• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN

2.4. Daun Kersen

Kersen merupakan tumbuhan dikotil dari keluarga Palmae, genus Muntingia dari ordo Malvales/Columniferae dan kersen atau talok adalah sejenis pohon berbuah kecil dan manis berwarna merah cerah. Kersen adalah tanaman tahunan yang dapat mencapai ketinggian 10 meter. Kersen memiliki beberapa bagian seperti daun, batang,bunga, dan buah. Batang tumbuhan kersen berkayu, tegak, bulat, dan memiliki percabangan simpodial. Gambar daun kersen dapat dilihat pada Gambar 2.4 berikut ini.

Gambar 2.4 Daun Kersen

Hasil analisis kimia pada kersen segar dapat dilihat pada Tabel 2.3 berikut ini.

Tabel 2.3 Analisa Kimia pada Kersen Segar

Parameter Daun

Kadar air 68,33%

Kadar lemak (%b/b) 1,1

Kadar protein (%b/b) 2,99

Kadar abu (%b/b) 5,08

Kadar karbohidrat (%b/b) 28,76

Kadar serat (%b/b) 49,6

Kadar flavonoid (% b/b) 93,21 Sumber: Anita dan Ririn (2017).

Untuk mendapatkan nilai aktivitas antioksidan dari daun kersen. Perlu dilakukan metode pemisahan senyawa dari campurannya menggunakan pelarut yang disebut ekstraksi.

2.4.1 Proses Ekstraksi Daun Kersen

Ekstraksi merupakan pemisahan senyawa aktif dengan menggunakan pelarut (Depkes RI, 1995). Metode ekstraksi yang biasa digunakan adalah maserasi, perkolasi dan soxhlet (Depkes RI, 2000). Selain metode tersebut, terdapat metode ekstraksi baru yang lebih efisien, diantaranya adalah metode ekstraksi ultrasonik. Metode ekstraksi secara ultrasonik banyak diterapkan dalam memperoleh komponen fitokimia dan dianggap ramah lingkungan.

Gelombang ultrasonik meningkatkan transfer massa, dimana pecahnya gelembung udara (berukuran mikro) akan merusak dinding sel tumbuhan sehingga meningkatkan penetrasi pelarut ke dalam matriks tumbuhan dan lepas ke dalam pelarut (Arabani dkk. 2015; Azwanida, 2015).

Pengecilan ukuran dilakukan untuk meningkatkan luas permukaan sampel sehingga laju transfer massa dari sampel akan semakin maksimal ketika berkontak dengan pelarut (Abed dkk. 2015). Faktor yang mempengaruhi proses ekstraksi secara ultrasonik antara lain kekuatan ultrasonik dan frekuensi yang digunakan, suhu ektraksi, lama ektraksi, ukuran partikel, pengunaan pelarut, rasio antara sampel-pelarut, dan lain sebagainya (Vladimir-Knežević dkk. 2012). Pemilihan pelarut merupakan salah satu faktor yang penting dalam proses ekstraksi. Pelarut yang digunakan dalam proses ekstraksi daun kerpsen (Muntingia calabura L.) adalah pelarut etanol. Menurut Azmir dkk. (2013), etanol dapat mengekstrak sejumlah komponen bioaktif, antara lain tannin, polifenol, flavonoid, terpenoid, dan alkaloid. Meskipun memiliki sifat mudah terbakar, etanol banyak digunakan sebagai pelarut karena mudah didapatkan bahkan dalam kemurnian yang tinggi, murah, tidak beracun, dan bersifat biodegradable (Chemat dkk. 2012).

Proses akhir untuk mendapatkan ekstrak daun kersen adalah melalui tahap evaporasi. Evaporasi dilakukan untuk meningkatkan konsentrasi padatan pada sampel cair. Tujuan proses ini antara lain untuk mengurangi kadar air serta volume dari sampel cair sehingga memungkinkan untuk mengefisiensi perpindahan dan penyimpanan produk. Proses evaporasi terhadap produk yang mengandung komponen bersifat termolabil umumnya dilakukan dalam kondisi vakum. Melalui penerapan kondisi vakum tinggi (tekanan rendah), kadar air dapat dihilangkan dalam jumlah tinggi tanpa adanya penurunan yang signifikan terhadap kualitas komponen termolabil (Phoungchandang dkk.

