• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kerangka Pemikiran Operasional

III. KERANGKA PEMIKIRAN

3.6. Kerangka Pemikiran Operasional

keluarganya; (5) kekurangan modal kerja untuk usahatani; (6) jumlah tabungan kecil; (7) sulitnya memperoleh penggunaan lahan dari pihak lain; (8) sulitnya memperoleh pinjaman kredit modal kerja; (9) harga jual hasil panen tidak stabil; (10) jarangnya keikutsertaan petani dalam penyuluhan yang banyak memberi sumber informasi; (11) perkembangan teknologi yang buruk; (12) tidak mendukungnya kebijakan pemerintah; (13) tidak mendukungnya faktor alam.

3.6. Kerangka Pemikiran Operasional

Tingginya ketergantungan Indonesia terhadap impor beras dunia merupakan salah satu alasan mengapa upaya peningkatan produksi beras nasional melalui program intensifikasi dan ektensifikasi perlu dilakukan. Di lain sisi, salah satu hambatan program intensifikasi maupun ekstensifikasi adalah adanya alih fungsi (konversi) lahan ke penggunaan non pertanian, padahal lahan merupakan faktor produksi utama dalam usaha pertanian. Oleh karena itu, upaya mengendalikan laju konversi sangat penting dilakukan agar Indonesia dapat memenuhi kebutuhan berasnya secara nasional.

Selain adanya konversi lahan pertanian, ketersediaan gabah atau beras juga dipengaruhi oleh laju pertumbuhan penguasaan lahan sawah oleh rumah tangga petani padi. Berdasarkan data hasil Sensus Pertanian 1993 dan 2003, perkembangan penguasaan lahan sawah per rumah tangga petani pengguna lahan (RTP) ternyata cenderung mengalami penurunan. Jumlah rumah tangga petani pengguna lahan yang < 0,49 ha mengalami peningkatan yang cukup besar. Jika pada tahun 1983 jumlahnya sebanyak 7,600,964 RTP, maka pada tahun 2003 jumlahnya menjadi 14,064,589 RTP. Dengan demikian kenaikan jumlah RTP luas lahan <0,49 ha selama 20 tahun sebesar 85,04 persen. Berdasarkan data tersebut, dapat diketahui rata-rata kepemilikan lahan petani pada tahun 1983 sebesar 0,23 ha dan kepemilikan ini semakin kecil karena di tahun 2003 menjadi 0,07 ha. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa kesejahteraan petani semakin berkurang.

Fenomena semakin kecilnya kepemilikan lahan oleh petani diindikasikan hampir tersebar di seluruh wilayah Indonesia, termasuk di Kota Sukabumi. Selain itu, seringkali kecilnya kepemilikan lahan petani diikuti oleh timpangnya distribusi penguasaan lahan. Hal ini disebabkan karena terdapat sebagian kecil individu yang mempunyai akses untuk memiliki lahan dalam jumlah yang relatif luas. Sementara

36 itu, terdapat banyak masyarakat yang tidak memiliki akses untuk menguasai lahan. Ketimpangan yang terkait dengan lahan dapat dibedakan menjadi 2 bagian, yaitu ketimpangan penguasaan lahan, dan ketimpangan pengusahaan lahan. Indikator untuk melihat besar kecilnya ketimpangan adalah dengan cara melihat atau menghitung indeks Gini berdasarkan lahan milik, lahan yang dikuasai, dan lahan yang diusahakan oleh Rumah Tangga Petani.

Penguasaan dan pengusahaan lahan merupakan konsep yang berbeda. Seorang petani dapat menguasai lahannya melalui cara : (1) memperoleh hak waris; (2) membeli; (3) menyewa; (4) menggadai; (5) menyakap; dan (6) meminjam. Petani yang memperoleh lahan melalui hak waris dan membeli selanjutnya mengusahakan lahannya hak miliknya disebut sebagai petani pemilik. Sedangkan petani yang menguasai lahan dengan menyewa, gadai, sakap, dan pinjam selanjutnya disebut petani penggarap.

