• Tidak ada hasil yang ditemukan

SELULOSA DARI SERAT BAMBU SEBAGAI PENGISI DAN EKSTRAK DAUN KERSEN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "SELULOSA DARI SERAT BAMBU SEBAGAI PENGISI DAN EKSTRAK DAUN KERSEN"

Copied!
105
0
0

Teks penuh

(1)

KERSEN (Muntingia Calabura L.) SEBAGAI ANTIOKSIDAN TERHADAP SIFAT DAN KARAKTERISTIK BIOKOMPOSIT PATI SAGU

TESIS

OLEH

JULIKA S 157022004

PROGRAM STUDI MAGISTER TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2020

(2)

PEMANFAATAN ALFA SELULOSA DARI SERAT BAMBU SEBAGAI PENGISI DAN EKSTRAK DAUN

KERSEN (Muntingia Calabura L.) SEBAGAI ANTIOKSIDAN TERHADAP SIFAT DAN KARAKTERISTIK BIOKOMPOSIT PATI SAGU

TESIS

Untuk Memperoleh Gelar Magister Teknik Pada program Studi Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara

OLEH

JULIKA S 157022004

PROGRAM STUDI MAGISTER TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2020

(3)
(4)
(5)

PEMANFAATAN ALFA SELULOSA DARI SERAT BAMBU SEBAGAI PENGISI DAN EKSTRAK DAUN KERSEN (Muntingia Calabura L.) SEBAGAI ANTIOKSIDAN TERHADAP SIFAT DAN KARAKTERISTIK

BIOKOMPOSIT PATI SAGU

Dengan ini penulis menyatakan bahwa tesis ini disusun sebagai syarat untuk memperoleh gelar Magister Teknik pada Program Studi Teknik Kimia Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara adalah benar merupakan hasil karya penulis sendiri.

Adapun pengutipan-pengutipan yang penulis lakukan pada bagian-bagian tertentu dari hasil karya orang lain dalam penulisan tesis ini, telah penulis cantumkan sumbernya secara jelas sesuai dengan norma, kaidah dan etika penulisan ilmiah.

Apabila dikemudian hari ternyata ditemukan seluruh atau sebagian tesis ini bukan hasil karya penulis sendiri atau adanya plagiat dalam bagian-bagian tertentu, penulis bersedia sanksi sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.

Medan, Januari 2020 Penulis

Julika Sitinjak

(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir di Medan pada tanggal 27 Juli 1989, merupakan anak kelima dari enam bersaudara dari pasangan M. Sitinjak, BA dan M. Siagian, SE. Pendidikan TK ditempuh di TK Gloria Medan pada tahun 1993-1995, kemudian melanjutkan ke pendidikan sekolah dasar di SD RK BUDI LUHUR MEDAN pada tahun 1995- 2001, kemudian melanjutkan ke SMP SANTA MARIA MEDAN pada tahun 2001-2004, dan SMA SANTA MARIA MEDAN pada tahun 2004-2007. Pada tahun 2007, penulis melanjutkan pendidikan Diploma III di Pendidikan Teknologi Kimia Industri Fakultas Teknologi Kimia Industri dan lulus pada tahun 2010.

Pada tahun 2010, penulis melanjutkan pendidikan di Program Sarjana Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara dan lulus pada tahun 2014.

Setelah itu penulis mengambil Program Magister Teknik Kimia di Fakultas Teknik Sumatera Utara pada tahun 2015.

(7)

Puji Syukur Penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan karunia-Nya Penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul:

PEMANFAATAN ALFA SELULOSA DARI SERAT BAMBU SEBAGAI PENGISI DAN EKSTRAK DAUN KERSEN (Muntingia Calabura L.) SEBAGAI ANTIOKSIDAN TERHADAP SIFAT DAN KARAKTERISTIK

BIOKOMPOSIT PATI SAGU

Dalam penyusunan tesis ini, Penulis mendapatkan bimbingan serta bantuan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini juga, Penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. Halimatuddahliana, ST. M.Sc selaku Ketua Komisi Pembimbing yang telah menyediakan waktu, tenaga dan pikiran untuk mengarahkan penulis dalam penyusunan tesis ini.

2. Dr. Maulida, ST. M.Sc selaku Anggota Komisi Pembimbing yang telah menyediakan waktu, tenaga dan pikiran untuk mengarahkan penulis dalam penyusunan tesis ini.

3. Prof. Dr. Ir. Hamidah Harahap, M.Sc selaku Komisi Pembanding dan sekaligus Ketua Program Studi Magister Teknik Kimia Universitas Sumatera Utara yang telah menyediakan waktu, tenaga dan pikiran untuk mengarahkan penulis dalam penyusunan tesis ini.

4. Dr. Ir. Iriany, M.Si selaku Komisi Pembanding yang telah menyediakan waktu, tenaga dan pikiran untuk mengarahkan penulis dalam penyusunan tesis ini.

(8)

yaitu Boni dan Alicia beserta adikku yang telah memberi dukungan dalam bentuk doa, materiil, waktu dan tenaga dalam penyelesaian tesis ini.

6. Rekan – rekan di Magister Teknik Kimia USU serta seluruh pihak yang telah membantu dan memberi dukungan dalam penyelesaian tesis ini.

Dalam penyusunan tesis ini, Penulis menyadari masih banyak terdapat kekurangan. Oleh karena itu, Penulis sangat mengharapkan saran dan kritik dari pembaca yang bersifat konstruktif demi kesempurnaan penulisan ini. Akhir kata, Penulis mengucapkan terima kasih.

Medan, Januari 2020 Penulis

Julika Sitinjak

(9)

Bambu memiliki kandungan selulosa sebesar 60,8%. Salah satu kandungan selulosa adalah alfa selulosa yang memiliki kekuatan tarik serat tinggi dan mengendap pada larutan NaOH 17,5%. Kandungan selulosa yang cukup tinggi membuat bambu berpotensi untuk digunakan sebagai bahan baku selulosa yang dimanfaatkan sebagai pengisi. Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui karakteristik alfa selulosa meliputi analisis, XRD (X-Ray Diffraction) dan FTIR (Fourier Transform Infrared). Aktivitas antioksidan menggunakan spektrofotometer UVVis. Untuk mengetahui pengaruh penambahan alfa selulosa serat bambu dengan plasticizer gliserol dan co-plasticizer asam asetat terhadap karakteristik biokomposit pati sagu meliputi analisis biokomposit meliputi SEM (Scanning Electron Microscope), FTIR (Fourier Transform Infrared), densitas (Density), kekuatan tarik (Tensile Strength), pemanjangan saat putus (Elongation At Break), penyerapan air (Water Uptake) dan laju transmisi uap air (Water Vapour Transmission Rate). Isolasi alfa selulosa terdiri dari proses delignifikasi, proses alkalinisasi dan proses pemutihan. Pembuatan biokomposit menggunakan metode casting, dimana dilakukan penambahan bahan aditif pada matriks sagu dengan penambahan 1,3,5,7 wt% alfa selulosa dari serat bambu sebagai pengisi, penambahan antioksidan 1,3,5,7 wt%, 20 wt% asam asetat sebagai co-plasticizer dan 30 wt% gliserol sebagai plasticizer. Hasil analisa XRD diperoleh indeks kristalinitas dari alfa selulosa serat bambu yaitu sebesar 93,33%, diindikasikan oleh puncak serapan yang tajam dari spektrum yang dihasilkan pada sampel alfa selulosa serat bambu tersebut. Analisis FTIR dapat dilihat bahwa lignin masih ada, yang berarti bahwa perlakuan alkali belum sepenuhnya menghilangkan lignin tetapi hanya mengurangi tingkat lignin. Karakterisasi antioksidan dengan spektrofotometer UVVis diperoleh nilai IC50 sebesar 6,2 ppm, maka ekstrak daun kersen memiliki aktivitas antioksidan yang baik. Karakterisasi biokomposit pada SEM pada 5% alfa selulosa dan 3% antioksidan terlihat jumlah pati dan antioksidan telah cukup memenuhi matriks yang menunjukkan terjadinya interaksi yang baik. Hasil analisa FTIR diperoleh pada biokomposit dengan alfa selulosa dan biokomposit dengan alfa selulosa dan antioksidan, keduanya memiliki gugus fungsi yang hampir mirip karena berasal dari tumbuhan namun ukuran banyaknyalah yang menjadi perbedaannya. Hasil uji densitas terbaik adalah 0,26 gram/cm3 diperoleh pada penambahan alfa selulosa 7% dan ekstrak daun kersen 3%. Hasil uji kekuatan tarik terbaik adalah sebesar 1,37MPa diperoleh pada penambahan alfa selulosa 5% dan ekstrak daun kersen 3%. Hasil uji pemanjangan pada saat putus terbaik adalah 5,84% diperoleh pada penambahan alfa selulosa 1% dan ekstrak daun kersen 3%. Hasil uji penyerapan air terbaik adalah 24,67%

diperoleh dari penambahan alfa selulosa 7% dan ekstrak daun kersen 7%.

Sedangkan hasil uji laju transmisi uap air terbaik pada penambahan alfa selulosa 5% dan antioksidan ekstrak daun kersen 1% adalah 0,592g/s.m2

Kata kunci : biokomposit, serat bambu, alfa selulosa, pati sagu, antioksidan.

