• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Scanning Electron Microscope (SEM)

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.3. Analisis Biokomposit

4.3.1. Analisis Scanning Electron Microscope (SEM)

Karakterisasi morfologi alfa selulosa dari serat bambu dengan SEM bertujuan untuk mengetahui morfologi dari biokomposit dengan alfa selulosa dan antioksidan yang disajikan pada Gambar 4.3 dibawah ini:

Gambar 4.3 (a) Analisis SEM pada Pengisi 1% dan Antioksidan 3% dan (b) Analisis SEM pada Pengisi 5% dan Antioksidan 3%.

Analisis Scanning Electron Microscopy (SEM) pada Gambar 4.3 (a) untuk hasil analisa SEM biokomposit pati sagu dengan penambahan pengisi 1% alfa

selulosa dan antioksidan 3% ekstrak daun kersen, dimana untuk jumlah/

komposisi pengisi alfa selulosa dan antioksidan ekstrak daun kersen masih sedikit sehingga biokomposit masih didominasi oleh matriks pati sagu. Hal ini dapat dilihat dari morfologi yang menunjukkan komponen alfa selulosa masih sedikit.

Sedangkan pada Gambar 4.3 (b) untuk hasil analisa SEM biokomposit pati sagu dengan penambahan pengisi 5% alfa selulosa dan antioksidan 3% ekstrak daun kersen, dimana untuk jumlah/ komposisi pengisi alfa selulosa dan antioksidan ekstrak daun kersen yang ada telah cukup untuk memenuhi ruang-ruang matriks sehingga meningkatkan interaksi ikatan hidrogen antara alfa selulosa dan pati.

Distribusi pengisi yang seragam pada matriks menunjukkan interaksi yang baik dan telah terdistribusi merata, sehingga meningkatkan interaksi ikatan hidrogen antara alfa selulosa dan pati (Melissa dkk. 2014).

Penggabungan ekstrak daun kersen sebagai antiokasidan pada struktur biokomposit menunjukkan adanya struktur tanpa pori-pori yang tidak menyebabkan perbedaan signifikan dalam struktur biokomposit tersebut.

Penambahan ekstrak daun kersen menunjukkan ekstrak tersebar dengan baik dalam matriks pati melalui ikatan hidrogen (Siripatrawan dan Harte, 2010).

4.3.2 Analisis Fourier Transform Infra Red (FTIR) Biokomposit dengan Alfa Selulosa Dan Biokomposit dengan Alfa Selulosa dan Antioksidan.

Analisa dengan spektrum infra merah ini dilakukan dengan cara mengamati frekuensi yang khas dari gugus fungsi spectra FTIR pada gugus fungsi bioplastik dengan alfa selulosa dan bioplastik dengan alfa selulosa dan antioksidan. Dari

analisa gugus fungsi menggunakan FT-IR diperoleh hasil spektrum dalam bentuk grafik yang dapat dilihat pada Gambar 4.4 dan Tabel 4.2 berikut ini:

Gambar 4.4 Karakterisasi FT-IR Biokomposit dengan Alfa Selulosa dan Biokomposit dengan Alfa Selulosa dan Antioksidan.

Tabel 4.2 Daerah Absorbansi Gugus Fungsi dari Biokomposit dengan Alfa Selulosa Dan Biokomposit dengan Alfa Selulosa dan Antioksidan.

Jenis Ikatan Biokomposit dengan Alfa Selulosa (cm-1)

Biokomposit dengan Alfa Selulosa dan Antioksidan

(cm-1)

Gugus O-H Bending 1640 1645

Dari Gambar 4.4 di atas dapat diketahui bahwa konsentrasi gugus OH Bending ditunjukkan pada serapan area antara 1600 sampai 1650 cm-1 dan ditandai dengan terdapatnya serapan area 1645 cm-1 pada biokomposit dengan alfa selulosa dan antioksidan. Sedangkan, tampak biokomposit dengan alfa selulosa sedikit lebih tajam dengan daerah serapan yaitu 1640 cm-1. Ini menunjukkan area kristal, di mana area penyerapan akan meningkat seiring dengan proses pemurnian

(Alves dkk. 2015). Dapat diketahui bahwa spektrum biokomposit dengan alfa selulosa dan biokomposit dengan alfa selulosa dan antioksidan, keduanya memiliki gugus fungsi yang hampir mirip karena berasal dari tumbuhan namun ukuran banyaknyalah yang menjadi perbedaannya.