Tidak setiap lahan yang dimiliki dan dikuasai akan dimanfaatkan oleh petani untuk kegiatan produksi. Lahan yang dikuasai petani selanjutnya dimanfaatkan disebut dengan lahan yang diusahakan. Luas lahan yang diusahakan tidak akan melebihi luas lahan yang dikuasai petani. Oleh karena itu, indikator yang tepat untuk mengukur keragaan kesejahteraan petani adalah indikator pengusahaan lahan.

Ketersedian lahan sawah disuatu wilayah dalam jangka panjang cenderung berkurang karena adanya alih fungsi dari lahan pertanian ke lahan non pertanian, sebagai akibat dari pertumbuhan penduduk dan pembangunan diluar sektor pertanian. Meskipun demikian dalam jangka pendek ketersedian lahan sawah di suatu wilayah relatif tetap. Mengingat ketersediaan lahan relatif tetap, maka hal pertama yang menarik untuk dikaji adalah seberapa jauh ketimpangan lahan yang dikuasai dan diusahakan oleh petani yang terdapat disuatu wilayah. Dengan memahami ketimpangan dalam penguasaan lahan akan memudahkan untuk memberikan dugaan awal terhadap keragaan kesejahteraan petani. Ketimpangan dalam penguasaan lahan memberikan gambaran distribusi petani dalam menguasai lahan. Penguasaan lahan dikatakan timpang jika terdapat sebagian kecil petani menguasai lahan dalam jumlah banyak, atau terdapat sebagian besar petani menguasai lahan relatif kecil. Indikator ketimpangan yang digunakan untuk melihat

37 ketimpangan penguasaan lahan adalah indeks gini yang dikembangkan oleh Oshima pada tahun 1976. Pada wilayah yang penguasaan lahannya relatif timpang, karekteristik petani nya biasanya didominasi oleh penggarap dengan pengusahaan lahan yang relatif kecil. Besarnya penggarap disebabkan karena adanya tekanan permintaan penguasaan lahan oleh petani penggarap dan ketidakmampuan atau keterbatasan pemilik lahan untuk mengusahakan semua lahan yang dikuasainya.

Akses untuk mengusahakan lahan sangat dipengaruhi oleh banyak faktor. Berdasarkan penelitian terdahulu, faktor-faktor yang diduga mempengaruhi pengusahaan lahan adalah status penguasaan lahan (terdiri dari: kelompok status pemilik, kelompok status pemilik dan penggarap, serta kelompok status penggarap), umur, pendidikan, pengalaman bertani, jumlah tanggungan keluarga, jumlah keluarga yang bekerja di sektor pertanian, jumlah hari kerja, jumlah organisasi yang diikuti, interaksi pertemuan di kelompok tani, hutang, aset, luas lahan sawah yang dikuasai, luas lahan milik, produktivitas padi, biaya usahatani, penerimaan usahatani, dan pendapatan usahatani.

Umur petani diperkirakan akan mempengaruhi luasnya lahan yang diusahakan. Semakin tua umur petani, kekuatan fisiknya semakin berkurang, sehingga produktifitas dalam bekerja akan mengalami penurunan. Penurunan produktifitas yang dialami petani tua terlihat dari semakin (1) berkurangnya luas sawah yang diusahakan; (2) semakin sedikitnya curahan waktu berusahatani; (3) penyerahan pengusahaan oleh petani lain melalui mekanisme sewa, sakap dan gadai. Dengan demikian, umur petani diduga akan memiliki hubungan yang terbalik dengan penguasaan lahan. Jika semakin tua umur petani, maka semakin kecil penguasaan lahan petani;

Pendidikan yang diterima petani diperkirakan akan mempengaruhi luas lahan yang diusahakan. Pendidikan yang diterima petani diperoleh melalui pendidikan formal dan non formal. Pendidikan formal terlihat dari kelulusan petani dalam menempuh jenjang pendidikan formal seperti SD, SMP, SMA dan perguruan tinggi. Pendidikan non formal yang dimiliki petani dapat diperolah dari belajar terhadap orang tua atau masyarakat sekitarnya, belajar dari pengalaman, dan berbagai macam pelatihan yang pernah diikuti petani baik sendiri maupun melalui organisasi (kelompok tani). Pendidikan yang berhasil akan mempengaruhi

38 pola pikir dan prilaku petani yang tercermin dari ketekunan bekerja dan produktifitas petani. Dengan demikian, pendidikan diduga akan memiliki hubungan yang searah dengan penguasaan lahan. Semakin lama petani mampu mengenyam pendidikan, maka semakin luas penguasaan lahan petani.