(10)

UTILIZATION OF BAMBOO FIBER ALPHA CELLULOSE AS FILLER AND KERSEN LEAF EXTRACT (Muntingia Calabura

L.) AS ANTIOXIDANT TO PROPERTIES AND

CHARACTERISTICS OF SAGO STARCH BIOCOMPOSITES ABSTRACT

Bamboo has a cellulose content of 60.8%. One of the cellulose content is alpha cellulose which has a high fiber tensile strength and settles in 17.5% NaOH solution. The high cellulose content makes bamboo has the potential to used as raw material for cellulose as a filler. The purpose of this study was to determine the characteristics of alpha cellulose including analysis, XRD (X-Ray Diffraction) and FTIR (Fourier Transform Infrared). Antioxidant activity using a UVVis spectrophotometer. To find out the effect of adding alpha cellulose bamboo fiber with glycerol plasticizer and acetic acid co-plasticizer on the biocomposite characteristics of sago starch include biocomposite analysis including SEM, FTIR, Density, Tensile Strength, Elongation at Break, Water Absorption and Water Vapor Transmission Rate. Alpha cellulose isolation consists of Delignification, Alkalinization and Whitening. Making biocomposites using the casting method, where additives are added to the sago matrix by adding 1,3,5,7 wt% alpha cellulose from bamboo fibers as fillers, adding antioxidants 1,3,5,7 wt%, 20 wt% acetic acid as a co-plasticizer and 30 wt% glycerol as a plasticizer.

The XRD analysis results obtained from the crystallinity index of alpha cellulose that is equal to 93.33%, indicated by the sharp absorption peak of the spectrum produced alpha cellulose sample. FTIR analysis can be seen that lignin still exists only reduced the level of lignin. Antioxidant characterization with UVVis spectrophotometer obtained IC50 values of 6.2 ppm, then kersen leaf extract has good antioxidant activity. Biocomposite characterization in SEM at 5% alpha cellulose and 3% antioxidants showed value of starch and antioksidan simply fulfilling distributed on the sago starch matrix showed good interactions. The results of FTIR analysis were obtained in biocomposites with alpha cellulose and biocomposites with alpha cellulose and antioxidants, both of which have functional groups that are almost similar because they come from plants, but the size is the difference. The best density test results were 0.26 gram/cm3 obtained at the addition of 7% alpha cellulose and 3% kersen leaf extract. The best tensile strength test results of 1.37 MPa were obtained with 5% alpha cellulose addition and 3% kersen leaf extract. The results of the elongation test at the time of the best break up were 5.84% obtained at the addition of 1% alpha cellulose and 3%

kersen leaf extract. The best water absorption test results were 24.67% obtained from the addition of 7% alpha cellulose and 7% kersen leaf extract. While the results of the best water vapor transmission rate test on the addition of 5% alpha cellulose and antioxidant extract of 1% kersen leaves was 0.592 g/s.m2.

Keywords: biocomposite, bamboo fiber, alpha cellulose, sago starch, antioxidants.

(11)

LEMBAR PENGESAHAN ... i

KATA PENGANTAR ... v

ABSTRAK ... vii

ABSTRACT ... viii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR Gambar ... xiii

DAFTAR Tabel ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 5

1.3. Tujuan Penelitian ... 5

1.4. Manfaat Penelitian ... 5

1.5. Lingkup Penelitian ... 6

1.5.1. Variabel tetap ... 6

1.5.2. Variabel berubah ... 7

1.5.3. Analisa hasil penelitian ... 7

1.5.4. Model Rancangan Percobaan ... 8

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ... 9

2.1. Bio Komposit ... 9

2.2. Pati dari Sagu (Metroxylon sp) sebagai Matriks ... 10

2.3. Selulosa dari Serat Bambu Sebagai Matriks ... 13

(12)

2.4.1. Proses Ekstraksi Daun Kersen ... 16

2.4.2. Aktivitas Antioksidan Ekstrak Daun Kersen ... 18

2.5. Gliserol sebagai Plastisizer ... 19

2.6. Metode Pembuatan Bioplastik ... 20

2.7. Uji dan Karakterisasi Hasil Penelitian ... 22

2.7.1. Analisis SEM (Scanning Electron Microscopy) ... 22

2.7.2. Analisis XRD (X-Ray Diffraction) ... 22

2.7.3. Analisis FTIR (Fourier Transform Infra Red) ... 23

2.7.4. Uji Densitas ... 23

2.7.5. Sifat Kekuatan Tarik dan Pemanjangan Saat Putus ... 24

2.7.6. Uji Penyerapan Air (Water Absorption) ... 24

2.7.7. Uji Laju Transmisi Uap Air (Water Vapour Transmission Rate) ... 25

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN ... 27

3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 27

3.2.Peralatan dan Bahan ... 27

3.2.1. Alat ... 27

3.2.2. Bahan ... 27

3.3. Prosedur Penelitian... 28

3.3.1. Prosedur Isolasi Alfa Selulosa ... 28

3.3.2. Prosedur Aktivitas Antioksidan dari Daun Kersen ... 29

3.3.3 Prosedur Pembuatan Biokomposit dari Pati Sagu ... 31

3.4. Flowchart Percobaan ... 32

3.4.1. Flowchart Preparasi Serat Bambu ... 32

(13)

3.4.4. Flowchart Pemeriksaan Aktivitas Antioksidan ... 35

3.4.5. Flowchart Pembuatan Biokomposit dari Pati Sagu ... 36

3.5. Analisis Percobaan ... 37

3.5.1. Analisis XRD (X-Ray Diffraction) ... 37

3.5.2. Analisis FTIR (Fourier Transform Infra-Red) ... 37

3.5.3. Uji Aktivitas Antioksidan dengan Metode DPPH ... 38

3.5.4. Analisis SEM (Scanning Electron Microscopy) ... 38

3.5.5. Uji Densitas Dengan Standar ASTM D792-91, 1991 ... 39

3.5.6. Uji Kekuatan Tarik (Tensile Strength)... 40

3.5.7. Uji Penyerapan Air Dengan Standar ASTM D570-98, 2005... 40

3.5.8. Analisis Sifat Pemanjangan Saat Putus ... 41

3.5.9. Analisis Laju Transmisi Uap Air ... 42

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 43

4.1. Analisis Alfa Selulosa ... 43

4.1.1. Analisis X-Ray Diffraction (XRD) Alfa Selulosa ... 43

4.1.2. Analisis Fourier Transform Infra Red Alfa Selulosa ... 45

4.2. Analisis Aktivitas Antioksidan Daun Kersen ... 47

4.3. Analisis Biokomposit ... 48

4.3.1. Analisis Scanning Electron Microscope (SEM) ... 48

4.3.2. Analisis FTIR Biokomposit dengan Alfa Selulosa Dan Biokomposit dengan Alfa Selulosa dan Antioksidan ... 49 4.3.3 Pengaruh Penambahan Alfa Selulosa dan Antioksidan Ekstrak Daun

(14)

4.3.4 Pengaruh Penambahan Alfa Selulosa dan Antioksidan Ekstrak Daun

Kersen Terhadap Sifat Kekuatan Tarik Biokomposit ... 52

4.3.5 Pengaruh Penambahan Alfa Selulosa dari Serat Bambu dan Ekstrak Daun Kersen Terhadap Pemanjangan Saat Putus Biokomposit ... 55

4.3.6 Pengaruh Penambahan Alfa Selulosa dari Serat Bambu dan Antioksidan Ekstrak Daun Kersen Terhadap Penyerapan Air Biokomposit ... 57

4.3.7 Pengaruh Penambahan Alfa Selulosa dan Antioksidan Ekstrak Daun Kersen Terhadap Laju Transmisi Uap Air Biokomposit ... 58

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 60

5.1. KESIMPULAN ... 60

5.2. SARAN ... 60

DAFTAR PUSTAKA ... 61

(15)

Gambar No. Halaman

2.1. Struktur Molekul Pati ... 12

2.2. Struktur Kimia Selulosa ... 14

2.3. Struktur Kimia Alfa Selulosa ... 15

2.4. Daun Kersen ... 15

2.5. Reaksi penangkapan radikal DPPH oleh Antioksidan ... 18

2.6. Struktur Gliserol ... 20

2.7. Analisis Morfologi Permukaan (a) Pati Sagu dan (b) Bioplastik ... 21

3.1. Flowchart Preparasi Serat Bambu ... 32

3.2. Flowchart Isolasi Alfa Selulosa ... 33

3.3. Flowchart Ekstraksi Daun Kersen ... 34

3.4. Flowchart Pemeriksaan Aktivitas Antioksidan ... 35

3.5. Flowchart Pembuatan Biokomposit dari Pati Sagu ... 36

3.6. Flowchart Densitas ASTM D792-91 ... 39

3.7. Flowchart Analisis Penyerapan Air ... 41

4.1. Hasil Spektrum XRD Alfa Selulosa dari Serat Bambu ... 43

4.2. Spektrum FTIR (a) Serat Bambu (b) Alfa Selulosa Serat Bambu ... 45

4.3. Analisis Morfologi Permukaan (a) Biokomposit dengan 1% Alfa Selulosa dan 3% Antioksidan Ekstrak Daun Kersen dan (b) Biokomposit dengan 5% Alfa Selulosa dan 3% Antioksidan Ekstrak Daun Kersen. ... 48

4.4. Karakterisasi FT-IR Biokomposit dengan Alfa Selulosa dan Biokomposit dengan Alfa Selulosa dan Antioksidan ... 50

(16)

Densitas Biokomposit ... 51 4.6. Pengaruh Penambahan 5% Alfa Selulosa dan Antioksidan Ekstrak Daun Kersen 3% Terhadap Sifat Kekuatan Tarik Biokomposit ... 53 4.7. Pengaruh Penambahan Alfa Selulosa dan Antioksidan Ekstrak Daun Kersen Terhadap Sifat Pemanjangan Saat Putus Biokomposit. ... 55 4.8. Pengaruh Penambahan Alfa Selulosa Serat Bambu dan Antioksidan Ekstrak Daun Kersen terhadap Sifat Penyerapan Air ... 57 4.9. Pengaruh Penambahan Alfa Selulosa dan Ekstrak Daun Kersen terhadap Laju Transmisi Uap Air (WVTR) Biokomposit ... 58

