• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kesehatan dan Kenyamanan dalam Ruang Permukiman

Salah satu aspek yang harus dipenuhi dalam penilaian konsep arsitektur hijau ialah pencapaian kesehatan dan kenyamanan fisik bagi stake holder suatu pemukiman. Penghematan energi serta tindakan konservasi perlu diseimbangkan dengan kebutuhan fisik masyarakat di dalamnya. Penghuni di lokasi tersebut dapat merasakan ruang yang secara spasial kurang nyaman, suhu yang terlalu ekstrim, pencahayaan terlalu lemah atau terlalu silau, level suara terlalu tinggi sehingga menimbulkan kebisingan, kualitas udara tidak cukup baik, dan sebagainya. Kenyamanan fisik manusia ini terkait dengan lima aspek, yaitu spasial (ruang), termal (suhu ruang), visual (pencahayaan), auditorial (suara atau bunyi), serta olfactual (penciuman). Aspek-aspek terkait indra ini harus dipenuhi oleh lingkungan hunian. Dalam penilaian tingkat hijau, diperlukan data pengukuran mengenai kelima aspek tersebut. Pengukuran dilakukan sesuai standar-standar penghitungan GREENSHIP. Standar GREENSHIP sendiri melakukan pengukuran pada empat aspek secara garis besar, yaitu:

 sirkulasi udara bersih,

 minimalisasi sumber polutan,

 memaksimalkan pencahayaan alami, serta  tingkat akustik pemukiman

Pada Kampung Naga, keberadaan lingkungan yang asri dan tertata rapi membuat masyarakatnya terlihat nyaman dan tentram. Ajaran adat leluhur yang mengarahkan warganya untuk hidup berdampingan serta menerima semua yang ada di alam. Menurut warga, masyarakat awal Kampung Naga telah

74

mempertimbangkan pemilihan lokasi bermukim terkait baik dan buruknya. Aliran air serta udara bersih harus mudah didapat untuk menghindari berbagai hal negatif seperti penyakit. Area permukiman dibangun di daerah lereng (gawir) pada bukit yang lebih tinggi dari bukit di sebelah Timur. Hal ini menyebabkan sinar matahari pagi yang sehat didapat secara optimal oleh masyarakat (Gambar 34).

Untuk memudahkan masuknya cahaya ke dalam rumah, masyarakat merancang jendela di sudut ruangan agar cahaya matahari lebih banyak masuk, serta penggunaan sky light pada atap rumah. Sikap masyarakat yang ramah dan santun juga dipengaruhi oleh kenyamanan berkomunikasi tanpa terganggu bunyi- bunyi bising kendaraan dan mesin-mesin konstruksi. Konsep perencanaan pembangunan yang mengintergrasikan kenyamanan warganya dan keadaan lingkungan ini kemudian diamati dengan melakukan pengukuran sesuai tolok ukur.

4.6.1 Sirkulasi Udara Bersih

Udara bersih dari lingkungan yang masih asri tentunya sangat mudah didapat. Udara tersebut diarahkan untuk masuk ke dalam rumah, menjangkau bagian dalam rumah sebelum akhirnya keluar melalui ventilasi yang berbeda. Perputaran udara bersih dalam rumah ini perlu diperhatikan sehingga udara atau angin membuat suhu udara dalam rumah sejuk dan nyaman bagi penghuninya. Keberadaan ventilasi menjadi penting untuk proses perputaran udara ini. Definisi ventilasi yang dimaksud adalah bukaan permanen, jendela, pintu atau sarana lain yang dapat dibuka.

Ventilasi silang membuat udara yang berputar akan menjangkau bagian dalam rumah. Ketentuan/syarat ruangan dengan ventilasi silang adalah sebagai berikut:

1) Penyediaan bukaan untuk inlet dan outlet (tempat masuknya dan keluarnya udara).

2) Bukaan pada dinding atau atap minimal 5% dari luas ruangan reguler, dengan perhitungan

75

luas bukaan pada dinding

total luas ruangan reguler x 100%

3) Jarak antara bukaan inlet dan outlet tidak lebih dari 12 meter.