Pengalaman bertani diperkirakan akan mempengaruhi terhadap luas lahan sawah yang diusahakan. Lama pengalaman bertani dapat mempengaruhi petani dalam mengelola kegiatan usahatani yang dijalankan. Semakin lama pengalaman bertani, maka kemampuan petani dalam mengelola kegiatan usahataninya akan semakin baik. Dengan demikian, pengalaman bertani diduga memiliki hubungan yang searah dengan penguasaan lahan. Semakin lama pengalaman bertani, maka semakin luas penguasaan lahan petani.

Jumlah tanggungan keluarga diperkirakan akan mempengaruhi terhadap luas lahan sawah yang diusahakan. Semakin banyak jumlah tanggungan keluarga petani, maka semakin banyak pengeluaran rumah tangga petani yang harus ditutupi. Pada kondisi demikian, petani akan berusaha untuk mengoptimalkan pendapatan rumah tangga melalui; (1) peningkatan pendapatan dari hasil pertanian; (2) meningkatkan pendapatan dari luar pertanian. Bagi petani padi, salah satu upaya untuk meningkatkan pendapatannya adalah dengan cara meningkatkan luas pengusahaan lahan sawahnya. Jika hal ini sulit dilakukan maka petani akan berupaya untuk mengoptimalkan perolehan pendapatan dari luar usahatani. Dengan demikian, mengingat ketersediaan lahan relatif terbatas, jumlah tanggungan keluarga diduga memiliki hubungan yang terbalik dengan penguasaan lahan. Semakin banyak jumlah tanggungan keluarga petani, maka semakin kecil penguasaan lahan petani.

Jumlah anggota keluarga yang bekerja di sektor pertanian diduga mempengaruhi terhadap luas sawah yang diusahakan. Anggota keluarga dalam rumah tangga petani terdiri dari kepala keluarga, istri dan anak. Semakin banyak jumlah keluarga yang bekerja di sektor pertanian, maka ketersedian tenaga kerja keluarga semakin besar. Jika ketersediaan tenaga kerja ini diikuti dengan adanya akses terhadap pengusahaan lahan, maka luas pengusahaan lahan sawah akan mengalami peningkatan.

39 Jumlah hari kerja diperkirakan akan mempengaruhi terhadap luas pengusahaan lahan sawah. Semakin tinggi intensitas petani bekerja dan mengalokasikan waktunya untuk kegiatan usahatani padi, maka produktifitas petani dalam bekerja pun semakin tinggi dan petani semakin memiliki keinginan untuk semakin meningkatkan penguasaan lahannya. Dengan demikian semakin lama jumlah hari kerja, maka semakin luas penguasaan lahan petani.

Jumlah organisasi yang diikuti diperkirakan akan mempengaruhi terhadap luas pengusahaan lahan sawah petani. Jika semakin banyak jumlah organisasi yang diikuti petani, maka waktu yang tersedia bagi petani untuk melakukan aktivitas usahataninya pun semakin sedikit dan terhambat oleh berbagai kesibukan yang ditimbulkan karena aktivitas untuk memajukan semua organisasi tersebut. Oleh karena itu, petani akan menyewakan lahannya kepada orang lain agar lahan tersebut masih tetap bermanfaat. Dengan demikian, semakin banyak jumlah organisasi yang diikuti petani, maka semakin kecil luas penguasaan lahan petani. Interaksi pertemuan di kelompok tani diduga turut mempengaruhi luas pengusahaan lahan sawah. Semakin banyak interaksi pertemuan di kelompok tani, maka semakin banyak informasi atau pengetahuan yang petani dapatkan agar aktivitas usahataninya semakin baik. Selain itu, akses petani untuk meningkatkan penguasaan lahannya pun lebih terbuka dibandingkan dengan petani yang jarang mengikuti pertemuan di kelompok tani, karena petani melakukan sosialisasi dengan banyak petani lainnya. Dengan demikian, interaksi pertemuan di kelompok tani diduga memiliki hubungan yang searah dengan penguasaan lahan. Semakin banyak interaksi pertemuan di kelompok tani, maka semakin luas penguasaan lahan petani.