2009).

2.4.2 Aktivitas Antioksidan Ekstrak Daun Kersen

Aktivitas antioksidan pada penelitian ini dianalisa menggunakan metode DPPH. DPPH sendiri merupakan radikal bebas stabil yang akan bertindak sebagai penerima electron atau hidrogen dari agen antioksidan sehingga membentuk molekul diamagnetik yang stabil (Aboshora dkk. 2014). Interaksi dari reagen radikal (DPPH) berwarna ungu dengan agen antioksidan akan menetralkan karakter radikal bebas reagen dan menghasilkan perubahan warna sebagai akibat terbentuknya diphenylpicrylhydrazine (berwarna kuning).

Mekanisme penangkapan radikal ditunjukan pada Gambar 2.5 reaksi di berikut

Gambar 2.5 Reaksi penangkapan radikal DPPH oleh Antioksidan (AH= Antioksidan, ox=Oksidasi, red=Reduksi) (Dehpour dkk. 2009) Perubahan warna inilah yang kemudian diukur secara spektrofotometri dan dinyatakan sebagai aktivitas antioksidan sampel uji (Vladimir Knežević dkk.

2012).

Aktivitas antioksidan tertinggi dihasilkan dari ekstrak daun kersen yang diperoleh melalui ekstraksi pada suhu 600C selama 30 menit adalah adalah 83,094% (Prajitno, 2018). Menurut Andrade dkk. (2015) aktivitas antioksidan suatu produk dapat digolongkan sebagai kuat, menengah, dan lemah yang secara berurutan ditunjukan melalui persentase kapasitas pengikatan reagen

DPPH (Ox) purple

DPPH (Red) yellow

radikal DPPH dengan nilai diatas 70%, 60-70%, dan dibawah 50%. Hal ini menunjukkan bahwa ekstrak daun kersen dapat dikategorikan sebagai produk dengan antioksidan tinggi.

2.5 Gliserol sebagai Plastisizer.

Gliserol (1,2,3-propanetriol) merupakan cairan yang tidak berwarna, tidak berbau, cairan kental dengan rasa manis. Gliserol berasal dari kata Yunani yang berarti '’manis’,' glykys, dan istilah gliserin, gliserin, dan gliserol. Gliserin pada umumnya merujuk kepada solusi komersial gliserol dalam air yang komponen utamanya adalah gliserol. Gliserol mentah adalah 70-80% murni dan sering terkonsentrasi dan dimurnikan sebelum penjualan secara komersial dengan kemurnian 95,5-99% (Pagliaro dan Rossi. 2008).

Dalam kondisi anhidrat murni, gliserol memiliki berat jenis 1,261 g/mL, titik leleh 18,20C dan titik didih 2900C di bawah tekanan atmosfer normal, disertai dengan dekomposisi. Pada suhu rendah, gliserol dapat membentuk kristal yang meleleh pada 17,90C. Gliserol sangat stabil di bawah kondisi penyimpanan yang normal, kompatibel dengan banyak bahan kimia lainnya, hampir non-iritasi dalam berbagai penggunaannya, dan tidak berdampak negatif pada lingkungan (Pagliaro dan Rossi, 2008). Sifat fisikokimia gliserol dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 2.4 Sifat Fisikokimia Gliserol Pada Suhu 200C

Parameter Unit Nilai

Molecular Mass g mol-1 60,05

Density g cm-3 1,051

Food Energy kcal g-1 4,32

Surface Tension mN m-1 64,00

Temperature Coefficient mN (mK)-1 -0,0598 (Pagliaro dan Rossi, 2008).

Struktur Gliserol dapat dilihat pada Gambar 2.6 berikut ini.

Gambar 2.6 Struktur Gliserol

Penggunaan gliserol ini sendiri diaplikasikan dalam pembuatan bioplastik seperti yang dilakukan Utomo dkk (2013) yang melakukan penelitian tentang pengaruh suhu dan lama pengeringan terhadap karakteristik fisikokimiawi plastik biodegradable dari komposit pati lidah buaya (Aloe vera)–kitosan dengan hasil terbaik pada perlakuan suhu 50 0C dan waktu pengeringan 2 jam konsentrasi gliserol 8%.