4.3.3 Pengaruh Penambahan Alfa Selulosa dari Serat Bambu dan Antioksidan Ekstrak Daun Kersen Terhadap Densitas Biokomposit

Gambar 4.5 berikut ini menunjukkan pengaruh penambahan alfa selulosa dan ekstrak daun kersen terhadap densitas biokomposit.

Gambar 4.5 Pengaruh Penambahan Alfa Selulosa Dan Ekstrak Daun Kersen Terhadap Densitas Biokomposit.

Dari Gambar 4.5 di atas dapat dilihat penambahan alfa selulosa dan ekstrak daun kersen terhadap densitas biokomposit. Nilai densitas tertinggi yang diperoleh adalah sebesar 0,26 gram/cm3 pada penambahan alfa selulosa 7% dan ekstrak daun kersen 3%. Sedangkan nilai densitas terendah diperoleh pada penambahan alfa selulosa 1% dan ekstrak daun kersen 1% dengan nilai densitas sebesar 0,09 gram/cm3. Dari Gambar 4.5 tersebut juga dapat dilihat dimana dengan

0 0.05 0.1 0.15 0.2 0.25 0.3

1 3 5 7

Densitas (gram/cm3)

Alfa Selulosa (%)

Ekstrak daun kersen 1%

Ekstrak daun kersen 3%

Ekstrak daun kersen 5%

Ekstrak daun kersen 7%

meningkatnya penambahan alfa selulosa maka nilai densitas yang diperoleh juga akan semakin meningkat. Pada penambahan alfa selulosa 7% biokomposit memiliki nilai densitas tertinggi karena alfa selulosa terdistribusi secara merata sehingga meningkatkan keefektifan penguatannya dalam kerapatan struktur biokomposit (Zimmermann dkk. 2010).

Nilai densitas yang tinggi tersebut akibat interaksi antioksidan ekstrak daun kersen yang terdistribusi secara merata. Struktur pati yang rusak diserap oleh gliserol, sehingga ekstrak daun kersen dapat masuk dan terdegradasi dengan baik.

Penggabungan antioksidan ekstrak daun kersen 3% paling baik pada biokomposit ini kerenaberat molekul rendah antioksidan yang dimasukkan ke dalam bahan polimer (Estiningtyas, 2010). Dimana ekstrak daun kersen bertindak sebagai antioksidant yang bertujuan mendegradasi pati bersama substrat yang dapat teroksidasi, dapat menunda atau menghambat oksidasi senyawa tersebut (Kuncahyo dan Sunardi, 2007).

4.3.4 Pengaruh Penambahan Alfa Selulosa dari Serat Bambu dan Antioksidan Ekstrak Daun Kersen Terhadap Sifat Kekuatan Tarik (Tensile Strength) Biokomposit.

Pada Gambar 4.6 berikut ini menunjukkan pengaruh penambahan alfa selulosadari serat bambu dan antioksidan ekstrak daun kersen terhadap sifat kekuatan tarik (tensile strength) biokomposit.

Gambar 4.6 Pengaruh Penambahan 5% Alfa Selulosa dan Antioksidan Ekstrak Daun Kersen 3% Terhadap Sifat Kekuatan Tarik (Tensile Strength) Biokomposit.

Dari Gambar 4.6 di atas terlihat bahwa penambahan alfa selulosa dan ekstrak daun kersen terhadap sifat kekuatan tarik biokomposit diperoleh nilai kekuatan tarik tertinggi adalah sebesar 1,37 MPa yang diperoleh pada penambahan alfa selulosa 5% dengan penambahan ekstrak daun kersen 3%.

Penambahan pengisi (filler) berupa alfa selulosa dapat memperbaiki dan meningkatkan sifat mekanis pada film yang dihasilkan (Azaredo dkk. 2012).