4) Untuk verifikasi jumlah luas ruangan reguler yang memiliki ventilasi silang, dilakukan dengan perhitungan sebagai berikut:

total luas ruangan reguler yang berventilasi silang

total luas ruangan reguler x 100%

Ruangan reguler di sini adalah ruangan yang terdapat aktivitas seperti ruang keluarga. Sedangkan yang tidak termasuk ruangan reguler adalah kamar mandi, toilet, dapur, gudang dan tempat parkir. Pada toilet dan dapur perlu menggunakan ventilasi mekanis antara lain exhaust fan, karena laju udara biasanya tidak cukup untuk mengurangi polusi udara dari aktivitas di ruangan tersebut.

Dari hasil pengamatan di Kampung Naga, didapat data sebagai berikut: a) Jumlah luasan ruangan reguler yang memiliki ventilasi silang

Ruangan reguler pada masing-masing bangunan disajikan pada Gambar 35 berikut.

76

Persentase luas ruangan reguler didapat dengan formula: =Luas ruangan reguler berventilasi

Luas ruangan reguler x 100%

Hasil perhitungan persentase disajikan dalam Tabel 25 berikut. Tabel 25 Persentase luas ruangan reguler berventilasi

No Jenis

Bangunan Jenis Ruangan Reguler

Luas ruangan reguler (m2) Luas Ruangan Reguler Berventilasi Silang (m2) Persentase Luas Ruangan Reguler berventilasi silang

1 Rumah Pintu 2 Tepas 7,3 7,3

Tengah Imah 12,25 12,25

Pangkeng 1 6,2 6,2

Pangkeng 2 7 7

Total 32,75 32,75 100%

2 Rumah Pintu 1 Tepas & Tengah Imah 24,3 24,3

Pangkeng 3,5 3,5

Total 27,8 27,8 100%

3 Masjid Ruhang Neuteupan 120,9 120,9

Total 120,9 120,9 100%

4 Bale Patemon Ruhang patemon 73,4 73,4

Total 73,4 73,4 100%

Total Persentase 100%

Dengan demikian, seluruh bangunan yang terdapat di Kampung Naga memiliki ventilasi silang yang dapat memenuhi sirkulasi udara bersih dalam bangunan dan mendapat poin tertinggi (2C).

b) Luas bukaan pada dinding

Persentase luas bukaan pada dinding didapat dengan formula: =Luas bukaan pada dinding

Luas ruangan reguler x 100%

Hasil perhitungan persentase disajikan pada Tabel 26. Hasil persentase ini disimpulkan bahwa luas bukaan pada dinding ruangan reguler 4 jenis bangunan di Kampung Naga, yaitu rumah pintu 2 (32%), rumah pintu 1 (15%), masjid (19%) dan balé patémon (25%). Artinya seluruh bangunan di kampung ini memiliki bukaan pada dinding bangunannya lebih dari 5% (standar GREENSHIP) dan layak mendapatkan poin untuk tolok ukur ini.

77 Tabel 26 Persentase luas bukaan pada dinding

No Jenis

Bangunan

Jendela Pintu Luas

Ruangan Reguler

Persen- tase (%) Jumlah Ukuran (m) Luas

(m2) Jumlah Ukuran (m) Luas (m2) 1 Rumah Pintu 2 10 1,2 x 0,6 7,2 2 2 x 0,8 3,2 32,8 32 2 Rumah Pintu 1 3 1,2 x 0,6 2,16 1 2 x 0,8 1,6 24,3 15 3 Masjid 7 1,2 x 0,6 5,04 2 2 x 0,8 3,2 120,9 19 2 1,2 x 1,0 2,4 5 1,2 x 2,0 12 4 Bale Patemon 5 1,2 x 2,5 15 1 2 x 0,8 1,6 73,4 25 2 1,2 x 0,8 1,92

c) Jarak antara bukaan inlet dan outlet

Jarak inlet dan outlet pada 4 jenis bangunan di Kampung Naga dapat dilihat pada Gambar 36 dan Tabel 27 berikut.