2.6 Metode Pembuatan Bioplastik

Pembuatan bioplastik dengan memanfaatkan sumber daya pati di Indonesia dapat dilakukan melalui 3 cara yaitu (Ahmad, 2012):

1. Pencampuran (blending) antara polimer plastik dengan pati, dimana pati yang digunakan dapat berupa pati mentah berbentuk granular maupun pati yang sudah tergelatinisasi, dan plastik yang digunakan adalah PCL, PBS, atau PLA maupun plastik konvensional (polietilen). Pencampuran dilakukan dengan menggunakan extruder atau dalam mixer berkecepatan tinggi (high speed mixer) yang dilengkapi pemanas untuk melelehkan polimer plastik.

2. Modifikasi kimiawi pati, dimana untuk menambahkan sifat plastisitas pada pati, metode grafting sering digunakan. Sifat biodegradabilitas dari produk plastik yang dihasilkan tergantung daripada jenis polimer yang dicangkokkan pada pati.

3. Penggunaan pati sebagai bahan baku fermentasi menghasilkan monomer/ polimer plastik biodegradabel.

Metode yang dilakukan dalam pembuatan bioplastik pada penelitian ini merujuk pada metode Weiping Band (2005). Proses pencampuran antara pati, pengisi dan plasticizer dilakukan bertahap sambil dipanaskan dan diaduk.

Pencampuran yang dilakukan dapat menggunakan pengaduk (stirrer) dengan pemanasan menggunakan water batch. Dapat juga menggunakan alat hot plate magnetic stirrer. Campuran yang sudah homogen membentuk larutan bioplastik yang kemudian dicetak dan dikeringkan. Pengeringan menggunakan oven dengan temperatur 60 0C. Pengeringan dilakukan hingga plastik mengeras dan dapat dikeluarkan dari cetakan, waktu yang digunakan yaitu ± 24 jam (Yuli dkk. 2010).

Pada analisis Scanning Electron Microscopy (SEM) untuk analisis morfologi permukaan pada pati sagu dan bioplastik seperti terlihat pada Gambar 2.7 berikut.

Gambar 2.7 Analisis Morfologi Permukaan (a) Pati Sagu, (b) Bioplastik Pada Gambar 2.7 (a) diperoleh dari hasil penelitian Fasihuddin dkk. (1999) terlihat morfologi granula dari pati sagu yaitu berbentuk oval dengan ukuran

rata-a b

rata 20-40 μm. (b) diperoleh dari hasil penelitian Thoriq, (2017) terlihat morfologi bioplastik dengan penambahan gliserol sebagai plasticizer menyebabkan saling menyatu satu sama lain. Hal ini dikarenakan terjadinya pembentukan ikatan hidrogen yang lebih stabil antara plasticizer dan pati (Tomasz dkk. 2014).

Selulosa diketahui memiliki ketahanan terhadap asam lemah (Luis, 2015), sehingga ketika asam asetat yang ditambahkan kedalam campuran biokomposit, selulosa tidak akan larut kedalam campuran pati, tetapi selulosa akan terdistribusi pada matriks pati sagu. Pendistribusian ini dilakukan oleh asam asetat dengan cara merusak struktur pati. Struktur pati yang rusak nantinya akan diserap oleh gliserol, sehingga membuka jalan bagi asam asetat untuk meningkatkan interaksi antara pati dan pengisi (Xiaofei dkk. 2005).

2.7 Uji dan Karakterisasi Hasil Penelitian

Beberapa pengujian/karakterisasi hasil penelitian yang dilakukan pada biokomposit adalah sebagai berikut:

2.7.1 Analisis SEM (Scanning Electron Microscopy)

Analisi SEM (Scanning Electron Microscopy) dilakukan untuk mengetahui bentuk permukaan bioplastik, besar pori yang terbentuk pada lembaran bioplastik, untuk melihat morfologi α-selulosa, morfologi penyebaran dengan penambahan pengisi α-selulosa dan plasticizer gliserol dalam matriks selanjutnya di letakkan di bawah lensa pengamatan yang ada di dalam alat uji SEM (Hendri dkk. 2014).