Selain penambahan pengisi (filler), peningkatan sifat mekanis juga dipengaruhi pada ikatan adhesi antara matriks dan serat (Rosa dkk. 2009). Nilai kekuatan tarik juga dipengaruhi oleh kerapatan massa suatu bahan, dimana semakin rapat suatu bahan, maka nilai dari kekuatan tarik akan semakin meningkat. Hal ini sesuai dengan penelitian Bilbao-Sainz dkk. (2011) yang menyatakan bahwa kerapatan suatu bahan akan meningkatkan sifat fisik dan mekaniknya.

0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2 1.4 1.6

1 3 5 7

Kekuatan Tarik (MPa)

Alfa Selulosa (%)

Ekstrak daun kersen 1%

Ekstrak daun kersen 3%

Ekstrak daun kersen 5%

Ekstrak daun kersen 7%

Sedangkan nilai kekuatan tarik terendah diperoleh pada penambahan alfa selulosa 7% dengan penambahan ekstrak daun kersen 7% dengan nilai kekuatan tarik sebesar 0,70 MPa. Seperti dilaporkan oleh Cho dkk. (2006) dan Roohani dkk. (2008) penurunan nilai kekuatan tarik ini disebabkan karena alfa selulosa membentuk penggumpalan (agregat) dalam matriks film. Tegangan (stress) yang disebabkan oleh penggumpalan (agregat) dalam matriks yang tidak dapat terdistribusi secara seragam, sehingga memunculkan perpindahan tegangan (stress) yang kurang seragam (Roohani dkk. 2008). Massa pengisi selulosa yang tinggi akan memperlambat interaksi antar molekul biokomposit, menyebabkan perkembangan struktur biokomposit menjadi heterogen (Siagian, 2016). Sifat kuat tarik juga akan menurun apabila distribusi pengisi (filler) berupa alfa selulosa tidak merata dan pencampuran bahan yang tidak rata maupun tidak padu antara matriks dan pengisi (filler) (Kengkhetkit dan Amornsakchai, 2012).

Dari Gambar 4.6 tersebut hasil peningkatan nilai kekuatan tarik seiring dengan penambahan ekstrak daun kersen hingga 3%. Namun, pada penambahan ekstrak daun kersen 5%, nilai kekuatan tarik menjadi menurun. Penambahan antioksidan dikaitkan dengan pengurangan kekuatan pati, yang mengarah pada penurunan kekuatan tarik. Penurunan ini biasa ditemukan ketika berat molekul rendah seperti plastisizer dimasukkan ke dalam bahan polimer (Estiningtyas, 2010). Ekstrak daun kersen bertindak sebagai antioksidant yang bertujuan mendegradasi pati bersama substrat yang dapat teroksidasi, dapat menunda atau menghambat oksidasi senyawa tersebut (Kuncahyo dan Sunardi, 2007).

Penambahan ekstrak dalam biokomposit tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan dalam parameter fisik dari matriks.

4.3.5 Pengaruh Penambahan Alfa Selulosa dari Serat Bambu dan Ekstrak Daun Kersen Terhadap Pemanjangan Saat Putus (Elongation At Break) Biokomposit.

Gambar 4.7 berikut ini menunjukkan pengaruh penambahan alfa selulosa dan ekstrak daun kersen terhadap sifat pemanjangan saat putus (Elongation At Break) biokomposit.

Gambar 4.7 Pengaruh Penambahan Alfa Selulosa dan Antioksidan Ekstrak Daun Kersen Terhadap Sifat Pemanjangan Saat Putus Biokomposit.

Dari Gambar 4.7 di atas terlihat bahwa nilai pemanjangan saat putus (elongation at break) tertinggi adalah sebesar 5,84% yang diperoleh pada penambahan alfa selulosa 1% dengan penambahan ekstrak daun kersen 3%.

Peningkatan sifat pemanjangan saat putus (elongation at break) ini disebabkan selulosa dengan larutan pati tidak homogen yang memicu pembentukan penggumpalan (agregat) yang dapat menurunkan sifat kekuatan tarik (tensile

0 1 2 3 4 5 6 7

1 3 5 7

Pemanjangan pada saat putus (%)

Alfa Selulosa (%)

Ekstrak daun kersen 1%

Ekstrak daun kersen 3%

Ekstrak daun kersen 5%

Ekstrak daun kersen 7%

strength) sehingga meningkatkan sifat pemanjangan saat putus (elongation at break) (Melissa dkk. 2014).