78

Tabel 27 Jarak inlet dan outlet pada bangunan di Kampung Naga

Jenis Bangunan Nama Ruangan Reguler Jarak Inlet-Outlet (m)

Rumah Pintu 2 Tepas 0,6 - 2,5

Tengah Imah 3,6

Pangkeng 2,5

Pangkeng 2 3,25

Rumah Pintu 1 Tepas dan Tengah Imah 5,9

Pangkeng 0,9

Masjid Ruhang Neuteupan 2,9 - 11,2

Bale Patemon Ruhang Patemon 2,25 - 9,0

Dari data pengamatan tersebut didapat hasil bahwa jarak inlet dan outlet ke 4 jenis bangunan di Kampung Naga kurang dari 12 m (standar GREENSHIP), sehingga mendapat poin untuk tolok ukur ini. Untuk toilet, Kampung Naga menggunakan jamban di atas balong (kolam ikan). Jamban ini tidak memerlukan

exhaust fan karena bagian atasnya memang terbuka dan hanya ditutupi langit- langit dari ijuk. Angin yang melewati jamban ini akan mereduksi bau sehingga sirkulasi udara di dalam jamban sangat baik. Pada dapur, terdapat jendela ukuran 1,2 x 0,6 m untuk sirkulasi udara.

Pengukuran langsung di lapang menyimpulkan bahwa sirkulasi udara pada bangunan Kampung Naga dengan menggunakan ventilasi silang sesuai dengan standar yang ditentukan GREENSHIP. Nilai-nilai hasil perhitungan menunjukkan bahwa secara rancangan arsitektur, kebutuhan akan sirkulasi udara melalui udara dan pintu telah diperhitungkan sejak pembangunan kampung. Sirkulasi udara dari dua jenis ventilasi tersebut adalah sirkulasi minimal. Seluruh dinding bangunan di Kampung Naga terbuat dari susunan kayu atau anyaman bilik bambu yang memiliki celah untuk masuknya udara namun tetap menahan air. Sirkulasi udara dapat menjadi lebih tinggi lagi jika memasukkan penghitungan dinding anyaman seperti ini. Artinya, desain bangunan sangat menunjang kenyamanan udara dalam rumah.

4.6.2 Minimalisasi Sumber Polutan

Sumber polutan dapat berasal dari dalam lingkungan hunian. Tanpa aktivitas manusia pun (memasak atau mengolah bahan mentah dalam rumah), bangunan sendiri dapat mengeluarkan polutan seperti senyawa organik yang menguap. Cat, sealant dan perekat untuk interior rumah dapat menghasilkan emisi senyawa organik yang menguap (volatile organic compound/VOC) dari material bangunan tersebut. Emisi material ini dapat menimbulkan keluhan kesehatan dari penghuni antara lain berupa pusing, mata perih, batuk dan bersin.

Kadar VOC untuk cat sendiri dapat dilihat dalam satuan gram per liter (g/l) disesuaikan dengan nilai batas maksimum seperti tercantum di Tabel 28, yang mengacu pada Directive 2004/42/CE of the European Parliament and of the Council of 21 April 2001, Table A.

79 Tabel 28 Batas Nilai Maksimum Kadar VOC untuk Cat, Coating dan Pernis

Tipe Produk Fase II (g/l)

WB* SB**

Interior matt walls and ceilings (Gloss < 25@60o) 30 30 Interior glossy walls and ceilings (Gloss > 25@60o) 100 100

Exterior walls of mineral substrate 40 430

Interior/exterior trim and cladding paints for wood and metal 130 300 Interior/exterior trim varnishes and woodstains, including opaque

woodstains 130 400

Interior and exterior minimal woodstains 130 700

Primers 30 350

Binding primers 30 750

One-pack performance coatings 140 500

Two-pack reactive performance coatings for specific end use as floors 140 500

Multi-coloured coatings 100 100

Decorative effect coatings 200 200

Keterangan: *WB: Water-borne; **SB: Solvent-borne; Sumber: Directive 2004/42/CE

Sedangkan untuk penggunaan sealant dan perekat untuk menyusun dan merekatkan bahan bangunan seperti kayu olahan biasanya menggunakan bahan yang tidak baik bagi kesehatan. Kadar VOC dalam satuan gram per liter (g/l) disesuaikan dengan batas maksimum sebagaimana tercantum pada Tabel 29 berikut, yang mengacu pada South Coast Air Quality Management District (California, U.S.) – Rule #1168.