2.7.2 Analisis XRD (X-Ray Diffraction)

Analisis XRD (X-Ray Diffraction) bertujuan untuk menganalisis struktur kristal. Prinsip kerja dari XRD adalah difraksi sinar X yang

disebabkan adanya hubungan fasa tertentu antara dua gerak gelombang atau lebih sehingga paduan gelombang tersebut saling menguatkan. Sinar X dihamburkan oleh atom-atom dalam zat padat material. Ketika sinar X jatuh pada kristal dari material maka akan terjadi hamburan ke segala arah yang bersifat koheren. Sifat hamburan sinar X yang koheren mengakibatkan sifat saling menguatkan atau saling melemahkan pada paduan gelombang (Eldo, 2012).

2.7.3 Analisis FTIR (Fourier Transform Infra Red)

Analisis FTIR (Fourier Transform Infra Red) merupakan metode yang digunakan spektroskopi inframerah. Dalam spektroskopi inframerah, radiasi IR dilewatkan melalui sampel. Beberapa radiasi inframerah diserap oleh sampel dan sebagian melewati (ditransmisikan). Spektrum yang dihasilkan merupakan penyerapan molekul dan transmisi, menciptakan sidik jari molekul sampel. Seperti sidik jari tidak ada dua struktur molekul yang unik menghasilkan spectrum inframerah yang sama. Spektrum inframerah merupakan sidik jari dari sampel dengan puncak serapan yang sesuai dengan frekuensi getaran antara obligasi atom yang membentuk materi. Karena setiap bahan yang berbeda adalah kombinasi unik dari atom, ada dua senyawa menghasilkan persis spektrum inframerah yang sama. Oleh karena itu, spektroskopi inframerah dapat menghasilkan identifikasi positif (analisis kualitatif) dari setiap jenis bahan yang berbeda. Selain itu, ukuran puncak di spektrum adalah indikasi langsung dari jumlah material. Dengan algoritma perangkat lunak modern,

inframerah adalah alat yang sangat baik untuk analisis kuantitatif (Thermo, 2001).

2.7.4 Uji Densitas

Kepadatan adalah salah satu sifat mekanik yang paling penting dan begitu juga banyak digunakan dalam perhitungan proses. Hal ini didefinisikan sebagai massa per unit volume. Satuan SI densitas adalah kg/m3. Pada pengujian densitas plastik sampel film diuji berdasarkan standar ASTM D792-91, 1991.

2.7.5 Sifat Kekuatan Tarik dan Pemanjangan Saat Putus

Uji Kekuatan Mekanik yang diberikan pada bahan adalah uji kekuatan tarik (tensile strength), pemanjangan pada saat putus (elongation at break). Sampel film plastik diuji berdasarkan pada ASTM D-638. Metode pengujian ini mencakup penentuan tarik yang sifat plastik diperkuat dalam bentuk standar dumbel (dumbbell shaped) yang ketika diuji di bawah kondisi yang ditentukan dari perlakuan awal (pretreatment), suhu, kelembaban, dan kecepatan mesin uji. Metode uji ini dapat digunakan untuk pengujian bahan dari setiap ketebalan sampai 14 mm (0,55 in.).

Namun, untuk pengujian spesimen dalam bentuk lembaran tipis, termasuk film yang kurang dari 1,0 mm (0.04 in.) Ketebalan Metode Uji D 882 adalah metode yang paling tepat. Bahan dengan ketebalan lebih besar dari 14 mm (0,55 in.) harus dikurangi oleh mesin (ASTM D 638-00, 2005).

2.7.6 Uji Penyerapan Air (Water Absorption)

Partikel yang terlarut dalam air adalah karbohidrat yang memiliki berat molekul besar dan mengembang yang merupakan pecahan dari

molekul pati. Proses ekstrusi menyebabkan penurunan ukuran molekul pati. Penyerapan Air (Water absorption) tergantung pada ketersediaan gugus hidrofilik untuk dapat mengikat air. Pati yang mengalami gelatinisasi memiliki kemampuan penyerapan air yang sangat besar dan cepat. Penyerapan air tergantung pada ketersediaan gugus hidrofilik yang mengikat molekul air pada kapasitas pembentukan gel dari makromolekul (Chandra dkk. 2013).