Sedangkan nilai pemanjangan saat putus (elongation at break) terendah diperoleh pada penambahan alfa selulosa 7% dengan penambahan ekstrak daun kersen 7% dengan nilai pemanjangan saat putus (elongation at break) sebesar 2,20%. Dengan meningkatnya penambahan alfa selulosa maka nilai pemanjangan saat putus (elongation at break) yang diperoleh juga akan semakin menurun.

Penurunan pemanjangan saat putus maksimum dengan peningkatan konsentrasi ekstrak disebabkan oleh adanya molekul dengan berat molekul rendah dari sebagian besar komponen ekstrak yaitu disisipkan diantara rantai pati. Dengan adanya molekul rendah pada formulasi jaringan, matriks menjadi kurang padat (Mali dkk. 2005).

Interaksi antara alfa selulosa dan pati dapat meningkatkan sifat kuat tarik pada biokomposit yang dihasilkan, namun mengakibatkan gerakan rantai polimer menjadi lebih terbatas yang menyebabkan kemampuan pemanjangan putus (elongation at break) pada biokomposit yang dihasilkan menjadi berkurang (Müller dkk. 2009b). Interaksi antara rantai pati dan serat selulosa dapat mencegah terjadinya interaksi antara rantai pati dan air yangbiasanya berperan sebagai pemplastis. Sehingga mengurangi sifat higroskopis film berbahan dasar pati (Muller dkk. 2009a).

Dengan penambahan antioksidan ekstrak daun kersen nilai pemanjangan pada saat putus semakin turun seiring bertambahnya konsentrasi antioksidan (Krochta dkk. 1997) . Persentase pemanjangan pada saat putus yang rendah diperlukan agar kekuatan plastik unggul. Nilai kekuatan untuk film biokomposit

yang berisi ekstrak tampak agak rendah untuk kemasan makanan. Namun film akan efektif sebagai pelapis makanan langsung (Fama, 2008; Parzanese, 2010).

4.3.6 Pengaruh Penambahan Alfa Selulosa dari Serat Bambu dan Antioksidan Ekstrak Daun Kersen Terhadap Penyerapan Air (Water Uptake) Biokomposit.

Gambar 4.8 berikut ini menunjukkan pengaruh penambahan alfa selulosa dan ekstrak daun kersen terhadap penyerapan air (water uptake) biokomposit.

Gambar 4.8 Pengaruh Penambahan Alfa Selulosa Serat Bambu dan Antioksidan Ekstrak Daun Kersen terhadap Sifat Penyerapan Air.

Dari Gambar 4.8 dapat dilihat bahwa pada penambahan pengisi alfa selulosa 1% merupakan penyerapan air tertinggi dalam penelitian tersebut. Dimana hal ini terjadi pada penambahan ekstrak daun kersen 1% yaitu 38,27%. Sedangkan penyerapan air terbaik dalam penelitian ini adalah pada penambahan antioksidan ekstrak daun kersen 7%. Dimana hal ini terjadi pada penambahan pengisi alfa selulosa 7% yaitu 24,67%. Penambahan antioksidan ekstrak daun kersen

0

menunjukkan adanya penurunan sifat penyerapan air (water uptake) biokomposit.

Penurunan persentase daya serap air ini disebabkan oleh peningkatan konsentrasi pemplastis, hal ini diduga menyebabkan ikatan yang terjadi antara pemlastis dan polimer menjadi rapuh ketika terkena air. Dari Gambar 4.8 dapat dilihat bahwa penambahan pengisi (filler) berupa selulosa dapat menurunkan penyerapan air.

Hal ini dikarenakan selulosa membentuk suatu ikatan kuat yang dapat mencegah pembengkakan pati dan juga penyerapan air (water uptake). Ukuran serat juga mempengaruhi daya serap air pada biokomposit berpengisi alfa selulosa, semakin kecil pori-pori maka daya serap air menjadi lebih rendah (Nur dkk. 2014).

4.3.7 Pengaruh Penambahan Alfa Selulosa dari Serat Bambu dan Antioksidan Ekstrak Daun Kersen Terhadap Laju Transmisi Uap Air (Water Vapour Transmission Rate/ WVTR) Biokomposit.