Hutang yang dimiliki petani akan mempengaruhi terhadap luas pengusahaan lahan sawah. Hutang merupakan jumlah kewajiban yang harus dibayarkan petani kepada pihak lain yang telah memberikan pinjaman. Dengan semakin banyaknya hutang, ketersedian kas untuk berusahatani semakin terbatas. Ketersedian kas yang terbatas akan mempengaruhi terhadap penggunaan teknologi. Seperti diketahui, untuk mendapatkan hasil panen yang baik, petani harus menggunakan benih yang bersertifikat, pupuk sesuai rekomendasi, obat obatan untuk pengendalian hama dan penyakit tanaman serta tenaga kerja yang

40 mampu melaksanakan tahapan proses budidaya dengan baik. Semuanya memerlukan ketersedian kas yang memadai untuk membeli input dan membayar upah tenaga kerja. Jika ketersedian kas berkurang, dan berimplikasi terhadap penggunaan input yang seadanya, maka produksi yang dihasilkan tidak akan optimal. Untuk mengatasi kurangnya ketersedian kas, banyak petani yang pada akhirnya terlilit hutang. Dengan demikian hutang akan mengakibatkan insentif dan posisi tawar petani menjadi berkurang. Bagi petani dalam kondisi ini, akan sulit untuk meningkatkan luas pengusahaan sawahnya.

Aset yang dimiliki petani akan mempengaruhi terhadap pengusahaan lahan sawah. Aset merupakan jumlah kekayaan baik dalam bentuk uang maupun dalam bentuk benda berharga yang dimiliki petani. Semakin besar aset yang dimiliki petani, maka akses untuk menguasai lahan akan semakin besar. Dengan demikian semakin besar aset yang dimiliki petani, maka peluang petani untuk meningkatkan pengusahaan lahan sawahnya semakin besar.

Luas lahan yang dikuasai akan mempengaruhi terhadap luas pengusahaan lahan sawah. Tidak setiap lahan yang dikuasai petani diusahakan semuanya. Luas lahan yang diusahakan tidak akan melebih luas lahan yang dikuasai. Dengan demikian semakin besar luas lahan yang dikuasai akan meningkatkan luas lahan yang diusahakan.

Berdasarkan status penguasaan lahannya petani dapat dikelompok menjadi petani petani pemilik, petani penggarap dan petani pemilik, serta petani penggarap. Petani pemilik merupakan petani yang memiliki lahan sendiri, sedangkan petani penggarap merupakan petani yang mengusahakan lahan milik orang lain. Petani pemilik dan penggarap merupakan petani yang mengusahakan lahan milik sendiri dan lahan milik orang lain. Selama petani memiliki lahan sendiri, mereka akan mengusahakan lahan tersebut dengan baik. Dengan demikian semakin luas lahan hak milik yang dimiliki petani akan semakin luas pengusahaan lahannya.

Produktifitas merupakan indikasi produksi yang dihasilkan petani per satuan lahan. Berdasarkan perhitungan nasional, rata rata produktifitas padi nasional sekitar 4,9 ton GKG/Ha. Produktivitas merupakan output dari proses budidaya. Jika tahapan budidaya dilakukan dengan baik, maka produksi yang dihasilkan akan baik juga. Produktivitas seorang petani dengan petani akan berbeda beda.

41 Ketersediaan gabah atau padi akan relatif besar bagi petani yang memiliki tingkat produktivitas yang relatif lebih tinggi dibandingkan dengan petani lainnya. Dengan demikian beras yang bisa dijual atau ditahan (stock untuk keperluan konsumsi dan jaga jaga) akan relatif lebih banyak. Dengan demikian pilihan untuk mengambil keputusan akan lebih leluasa, misalnya menjual semuanya atau menahan sebagian atau semuanya. Implikasi dari peningkatan produktivitas dapat direspon oleh petani pada jangka panjang dengan cara meningkatkan luas pengusahaan lahan sawahnya. Akan tetapi jika akses untuk meningkatkan luas pengusahaan terbatas, maka peningkatan produktivitas padi akan berpengaruh terhadap ketersedian beras di tingkat rumah tangga.