2.7.7 Uji Laju Transmisi Uap Air (Water Vapour Transmission Rate/

WVTR).

Water Vapor Transmission Rate (WVTR) atau sering juga disebut Moisture Vapor Transmission Rate (MVTR) adalah metode untuk mengukur jumlah uap air yang dapat melewati lapisan kemasan. Satuan unit yang umum dipakai untuk metode ini adalah g H₂O/m2/jam (berapa banyak (gram) uap air yang lewat dalam satuan meter persegi dalam jam).

Pengujian WVTR dilakukan dengan metode cawan. Semakin tinggi nilai WVTR maka permeabilitas kemasan juga tinggi, maka semakin banyak uap air yang keluar dari dalam atau masuk ke dalam kemasan (Bayu, 2007). Biofilm yang baik harus tidak mudah dilewati oleh uap air atau memiliki nilai laju transmisi uap air yang rendah. Biofilm yang baik adalah film yang memiliki WVTR seminimal mungkin.

3.1 Lokasi Dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Organik Fakultas Teknik, Departemen Teknik Kimia, Universitas Sumatera Utara. Penelitian ini dilakukan kurang lebih selama 7 bulan.

3.2 Peralatan Dan Bahan 3.2.1 Alat

3.2.1.1 Isolasi Alfa Selulosa dari Serat Bambu

Alat yang digunakan untuk isolasi alfa selulosa dari serat bambu adalah hot plate, oven dan.ayakan 50 mesh

3.2.1.2 Aktivitas Antioksidan dari Daun Kersen

Alat yang digunakan untuk mengekstraksi antioksidan dari daun kersen adalah ultrasonic bath dan rotary evaporator.

3.2.1.3. Biokomposit Berbasis Pati Sagu

Alat yang digunakan untuk pembuatan biokomposit adalah cetakan biokomposit, hot plate, magnetic stirrer, dan ayakan 200 mesh.

3.2.2 Bahan

3.2.2.1 Isolasi Alfa Selulosa dari Serat Bambu

Adapun bahan yang digunakan pada proses isolasi alfa selulosa antara lain berasal dari penjual bambu dan toko kimia yang terdiri dari aquadest (H2O), asam nitrat (HNO3), natrium hidroksida (NaOH),

natrium hipoklorit (NaOCl), hidrogen peroksida (H2O2), natrium nitrit (NaNO2), dan natrium sulfit (Na2SO3).

3.2.2.2 Aktivitas Antioksidan dari Daun Kersen

Bahan yang digunakan dalam proses ekstraksi antioksidan antara lain daun kersen, air suling, DPPH , dan etanol 96%.

3.2.2.3. Biokomposit Berbasis Pati Sagu

Adapun bahan yang digunakan dalam pembuatan biokomposit antara lain berasal dari toko kimia antara lain pati sagu, air, alfa selulosa, gliserol, aquadest, asam asetat dan ekstrak daun kersen.

3.3 Prosedur Penelitian

3.3.1 Prosedur Isolasi Alfa Selulosa Prosedur isolasi alfa selulosa meliputi:

3.3.1.1 Prosedur Preparasi Serat Bambu

Adapun prosedur preparasi serat bambu adalah sebagai berikut (Fenny dkk. 2013):

1. Bambu dipotong kecil dan dicuci dengan air.

2. Dikeringkan di bawah sinar matahari selama 2 jam.

3. Dihancurkan dengan grinder hingga diperoleh ukuran yang lebih kecil.

4. Dikumpulkan untuk isolasi alfa selulosa.

3.3.1.2 Prosedur Isolasi Alfa Selulosa dari Serat Bambu

Adapun prosedur isolasi alfa selulosa dari serat bambu adalah (Fenny dkk. 2013):

1. 75 gram serat bambu dimasukkan ke dalam beaker glass, kemudian ditambah 1 L campuran HNO3 3,5% dan 10 mg NaNO2, dipanaskan diatas hotplate pada suhu 90 oC selama 2 jam.