Gambar 4.9 berikut ini menunjukkan pengaruh penambahan alfa selulosa dan ekstrak daun kersen terhadap laju transmisi uap air (Water Vapour Transmission Rate/ WVTR) biokomposit.

Gambar 4.9 Pengaruh Penambahan Alfa Selulosa dan Ekstrak Daun Kersen terhadap Laju Transmisi Uap Air (WVTR) Biokomposit.

0

Dari Gambar 4.9 dapat dilihat bahwa nilai laju transmisi uap air (water vapour transmission rate/ WVTR) biokomposit yang dihasilkan berkisar 0,256 – 0,592g/s.m2. Nilai laju transmisi uap air biokomposit tertinggi diperoleh pada penambahan antioksidan ekstrak daun kersen 1% dengan pengisi alfa selulosa 5%.

Sedangkan laju transmisi uap air terendah diperoleh pada penambahan antioksidan ekstrak daun kersen 5% dengan pengisi alfa selulosa 1%. Laju transmisi uap air (WVTR) merupakan transmisi uap air melalui suatu unit luasan bahan yang permukaannya rata dengan ketebalan tertentu, sebagai akibat dari suatu perbedaan unit tekanan uap antara dua permukaan pada kondisi dan suhu tertentu (Suyatma dkk. 2005).

Penambahan alfa selulosa dapat menurunkan laju transmisi uap air (water vapour transmission rate/ WVTR). Hal ini dikarenakan selulosa membentuk suatu ikatan kuat yang dapat mencegah pembengkakan pati dan juga (WVTR). Transmisi uap air pada biokomposit dipengaruhi ukuran serat juga, sehingga pori-pori pada biokomposit semakin kecil dan kerapatan menjadi lebih tinggi (Nur dkk. 2014).

Penambahan antioksidan pada biokomposit juga menunjukkan adanya penurunan nilai transmisi uap air. Jika penambahan konsentrasi antioksidan pada biokomposit film semakin banyak maka nilai transimisi uap air pada film semakin menurun.

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 KESIMPULAN

Adapun kesimpulan yang dapat diambil pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Komposisi pengisi alfa selulosa dari serat bambu yang tepat dan antioksidan ekstrak daun kersen yang tepat terhadap karakteristik dan sifat biokomposit berbasis pati sagu adalah pada alfa selulosa 5% dan antioksidan 3% dengan kekuatan tarik 1,37 MPa dan pemanjangan saat putus (elongation at break) 3,19%. Dan hasil analisa SEM diperoleh komposisi pengisi dan antioksidan yang ada telah cukup untuk memenuhi ruang-ruang matriks yang meningkatkan interaksi ikatan hidrogen.

2. Hasil analisis X-Ray Diffraction (XRD) alfa selulosa yang diperoleh indeks kristalinitas dari alfa selulosa serat bambu yaitu sebesar 93,33%.

Hasil analisa FTIR pada alfa selulosa terlihat lebih tajam dengan area serapan 1641 cm-1 yang menunjukkan area kristal. Aktivitas antioksidan ekstrak daun kersen pada %I (Inhibisi) 61,96% dengan nilai IC50 sebesar 6,2 ppm.

5.2 SARAN

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, penulis menyarankan dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai optimasi waktu aktivitas antioksidan dari ekstrak daun kersen terhadap sifat dan karakteristik dalam biokomposit berbasis pati sagu.

DAFTAR PUSTAKA

Abed, K. M., B. M. Kurji, B. A. Abdul-Majeed. 2015. Extraction and Modelling of Oil from Eucalyptus camadulensis by Organic Solvent. Journal of Material Science and Chemical Engineering, 3 : 35-42.

Aboshora, W., Z. Lianfu, M. Dahir, M. Qingran, S. Qingrui, L. Jing, N. Q. M. Al-Haj dan A. Ammar. 2014. Effect of Extraction Method and Solvent Power on Polyphenol and Flavonoid Levels in Hyphaene Thebaica L Mart (Arecaceae) (Doum) Fruit, and its Antioxidant and Antibacterial Activities. Tropical Journal of Pharmaceutical Research, 13(12) : 2057-2063.