Tabel 29 Batas Nilai Maksimum Kadar VOC untuk Perekat dan Sealant

Tipe Produk Batas VOC (g/l)

Indoor carpet adhesive 50

Carpet pad adhesive 50

Wood flooring and Laminate adhesive 50

Rubber flooring adhesive 100

Sub-floor adhesive 60

Ceramic tile adhesive 50

Cave base adhesive 65

Dry wall and Panel adhesive 50

Multipurpose construction adhesive 70

Structural glazing adhesive 100

Architectural sealant 250

Sumber: South Coast Air Quality Management District (SCAQMD), 2005.

Menurut penilaian GREENSHIP, penggunaan sealant dan perekat serta pelapis dinding yang memiliki nilai VOC rendah memiliki emisi senyawa kimia yang rendah pula, sehingga mendapatkan poin tinggi. Dari hasil pengamatan di lapang, bangunan di Kampung Naga tidak menggunakan senyawa perekat ataupun

80

sealant, melainkan menggunakan paku dan pancang kayu (paku kayu) serta tali ijuk. Artinya, tidak terdapat kadar VOC yang dikeluarkan dari jenis perekat ini. Sedangkan untuk cat, masyarakat lebih memilih menggunakan kapur pertanian „Dolomit Super‟ berwarna putih untuk memberi kesan cerah dan bersih pada rumah (Gambar 37). Pada kemasan hanya tercantum kandungan MESH (80%), CaO (55,20%), MgO (18,94%) dan CaCo (90,82%). Tidak tercantum bahan jenis kapur pada tabel tipe produk yang mengandung VOC. Bahan yang mengandung VOC biasanya menggunakan solvent (pelarut) dan tiner (pengencer) serta mengeluarkan bau cat yang menyengat. Namun kapur pertanian berasal dari zat organik seperti zat CaO yang berasal dari tanaman-tanaman industri atau CaCo yang berasal dari pengapuran binatang laut. Kapur ini juga tidak mengeluarkan bau yang menyengat. Dengan demikian dapat diasumsikan bahwa kapur pertanian tidak mengandung VOC atau mengandung kadar VOC yang rendah.

Gambar 37 Kapur pertanian digunakan untuk pengecatan dinding 4.6.3 Memaksimalkan Pencahayaan Alami

Kenyamanan dan kesehatan dalam ruang permukiman ditunjang pula oleh penyinaran matahari. Sinar matahari bermanfaat bagi kesehatan dan mencegah pertumbuhan mikroba dengan cara mengurangi kelembaban ruangan serta menghemat listrik dari pemakaian lampu di siang hari. Pada tolok ukur ini, perlu dilakukan pengambilan intensitas cahaya pada bagian dalam ruang bangunan di Kampung Naga. Intensitas cahaya ini diambil dengan menggunakan alat ukur yang disebut lux meter. Lux meter diletakkan di ketinggian ± 1 meter dari permukaan lantai atau meja.

Pengamatan intensitas cahaya dilakukan pada 4 jenis bangunan yaitu rumah pintu 2, rumah pintu 1, masjid dan balé patémon. Waktu dilakukan pengamatan adalah pada siang hari jam 13.00 WIB. Kondisi cuaca pada waktu pengamatan adalah cerah tidak berawan. Dari hasil pengamatan di lapang pada 4 jenis bangunan di Kampung Naga, didapat hasil seperti pada Tabel 30.