2. Disaring dan ampas dicuci hingga filtrat netral.

3. 750 ml larutan yang mengandung NaOH 2% dan Na2SO3 2% pada dimasak di atas hot plate suhu 50 oC selama 1 jam.

4. Disaring dan ampas dicuci hingga filtrat netral.

5. Dilakukan pemutihan dengan 250 ml larutan NaOCl 1,75% dengan panasan menggunakan hot plate pada temperatur mendidih selama 30 menit.

6. Disaring dan ampas dicuci hingga filtrat netral.

7. Dilakukan pemurnian alfa selulosa dari sampel dengan 500 ml larutan NaOH 17,5% dengan pemanasan menggunakan hot plate pada suhu 80 oC selama 30 menit.

8. Disaring dan ampas dicuci hingga filtrat netral.

9. Dilakukan pemutihan dengan H2O2 10% dengan pemanasan menggunakan hot plate pada suhu 60 oC dalam oven selama 1 jam.

10. Disaring dan ampas dicuci hingga filtrat netral.

3.3.2 Prosedur Aktivitas Antioksidan dari Daun Kersen

Prosedur aktivitas antioksidan dari daun kersen meliputi:

3.3.2.1 Prosedur Ekstraksi Etanol Daun Kersen (Muntingia Calabura L) (Handayani dkk. 2016)

1. Daun kersen sebanyak 500g dicuci dan dipotong kecil-kecil.

2. Kemudian dikeringkan dengan menggunakan oven pada suhu 30-370C selama ± 3 jam.

3. Serbuk daun kersen dimasukkan dalam erlenmeyer dan dilarutkan dengan 500ml etanol 96%.

4. Dimasukkan kedalam alat ultrasonik selama 20 menit pada suhu 400C dan difiltrasi dengan menggunakan kertas saring dan filtrat dikumpulkan.

5. Kemudian diulangi langkah no 3 dan 4 sebanyak 2 kali dengan waktu, suhu dan jumlah pelarut yang sama.

6. Filtrat dievaporasi menggunakan rotary evaporator dengan suhu 30-400C.

7. Proses evaporasi dihentikan sampai pelarut habis dengan ditandai tidak adanya penetesan pelarut pada labu pelarut.

3.3.2.2 Pembuatan larutan 2,2-diphenyl-1-picrylhydrazyl (DPPH) (Molyneux, 2004):

Ditimbang 5 mg DPPH dan dilarutkan dengan methanol dalam labu sampai 250 mL sehingga diperoleh larutan dengan konsentrasi + 50 µM.

3.3.2.3 Pentapan Panjang Gelombang Serapan Maksimum (DPPH) (Brand Williams dkk. 1995)

Dipipet sebanyak 3,9 mL larutan DPPH 100 µM dan ditambahkan 0,1 mL etanol. Setelah dibiarkan selama 30 menit di tempat gelap, serapan larutan diukur dengan spektrofotometer UVVis pada panjang gelombang 500-700 nm.

3.3.2.4 Penetapan Serapan Kontrol (Brand Williams dkk. 1995)

Dipipet larutan DPPH 100 µM sebanyak 3,9 mL dan ditambahkan etanol 0,1 mL. Diukur serapan dengan spektrofotometer UV-Vis.

3.3.2.5 Pemeriksaan Aktivitas Antioksidan (Brand Williams dkk. 1995) 1. Ditimbang ekstrak 5 mg, kemudian dilarutkan dengan etanol 5 mL.

2. Diambil 100 µL sistem yang mengandung ekstrak (0,1 mL).

3. Sampel dipipet sebanyak 0,1 mL larutan sampel dengan pipet mikro dan masukan ke dalam vial, kemudian ditambahkan 3,9 mL larutan DPPH (25mg DPPH/ L etanol).