Ahmad E. 2012. Sintesis Bioplastik Dari Pati Ubi Jalar Menggunakan Penguat Logam ZnO Dan Penguat Alami Kitosan. Skripsi. Program Studi Teknik Kimia. Fakultas Teknik. Universitas Indonesia.

Alves L., Bruno Medronho, Filipe Antunes, Maria P., Fernández García, João Ventura, João Araújo, Anabela Romano, Bjorn Lindman. 2015.

Unusual Extraction and Characterization of Nanocrystalline Cellulose from Cellulose Derivatives. Journal of Molecular Liquids. Vol. 210 106-112.

Andrade, R. A. M. S., M. I. S. Maciel, A. M. P. Santos, E. A. Melo. 2015.

Optimization of the extraction process of polyphenols from cashew apple agro-industrial residues. Food Sci. Technol. Campinas, 35(2) : 354-360.

Anita dan Ririn. 2017. Aktivitas Antioksidan Dan Penetapan Kadar Flavonoid Total Ekstrak Etil Asetat Daun Kersen (Muntingia Calabura). Jurnal Pharmascience, Vol .04, No.02, hal: 167 – 175.

Anupama K. dan Ramanpreet K. 2016. Thermoplastic Starch Nanocomposites Reinforced With Cellulose Nanocrystals: Effect of Plasticizer on Properties. Composite Interfaces. ISSN: 0927 6440.

Arabani, A. A., F. Hosseini, N. Anarjan. 2015. Pretreatment and Extraction of Oil from Seeds of Tomato Pomace Using Ultrasound. Int. J. Biosci.; 6(1) : 261-268.

ASTM 570-98. 2005. Standard Test Method for Water Absorption of Plastics. The American Society for Testing and Materials.

ASTM D 638-00. 2005. Standard Test Method for Tensile Properties of Plastics.

An American National Standard.

ASTM D 792-91. 1991. Standard Test Method for Density and Specific Gravity (Relative Density) of Plastics by Displacement. The American Society for Testing and Materials.

Azeredo H.M.C, Miranda K.W.E, Rosa M.F dan Nascimento D.M. 2012. Edible Films from Alginate-Acerola Puree Reinforced With Cellulose Whiskers. LWT Food Sci Technol, 46 : hal. 294-297.

Azmir, J., I. S. M. Zaidul, M. M. Rahman, K. M. Sharif, A. Mohamed, F. Sahena, M. H. A. Jahurul, K. Ghafoor, N. A. N. Norulani, A. K. M. Omar.

(2013). Techniques for rxtraction of bioactive compounds from plant materials : A review. Journal of Food Engineering, 117 : 426-436.

Azwanida N. N. 2015. A Review on the Extraction Methods Use in Medicinal Plants, Principle, Strength and Limitation. Med Aromat Plants, 4:3 ISSN: 2167-0412 MAP. Vol 4. Issue 3. 1000196.

Bayu Tri Harsunu. 2007. Pengaruh Konsentrasi PlasticizerGliserol Dan Komposisi Khitosan Dalam Zat Pelarut Terhadap Sifat Fisik Edible FilmDari Khitosan. Universitas Indonesia. Depok, Jakarta.

Ben, E.S., Zulianis dan Halim, A. 2007. Studi awal pemisahan amilosa dan amilopektin pati singkong dengan fraksinasi butanol-air. Jurnal Sains dan Teknologi Farmasi 12(1): 1-11.

Bilbao-Sainz C, Bras J, Williams T, Sénechal T dan Orts W. 2011. HPMC Reinforced With Different Cellulose Nano-Particles. Carbohydrate Polymers, 86 : hal. 1549-1557.

Brand-Williams, W., Cuvelier, M. E., Berset, C. 1995. Use of a free radical method to evaluate antioxidant activity. Food Sci.

Technol. 28, 25–30.

Budiyanto, A dan Yulianingsih. 2008. Pengaruh Suhu dan Waktu Ekstraksi terhadap Karakter Pektin dari Ampas Jeruk Siam (Citus Nobilis L).

Jurnal Pasca Panen 5 (2): 37-44.