(17)

Tabel No. Halaman

2.1. Komposisi Kimia dan Sifat Fungsional Pati Sagu ... 11

2.2. Parameter Sifat Mekanisme Serat Bambu... 13

2.3. Analisa Kimia Pada Kersen Segar ... 16

2.4. Sifat Fisikokimia Gliserol Pada Suhu 20 0C ... 19

4.1. Daerah Serapan Infra Merah Serat Bambu dan Alfa Selulosa ... 46

4.2. Daerah Absorbansi Gugus Fungsi dari Bioplastik dengan Alfa Selulosa Dan Bioplastik dengan Alfa Selulosa dan Antioksidan ... 50

(18)

DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN No. Halaman

LAMPIRAN 1 DATA PENELITIAN ... 68

L1.1. DATA HASIL DENSITAS ... 68

L1.2. DATA HASIL KEKUATAN TARIK ... 68

L1.3. DATA HASIL PEMANJANGAN PADA SAAT PUTUS ... 69

L1.4. DATA HASIL PENYERAPAN AIR ... 70

L1.5. DATA HASIL LAJU TRANSMISI UAP AIR ... 71

L1.6. DATA HASIL AKTIFITAS ANTIOKSIDAN ... 72

LAMPIRAN 2 CONTOH PERHITUNGAN ... 74

L2.1. PERHITUNGAN PEMBUATAN BIOKOMPOSIT ... 74

L2.2. PERHITUNGAN INDEKS KRISTALINITAS (XRD) ... 75

L2.3. PERHITUNGAN AKTIVITAS ANTIOKSIDAN (DPPH) ... 75

L2.4. PERHITUNGAN DENSITAS BIOKOMPOSIT PENAMBAHAN ALFA SELULOSA DAN ANTIOKSIDAN ... 76

L2.5. PERHITUNGAN SIFAT KEKUATAN TARIK BIOKOMPOSIT PENAMBAHAN ALFA SELULOSA DAN ANTIOKSIDAN ... 77

L2.6. PERHITUNGAN ELONGATION AT BREAK BIOKOMPOSIT PENAMBAHAN ALFA SELULOSA DAN ANTIOKSIDAN ... 77

L2.7. PERHITUNGAN PENYERAPAN AIR BIOKOMPOSIT PENAMBAHAN ALFA SELULOSA DAN ANTIOKSIDAN ... 78

(19)

BAMBU... 79

L3.2. PROSES PEMBUATAN EKSTRAKSI DAUN KERSEN ... 81

L3.3. PROSES PEMBUATAN BIOKOMPOSIT ... 82

L3.4. PRODUK BIOKOMPOSIT... 82

LAMPIRAN 4 HASIL PENGUJIAN LAB ANALISIS ... 84

L4.1. HASIL ANALISIS X-RAY DIFFRACTION ALFA SELULOSA SERAT BAMBU ... 84

L4.2. DATA INTENSITAS ANALISIS XRD ALFA SELULOSA... 84

L4.3. HASIL ANALISIS FOURIER TRANSFORM INFRA RED ALFA SELULOSA SERAT BAMBU ... 85

L4.4. HASIL ANALISIS FOURIER TRANSFORM INFRA RED BIOPLASTIK + 5% ALFA SELULOSA ... 85

L4.5. HASIL ANALISIS FOURIER TRANSFORM INFRA RED BIOPLASTIK + 5% ALFA SELULOSA + 3% ANTIOKSIDAN EKSTRAK DAUN KERSEN ... 86

L4.6. HASIL ANALISIS SEM BIOKOMPOSIT 1% ALFA SELULOSA DAN 3% ANTIOKSIDAN ... 86

L4.7. HASIL ANALISIS SEM BIOKOMPOSIT 5% ALFA SELULOSA DAN 3% ANTIOKSIDAN ... 87

L4.8. HASIL ANALISIS FOURIER TRANSFORM INFRA RED SERAT BAMBU... 87

(20)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kebutuhan manusia akan plastik telah menjadi bagian penting dalam hidup manusia dan pemakaiannya telah meningkat tajam dari tahun ke tahun. Plastik dapat digunakan menjadi bahan baku kemasan, tekstil, peralatan rumah tangga, alat-alat elektronik dan sebagainya (Felixon, 2011). Plastik dipilih karena memiliki kelebihan antara lain yaitu ringan, kuat, mudah dibentuk, dan harganya relatif murah. Plastik yang digunakan saat ini merupakan polimer sintetis dari bahan baku minyak bumi yang terbatas jumlahnya dan tidak dapat diperbaharui.

Plastik sintetis dapat terurai secara alami lebih dari 50 tahun, sementara plastik biodegradable dapat terurai 10 hingga 20 kali lebih cepat (Huda dan Firdaus, 2007). Maka dibutuhkan alternatif bahan pembuat plastik yang mudah diperoleh dan banyak tersedia di alam serta murah namun memiliki kekuatan yang sama dalam menghasilkan produk (Pamilia dkk. 2014).

Sagu merupakan jenis tanaman yang memiliki tingkat kadar pati yang sangat tinggi dan tanaman yang memiliki jumlah kadar air yang rendah dan cocok digunakan sebagai sumber bahan alternatif dalam proses pembuatan plastik biodegradable. Produktivitas dari pati sagu kering merupakan yang terbesar yaitu 25 ton/tahun dibandingkan dengan ubi kayu 1,5 ton/tahun, kentang 2,5 ton/tahun dan juga jagung 5,5 ton/tahun (Limbongan, 2007; Muhidin dkk. 2012). Sagu baru dimanfaatkan sebanyak 10% dari potensi yang terdapat untuk pangan (Fridayani, 2006). Pati yang terkandung dalam sagu tidak hanya dapat diolah sebagai bahan

(21)

pangan, tetapi dapat juga dimanfaatkan sebagai bahan baku industri. Beberapa penelitian yang telah dilakukan untuk menghasilkan plastik biodegradable dengan bahan dasar pati adalah dari bahan baku pisang (Yuli dkk. 2010), beras (Thawien, 2008), sagu (Zuraida dkk. 2011) dan sebagainya.

Bioplastik dengan bahan dasar pati membutuhkan campuran bahan aditif yang digunakan untuk menghasilkan sifat mekanis yang lunak, ulet, dan kuat (Ahmad, 2012). Pemakaian plasticizer biasanya untuk mengurangi sifat kaku dan juga memperbaiki keelastisan film dari pati (Widyaningsih dkk. 2012).

Penggunaan gliserol sebagai plasticizer cukup sesuai digunakan sebagai bahan pemplastis dari plastik yang berbahan dasar pati karena gliserol mempunyai titik didih yang cukup tinggi yaitu 290 oC (Prima dan Hesmita, 2015). Selain gliserol, penggunaan asam asetat juga dapat dimanfaatkan sebagai bahan pendamping plasticizer (co-plasticizer). Dimana, gugus karboksil dari asam asetat akan membentuk ikatan hidrogen yang kuat dengan gugus hidroksil dari pati.

Penggunaan asam asetat dan gliserol akan mempengaruhi kristalinitas bioplastik.

Semakin tinggi kristalinitas menunjukkan bahwa asam asetat dan gliserol berikatan baik dengan pati (Yuniarty dkk. 2014). Sejumlah bahan pengisi alami biasanya ditambahkan untuk meningkatkan kekuatan mekanis pada bioplastik (Ahmad, 2012). Apabila pati digabung dengan pengisi maka akan membentuk suatu biokomposit, dimana dengan adanya bahan pengisi atau penguat dalam biopolimer akan memberikan pengaruh pada sifat-sifat komposit yang terbentuk (Eldo, 2012). Salah satu serat alami yang dapat dijadikan sebagai pengisi yaitu bambu. Serat alam memiliki kelemahan yaitu ukuran serat yang tidak seragam, kekuatan serat sangat dipengaruhi oleh usia.

(22)

Jumlah selulosa dalam serat bervariasi menurut sumbernya dan biasanya berkaitan dengan bahan-bahan seperti air, lilin, pektin, protein, lignin dan zat mineral. Sebagai sumber serat, bambu memiliki kandungan selulosa sebesar 60,8% dan lignin 32,2% dengan kekuatan berkisar 140-800 MPa (Liu dkk. 2012).

Tingginya potensi bambu menyebabkan serat bambu dapat diolah dan dikembangkan menjadi produk dengan nilai ekonomi tinggi, salah satunya sebagai penguat pada komposit. Salah satu kandungan selulosa adalah alfa selulosa yang memiliki kekuatan tarik serat tinggi dan mengendap pada larutan NaOH 17,5%

(Klemm dkk. 1998).

Pada penggunaannya bahan plastik biodegradable mengalami proses oksidasi sehingga membutuhkan bahan antioksidan. Aktivitas antioksidan tertinggi dihasilkan dari ekstrak daun kersen yang diperoleh melalui ekstraksi pada suhu 600C selama 30 menit adalah 83,094% (Prajitno, 2018). Pembuatan ekstrak daun kersen merupakan metode pemisahan komponen aktif dari tumbuhan menggunakan pelarut tertentu dan meninggalkan residu sel yang tidak terlarut (Azwanida, 2015). Proses ekstraksi komponen bioaktif tumbuhan lebih banyak dilakukan secara konvensional seperti maserasi maupun ekstraksi soxhlet. Proses ekstraksi konvensional memiliki sejumlah kelemahan, seperti lamanya jangka waktu yang digunakan pada proses maserasi (2-7 hari) maupun terkait dengan kemungkinan hilangnya komponen bioaktif yang bersifat termolabil sebagai akibat pengaplikasian suhu tinggi dan tingginya biaya operasi pada metode soxhlet (Zakaria dkk. 2011). Hal ini menyebabkan tingginya resiko penurunan kualitas atau kerusakan komponen fitokimia terekstrak (Rassem dkk. 2016).

