudahan lokasi, kenyamanan tempat, kecepatan penyajian (< 10 menit), kebersihan ruangan, keramahan dan kesopanan pramusaji, penjelasan pramusaji, kecepatan transaksi, tempat parkir yang luas dan nyaman, penataan interior dan eksterior, respon keluhan konsumen dan iklan. Sedangkan persyaratan teknik restoran Pringjajar yaitu suplai bahan baku, penyimpanan bahan baku, preparasi, pemasakan, pelayanan, pembersihan dan pencucian.

(33)

Berdasarkan bobot absolut persyaratan konsumen, urutan prioritas persyaratan konsumen yang harus dipenuhi oleh restaurant Pringjajar yaitu rasa yang khas, prioritas kedua adalah kenyamanan tempat dan kebersihan ruangan, urutan prioritas ketiga adalah kehigienisan makanan dan perlengkapannya, kemudahan lokasi dan tempat parkir luas dan aman, urutan prioritas keempat adalah penataan eksterior dan interior ruangan, urutan prioritas kelima adalah kecepatan penyajian, kecepatan transaksi, dan keramahan pramusaji, prioritas keenam adalah porsi makanan dan minuman, yang terakhir adalah tampilan menu dan penampilan pramusaji. Berdasarkan bobot absolut persyaratan teknik urutan prioritas yang harus dipenuhi restaurant Pringjajar adalah pelayanan, pemasakan, penyimpanan bahan baku, preparasi, suplai bahan baku, pencucian dan pembersihan ruangan. Bobot relatif persyaratan teknik tidak berbeda urutan dengan bobot absolut persyaratan teknik.

2.3 Tinjauan Empiris Harga Benih Padi Hibrida dan Analisis Sensitivitas Harga

Petani pada umumnya mengharapkan padi varietas unggul hibrida memberikan hasil lebih baik dibandingkan padi varietas unggul inbrida. Hal ini didasari oleh harga benih padi hibrida yang delapan kali lebih tinggi dari harga benih padi inbrida. Sujiprihatini et al (2004) dalam makalah yang disampaikan pada Seminar Nasional Padi Hibrida 2004 menyatakan bahwa petani mengharapkan harga benih padi hibrida tidak terlalu mahal. Sejumlah responden 58,8 persen mengharapkan harga benih padi hibrida Rp 10.000,- per kg; 29 persen dapat menerima harga benih padi hibrida sekitar Rp 15.000,- per kg; dan sisanya 11,8 persen dapat membeli padi hibrida dengan harga Rp 17.500,- per kg. Para petani (64 persen) akan menanam padi hibrida setiap musim tanam apabila harga benihnya tidak terlalu mahal, sedangkan 23,5 persen responden akan memperhitungkan untung ruginya. Sementara itu 7,8 persen responden akan mencoba menanam padi hibrida di antara musim tanam dan 3,9 persen responden tetap akan menanam padi inbrida. Petani memperhitungkan untung ruginya apabila akan menanam padi hibrida. Berdasarkan estimasi hasil padi hibrida akan meningkat mencapai 1 ton per hektar lebih tinggi dari padi inbrida, sementara harga benihnya lima kali lebih tinggi dibandingkan padi inbrida, maka 43,1 persen

(34)

responden menyatakan akan menanam padi hibrida, 37,3 persen akan mencoba menanam, dan 15,7 persen menyatakan tetap menanam padi inbrida.