Chandra A , Inggrid M, dan Verawati. 2013. Pengaruh pH dan Jenis Pelarut pada Perolehan dan Karakterisasi Pati dari Biji Alpukat. Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat. Universitas Katolik Parahyangan.

Cho J, Joshi M.S dan Sun C.T. 2006. Effect of Inclusion Size on Mechanical Properties of Polymeric Composites with Micro and Nano Particles.

Compos. Sci. Technol, 66 : hal. 1941–1952.

Dehpour, A.A., Ebrahimzadeh, M.A., Fazel, N.S., dan Mohammad, N.S., 2009.

Antioxidant Activity of Methanol Extract of Ferula Assafoetida and Its Essential Oil Composition. Grasas Aceites, 60(4), 405-412.

Departemen Kesehatan R.I. 1995. Materia Medika. Jilid VI. Jakarta : Diktorat Jendral POM-Depkes RI.

Departemen Kesehatan R.I. 2000. Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat. Jakarta : Diktorat Jendral POM-Depkes RI.

Diharjo K dan Triyono. 1999. The Effect of Alkali Treatment on Tensile Properties of Random Kenaf Fiber Reinforced Polyester Composite.

Yogyakarta. Part III of Doctorate Dissertation Research Result, Post Graduate Study, Universitas Gadjah Mada.

Elanthikkal S, Gopalakrishnapanicker U, Varghese S dan Guthrie J.T. 2010.

Cellulose Microfibres Produced from Banana Plant Wastes. Isolation and characterization. Carbohyd Polym, 80 : hal. 852–859.

Eldo S.M. 2012. Sintesis Bioplastik dari Pati Ubi Jalar Menggunakan Penguat Logam ZnO dan Penguat Alami Selulosa. Universitas Indonesia.

Depok.

Elnaz Z, Vahid H dan Hossein R.M. 2014. Nanocrystalline Cellulose Grafted Random Copolymers of N-Isopropylacrylamide and Acrylic Acid Synthesized by Raft Polymerization: Effect of Different Acrylic Acid Contents on Lcst Behavior. RSC Adv, 4 : hal. 31428–31442.

Estiningtyas, Heny Ratri. 2010. Aplikasi Edible Film Maizena Dengan Penambahan Eksrtak Jahe Sebagai Antioksidan Alami Pada Coating Sosis Sapi. Skripsi. Surakarta: Universitas Sebelas Maret.

Fama, L. M. 2008. Exactas y Naturales. Facultad de Ciencias Departamento de Física., Tesis Doctoral, Universidad de Buenos Aires, Argentina.

Fasihuddin B.A, Peter A.W, Jean L.D, Sylvie D dan Alain B. 1999.

Physicochemical characterisation of sago starch. Carbohydrate Polymers, 38 : hal. 361-370.

Felixon, K. 2011. Penelitian Terhadap Pengembangan Penggunaan Material Plastik (Polikarbonat) Pada Selubung Bangunan. Prosiding Seminar Nasional AVoER ke-3.

Fenny A, Marpongahtun dan Saharman G. 2013. Studi Penyediaan Nanokristal Selulosa dari Tandan Kosong Sawit (TKS). Jurnal Saintia Kimia, 1 (2).

Fridayani., 2006, Produksi Sirup Glukosa Dari Pati Sagu Yang Berasal Dari Beberapa Wilayah di Indonesia, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Fui K.L, Sinin H, Rezaur R, Mohamad R, Josephine C.H.L, Faruk. H. dan Rahman. M. 2015. Synthesis and Characterization of Cellulose from Green Bamboo by Chemical Treatment with Mechanical Process.

Journal of Chemistry, March. (Hindawi Publishing Corporation).

Gilang P.L, dan Sari Edi C. 2013. Preparation and Characterization Based Bioplastic Chitosan and Cassava Starch with Glycerol Plazticizer.

Journal of Chemistry. Unesa Journal of Chemistry, 2 (3): hal. 161-166.

Universitas Sumatera Utara.

Halimatuddahliana N, Yurnaliza, Veronicha, Irmadani dan Sitompul S. 2017.

Preparation and Characterization of Cellulose Microcrystalline (MCC) from Fiber of Empty Fruit Bunch Palm Oil. Materials Science and Engineering, 180 : hal. 1-8.