Seiring dengan perkembangan teknologi, mulai muncul berbagai metode ekstraksi

(23)

baru yang memberikan produk atau ekstrak yang aman dengan kualitas tinggi;

mampu mengurangi konsumsi energi, waktu, penggunaan pelarut, dan emisi gas karbondioksida (CO2). Salah satu metode ekstraksi tersebut adalah ekstraksi ultrasonik (ultrasound-assisted extraction; UAE). Metode UAE mampu mempersingkat waktu ekstraksi, mereduksi penggunaan pelarut dan suhu yang digunakan, serta penggunaan energi yang lebih rendah (Rassem dkk. 2016;

Arabani dkk. 2015). Aktivitas antioksidan pada penelitian ini dianalisa menggunakan metode DPPH. DPPH sendiri merupakan radikal bebas stabil yang akan bertindak sebagai penerima elektron dari agen antioksidan sehingga membentuk molekul yang stabil (Aboshora dkk. 2014). Aktivitas antioksidan dari suatu senyawa dapat digolongkan berdasarkan nilai IC50 yang diperoleh. Jika nilai IC50 suatu ekstrak berada dibawah 50 ppm maka aktivitas antioksidannya kategori sangat kuat, nilai IC50 berada diantara 50-100 ppm berarti aktivitas antioksidannya kategori kuat, nilai IC50 berada di antara 100-150 ppm berarti aktivitas antioksidannya kategori sedang, nilai IC50 berada di antara 150-200 ppm berarti aktivitas antioksidannya kategori lemah, sedangkan apabila nilai IC50 berada diatas 200 ppm maka aktivitas antioksidannya dikategorikan sangat lemah (Molyneux, 2004). Aktivitas antioksidan suatu produk dapat digolongkan sebagai kuat, menengah, dan lemah yang secara berurutan ditunjukan melalui persentase kapasitas pengikatan reagen radikal DPPH dengan nilai diatas 70%, 60-70%, dan dibawah 50% (Andrade dkk. 2015). Hal ini menunjukkan bahwa ekstrak daun kersen dapat dikategorikan sebagai produk dengan antioksidan tinggi. Dari uraian diatas, penelitian tentang pemanfaatan alfa selulosa dari serat bambu sebagai pengisi dan ekstrak daun kersen (Muntingia Calabura L.) sebagai antioksidan

(24)

terhadap karakteristik dan sifat biokomposit berbasis pati sagu penting untuk dilakukan sehubungan dengan semakin meningkatnya penggunaan plastik biodegradable.

1.2 Perumusan Masalah

Adapun yang menjadi rumusan masalah dari penelitian ini yaitu antara lain:

1. Bagaimana pengaruh penambahan alfa selulosa dari serat bambu sebagai pengisi terhadap karakteristik dan sifat biokomposit berbasis pati sagu.

2. Bagaimana pengaruh penambahan antioksidan ektrak daun kersen (Muntingia Calabura L.) sebagai antioksidan terhadap karakteristik dan sifat biokomposit berbasis pati sagu.

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan dari penelitian ini yaitu antara lain:

1. Menentukan komposisi alfa selulosa dari serat bambu yang tepat sebagai pengisi dalam biokomposit berbasis pati sagu.

2. Menentukan komposisi ekstrak daun kersen yang tepat sebagai antioksidan pada biokomposit berbasis pati sagu.

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini secara umum akan memberikan informasi antara lain, yaitu:

1. Diversifikasi pemanfaatan alfa selulosa dari serat bambu sebagai pengisi dalam penyediaan biokomposit berbasis pati sagu.

2. Pemanfaatan antioksidan dari ekstrak daun kersen dalam biokomposit berbahan dasar pati sagu untuk meningkatkan karakteristik dan sifat bahan.

(25)

1.5 Lingkup Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kimia Organik, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara, Medan. Adapun penelitian ini memiliki ruang lingkup atau batasan sebagai berikut:

1.5.1 Variabel tetap

Variabel tetap pada penelitian ini berasal dari isolasi alfa selulosa dari serat bambu, isolasi antioksidan dari daun kersen, dan pembuatan biokomposit berbasis pati sagu.

1.5.1.1 Isolasi alfa selulosa dari serat bambu

Isolasi alfa selulosa dari serat bambu terdiri dari proses delignifikasi, proses alkalinisasi dan proses pemutihan, antara lain (Saharman,2010):

1. Proses delignifikasi dilakukan dengan penambahan HNO3 3,5%

dan 10 mg NaNO2 pada temperatur 900C dan dalam waktu 120 menit,

2. Proses alkalisasi dilakukan dengan 2 tahap proses, yaitu:

1. Proses alkalisasi I dilakukan dengan penambahan NaOH 2%

dan Na2SO3 2% pada temperatur 500C dan dalam waktu 60 menit.

2. Proses alkalisasi II dilakukan dengan penambahan NaOH 17,5% pada temperatur 800C dan dalam waktu 30 menit.

3. Proses pemutihan dilakukan dengan 2 tahap proses, yaitu:

1. Proses pemutihan I dilakukan dengan penambahan NaOCl 1,75% pada temperatur 600C dan dalam waktu 60 menit.

(26)

2. Proses pemutihan II dilakukan dengan penambahan H2O2 10% pada temperatur 600C dan dalam waktu 60 menit.

1.5.1.2 Isolasi antioksidan dari daun kersen

Isolasi antioksidan dari daun kersen dilakukan dengan massa daun kersen 25 gram dan waktu penguapan 25 menit.

1.5.1.3 Pembuatan biokomposit berbasis pati sagu

Pembuatan biokomposit berbasis pati sagu dilakukan dengan massa pati sagu 10g. Perbandingan pati dengan aquadest 1 : 10 (w/v) (Prima dan Hesmita, 2015). Ukuran pati sagu 200 mesh (Gilang dan Sari, 2013).

Ukuran alfa selulosa 90 mesh dan berat gliserol 30% dari berat pati.

(Zuraida dkk. 2011). Berat asam asetat 20% dari berat pati (Thoriq, 2017). Untuk temperatur pemanasan larutan pati 750C (Yuli dkk. 2010).

1.5.2 Variabel berubah

Variabel berubah dilakukan untuk mendapatkan konsentrasi yang optimum. Untuk berat pengisi dengan perbandingan berat pati sagu (w/w) 1%, 3%, 5% dan 7% (Jose dan Amparo, 2011). Untuk berat antioksidan dengan perbandingan berat pati sagu (w/w) 1%, 3%, 5% dan 7% (Budiyanto dan Yulianingsih, 2008).

1.5.3.Analisis hasil penelitian

Analisis hasil penelitian pada karakterisasi alfa selulosa meliputi X-Ray Diffraction (XRD) dan Fourier Transform Infra Red (FTIR). Karakterisasi antioksidan menggunakan spektrofotometer UVVis. Karakterisasi dan Uji biokomposit meliputi Scanning Electron Microscopy (SEM), Fourier Transform Infra Red (FTIR).

(27)

1.5.4 Model Rancangan Percobaan

Dari data variabel diatas maka model rancangan percobaannya adalah sebagai berikut:

Pati Sagu (g) % Pengisi (%b) % Antioksidan (%b)

10

1 3 1 5 7

10

1 3 3 5 7

10

1 3 5 5 7

10

1 3 7 5 7

Pada penelitian mengenai pengaruh pemanfaatan alfa selulosa dari serat bambu sebagai pengisi dan ekstrak daun kersen (Muntingia Calabura L.) sebagai antioksidan terhadap karakteristik dan sifat biokomposit berbasis pati sagu akan menghasilkan produk biokomposit sebanyak 16 sampel dengan masing – masing akan dilakukan pengulangan sampel sebanyak 3 kali meliputi densitas (density), kekuatan tarik (tensile strength), pemanjangan pada saat putus (elongation at break), penyerapan air (water absorption) dan laju transmisi uap air (water vapour transmission rate).

(28)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Biokomposit

Biokomposit merupakan bahan alami yang memiliki perpaduan/ gabungan bahan yang terdiri dari dua atau lebih bahan yang berlainan pada skala makroskopis untuk menghasilkan material ketiga yang lebih bermanfaat (Jusuf dkk. 2014). Komposit memiliki keunggulan yaitu kekuatan terhadap berat yang tinggi, sifat mekanik yang baik dan dapat dibuat dalam berbagai bentuk.

Sedangkan kekurangan dari material komposit yaitu tidak dapat digunakan pada temperatur lebih dari 204,4 0C dan kekakuan tidak terlalu tinggi dibandingkan dengan logam maupun bahan baku lain yang mempunyai harga relatif tinggi (Eldo, 2012).

Komposit terdiri dari dua komponen yaitu matriks dan pengisi. Matriks berfungsi untuk memegang dan mempertahankan serat pada posisinya, memberikan sifat tertentu, misalnya ketahanan dan kekuatan serta meneruskan beban sehingga serat harus bisa melekat pada matrik dan kompatibel antara serat dan matrik. Artinya tidak ada reaksi yang mengganggu, merubah bentuk dan mendistribusikan tegangan ke unsur utamanya yaitu serat pada saat pembebanan (Diharjo dan Triyono, 1999). Sedangkan pengisi biasanya ditambahkan ke dalam matriks untuk meningkatkan sifat mekanik dari komposit misalnya kekuatan atau kekakuan komposit, peningkatan sifat fisik, penyerapan kelembapan yang rendah, pembasahan yang baik dan ketahanan terhadap bahan kimia yang baik (Nurun, 2013).