Sumarno et al (2008) melakukan penelitian mengenai pemahaman dan

kesiapan petani mengadopsi padi hibrida di enam kabupaten sentra produksi padi, masing-masing dua kabupaten di Provinsi Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa semua responden belum mengetahui cara pembuatan/produksi benih padi hibrida, dan menilai harga benih yang ditawarkan Rp 35.000,00 - 50.000,00 per kg terlalu mahal bagi petani. Terkait dengan harga benih padi hibrida yang dinilai wajar, petani di Karawang dan Indramayu menyebutkan kisaran harga Rp 10.000,00 – 15.000,00 per kg. Petani Grobogan dan Sragen menginginkan harga pembelian Rp 20.000,00 – 30.000,00 per kg dan petani Ngawi dan Lamongan yang sudah berpengalaman menanam benih jagung varietas hibrida, menyarankan harga benih hibrida Rp 30.000,00 – 35.000,00 per kg. Sebagian besar petani di semua lokasi studi menyatakan belum mampu menyediakan biaya sekitar Rp 500.000,00 per hektar untuk membeli benih hibrida.

Solihin (2009) melakukan penelitian mengenai kepuasan dan sensitivitas harga makanan tradisional gepuk karuhun khas Bogor di Resto Karuhun (PT Anofood Prima Nusantara Bogor). Hasil analisis sensitivitas harga produk gepuk karuhun dibedakan berdasarkan ukuran kemasan. Kemasan besar memiliki tingkat harga tertinggi (MEP) sebesar Rp 94.588 dan tingkat harga terendah (MCP) sebesar Rp 56.136. Tingkat harga tertinggi (MEP) untuk kemasan kecil sebesar Rp 54.434 dan tingkat harga terendah (MCP) sebesar Rp 27.497. Tingkat harga tertinggi (MEP) gepuk per porsinya berada pada harga Rp 11.342 dan rentang harga terendah (MCP) sebesar Rp 5.586. Harga jual gepuk yang dapat diterima konsumen berada dalam rentang harga minimum (IPP) dan harga optimum (OPP) berada pada rentang harga kemasan besar Rp 78.403 – Rp 87.500 dan kemasan kecil Rp 38.951 – Rp 47.500 serta per porsi Rp 7.513 – Rp 9.500.

Hasil beberapa studi literatur pada penelitian terdahulu terdapat beberapa kesamaan yaitu komoditas padi, beberapa atribut benih padi, dan kesamaan penggunaan alat analisis. Atribut benih padi yang digunakan dalam penelitian terdahulu meliputi umur tanaman, produktivitas, ketahanan terhadap hama dan

(35)

penyakit, tahan rebah, rasa nasi, aroma nasi, tingkat kepulenan nasi, warna beras, jumlah anakan produktif, daya berkecambah, tingkat kerontokan gabah, rendemen gabah menjadi beras, dan patahan beras, namun pada penelitian ini ditambahkan beberapa atribut lainnya seperti tingkat kerontokan gabah pada saat panen dan pengangkutan, tingkat kerontokan gabah pada saat penggebotan, karakteristik batang, warna daun, jumlah gabah per malai, ukuran benih, dan bentuk gabah. Perbedaan pada atribut penelitian ini juga terlihat pada atribut-atribut di luar atribut fisik tanaman. Penelitian ini tidak menggunakan atribut harga benih, harga gabah kering giling, ketersediaan benih, dan sertifikasi, namun peneliti menggunakan analisis sensitivitas harga untuk melihat bagaimana rentang harga yang dapat diterima petani terhadap harga benih padi varietas unggul hibrida. Studi terdahulu yang berkaitan dengan penelitian ini secara ringkas dapat dilihat pada Tabel 4.

(36)

Tabel 4. Studi Terdahulu yang Berkaitan dengan Penelitian

Nama Penulis

(Tahun) Judul Keterkaitan

Chanifah (2009)

Analisis Sikap dan Kepuasan Petani terhadap Atribut Benih Padi Hibrida di Kecamatan Pamijahan Kabupaten Bogor

Kesamaan : Komoditas yaitu padi hibrida.

Perbedaan : Alat analisis yang digunakan yaitu model Fishbein, analisis peta persepsi menggunakan alat perceptual mapping, analisis positioning menggunakan Biplot dan analisis kepuasan menggunakan Customer Satisfaction Index (CSI).