Tabel 30 Hasil Pengamatan Intensitas Cahaya pada Bangunan di Kampung Naga

Jenis Bangunan Ruangan Intensitas Sinar

Matahari (lux)

Rumah Pintu 2 Tepas 1 623

Tengah Imah 157

Pangkéng 8

Dapur 10

Rumah Pintu 1 Tepas, Tengah Imah, dapur 25

Pangkéng 5

Masjid Ruhang neteupan 133

81 Intensitas sinar matahari yang dinilai untuk mendapatkan poin pada tolok ukur ini adalah intensitas penyinaran pada ruangan reguler atau ruang keluarga dan kamar tidur. Standar GREENSHIP menentukan besar intensitas yang dinilai cukup memenuhi kenyamanan penghuninya adalah 200 lux. Dengan kerapatan bangunan yang hanya 1 – 2 meter antar rumah, membuat penyinaran pada bagian ruang dalam rumah adat Kampung Naga relatif sedikit (antara 5 – 135 lux, < 200 lux), terkecuali pada bagian tepas (ruang tamu) rumah pintu 2 yang memiliki intensitas pencahayaan cukup tinggi (1.623 lux). Intensitas pencahayaan yang tinggi pada ruangan tepas ini dikarenakan terdapat 4 buah jendela dibagian sudut ruangan. Hal ini menyebabkan cahaya yang masuk lebih banyak. Berdasarkan data tersebut, dapat disimpulkan bahwa bangunan di Kampung Naga tidak memiliki penyinaran yang cukup (di atas 200 lux) sesuai standar.

Hubungan antara besar intensitas cahaya matahari dengan tingkat kenyamanan penghuni nampaknya memiliki pemahaman berbeda bagi masyarakat Kampung Naga. Masyarakat lebih mengedepankan kualitas istirahat dan hubungan komunikasi antar manusia di dalam maupun di luar rumah yang lebih intim. Walaupun terbilang cukup gelap pada pangkéng (kamar tidur) dan pawon

(dapur), namun hal itu dipercaya dapat menambah kenyamanan dalam beristirahat dan bercengkerama di siang hari. Selain itu, suasana yang cukup gelap tidak membuat ruangan menjadi pengap karena ada aliran udara dari atap, kolong, dinding dan ventilasi silang pada ruangan. Masyarakat juga banyak yang beraktivitas di luar ruangan pada siang hari sehingga kamar tidur jarang digunakan saat siang. Pada intinya, kondisi ruangan yang seperti ini disesuaikan pada fungsi ruangan dan aktivitas penghuni dalam ruangan tersebut. Konsep seperti ini, secara deskriptif menjelaskan bahwa bangunan di Kampung Naga tetap tidak mengeluarkan energi untuk pencahayaan dan tidak berlebihan dalam kehidupan sehari-hari.

4.6.4 Tingkat Akustik Permukiman

Penghuni bangunan harus mendapatkan kualitas tidur yang baik pada malam hari. Kebisingan dapat mengganggu kualitas istirahat penghuni rumah. Perlu adanya pemahaman lingkungan sekitar bangunan agar dapat mereduksi kebisingan dengan penanaman pohon ataupun penggunaan material peredam bunyi. Kriteria ini ditujukan untuk mengetahui tingkat bunyi yang optimal pada saat penghuni sedang tidur di malam hari. Alat ukur yang digunakan ialah sound level meter dengan satuan desibel (dB). Pengukuran dilakukan antara pukul 22.00 – 05.00 di ruangan reguler atau kamar tidur pada 4 jenis bangunan di Kampung Naga, yaitu rumah pintu 2, rumah pintu 1, masjid dan balé patémon. Hasil dari pengukuran di lapang adalah seperti pada Tabel 31 berikut:

Tabel 31 Hasil Pengamatan Level Bunyi pada Kampung Naga

Jenis Bangunan Level Bunyi pada waktu tertentu (dB) Level Bunyi

rata-rata (dB) 21.00 23.00 01.00 04.00 Rumah Pintu 2 40,9 40,3 37,9 45,7 41,2 Rumah Pintu 1 39,7 39,8 37,6 41,1 39,6 Masjid 55,1 55,4 55,5 56,5 55,6 Balé Patémon 54,1 55,1 55,4 56,4 55,3