Pendapatan yang diperoleh dari petani akan mempengaruhi terhadap luas pengusahaan lahan sawah. Semakin tinggi pendapatan, maka motivasi berusaha akan semakin tinggi. Jika hal ini diikuti oleh peningkatan modal usahatani, maka kemampuan petani untuk meningkatkan penguasaan lahannya semakin besar, akan tetapi jika dengan modal yang cukup, akses terhadap lahan masih sulit karena ketersedian lahan yang relatif terbatas, maka kelebihan modal usahatani akan dikonversi menjadi modal untuk usaha lainnya.

Untuk mengetahui hubungan diantara faktor-faktor tersebut digunakan analasis korelasi dan regresi. Dengan analisis korelasi dapat diketahui besarnya hubungan diantara dua variabel. Sedangkan dengan analisis regresi dapat diketahui besarnya hubungan serta nyata atau tidaknya hubungan antara pengusahaan lahan dengan semua faktor-faktor yang mempengaruhinya.

Untuk mengetahui hubungan antara pengusahaan lahan sawah dengan pendapatan usahatani padi dilakukan dengan menggunakan analisis regresi. Di dalam analisis ini, petani dibedakan berdasarkan status penguasaan lahannya, yaitu petani pemilik, petani pemilik dan penggarap, serta petani penggarap. Kerangka pemikiran operasional hubungan pengusahaan lahan sawah dengan pendapatan usahatani padi di Kelompok Tani Harum IV, Kelurahan Situmekar, Kecamatan Lembursitu, Kota Sukabumi dapat dilihat pada Gambar 1.

42

Gambar 1. Kerangka pemikiran operasional hubungan penguasaan lahan sawah dengan

pendapatan usahatani padi di Kelompok Tani Harum IV, Kelurahan Situmekar, Kecamatan Lembursitu, Kota Sukabumi Tahun 2011

Makin meningkatnya Rumah Tangga Petani, sementara penguasaan dan pengusahaan lahan pertanian per keluarga petani semakin kecil, disertai dengan timpangnya kepemilikan lahan (ST 1983, 1993, 2003)

Rumah Tangga Petani

Aktifitas Budidaya (on farm activities) Lahan Kepemilikan dan Penguasaan Lahan Pertanian Pengusahaan Lahan Pertanian Biaya Usahatani Penerimaan Usahatani Analisis pendapatan usahatani padi

1. Status penguasaan lahan (terdiri dari kelompok status pemilik, pemilik dan penggarap, serta penggarap)

2. Umur 3. Pendidikan 4. Pengalaman bertani 5. Jumlah tanggungan keluarga

6. Jumlah keluarga yang bekerja di sektor pertanian 7. Jumlah hari kerja

8. Jumlah organisasi yang diikuti 9. Interaksi pertemuan di kelompok tani 10. Hutang

11. Aset

12. Luas lahan sawah yang dikuasai 13. Luas lahan milik

14. Produktivitas padi 15. Biaya usahatani 16. Penerimaan usahatani 17. Pendapatan usahatani

1) Bagaimana pola distribusi penguasaan lahan petani?

2) Apakah terdapat perbedaan pendapatan usahatani padi sawah berdasarkan status penguasaan lahan sawahnya?

3) Apakah terdapat hubungan antara pengusahaan lahan sawah dengan pendapatan usahatani padi?

4) Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi pengusahaan lahan sawah petani padi?

Struktur kepemilikan, penguasaan, dan pengusahaan lahan (Indeks Gini) Analisis hubungan pengusahaan lahan sawah dan

pendapatan usahatani padi (Analisa Regresi)

Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi status pengusahaan lahan sawah petani padi (Analisis Korelasi dan Regresi)

43

Dokumen terkait