Manalu (2010) Analisis Sikap dan Kepuasan Petani terhadap Benih Padi Hibrida di Kecamatan Baros Kota Sukabumi

Kesamaan : Komoditas yaitu padi hibrida.

Perbedaan : Alat analisis yang digunakan yaitu analisis deskriptif, analisis Cochran, analisis Multiatribut Fishbein, Perceptual Mapping, analisis Biplot dan Consumer Satisfaction Index (CSI).

Basuki (2008) Analisis Pendapatan Usahatani dan Faktor-faktor yang Mempengaruhi Petani untuk Menanam Padi Hibrida

Kesamaan : Komoditas yaitu padi hibrida.

Perbedaan : Alat analisis yang digunakan yaitu analisis usahatani dan analisis regresi logistik.

Hamrah (2007) Pengembangan Varietas Melon Melalui Metode Quality Function Deployment (QFD)

Kesamaan : Penggunaan alat analisis yaitu Metode Quality Function Deployment (QFD).

Perbedaan : Komoditas. Rahmatika (2008) Penerapan Quality Function

Deployment (QFD) untuk Mengetahui Tingkat Kepuasan Konsumen Produk Biskuit di PT. Arnott’s Indonesia

Kesamaan : Penggunaan alat analisis yaitu Metode Quality Function Deployment (QFD).

Perbedaan : Komoditas. Risenasari (2009) Penerapan Quality Function

Deployment (QFD) dalam Upaya Peningkatan Kualitas Pelayanan Restoran Pringjajar Kabupaten Pealing Jawa Tengah

Kesamaan : Penggunaan alat analisis yaitu Metode Quality Function Deployment (QFD).

Perbedaan : Objek penelitian yaitu restoran.

Sujiprihatini et al (2004)

Persepsi Petani Terhadap padi Hibrida.

Kesamaan : Komoditas yaitu padi hibrida dan objek penelitian yaitu harga benih padi hibrida.

Perbedaan : Metode dan alat analisis. Sumarno et al

(2008)

Pemahaman dan Kesiapan Petani Mengadopsi Padi Hibrida

Kesamaan : Komoditas yaitu padi hibrida dan objek penelitian yaitu harga benih padi hibrida.

Perbedaan : Metode dan alat analisis. Solihin (2009) Analisis Kepuasan dan

Sensitivitas Harga Makanan Tradisional Gepuk Karuhun Khas Bogor di Resto Karuhun (PT Anofood Prima Nusantara Bogor)

Kesamaan : Alat analisis yaitu analisis sensitivitas harga.

Perbedaan : Objek penelitian yaitu makanan tradisional gepuk.

(37)

III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis

3.1.1 Konsep Mutu

Mutu suatu produk merupakan salah satu faktor penting dalam meningkatkan daya saing suatu produk. Mutu dapat dijelaskan melalui dua sudut, yaitu mutu dari sudut manajemen operasional dan manajemen pemasaran. Dilihat dari sudut manajemen operasional, mutu suatu produk merupakan salah satu kebijaksanaan penting dalam meningkatkan daya saing produk yang harus memberi kepuasan kepada konsumen melebihi atau paling tidak sama dengan mutu produk pesaing. Dilihat dari sudut manajemen pemasaran, mutu produk merupakan salah satu unsur utama dalam bauran pemasaran (marketing-mix), yaitu produk, harga, promosi, dan saluran distribusi yang dapat meningkatkan volume penjualan dan memperluas pangsa pasar perusahaan (Marimin 2004).

Oakland (1993) menyatakan bahwa mutu adalah memenuhi persyaratan konsumen. Deming dalam Nasution (2005) menyatakan bahwa mutu adalah kesesuaian dengan kebutuhan pasar atau konsumen. Perusahaan harus benar-benar dapat memahami apa yang dibutuhkan konsumen atas suatu produk yang akan dihasilkan. Mutu juga didefinisikan oleh Garvin dan Davis dalam Nasution (2005) bahwa mutu adalah suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, manusia/tenaga kerja, proses dan tugas, serta lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan konsumen.