(29)

Biokomposit menjadi salah satu alternatif untuk menghasilkan produk yang dapat terdegradasi dibandingkan dengan material yang tidak dapat diperbaharui (Eldo, 2012). Penggunaan utama bioplastik ditujukan untuk kemasan makanan dan serat aplikasi. Keuntungan penggunaan bioplastik (Laxmana dkk. 2013) antara lain:

1. Mengurangi emisi CO2: Bioplastik menghasilkan 0,8 dan 3,2 metrik karbon dioksida dalam satu metrik ton, lebih sedikit dibandingkan plastik konvensional yang berbasis minyak bumi.

2. Alternatif yang murah: Bioplastik menjadi lebih layak dengan volatilitas harga minyak.

3. Limbah: Bioplastik dapat mengurangi jumlah racun yang dihasilkan oleh plastik konvensional yang berbasis minyak bumi.

Upaya dan inovasi dilakukan untuk mengurangi penggunaan plastik berbahan polimer sintetis. Plastik biodegradable berasal dari bahan alam seperti pati, selulosa, kolagen, kasein atau protein yang terdapat dalam hewan. Plastik ini bersifat dapat terdegradasi dengan mudah oleh mikroba pengurai (Prima dan Hesmita. 2015).

2.2 Pati dari Sagu (Metroxylon sp) sebagai Matriks.

Pati dari sagu merupakan hasil ekstraksi pati dari batang tanaman sagu. Di Indonesia tanaman utama penghasil pati sagu adalah Metroxylon yang tumbuh di lahan basah dan sagu baruk (Arenga microcarpha) yang tumbuh di lahan kering.

Setiap batang sagu mengandung sekitar 200 kg sagu, sehingga setiap hektar tanaman sagu mampu memproduksi 20-25 ton per hektar. Menurut Deputi Kepala Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) Bidang Agroindustri dan

(30)

Bioteknologi Wahono Sumaryono, kadar pati kering dalam sagu mampu mencapai 25 ton per hektar, yakni jauh diatas kandungan pati beras yang hanya 6 ton per hektar dan pati jagung yang hanya 5,5 ton per hektar (Thoriq, 2017).

Komposisi kimia dan sifat fungsional pati sagu dapat dilihat pada Tabel 2.1 berikut ini.

Tabel 2.1 Komposisi Kimia dan Sifat Fungsional Pati Sagu Parameter Pati Sagu

Kadar Air (%) 11,58

Kadar Pati (%) 82,94

Kadar Amilosa (%) 28,11 Kadar Amilopektin (%) 71,89

WHC (g/g) 2,15

OHC (g/g) 2,41

(Yuniarty dkk. 2014)

Sagu merupakan salah satu tanaman yang memiliki kadar pati yang tinggi dengan kadar pati sagu sebesar 82,94% (Yuniarty dkk. 2014). Kandungan pati yang tinggi inilah yang dapat menjadi bahan baku untuk pembuatan bioplastik. Pati merupakan homopolimer glukosa dengan ikatan α-glikosidik yang terdiri dari dua fraksi yaitu amilosa dan amilopektin. Amilosa mempunyai struktur rantai lurus dengan ikatan α-(1,4)-D-glukosa sedangkan amilopektin selain mempunyai rantai lurus juga mempunyai cabang dengan ikatan α-(1,6)-D-glukosa sebanyak 4–5% dari bobot total (Vico, 2006). Pati mempunyai granula pati yang terdiri dari kawasan amorf dan kristal. daerah kristalin pada pati terdiri dari amilopektin, sedangkan amilosa terdapat di daerah amorf. Di dalam pati, amilopektin juga merupakan komponen yang paling penting dari daerah kristalin.

Amilosa yang terdapat dalam pati bergabung dengan lipid dari struktur kristal

(31)

yang lemah dan memperkuat granula tersebut. Struktur molekul pati dapat dilihat pada Gambar 2.1 berikut ini.

Gambar 2.1 Struktur Molekul Pati (Sanchez-Vazquez dkk. 2013)

Sementara amilopektin larut dalam air, amilosa dan granula pati sendiri tidak larut dalam air dingin. Hal ini meyebabkan relatif mudah untuk mengekstrak granula pati dari sumber tanaman. Ketika suspensi pati dalam air dipanaskan, butiran pertama membengkak sampai tercapai suatu titik di mana pembengkakan tidak dapat kembali ke bentuk semula. Proses pembengkakan ini disebut gelatinisasi. Selama proses ini, amilosa akan terekstrak keluar dari granul yang menyebabkan peningkatan viskositas suspensi. Peningkatan suhu lebih lanjut akan menyebabkan pembengkakan maksimum butiran dan meningkatkan viskositas.

Hasilnya, butiran pecah akan menghasilkan dispersi koloid kental. Kemudian, pendinginan pada koloid hasil dispersi pati tersebut menghasilkan bentuk gel yang elastis (Ben dkk. 2007). Beberapa penelitian terbaru yang telah dilakukan untuk menghasilkan bioplastik dengan bahan baku pati seperti pisang (Yuli dkk. 2010), beras (Thawien, 2008), sagu (Zuraida dkk. 2011) dan sebagainya.

2.3 Selulosa dari Serat Bambu sebagai Matriks

Bambu sebagai salah satu tumbuhan daerah tropis dan subtropik. Secara alami bambu dapat tumbuh pada hutan primer maupun hutan skunder (bekas

(32)

perladangan dan belukar). Bambu tergolong dalam hasil hutan non kayu, yang oleh masyarakat dikenal sebagai tanaman serbaguna. Dikatakan demikian karena tanaman ini dapat digunakan untuk berbagai keperluan, salah satu manfaatnya adalah sebagai alternatif pengganti kayu. Bambu mudah diperoleh dengan harga yang relatif murah dan umur produksinya relatif cepat.

Tanaman bambu termasuk dalam serat alam dimana serat alam adalah serat yang dapat langsung diperoleh dari alam. Serat alam memiliki kelemahan yaitu ukuran serat yang tidak seragam, kekuatan serat sangat dipengaruhi oleh usia.

Serat sintetis adalah serat yang dibuat dari bahan-bahan anorganik dengan komposisi kimia tertentu. Serat sintetis mempunyai beberapa kelebihan yaitu sifat dan ukurannya yang relatif seragam, kekuatan serat dapat diupayakan sama sepanjang serat (Fui dkk. 2015). Parameter sifat mekanisme serat bambu dapat dilihat pada Tabel 2.2 berikut ini.

Tabel 2.2. Parameter Sifat Mekanisme Serat Bambu Parameter Serat Bambu

Panjang (mm) -

Diameter (mm) 0,1-0,4

Massa jenis (Kg/m3) 1500

Modulus Young (GPa) 27

Kekuatan Tarik (MPa) 575

Regangan (%) 3

Sumber: Building Material and Technology Promotion Council (2001).

Serat sebagai penguat dalam struktur komposit harus memenuhi persyaratan yaitu modulus elastisitas yang tinggi, kekuatan patah yang tinggi, kekuatan yang seragam di antara serat, stabil selama penanganan proses produksi dan diameter serat yang seragam (Nur dkk. 2014). Jumlah selulosa dalam serat bervariasi

(33)

menurut sumbernya dan biasanya berkaitan dengan bahan-bahan seperti air, lilin, pektin, protein, lignin dan substansi-substansi mineral.

Selulosa merupakan polimer yang relatif stabil dikarenakan adanya ikatan hidrogen. Selulosa tidak larut dalam pelarut air dan tidak memiliki titik leleh.

Serat selulosa memiliki beberapa keuntungan seperti: densitas rendah, sumber yang dapat diperbaharui, dapat terdegradasi, mengurangi emisi karbondioksida di alam, kekuatan dan modulus yang tinggi, permukaan yang relatif reaktif sehingga dapat digunakan untuk pemutusan beberapa gugus kimia, dan harga yang murah (Marc dkk. 2002).

Bagian mikrofibril yang banyak mengandung jembatan hidrogen antar molekul selulosa bersifat sangat kuat dan tidak dapat ditembus dengan air. Bagian ini disebut sebagai bagian berkristal dari selulosa, sedangkan bagian lainnya yang sedikit atau sama sekali tidak mengandung jembatan hidrogen disebut bagian amorf. Perbandingan bagian kristal dan bagian amorf adalah 85 persen dan 15 persen. Struktur berkristal dari selulosa merupakan hambatan utama dalam proses hidrolisis. Penentuan struktur selulosa bisa dilakukan dengan difraksi X-Ray, NMR, dan FTIR (Saharman, 2010). Struktur kimia dari selulosa dapat dilihat pada Gambar berikut ini:

Gambar 2.2. Struktur kimia dari Selulosa (Nuringtyas, 2010).

(34)

Menurut Klemm dkk (1998), alfa selulosa (Alpha Cellulose) adalah selulosa berantai panjang, tidak larut dalam larutan NaOH 17,5% atau larutan basa kuat dengan DP 600-1500. Selulosa alfa dipakai sebagai penduga dan atau penentu tingkat kemurnian selulosa. Struktur kimia dari alfa selulosa dapat dilihat pada Gambar 2.3 berikut ini.

Gambar 2.3 Struktur Kimia dari Alfa Selulosa (Nuringtyas, 2010).

2.4 Daun Kersen sebagai Antioksidan

Kersen merupakan tumbuhan dikotil dari keluarga Palmae, genus Muntingia dari ordo Malvales/Columniferae dan kersen atau talok adalah sejenis pohon berbuah kecil dan manis berwarna merah cerah. Kersen adalah tanaman tahunan yang dapat mencapai ketinggian 10 meter. Kersen memiliki beberapa bagian seperti daun, batang,bunga, dan buah. Batang tumbuhan kersen berkayu, tegak, bulat, dan memiliki percabangan simpodial. Gambar daun kersen dapat dilihat pada Gambar 2.4 berikut ini.

