• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kerangka teori merupakan pendukung dalam membangun atau berupa penjelasan dari permasalahan yang di analisis. Teori dengan demikian memberikan penjelasan dengan cara mengorganisasikan dan mensistematisasikan masalah yang dibicarakan. Solly Lubis memberikan pengertian kerangka teori adalah pemikiran atau butir-butir pendapat, teori, tesis mengenai suatu kasus atau permasalahan yang dapat menjadi bahan perbandingan dan pegangan teoritis, hal mana dapat menjadi

masukan eksternal bagi penulis.25 Teori berfungsi untuk menerangkan atau menjelaskan mengapa gejala spesifikasi atau proses tertentu terjadi.26

Di tingkat perusahaan, pekerja dan pengusaha adalah dua pelaku utama hubungan industrial, baik pihak perusahaan maupun pekerja mempunyai hak yang sama dan sah untuk melindungi hal-hal yang dianggap sebagai kepentingannya masing-masing, juga untuk mengamankan tujuan-tujuannya, termasuk hak untuk melakukan tekanan untuk melakukan kekuatan bersama bila di pandang perlu. Di satu sisi, pekerja dan pengusaha mempunyai kepentingan yang sama, yaitu kelangsungan hidup dan kemajuan perusahaan, tetapi di sisi lain hubungan antar keduanya juga mempunyai potensi konflik, terutama apabila berkaitan dengan persepsi atau interprestasi yang tidak sama tentang kepentingan masing-masing pihak.

Ada 3 (tiga) pandangan mengenai konflik yang terjadi di perusahaan :27 yakni pertama, pandangan tradisional yang memandang konflik merupakan hal yang tidak diinginkan dan berbahaya bagi perusahaan, maka konflik merupakan akibat adanya kesalahan dalam perusahaan sehingga harus dibetulkan supaya semua fungsi dalam perusahaan dapat berintegrasi dengan baik. Kedua, pandangan prilaku yang menyatakan konflik adalah suatu peristiwa yang sering terjadi dalam kehidupan perusahaan, jadi konflik dapat menguntungkan juga merugikan. Ketiga, pandangan

25

Solly Lubis, Filsafat Ilmu dan Penelitian, (Bandung : Bandar Maju, 1994), hlm.80. Kerangka teori juga merupakan landasan dari teori atau dukungan teori dalam membangun atau memperkuat kebenaran dari permasalahan yang di analisis, JJJ M Wuisman, Penelitian Ilmu-Ilmu

Sosial, Asas-Asas, (Jakarta : Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 1996), hlm. 203. 26

JJJ M Wuisman, Ibid, hlm 203. Menurut Solly Lubis, fungsi teori mempunyai maksud dan tujuan untuk memberikan pengarahan kepada penelitian yang akan dilakukan, Ibid, hlm.27.

27

D Koeshartono dan M.F.Shellyana Junaidi, Hubungan Industrial : Kajian Konsep dan

modern yakni bahwa kesadaran bahwa konflik dalam perusahaan tidak dapat dihindari bahkan diperlukan.

Konflik atau sengketa dapat terjadi setiap saat karena akibat timbulnya keadaan yang sekilas tampak tidak berarti dan kecil sehingga terabaikan. Konflik biasanya muncul secara tiba-tiba dan tidak disangka-sangka, atau dapat terjadi tanpa diperhitungkan sebelumnya. Priyatna Aburrasyid berpendapat, perselisihan atau sengketa secara umum dapat berkenaan dengan hak-hak, status, gaya hidup, reputasi atau aspek lain dalam kegiatan perdagangan atau tingkah laku pribadi, diantaranya 28: 1. Kenyataan yang mungkin timbul akibat kredibilitas para pihak itu sendiri, atau dari data yang diberikan oleh pihak ketiga termasuk penjelasan- penjelasan tentang kenyataan-kenyataan data tersebut ;

2. Masalah hukum yang pada umumnya akibat dari pendapat atau tafsiran penyelesaian sengketa yang diberikan oleh para ahli hukum yang terkait ; 3. Akibat perbedaan teknis termasuk perbedaan pendapat dari para ahli

teknik dan profesionalisme dari para pihak ;

4. Perbedaan pemahaman tentang sesuatu hal yang muncul, misalnya dalam penggunaan kata-kata yang membingungkan atau adanya perbedaan asumsi ;