Mutu suatu produk haruslah bersifat dinamis atau dapat dirubah, hal ini mengingat selera atau harapan konsumen pada suatu produk pun selalu berubah. Meskipun tidak ada definisi mengenai mutu yang diterima secara universal, namun dari beberapa definisi di atas terdapat beberapa persamaan, yaitu:

1. Mutu meliputi usaha memenuhi atau melebihi harapan konsumen. 2. Mutu mencakup produk, jasa, manusia, proses, dan lingkungan. 3. Mutu merupakan kondisi yang selalu berubah.

Garvin dan Davis dalam Nasution (2005) mengidentifikasi delapan dimensi yang dapat digunakan dalam menganalisis karakteristik mutu produk, yaitu :

(38)

1. Kinerja (performance), berkaitan dengan aspek fungsional dari produk dan merupakan karakteristik utama yang dipertimbangkan konsumen ketika ingin membeli suatu produk.

2. Ciri-ciri atau keistimewaan tambahan (features), merupakan aspek kedua dari performansi yang menambah fungsi dasar, berkaitan dengan pilihan-pilihan dan pengembangannya.

3. Kehandalan (reliability), berkaitan dengan kemungkinan suatu produk berfungsi secara berhasil dalam periode tertentu di bawah kondisi tertentu. 4. Kesesuaian dengan spesifikasi (conformance to spesifications), berkaitan

dengan tingkat kesesuaian produk terhadap spesifikasi yang telah ditetapkan sebelumnya berdasarkan keinginan konsumen.

5. Daya tahan (durability), berkaitan dengan berapa lama produk tersebut dapat digunakan.

6. Kemampuan pelayanan (service ability), yaitu meliputi kecepatan, kompetensi, kenyamanan, mudah direparasi, penanganan keluhan yang memuaskan.

7. Estetika (esthetics), yaitu daya tarik produk terhadap panca indera.

8. Kualitas yang dipersepsikan (perceived quality), berkaitan dengan perasaan konsumen dalam mengkonsumsi produk dan juga berkaitan dengan reputasi.

Suwarno (2004) berbagai komponen mutu yang digunakan untuk mengevaluasi padi hibrida dalam hubungannya dalam program pemuliaan tanaman yaitu selain berdaya hasil tinggi (10-20 persen) daripada varietas inbrida unggul , padi hibrida juga tahan terhadap hama dan penyakit utama serta bermutu beras baik. Komponen sifat yang menunjang daya hasil antara lain: bentuk tanaman tegak; anakan banyak; batang besar dan kuat; daun tegak, tebal dan berwarna hijau tua; malai lebat; eksersi malai sempurna; kehampaan biji rendah; dan ukuran biji sedang-besar. Ketahanan terhadap hama dan penyakit diutamakan terhadap wereng coklat, hawar daun bakteri, dan virus tungro, sedangkan mutu beras yang dianggap baik antara lain : rendemen giling dan beras kepala tinggi, beras bening dan tidak terdapat pengapuran, serta kadar amilosa sedang hingga agak tinggi (22-26 persen).

(39)

3.1.2 Konsep Total Quality Management (TQM)

Gaspersz (2008) mendefinisikan Total Quality Management sebagai suatu cara meningkatkan kinerja secara terus-menerus pada setiap level operasi atau proses, dalam setiap fungsional dari suatu organisasi, dengan menggunakan semua sumber daya manusia dan modal yang tersedia. Kotler (2005) menyatakan bahwa TQM adalah pendekatan organisasi secara menyeluruh untuk secara berkesinambungan memperbaiki mutu semua proses, produk, dan pelayanan organisasi. Jika perusahaan ingin bertahan dalam persaingan dan memperoleh laba, maka perusahaan tersebut harus menjalankan TQM.