Gambar 2.4 Daun Kersen

(35)

Hasil analisis kimia pada kersen segar dapat dilihat pada Tabel 2.3 berikut ini.

Tabel 2.3 Analisa Kimia pada Kersen Segar

Parameter Daun

Kadar air 68,33%

Kadar lemak (%b/b) 1,1

Kadar protein (%b/b) 2,99

Kadar abu (%b/b) 5,08

Kadar karbohidrat (%b/b) 28,76

Kadar serat (%b/b) 49,6

Kadar flavonoid (% b/b) 93,21 Sumber: Anita dan Ririn (2017).

Untuk mendapatkan nilai aktivitas antioksidan dari daun kersen. Perlu dilakukan metode pemisahan senyawa dari campurannya menggunakan pelarut yang disebut ekstraksi.

2.4.1 Proses Ekstraksi Daun Kersen

Ekstraksi merupakan pemisahan senyawa aktif dengan menggunakan pelarut (Depkes RI, 1995). Metode ekstraksi yang biasa digunakan adalah maserasi, perkolasi dan soxhlet (Depkes RI, 2000). Selain metode tersebut, terdapat metode ekstraksi baru yang lebih efisien, diantaranya adalah metode ekstraksi ultrasonik. Metode ekstraksi secara ultrasonik banyak diterapkan dalam memperoleh komponen fitokimia dan dianggap ramah lingkungan.

Gelombang ultrasonik meningkatkan transfer massa, dimana pecahnya gelembung udara (berukuran mikro) akan merusak dinding sel tumbuhan sehingga meningkatkan penetrasi pelarut ke dalam matriks tumbuhan dan lepas ke dalam pelarut (Arabani dkk. 2015; Azwanida, 2015).

(36)

Pengecilan ukuran dilakukan untuk meningkatkan luas permukaan sampel sehingga laju transfer massa dari sampel akan semakin maksimal ketika berkontak dengan pelarut (Abed dkk. 2015). Faktor yang mempengaruhi proses ekstraksi secara ultrasonik antara lain kekuatan ultrasonik dan frekuensi yang digunakan, suhu ektraksi, lama ektraksi, ukuran partikel, pengunaan pelarut, rasio antara sampel-pelarut, dan lain sebagainya (Vladimir-Knežević dkk. 2012). Pemilihan pelarut merupakan salah satu faktor yang penting dalam proses ekstraksi. Pelarut yang digunakan dalam proses ekstraksi daun kerpsen (Muntingia calabura L.) adalah pelarut etanol. Menurut Azmir dkk. (2013), etanol dapat mengekstrak sejumlah komponen bioaktif, antara lain tannin, polifenol, flavonoid, terpenoid, dan alkaloid. Meskipun memiliki sifat mudah terbakar, etanol banyak digunakan sebagai pelarut karena mudah didapatkan bahkan dalam kemurnian yang tinggi, murah, tidak beracun, dan bersifat biodegradable (Chemat dkk. 2012).

Proses akhir untuk mendapatkan ekstrak daun kersen adalah melalui tahap evaporasi. Evaporasi dilakukan untuk meningkatkan konsentrasi padatan pada sampel cair. Tujuan proses ini antara lain untuk mengurangi kadar air serta volume dari sampel cair sehingga memungkinkan untuk mengefisiensi perpindahan dan penyimpanan produk. Proses evaporasi terhadap produk yang mengandung komponen bersifat termolabil umumnya dilakukan dalam kondisi vakum. Melalui penerapan kondisi vakum tinggi (tekanan rendah), kadar air dapat dihilangkan dalam jumlah tinggi tanpa adanya penurunan yang signifikan terhadap kualitas komponen termolabil (Phoungchandang dkk.

2009).

(37)

2.4.2 Aktivitas Antioksidan Ekstrak Daun Kersen

Aktivitas antioksidan pada penelitian ini dianalisa menggunakan metode DPPH. DPPH sendiri merupakan radikal bebas stabil yang akan bertindak sebagai penerima electron atau hidrogen dari agen antioksidan sehingga membentuk molekul diamagnetik yang stabil (Aboshora dkk. 2014). Interaksi dari reagen radikal (DPPH) berwarna ungu dengan agen antioksidan akan menetralkan karakter radikal bebas reagen dan menghasilkan perubahan warna sebagai akibat terbentuknya diphenylpicrylhydrazine (berwarna kuning).

Mekanisme penangkapan radikal ditunjukan pada Gambar 2.5 reaksi di berikut

Gambar 2.5 Reaksi penangkapan radikal DPPH oleh Antioksidan (AH= Antioksidan, ox=Oksidasi, red=Reduksi) (Dehpour dkk. 2009) Perubahan warna inilah yang kemudian diukur secara spektrofotometri dan dinyatakan sebagai aktivitas antioksidan sampel uji (Vladimir Knežević dkk.

2012).

Aktivitas antioksidan tertinggi dihasilkan dari ekstrak daun kersen yang diperoleh melalui ekstraksi pada suhu 600C selama 30 menit adalah adalah 83,094% (Prajitno, 2018). Menurut Andrade dkk. (2015) aktivitas antioksidan suatu produk dapat digolongkan sebagai kuat, menengah, dan lemah yang secara berurutan ditunjukan melalui persentase kapasitas pengikatan reagen

DPPH (Ox) purple

DPPH (Red) yellow

(38)

radikal DPPH dengan nilai diatas 70%, 60-70%, dan dibawah 50%. Hal ini menunjukkan bahwa ekstrak daun kersen dapat dikategorikan sebagai produk dengan antioksidan tinggi.

2.5 Gliserol sebagai Plastisizer.

Gliserol (1,2,3-propanetriol) merupakan cairan yang tidak berwarna, tidak berbau, cairan kental dengan rasa manis. Gliserol berasal dari kata Yunani yang berarti '’manis’,' glykys, dan istilah gliserin, gliserin, dan gliserol. Gliserin pada umumnya merujuk kepada solusi komersial gliserol dalam air yang komponen utamanya adalah gliserol. Gliserol mentah adalah 70-80% murni dan sering terkonsentrasi dan dimurnikan sebelum penjualan secara komersial dengan kemurnian 95,5-99% (Pagliaro dan Rossi. 2008).

Dalam kondisi anhidrat murni, gliserol memiliki berat jenis 1,261 g/mL, titik leleh 18,20C dan titik didih 2900C di bawah tekanan atmosfer normal, disertai dengan dekomposisi. Pada suhu rendah, gliserol dapat membentuk kristal yang meleleh pada 17,90C. Gliserol sangat stabil di bawah kondisi penyimpanan yang normal, kompatibel dengan banyak bahan kimia lainnya, hampir non-iritasi dalam berbagai penggunaannya, dan tidak berdampak negatif pada lingkungan (Pagliaro dan Rossi, 2008). Sifat fisikokimia gliserol dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 2.4 Sifat Fisikokimia Gliserol Pada Suhu 200C

Parameter Unit Nilai

Molecular Mass g mol-1 60,05

Density g cm-3 1,051

Food Energy kcal g-1 4,32

Surface Tension mN m-1 64,00

Temperature Coefficient mN (mK)-1 -0,0598 (Pagliaro dan Rossi, 2008).

(39)

Struktur Gliserol dapat dilihat pada Gambar 2.6 berikut ini.

Gambar 2.6 Struktur Gliserol

Penggunaan gliserol ini sendiri diaplikasikan dalam pembuatan bioplastik seperti yang dilakukan Utomo dkk (2013) yang melakukan penelitian tentang pengaruh suhu dan lama pengeringan terhadap karakteristik fisikokimiawi plastik biodegradable dari komposit pati lidah buaya (Aloe vera)–kitosan dengan hasil terbaik pada perlakuan suhu 50 0C dan waktu pengeringan 2 jam konsentrasi gliserol 8%.

2.6 Metode Pembuatan Bioplastik

Pembuatan bioplastik dengan memanfaatkan sumber daya pati di Indonesia dapat dilakukan melalui 3 cara yaitu (Ahmad, 2012):

1. Pencampuran (blending) antara polimer plastik dengan pati, dimana pati yang digunakan dapat berupa pati mentah berbentuk granular maupun pati yang sudah tergelatinisasi, dan plastik yang digunakan adalah PCL, PBS, atau PLA maupun plastik konvensional (polietilen). Pencampuran dilakukan dengan menggunakan extruder atau dalam mixer berkecepatan tinggi (high speed mixer) yang dilengkapi pemanas untuk melelehkan polimer plastik.

2. Modifikasi kimiawi pati, dimana untuk menambahkan sifat plastisitas pada pati, metode grafting sering digunakan. Sifat biodegradabilitas dari produk plastik yang dihasilkan tergantung daripada jenis polimer yang dicangkokkan pada pati.

(40)

3. Penggunaan pati sebagai bahan baku fermentasi menghasilkan monomer/ polimer plastik biodegradabel.

Metode yang dilakukan dalam pembuatan bioplastik pada penelitian ini merujuk pada metode Weiping Band (2005). Proses pencampuran antara pati, pengisi dan plasticizer dilakukan bertahap sambil dipanaskan dan diaduk.

Pencampuran yang dilakukan dapat menggunakan pengaduk (stirrer) dengan pemanasan menggunakan water batch. Dapat juga menggunakan alat hot plate magnetic stirrer. Campuran yang sudah homogen membentuk larutan bioplastik yang kemudian dicetak dan dikeringkan. Pengeringan menggunakan oven dengan temperatur 60 0C. Pengeringan dilakukan hingga plastik mengeras dan dapat dikeluarkan dari cetakan, waktu yang digunakan yaitu ± 24 jam (Yuli dkk. 2010).