5. Perbedaan presepsi mengenai keadilan, konsep keadilan dan moralitas, budaya, nilai-nilai dan sikap.

Penelitian ini menggunakan teori Labor Management Cooperation sebagaimana ditegaskan oleh E. Brock bahwa negara harus mengembangkan satu suasana kerjasama yang utuh berdasarkan konsep nilai luhur yaitu kesetaraan dan sikap saling menghormati antara pekerja dan pengusaha29. Teori ini akan

28

Priyatna Abdurrasyid, Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, (Jakarta : PT. Fikahati Aneska, 2002), hlm. 5-6.

29

Stephen I Schollessberg dan Steven M Fetler dalam Surya Perdana, Mediasi Merupakan

Salah Satu Cara Penyelesaian PHK pada Perusahaan di Sumatera Utara, (Medan, Program

menjelaskan bahwa penyelesaian di luar pengadilan merupakan usaha untuk menyelaraskan kepentingan antara pekerja dan pengusaha apabila terjadi perbedaan pendapat dan bahkan perselisihan. Selain itu penyelesaian di luar pengadilan merupakan implementasi dari nilai-nilai luhur masyarakat Indonesia yaitu musyawarah untuk mufakat. Musyawarah untuk mufakat merupakan bagian dari budaya manusia, sementara kesepakatan yang dilakukan antara pengusaha dan pekerja mengandung komponen budaya yaitu budaya hukum.

Faktor budaya suatu masyarakat juga menjadi alasan masyarakat untuk melakukan pilihan penyelesaian sengketa alternatif. Kaitannya dengan budaya, Satjipto Raharjo mengemukakan :

Memang tidak dapat di sangkal bahwa musyawarah untuk mufakat itu merupakan sebagian dari kekayaan kebudayaan Indonesia namun dalam konteks masyarakat yang semakin terbuka dan individualistis serta pengorganisasian masyarakat secara modern rasional, maka pranata tersebut masih membutuhkan penyempurnaan secara kelembagaan serta penghayatan oleh masyarakat Indonesia sendiri.30

Berdasarkan hal itu agar budaya musyawarah bisa menjadi bagian perilaku masyarakat Indonesia atau meningkatkan penggunaan penyelesaian sengketa, perlu adanya langkah-langkah terencana untuk mewujudkan keinginan tersebut. Di dalam masyarakat yang mempunyai budaya gotong royong, tenggang rasa, musyawarah, dan guyub (gemeinschaft) seperti di Indonesia, keberadaan mekanisme penyelesaian sengketa win-win solution, yang mendasarkan pada konsensus dan musyawarah

30

sebenarnya pernah atau masih berlangsung dalam praktik-praktik penyelesaian sengketa di masyarakat.

Saat ini nilai-nilai luhur yang dimiliki oleh masyarakat Indonesia tersebut di atas belum dikembangkan secara rasional ilmiah untuk menyelesaikan sengketa- sengketa dari yang sederhana sampai sengketa modern yang multi komplek. Merasionalkan budaya musyawarah yang dimaksudkan di sini adalah tidak lagi menganggap budaya musyawarah sebagai given, tapi harus diperjuangkan terus menerus secara rasional untuk bisa digunakan menyelesaikan sengketa, dari yang sederhana sampai yang rumit sekalipun.

Apabila terjadi perselisihan antara pekerja dengan pengusaha hendaknya dapat diselesaikan dengan cara musyawarah untuk mufakat yang merupakan nilai- nilai yang mendapat dukungan kuat dari masyarakat dan lebih menjamin terciptanya perdamaian. Nilai-nilai tersebut cenderung memberikan tekanan pada hubungan personal, solidaritas komunal, serta penghindaran terhadap perselisihan.

Terkait dengan peran pemerintah dalam penyelesaian perselisihan antara pekerja dengan pengusaha ini, pemerintah masih ikut campur dalam sengketa antara pekerja dengan pengusaha, khususnya terlihat dalam proses mediasi. Hal ini dikarenakan lembaga mediasi dianggap sebagai lembaga semi-otonomi. Di dalam proses mediasi, pihak mediator harus berasal dari pemerintah yakni pegawai dari Dinas Tenaga Kerja. Pemerintah masih menganggap perlu campur tangan untuk mengamankan kepentingannya menjaga keharmonisan hubungan industrial.