Feigenbaum dalam Marimin (2004) mendefinisikan TQM sebagai suatu sistem yang efektif untuk memadukan pengembangan mutu, pemeliharaan mutu dan usaha-usaha perbaikan mutu dari berbagai kelompok di dalam suatu organisasi untuk memungkinkan produksi barang dan jasa berada pada tingkat paling ekonomis yang memungkinkan kepuasan konsumen terpenuhi. Munurut Render dan Heizer menyatakan bahwa TQM menekankan pada komitmen manajemen untuk memiliki keinginan yang berkesinambungan bagi perusahaan untuk mencapai kesempurnaan di segala aspek barang dan jasa yang penting bagi konsumen. Pendekatan TQM hanya akan tercapai dengan memperhatikan karakteristik TQM sebagai berikut :

1. Dasar strategi.

2. Fokus pada konsumen (internal dan eksternal). 3. Memiliki obsesi yang tinggi terhadap mutu.

4. Menggunakan pendekatan ilmiah dalam membuat keputusan dan menyelesaikan masalah.

5. Memiliki komitmen jangka panjang. 6. Membutuhkan kerjasama tim.

7. Memperbaiki proses secara berkesinambungan. 8. Mengadakan pendidikan dan pelatihan.

9. Memberikan kebebasan yang terkendali. 10. Memiliki kesatuan tujuan.

11. Adanya keterlibatan dan pemberdayaan karyawan.

(40)

3.1.3 Fokus pada Konsumen

Konsumen adalah semua orang yang menuntut kita atau perusahaan untuk memenuhi standar kualitas tertentu, dan karena itu akan memberikan pengaruh pada performa kita atau perusahaan. Menurut Kotler (2005) konsumen adalah orang yang menyampaikan keinginannya kepada kita (perusahaan). Gasperz dalam Nasution (2005) membedakan konsumen ke dalam tiga golongan, yaitu : 1. Konsumen Internal

Konsumen internal adalah orang yang berada dalam perusahaan dan memiliki pengaruh pada performansi pekerjaan (perusahaan).

2. Konsumen Antara

Konsumen antara adalah mereka yang bertindak atau berperan sebagai perantara, bukan sebagai pemakai akhir produk.

3. Konsumen Eksternal

Konsumen eksternal adalah pembeli atau pemakai akhir produk, yang sering disebut sebagai konsumen nyata.

3.1.4 Konsep Quality Function Deployment (QFD) 3.1.4.1 Pengertian QFD

Salah satu alat yang dapat digunakan untuk pelaksanaan TQM adalah

Quality Function Deployment (QFD). QFD berkaitan dengan menetapkan apa

yang akan memuaskan konsumen dan menerjemahkan keinginan konsumen pada desain yang ditargetkan. QFD didefinisikan sebagai suatu proses atau mekanisme terstruktur untuk menentukan kebutuhan konsumen dan menerjemahkan kebutuhan-kebutuhan tersebut ke dalam kebutuhan teknis yang relevan, dimana masing-masing area fungsional dan level organisasi dapat mengerti dan bertindak (Gasperz dalam Nasution, 2005).

Subagyo dalam Marimin (2004) Quality Function Deployment adalah suatu cara untuk meningkatkan kualitas barang atau jasa dengan memahami kebutuhan konsumen, lalu menghubungkannya dengan ketentuan teknis untuk menghasilkan barang atau jasa di tiap tahap pembuatan barang atau jasa yang dihasilkan.