Pada analisis Scanning Electron Microscopy (SEM) untuk analisis morfologi permukaan pada pati sagu dan bioplastik seperti terlihat pada Gambar 2.7 berikut.

Gambar 2.7 Analisis Morfologi Permukaan (a) Pati Sagu, (b) Bioplastik Pada Gambar 2.7 (a) diperoleh dari hasil penelitian Fasihuddin dkk. (1999) terlihat morfologi granula dari pati sagu yaitu berbentuk oval dengan ukuran rata-

a b

(41)

rata 20-40 μm. (b) diperoleh dari hasil penelitian Thoriq, (2017) terlihat morfologi bioplastik dengan penambahan gliserol sebagai plasticizer menyebabkan saling menyatu satu sama lain. Hal ini dikarenakan terjadinya pembentukan ikatan hidrogen yang lebih stabil antara plasticizer dan pati (Tomasz dkk. 2014).

Selulosa diketahui memiliki ketahanan terhadap asam lemah (Luis, 2015), sehingga ketika asam asetat yang ditambahkan kedalam campuran biokomposit, selulosa tidak akan larut kedalam campuran pati, tetapi selulosa akan terdistribusi pada matriks pati sagu. Pendistribusian ini dilakukan oleh asam asetat dengan cara merusak struktur pati. Struktur pati yang rusak nantinya akan diserap oleh gliserol, sehingga membuka jalan bagi asam asetat untuk meningkatkan interaksi antara pati dan pengisi (Xiaofei dkk. 2005).

2.7 Uji dan Karakterisasi Hasil Penelitian

Beberapa pengujian/karakterisasi hasil penelitian yang dilakukan pada biokomposit adalah sebagai berikut:

2.7.1 Analisis SEM (Scanning Electron Microscopy)

Analisi SEM (Scanning Electron Microscopy) dilakukan untuk mengetahui bentuk permukaan bioplastik, besar pori yang terbentuk pada lembaran bioplastik, untuk melihat morfologi α-selulosa, morfologi penyebaran dengan penambahan pengisi α-selulosa dan plasticizer gliserol dalam matriks selanjutnya di letakkan di bawah lensa pengamatan yang ada di dalam alat uji SEM (Hendri dkk. 2014).

2.7.2 Analisis XRD (X-Ray Diffraction)

Analisis XRD (X-Ray Diffraction) bertujuan untuk menganalisis struktur kristal. Prinsip kerja dari XRD adalah difraksi sinar X yang

(42)

disebabkan adanya hubungan fasa tertentu antara dua gerak gelombang atau lebih sehingga paduan gelombang tersebut saling menguatkan. Sinar X dihamburkan oleh atom-atom dalam zat padat material. Ketika sinar X jatuh pada kristal dari material maka akan terjadi hamburan ke segala arah yang bersifat koheren. Sifat hamburan sinar X yang koheren mengakibatkan sifat saling menguatkan atau saling melemahkan pada paduan gelombang (Eldo, 2012).

2.7.3 Analisis FTIR (Fourier Transform Infra Red)

Analisis FTIR (Fourier Transform Infra Red) merupakan metode yang digunakan spektroskopi inframerah. Dalam spektroskopi inframerah, radiasi IR dilewatkan melalui sampel. Beberapa radiasi inframerah diserap oleh sampel dan sebagian melewati (ditransmisikan). Spektrum yang dihasilkan merupakan penyerapan molekul dan transmisi, menciptakan sidik jari molekul sampel. Seperti sidik jari tidak ada dua struktur molekul yang unik menghasilkan spectrum inframerah yang sama. Spektrum inframerah merupakan sidik jari dari sampel dengan puncak serapan yang sesuai dengan frekuensi getaran antara obligasi atom yang membentuk materi. Karena setiap bahan yang berbeda adalah kombinasi unik dari atom, ada dua senyawa menghasilkan persis spektrum inframerah yang sama. Oleh karena itu, spektroskopi inframerah dapat menghasilkan identifikasi positif (analisis kualitatif) dari setiap jenis bahan yang berbeda. Selain itu, ukuran puncak di spektrum adalah indikasi langsung dari jumlah material. Dengan algoritma perangkat lunak modern,

(43)

inframerah adalah alat yang sangat baik untuk analisis kuantitatif (Thermo, 2001).

2.7.4 Uji Densitas

Kepadatan adalah salah satu sifat mekanik yang paling penting dan begitu juga banyak digunakan dalam perhitungan proses. Hal ini didefinisikan sebagai massa per unit volume. Satuan SI densitas adalah kg/m3. Pada pengujian densitas plastik sampel film diuji berdasarkan standar ASTM D792-91, 1991.

2.7.5 Sifat Kekuatan Tarik dan Pemanjangan Saat Putus

Uji Kekuatan Mekanik yang diberikan pada bahan adalah uji kekuatan tarik (tensile strength), pemanjangan pada saat putus (elongation at break). Sampel film plastik diuji berdasarkan pada ASTM D-638. Metode pengujian ini mencakup penentuan tarik yang sifat plastik diperkuat dalam bentuk standar dumbel (dumbbell shaped) yang ketika diuji di bawah kondisi yang ditentukan dari perlakuan awal (pretreatment), suhu, kelembaban, dan kecepatan mesin uji. Metode uji ini dapat digunakan untuk pengujian bahan dari setiap ketebalan sampai 14 mm (0,55 in.).

Namun, untuk pengujian spesimen dalam bentuk lembaran tipis, termasuk film yang kurang dari 1,0 mm (0.04 in.) Ketebalan Metode Uji D 882 adalah metode yang paling tepat. Bahan dengan ketebalan lebih besar dari 14 mm (0,55 in.) harus dikurangi oleh mesin (ASTM D 638-00, 2005).

2.7.6 Uji Penyerapan Air (Water Absorption)

Partikel yang terlarut dalam air adalah karbohidrat yang memiliki berat molekul besar dan mengembang yang merupakan pecahan dari

(44)

molekul pati. Proses ekstrusi menyebabkan penurunan ukuran molekul pati. Penyerapan Air (Water absorption) tergantung pada ketersediaan gugus hidrofilik untuk dapat mengikat air. Pati yang mengalami gelatinisasi memiliki kemampuan penyerapan air yang sangat besar dan cepat. Penyerapan air tergantung pada ketersediaan gugus hidrofilik yang mengikat molekul air pada kapasitas pembentukan gel dari makromolekul (Chandra dkk. 2013).

2.7.7 Uji Laju Transmisi Uap Air (Water Vapour Transmission Rate/

WVTR).

Water Vapor Transmission Rate (WVTR) atau sering juga disebut Moisture Vapor Transmission Rate (MVTR) adalah metode untuk mengukur jumlah uap air yang dapat melewati lapisan kemasan. Satuan unit yang umum dipakai untuk metode ini adalah g H₂O/m2/jam (berapa banyak (gram) uap air yang lewat dalam satuan meter persegi dalam jam).

Pengujian WVTR dilakukan dengan metode cawan. Semakin tinggi nilai WVTR maka permeabilitas kemasan juga tinggi, maka semakin banyak uap air yang keluar dari dalam atau masuk ke dalam kemasan (Bayu, 2007). Biofilm yang baik harus tidak mudah dilewati oleh uap air atau memiliki nilai laju transmisi uap air yang rendah. Biofilm yang baik adalah film yang memiliki WVTR seminimal mungkin.

(45)

3.1 Lokasi Dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Organik Fakultas Teknik, Departemen Teknik Kimia, Universitas Sumatera Utara. Penelitian ini dilakukan kurang lebih selama 7 bulan.

3.2 Peralatan Dan Bahan 3.2.1 Alat

3.2.1.1 Isolasi Alfa Selulosa dari Serat Bambu

Alat yang digunakan untuk isolasi alfa selulosa dari serat bambu adalah hot plate, oven dan.ayakan 50 mesh

3.2.1.2 Aktivitas Antioksidan dari Daun Kersen

Alat yang digunakan untuk mengekstraksi antioksidan dari daun kersen adalah ultrasonic bath dan rotary evaporator.

3.2.1.3. Biokomposit Berbasis Pati Sagu

Alat yang digunakan untuk pembuatan biokomposit adalah cetakan biokomposit, hot plate, magnetic stirrer, dan ayakan 200 mesh.

3.2.2 Bahan

3.2.2.1 Isolasi Alfa Selulosa dari Serat Bambu

Adapun bahan yang digunakan pada proses isolasi alfa selulosa antara lain berasal dari penjual bambu dan toko kimia yang terdiri dari aquadest (H2O), asam nitrat (HNO3), natrium hidroksida (NaOH),

(46)

natrium hipoklorit (NaOCl), hidrogen peroksida (H2O2), natrium nitrit (NaNO2), dan natrium sulfit (Na2SO3).

3.2.2.2 Aktivitas Antioksidan dari Daun Kersen

Bahan yang digunakan dalam proses ekstraksi antioksidan antara lain daun kersen, air suling, DPPH , dan etanol 96%.

3.2.2.3. Biokomposit Berbasis Pati Sagu

Adapun bahan yang digunakan dalam pembuatan biokomposit antara lain berasal dari toko kimia antara lain pati sagu, air, alfa selulosa, gliserol, aquadest, asam asetat dan ekstrak daun kersen.