4. Campuran dihomogenkan dan dibiarkan selama 45 menit di tempat gelap

5. Kemudian absorbansi diukur dengan spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang maksimum.

3.3.3 Prosedur Pembuatan Biokomposit dari Pati Sagu

Adapun prosedur pembuatan biokomposit adalah sebagai berikut (Savadekar dkk. 2012):

1. Ditimbang 1% alfa selulosa dari 10g berat pati.

2. Alfa selulosa tersebut dimasukkan ke dalam beaker glass dan ditambahkan aquadest sebanyak 100 ml lalu diaduk menggunakan stirrer dengan kecepatan 1000 rpm selama 15 menit.

3. Kemudian ditimbang 1% ekstrak daun kersen dari 10g berat pati.

4. Ekstrak daun kersen ditambahkan ke dalam larutan (tahapan prosedur ke 2) dan diaduk kembali selama 15 menit.

5. Kemudian ditambahkan pati sebanyak 10g ke dalam larutan tersebut.

6. Hot plate dipanaskan dan diatur temperatur yang akan digunakan.

7. Ditambahkan gliserol 30ml dan asam asetat 20ml pada larutan dan diaduk sampai homogen.

8. Setelah homogen, hot plate dan stirrer dimatikan.

9. Beaker glass berisi larutan dicetak.kemudian dikeringkan dalam oven pada T = 60 oC selama 24 jam.

10. Setelah dikeringkan, diangkat dan dikeringkan ke dalam desikator selama 24 jam.

11. Kemudian bioplastik dilepas dari cetakannya dan siap untuk dianalisis.

12. Ulangi kembali langkah langkah diatas untuk no 1, 2, 3 dengan mengganti berat alfa selulosa pada 3%, 5% dan 7% dari 10g berat pati dan mengganti berat untuk ekstrak daun kersen 3%, 5% dan 7% dari 10g berat pati.

3.4 Flowchart Percobaan

3.4.1 Flowchart Preparasi Serat Bambu

Adapun flowchart preparasi serat bambu dibawah ini (Fenny dkk. 2013):

Dikumpulkan untuk isolasi α-selulosa Selesai

Mulai

Bambu dipotong kecil, dicuci dan dikeringkan di bawah sinar matahari selama 2 jam

Dihancurkan dengan grinder hingga diperoleh ukuran yang lebih kecil

Gambar 3.1 Flowchart Preparasi Serat Bambu

3.4.2 Flowchart Isolasi Alfa Selulosa

Adapun flowchart isolasi alfa selulosa dapat dilihat pada gambar dibawah ini (Fenny dkk. 2013):

Gambar 3.2 Flowchart Isolasi Alfa Selulosa Serat disaring dan dicuci hingga filtrat netral

75g serat bambu dimasukkan ke beaker glass, lalu ditambahkan 1L campuran HNO3 3,5% dan 10mg NaNO2, dipanaskan pada suhu 900C selama 2 jam

Mulai

Ditambahkan 750ml NaOH 2% dan Na2SO3 2% dan diaduk pada suhu 500C selama 1 jam Serat disaring dan dicuci hingga filtrat netral

Ditambahkan 250ml NaOCl 1,75% dan diaduk pada suhu mendidih selama 30 menit

Ditambahkan 500ml NaOH 17,5% dan diaduk pada suhu 800C selama 30 menit Serat disaring dan dicuci hingga filtrat netral

Serat disaring dan dicuci hingga filtrat netral

Ditambahkan H2O2 10% dan diaduk pada suhu 600C dalam oven selama 1 jam

Selesai

Serat disaring dan dicuci hingga filtrat netral

3.4.3 Flowchart Ekstraksi Daun Kersen

Adapun flowchart ekstraksi daun kersen dapat dilihat pada gambar dibawah ini (Fenny dkk. 2013):

Gambar 3.3 Flowchart Ekstraksi Daun Kersen

Daun kersen sebanyak 1kg dicuci, dipotong kecil-kecil dikeringkan dengan menggunakan oven pada suhu 30-370C selama ± 3 jam

Serbuk daun kersen dimasukkan dalam erlenmeyer dan dilarutkan dengan 500ml etanol 96%.