(41)

3.1.4.2 Struktur QFD

Alat utama yang digunakan untuk menggambarkan stuktur QFD adalah Matriks rumah kualitas atau House of Quality (HOQ). Rumah kualitas merupakan teknik grafis untuk menjelaskan hubungan antara keinginan konsumen dan produk atau jasa. Matriks ini menghubungkan keinginan konsumen dengan bagaimana perusahaan melakukan sesuatu untuk memenuhi keinginan tersebut. Menurut Bounds dalam Nasution (2005) rumah kualitas terdiri dari enam tembok/komponen seperti yang dapat dilihat pada gambar 1. Tembok rumah sebelah kiri (komponen 1) adalah masukan konsumen atau persyaratan konsumen. Pada langkah ini, perusahaan berusaha menentukan segala tuntutan yang dikehendaki konsumen dan berhubungan dengan produk. Agar dapat memenuhi persyaratan konsumen, perusahaan mengusahakan spesifikasi kinerja terkini dan mensyaratkan pemasoknya untuk melakukan hal yang sama. Langkah ini digambarkan pada bagian plafon/langit-langit rumah (komponen 2).

Tembok rumah sebelah kanan (komponen 3) merupakan matriks perencanaan. Matriks ini digunakan untuk menerjemahkan persyaratan konsumen ke dalam rencana-rencana untuk memenuhi atau melampaui persyaratan tersebut. Komponen ini meliputi langkah-langkah, seperti menggambarkan persyaratan konsumen pada suatu matriks dan proses pemanufakturan pada matriks lainnya, memprioritaskan persyaratan konsumen, dan mengambil keputusan mengenai perbaikan yang dibutuhkan dalam proses pemanufakturan.

Bagian tengah rumah (komponen 4), persyaratan konsumen dikonversikan ke dalam aspek-aspek pemanufakturan. Bagian bawah rumah (komponen 5) merupakan daftar prioritas persyaratan proses pemanufakturan. Pada bagian atap (komponen 6), langkah yang dilakukan adalah identifikasi trade-off yang berhubungan dengan persyaratan pemanufaktur. Pertanyaan yang akan dijawab dalam komponen 6 adalah, apa yang terbaik dapat dilakukan organisasi dengan mempertimbangkan persyaratan konsumen dan kemampuan pemanufakturan organisasi.

Gambar

Tabel 1.  Produksi Padi Indonesia dan  Kenaikan Produksi Padi Tahun 2000-2009  Tahun  Produksi (ton)  Peningkatan (ton)
Tabel 2.  Kuantitas Impor Beras Indonesia Tahun 2000-2010
Tabel 4.  Studi Terdahulu yang Berkaitan dengan Penelitian
Gambar 3.  Kerangka Pemikiran Operasional  Keterangan :
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan apa yang telah diuraikan pada masing-masing bab sebelumnya, dapat diambil kesimpulan bahwa Kabupaten Lima Puluh Kota memiliki alam yang berpotensi

Banyak siswa saya menanyakan apakah terdapat cara-cara untuk memurnikan segala sesuatu yang mereka persembahkan kepada Buddha dan Bodhisattva karena mereka merasa tidak

Pada bulan Juni 2016, NTPT mengalami kenaikan sebesar 0,49 persen apabila dibandingkan bulan Mei 2016 yaitu dari 97,96 menjadi 98,44 , hal ini terjadi karena laju indeks

67,70, dan tindakan III nilai rata-rata aktivitas menulis karangan narasi siswa adalah 73,95. Nilai rata-rata yang dicapai tersebut menunjukan bahwa aktivitas

Dalam penelitian ini, ternyata dukungan informasi yang diberikan oleh perusahaan tidak bisa disikapi secara sama karena terdapat sejumlah karyawan yang menilai

Berdasarkan hasil penelitian dan pengolahan data yang dilakukan dapat disimpulkan sebagai berikut: Terdapat pengaruh yang signifikan antara latihan Star Drill With Bear Crawl

Berdasarkan tabel 2 dapat dilihat bahwa pasien dengan jenis kelamin perempuan merupakan angka kejadian paling banyak, yaitu 402 pasien atau setara dengan 82,54%, sedangkan

Analisa data yang bersangkutan dengan kondisi finansial perusahaan yang digunakan untuk mengetahui tingkat perkembangan dan perbandingan dari tahun ke tahun yang berdasarkan