3.3 Prosedur Penelitian

3.3.1 Prosedur Isolasi Alfa Selulosa Prosedur isolasi alfa selulosa meliputi:

3.3.1.1 Prosedur Preparasi Serat Bambu

Adapun prosedur preparasi serat bambu adalah sebagai berikut (Fenny dkk. 2013):

1. Bambu dipotong kecil dan dicuci dengan air.

2. Dikeringkan di bawah sinar matahari selama 2 jam.

3. Dihancurkan dengan grinder hingga diperoleh ukuran yang lebih kecil.

4. Dikumpulkan untuk isolasi alfa selulosa.

3.3.1.2 Prosedur Isolasi Alfa Selulosa dari Serat Bambu

Adapun prosedur isolasi alfa selulosa dari serat bambu adalah (Fenny dkk. 2013):

(47)

1. 75 gram serat bambu dimasukkan ke dalam beaker glass, kemudian ditambah 1 L campuran HNO3 3,5% dan 10 mg NaNO2, dipanaskan diatas hotplate pada suhu 90 oC selama 2 jam.

2. Disaring dan ampas dicuci hingga filtrat netral.

3. 750 ml larutan yang mengandung NaOH 2% dan Na2SO3 2% pada dimasak di atas hot plate suhu 50 oC selama 1 jam.

4. Disaring dan ampas dicuci hingga filtrat netral.

5. Dilakukan pemutihan dengan 250 ml larutan NaOCl 1,75% dengan panasan menggunakan hot plate pada temperatur mendidih selama 30 menit.

6. Disaring dan ampas dicuci hingga filtrat netral.

7. Dilakukan pemurnian alfa selulosa dari sampel dengan 500 ml larutan NaOH 17,5% dengan pemanasan menggunakan hot plate pada suhu 80 oC selama 30 menit.

8. Disaring dan ampas dicuci hingga filtrat netral.

9. Dilakukan pemutihan dengan H2O2 10% dengan pemanasan menggunakan hot plate pada suhu 60 oC dalam oven selama 1 jam.

10. Disaring dan ampas dicuci hingga filtrat netral.

3.3.2 Prosedur Aktivitas Antioksidan dari Daun Kersen

Prosedur aktivitas antioksidan dari daun kersen meliputi:

3.3.2.1 Prosedur Ekstraksi Etanol Daun Kersen (Muntingia Calabura L) (Handayani dkk. 2016)

1. Daun kersen sebanyak 500g dicuci dan dipotong kecil-kecil.

(48)

2. Kemudian dikeringkan dengan menggunakan oven pada suhu 30- 370C selama ± 3 jam.

3. Serbuk daun kersen dimasukkan dalam erlenmeyer dan dilarutkan dengan 500ml etanol 96%.

4. Dimasukkan kedalam alat ultrasonik selama 20 menit pada suhu 400C dan difiltrasi dengan menggunakan kertas saring dan filtrat dikumpulkan.

5. Kemudian diulangi langkah no 3 dan 4 sebanyak 2 kali dengan waktu, suhu dan jumlah pelarut yang sama.

6. Filtrat dievaporasi menggunakan rotary evaporator dengan suhu 30-400C.

7. Proses evaporasi dihentikan sampai pelarut habis dengan ditandai tidak adanya penetesan pelarut pada labu pelarut.

3.3.2.2 Pembuatan larutan 2,2-diphenyl-1-picrylhydrazyl (DPPH) (Molyneux, 2004):

Ditimbang 5 mg DPPH dan dilarutkan dengan methanol dalam labu sampai 250 mL sehingga diperoleh larutan dengan konsentrasi + 50 µM.

3.3.2.3 Pentapan Panjang Gelombang Serapan Maksimum (DPPH) (Brand Williams dkk. 1995)

Dipipet sebanyak 3,9 mL larutan DPPH 100 µM dan ditambahkan 0,1 mL etanol. Setelah dibiarkan selama 30 menit di tempat gelap, serapan larutan diukur dengan spektrofotometer UVVis pada panjang gelombang 500-700 nm.

(49)

3.3.2.4 Penetapan Serapan Kontrol (Brand Williams dkk. 1995)

Dipipet larutan DPPH 100 µM sebanyak 3,9 mL dan ditambahkan etanol 0,1 mL. Diukur serapan dengan spektrofotometer UV-Vis.

3.3.2.5 Pemeriksaan Aktivitas Antioksidan (Brand Williams dkk. 1995) 1. Ditimbang ekstrak 5 mg, kemudian dilarutkan dengan etanol 5 mL.

2. Diambil 100 µL sistem yang mengandung ekstrak (0,1 mL).

3. Sampel dipipet sebanyak 0,1 mL larutan sampel dengan pipet mikro dan masukan ke dalam vial, kemudian ditambahkan 3,9 mL larutan DPPH (25mg DPPH/ L etanol).

4. Campuran dihomogenkan dan dibiarkan selama 45 menit di tempat gelap

5. Kemudian absorbansi diukur dengan spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang maksimum.

3.3.3 Prosedur Pembuatan Biokomposit dari Pati Sagu

Adapun prosedur pembuatan biokomposit adalah sebagai berikut (Savadekar dkk. 2012):

1. Ditimbang 1% alfa selulosa dari 10g berat pati.

2. Alfa selulosa tersebut dimasukkan ke dalam beaker glass dan ditambahkan aquadest sebanyak 100 ml lalu diaduk menggunakan stirrer dengan kecepatan 1000 rpm selama 15 menit.

3. Kemudian ditimbang 1% ekstrak daun kersen dari 10g berat pati.

4. Ekstrak daun kersen ditambahkan ke dalam larutan (tahapan prosedur ke 2) dan diaduk kembali selama 15 menit.

5. Kemudian ditambahkan pati sebanyak 10g ke dalam larutan tersebut.

(50)

6. Hot plate dipanaskan dan diatur temperatur yang akan digunakan.

7. Ditambahkan gliserol 30ml dan asam asetat 20ml pada larutan dan diaduk sampai homogen.

8. Setelah homogen, hot plate dan stirrer dimatikan.

9. Beaker glass berisi larutan dicetak.kemudian dikeringkan dalam oven pada T = 60 oC selama 24 jam.

10. Setelah dikeringkan, diangkat dan dikeringkan ke dalam desikator selama 24 jam.

11. Kemudian bioplastik dilepas dari cetakannya dan siap untuk dianalisis.

12. Ulangi kembali langkah langkah diatas untuk no 1, 2, 3 dengan mengganti berat alfa selulosa pada 3%, 5% dan 7% dari 10g berat pati dan mengganti berat untuk ekstrak daun kersen 3%, 5% dan 7% dari 10g berat pati.

3.4 Flowchart Percobaan

3.4.1 Flowchart Preparasi Serat Bambu

Adapun flowchart preparasi serat bambu dibawah ini (Fenny dkk. 2013):

Dikumpulkan untuk isolasi α-selulosa Selesai

Mulai

Bambu dipotong kecil, dicuci dan dikeringkan di bawah sinar matahari selama 2 jam

Dihancurkan dengan grinder hingga diperoleh ukuran yang lebih kecil

Gambar 3.1 Flowchart Preparasi Serat Bambu

(51)

3.4.2 Flowchart Isolasi Alfa Selulosa

Adapun flowchart isolasi alfa selulosa dapat dilihat pada gambar dibawah ini (Fenny dkk. 2013):

Gambar 3.2 Flowchart Isolasi Alfa Selulosa Serat disaring dan dicuci hingga filtrat netral

75g serat bambu dimasukkan ke beaker glass, lalu ditambahkan 1L campuran HNO3 3,5% dan 10mg NaNO2, dipanaskan pada suhu 900C selama 2 jam

Mulai

Ditambahkan 750ml NaOH 2% dan Na2SO3 2% dan diaduk pada suhu 500C selama 1 jam Serat disaring dan dicuci hingga filtrat netral

Ditambahkan 250ml NaOCl 1,75% dan diaduk pada suhu mendidih selama 30 menit

Ditambahkan 500ml NaOH 17,5% dan diaduk pada suhu 800C selama 30 menit Serat disaring dan dicuci hingga filtrat netral

Serat disaring dan dicuci hingga filtrat netral

Ditambahkan H2O2 10% dan diaduk pada suhu 600C dalam oven selama 1 jam

Selesai

Serat disaring dan dicuci hingga filtrat netral

Referensi

Dokumen terkait

Hasil uji efek afrodisiaka ekstrak etanol albedo (mesocarp) semangka pada parameter introducing dari setiap kelompok menunjukkan bahwa kelompok IV memiliki aktivitas

Jadi dari data di atas dapat diketahui bahwa faktor enviromental yang terdiri dari sumberdaya dan pesaing yang mempengaruhi minat berwirausaha mahasiswa Fakultas Ekonomi Dan

Inilah relevansi antara makna Salib Kristus dan panggilan sebagai katekis; Salib Kristus dan panggilan katekis merupakan rencana dari Allah, Salib Kristus dan panggilan katekis

Menyatakan bahwa “Skripsi” yang saya buat untuk memenuhi persyaratan kelulusan pada jurusan manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Islam Negeri UIN Maulana Malik Ibrahim Malang,

Dalam penelitian ini responden adalah ibu hamil yang sudah pernah melakukan pemeriksaan di puskesmas dan sudah pernah mendapatkan konseling atau promosi kesehatan, sehingga

Gambar 2 Grafik peningkatan indikator 1 (minat siswa dalam proses pembelajaran) Siswa juga menjadi lebih rajin belajar kimia karena model pembelajaran yang diterapkan

setu-iu untuk pernyataan bahwa responden telah memiliki daya juang vang tinggi. Karakteristik selanjutnya adalah memiliki mot~vasi yang kuat untuk. berhasil. responden dalam

1. Pedagang angkringan asal Kota Klaten Provinsi Jawa Tengah telah melakukan mobilisai horisontal ke kotakota di Provinsi Jawa Timur karena didorong oleh tiga faktor,