Peran pemerintah tersebut harus disesuaikan dengan kondisi ketatanegaraan Indonesia saat ini. Adanya otonomi daerah seperti sekarang ini, berdasarkan Pasal 14 ayat (1) Huruf H Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah, disebutkan bahwa urusan yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah untuk kabupaten dan kota merupakan urusan yang berskala kabupaten atau kota meliputi bidang ketenagakerjaan.31

Pemerintah (negara) harus mampu memposisikan dirinya sebagai regulator yang bijak melalui sarana pembentukan dan pelaksanaan hukum ketenagakerjaan, dikarenakan hukum ketenagakerjaan akan menjadi sarana utama untuk menjalankan kebijakan pemerintah di bidang ketenagakerjaan itu sendiri. Kebijakan ketenagakerjaan (labour policy) di Indonesia dapat di lihat dalam Undang-Undang Dasar 1945 sebagai konsitusi negara, juga dalam peraturan perundang-undangan terkait.32

2. Konsepsi

Agar tidak terjadi kesalahpahaman dalam memahami istilah atau konsep yang dipergunakan, maka akan diberikan definisi operasional sebagai berikut :

Perselisihan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah perselisihan antara pekerja dengan pengusaha. Sengketa yang juga dikenal sebagai konflik adalah dua

31

Pasal 14 ayat (1) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah.

32

Naoyoki Sakumoto dalam Agusmidah, Politik Hukum Dalam Hukum Ketenagakerjaan

Berdasarkan Peraturan Perundang-Undangan Ketenagakerjaa, (Medan, Disertasi Sekolah Pascasarja

kosakata yang tidak sama, tetapi sulit untuk dibedakan sehingga dalam penggunaannya adakalanya dilakukan secara bergantian. Studi kepustakaan menunjukan bahwa dikalangan ahli sosiologi (termasuk sosiologi hukum) pengkajian lebih berfokus pada istilah konflik (conflict), sedangkan dikalangan ahli antropologi hukum terdapat kecenderungan untuk memfokuskan pada istilah sengketa (dispute).33 Perselisihan, konflik atau percekcokan adalah adanya pertentangan atau ketidaksesuaian antara para pihak yang akan dan sedang mengadakan hubungan atau kerja sama. 34

Perselisihan hubungan industrial adalah perbedaan pendapat yang mengakibatkan pertentangan antara pengusaha atau gabungan pengusaha dengan pekerja/buruh atau serikat pekerja/serikat buruh karena adanya perselisihan mengenai hak, perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja dan perselisihan antara serikat pekerja/serikat buruh dalam satu perusahaan.35

Hubungan industrial adalah suatu sistem hubungan yang terbentuk antara pelaku dalam proses produksi barang dan/atau jasa yang terdiri dari unsur pengusaha, pekerja/buruh, dan pemerintah yang didasarkan pada nilai-nilai Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.36

33

Runtung, Keberhasilan dan Kegagalan Sengketa Alternatif : Studi Mengenai Masyarakat

Perkotaan Batak Karo di Kabanjahe dan Brastagi. (Medan : Disertasi Program Pascasarjana USU,

2002), hlm.74.

34

Joni Emirzon, Op.Cit, hlm. 21.

35

Pasal 1 Angka 1 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 Tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial.

36

Penyelesaian perselisihan di luar pengadilan sering disebut sebagai penyelesaian sengketa alternatif yaitu lembaga penyelesaian sengketa atau beda pendapat melalui prosedur yang disepakati para pihak, yakni penyelesaian di luar pengadilan dengan cara konsultasi, negosiasi, mediasi, konsiliasi atau penilaian ahli.37

Pekerja/buruh adalah setiap orang yang bekerja dan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain.38

Pengusaha adalah :

1. Orang, persekutuan atau badan hukum yang menjalankan suatu perusahaan milik sendiri.

2. Orang, persekutuan atau badan hukum yang secara berdiri sendiri menjalankan perusahaan bukan miliknya.

3. Orang, persekutuan atau badan hukum yang berada di Indonesia mewakili perusahaan sebagaimana yang dimaksud dalam huruf (a) dan (b) yang berkedudukan di luar wilayah Indonesia.39