Kemudian diulangi langkah no 3 dan 4 sebanyak 2 kali dengan waktu, suhu dan jumlah pelarut yang sama

Filtrat dievaporasi menggunakan rotary evaporator dengan suhu 30-400C

Selesai Mulai

Dimasukkan kedalam alat ultrasonik selama 20 menit pada suhu 400C dan difiltrasi dengan menggunakan kertas saring dan filtrat dikumpulkan

Proses evaporasi dihentikan setelah pelarut habis dengan ditandai tidak adanya penetesan pelarut pada labu pelarut

3.4.4 Flowchart Pemeriksaan Aktivitas Antioksidan

Adapun flowchart aktivitas antioksidan selulosa dapat dilihat pada gambar dibawah ini (Brand Williams dkk. 1995)

Gambar 3.4 Flowchart Pemeriksaan Aktivitas Antioksidan Mulai

Ditimbang ekstrak 5 mg, kemudian dilarutkan dengan etanol 5 mL

Selesai

Absorbansi diukur dengan spektrofotometer UV-Vis

Campuran dihomogenkan dan dibiarkan selama 45 menit di tempat gelap Sampel dipipet sebanyak 0,1 mL larutan sampel dengan pipet mikro dan

masukan ke dalam vial, kemudian ditambahkan 3,9 mL larutan DPPH Diambil 100 µL sistem yang mengandung ekstrak (0,1 mL)

3.4.5 Flowchart Pembuatan Biokomposit dari Pati Sagu

Adapun flowchart biokomposit dari pati sagu (Fenny dkk. 2013):

Gambar 3.5 Flowchart Pembuatan Biokomposit dari Pati Sagu Selesai

Mulai

Ditimbang 1% alfa selulosa dari 10g berat pati dsn dimasukkan ke dalam beaker glas

Ditambahkan aquadest 100 ml lalu diaduk dengan kecepatan 1000 rpm selama 15 menit

Ditimbang 1% ekstrak daun kersen dari 10g berat pati tersebut

Ditambahkan ke dalam larutan dan diaduk kembali selama 15 menit Ditambahkan pati 10g dan dipanaskan

Larutan dicetak.kemudian dikeringkan dalam oven pada T = 60 oC selama 24jam

Bioplastik dilepas dari cetakannya dan siap untuk dianalisis Ditambahkan gliserol 30ml dan asam asetat 20ml

pada larutan dan diaduk sampai homogen

Apakah ada variasi alfa selulosa dan ekstrak daun

kersen yang lain?

Tidak

Ya

3.5 Analisis Percobaan

3.5.1 Analisis XRD (X-Ray Diffraction)

Sampel yang akan dianalisis dengan XRD (X-Ray Diffracion) yaitu pengisi selulosa nanokristal. Tujuan dilakukan analisis ini adalah untuk mengukur kristalinitas selulosa nanokristal yang dihasilkan. Analisis XRD (X-Ray Diffraction) dilakukan di Laboratorium Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Negeri Medan. Rumus perhitungan indeks kristalinitas dari sampel adalah sebagai berikut (Anupama dkk. 2016):

Crl = [

] x 100 (3.1) Keterangan:

Crl = Derajat relatif kristalinitas

I002 =Intensitas maksimum dari difraksi pola 0 0 2

IAM = Intensitas dari difraksi dalam unit yang sama pada 12-18o 3.5.2 Analisis FTIR (Fourier Transform Infra-Red)

Sampel yang akan dianalisis dengan FTIR (Fourier Transform Infra-Red) yaitu berupa:

1. Alfa Selulosa

2. Biokomposit dengan penambahan pengisi Alfa Selulosa.

Tujuan dilakukan analisis ini adalah untuk melihat apakah ada atau tidak terbentuknya gugus baru dalam produk biokomposit dengan pengisi α-Selulosa dan plasticizer gliserol (Thermo, 2001). Analisis FTIR (Fourier Transform Infra-Red) dilakukan di Laboratorium Penelitian Fakultas Farmasi

Tujuan dilakukan analisis ini adalah untuk melihat apakah ada atau tidak terbentuknya gugus baru dalam produk biokomposit dengan pengisi α-Selulosa dan plasticizer gliserol (Thermo, 2001). Analisis FTIR (Fourier Transform Infra-Red) dilakukan di Laboratorium Penelitian Fakultas Farmasi