Handayani, H., dan F. H. Sriherfyna. 2016. Ekstraksi Antioksidan Daun Sirsak Metode Ultrasonik Bath 42 (Kajian Rasio Bahan: Pelarut dan Lama Ekstraksi). Jurnal Pangan dan Agroindustri 4(1):262-272.

Hendri S, Lutfi, Musthofa dan Masruroh. 2014. Optimasi Plastik Biodegradable Berbahan Jelarut (Marantha arundinacea L) dengan Variasi LLDPE untuk Meningkatkan Karakteristik Mekanik. Jurnal Keteknikan Pertanian Tropis dan Biosistem, 2 (2): hal. 124-130.

Hongchang Han. 2015. Study of Agro-composite Hemp/Polypropylene:

Treatment of Fibers, Morphological and Mechanical Characterization.

Mechanical Systems and Materials Universite de Technologie Troyes.

1705-1710.

Huda, T. dan Firdaus, F. 2007. Karakteristik fsiko pati singkong-ubi jalar. Logika, 4, 5-7.

Jose M.L dan Amparo L.R. 2011. Nanotechnology for Bioplastics: Oportunities, Challenges and Strategies. Novel Material and Nanotechnology Group.

Trends in Food Science & Technology, (22): hal. 611-617.

Jusuf B.T, Kristomus B dan Ishak S.L. 2014. Pengaruh Perendaman terhadap Sifat Mekanik Komposit Polyester Berpenguat Serat Kaca. Jurnal Teknik Mesin Undana, 01 (02): hal. 8-17.

Kengkhetkit N dan Amornsakchai T. 2012. Utilisation of Pineapple Leaf Waste for Plastic Reinforcement. Ind Crop Prod 40 : hal. 55-61.

Klemm, D., Philipp, B., Heinze, T., Heinze, U. dan Wagenknecht, W. 1998.

Fundamentals and Analytical Methods. Comprehensive Cellulose Chemistry, 1: hal. 1, 14, 18.

Krochta & De Mulder Johnston, 1997. Edible and Biodegradable Polymers Film:

Changes & Opportunities. Food Technology.

Kuncahyo, I., dan Sunardi. 2007. Uji aktivitas Antioksidan Ekstrak Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi, L.) terhadap 1,1-diphenyl-2- picryhydrazil (DPPH). Seminar Nasional Teknologi.

Laxmana, R., Sanjeevani, V., dan Anusha, G. 2013. Study of Biplastics as Green

& Sustainable Alternative to Plastics. International Journal of Emerging Technology and Advanced Engineering, 3 (5): hal. 82-89.

Limbongan, J. 2007. Morfologi beberapa jenis sagu potensial di 24.Papua. Jurnal Litbang Pertanian. 26(1): 16.

Liu, D., Song, J., Anderson, D.P., Chang, P.R., dan Hua, Y. 2012. Bamboo Fiber and its Reinforced Composites: Structure and Properties. Cellulose, 19, pp. 1449-1480.

Lojewska J.,Miskowiec P., Lojewska T., and Proniewicz L.M. 2005. Cellulose Oxidative and Hydrolytic Degradation: In Situ FTIR approach.

Polym.Degrad. Stab., vol. 88, pp. 512-520.

Lu P dan Hsieh Y.L. 2010. Preparation and Properties of Cellulose Nanocrystals:

Rods, Spheres, and Network. Carbohydrate Polymers, 82 : pp. 329-336.

Luis C.H.A. 2015. Cellulose solutions: Dissolution, regeneration, solution, structure and molecular interactions. Doctoral Thesis. Universidade de Coimbra, Portugal.

Mali, S., Sakanaka, L. S., Yamashita, F., Grossmann, M. V. E. 2005. Water sorption and mechanical properties of cassava starch films and their relation to plasticizing effect. Carbohydr. Polymr. 60, 283–289.

Marc, J.E.C. van der M., Bart van der V., Joost C.M.U., Hans, L., dan Dijkhuizen.

L. 2002. Properties and Applications of Starch-Converting Enzymes of The α-Amylase Family. Journal of Biotechnology. pp:. 137–155.

L. 2002. Properties and Applications of Starch-Converting Enzymes of The α-Amylase Family. Journal of Biotechnology. pp:. 137–155.