82

Level bunyi rata-rata pada 4 jenis bangunan di Kampung Naga berkisar antara 39,6 dB – 55,6 dB. Menurut standar penilaian GREENSHIP, level bunyi yang menunjang kenyamanan penghuninya adalah sebesar 40 dB. Dari hasil pengukuran, hanya bangunan rumah pintu 2 dan rumah pintu 1 yang memiliki nilai pada kisaran 40 dB, yaitu sebesar 41,2 dB dan 39,6 dB. Namun pada bangunan masjid dan balé patémon, level suara berada di atas kisaran 40 dB, yaitu sebesar 55,6 dB dan 55,3 dB. Hal ini dikarenakan terdapat suara gemercik air dari pipa di tempat wudhu masjid. Semakin malam, dengan kondisi yang semakin sepi, maka suara air akan semakin keras terdengar. Pada pukul 04,00 pagi level bunyi menjadi lebih tinggi dari pada jam-jam lainnya karena suara kokokan ayam. Ayam membangunkan warga untuk sholat subuh dan bersiap pergi ke sawah. Hal ini sangat efektif dikarenakan tidak ada mikrofon atau alat pengeras suara adzan di masjid. Mengingat perhitungan hanya dilakukan pada bangunan yang dijadikan tempat beristirahat, dalam hal ini bangunan rumah pintu 2 dan pintu 1, maka standar kebisingan pada level 40 dB tetap dapat dipenuhi Kampung Naga.

4.6.5 Hasil Skoring Kategori Kesehatan dan Kenyamanan dalam Ruang Kampung Naga

Hasil penilaian dengan metode skoring standar tingkat hijau GREENSHIP untuk kategori sumber dan daur ulang material disajikan dalam Tabel 32 berikut. Tabel 32 Hasil skoring kategori kesehatan dan kenyamanan dalam ruang

KODE TUJUAN NO TOLOK UKUR NILAI ANALISIS GREENSHIP

CHECK

LIST KETERANGAN

IHC 1 Sirkulasi Udara Bersih 6

Menjaga sirkulasi udara bersih di dalam rumah dan mempertahankan kebutuhan laju udara ventilasi sehingga kesehatan dan produktivitas penghuni dapat terpelihara, serta menghemat energi. Ventilasi Alami 1 Luas ventilasi minimum 5-10% dari luas lantai 1 Bangunan di Kampung Naga memiliki luas ventilasi > 10% dari luas lantai, yaitu 15% - 32% dari luas lantai

√ Ventilasi pada ruangan dibantu oleh material anyaman bambu pada dinding dimana udara dapat tetap masuk 2A 50% dari jumlah luas

ruangan reguler didesain dengan ventilasi silang 1 Ventilasi alami sebesar 100%, pada ruangan reguler seluruh bangunan di Kampung Naga Setiap ruangan di bangunan adat Kampung Naga memiliki ventilasi silang, serta terdapat sirkulasi dari bagian kolong dan atap (sirkulasi dari lubang angin) 2B 75% dari jumlah luas

ruangan reguler didesain dengan ventilasi silang

2

2C 100% dari jumlah luas ruangan reguller didesain dengan ventilasi silang 3 √ Ventilasi Mekanis

3 Memasang exhaus fan

untuk seluruh kamar mandi 1 Kamar mandi diletakkan terpisah dengan bangunan rumah dan berbentuk semi tertutup, sedangkan dapur menggunakan lubang angin dan jendela yang memanfaatkan angin membawa asap keluar rumah

Jamban

diletakkan di area kotor (bagian paling Timur) sehingga udara kotor dari dalam jamban

tidak masuk ke area permukiman 4 Memasang exhaus fan

untuk dapur

83 KODE TUJUAN NO TOLOK UKUR NILAI ANALISIS

GREENSHIP

CHECK

LIST KETERANGAN IHC 2 Minimalisasi sumber polutan 3

Mengurangi kontaminasi udara dalam ruang dari emisi material interior yang dapat membahayakan kesehatan

1 Menggunakan cat dengan VOC rendah

2 Pelapis pada dinding rumah digunakan kapur putih dengan kadar VOC rendah. √ Kapur putih membuat kesan rumah bersih dan suci. 2 Menggunakan sealant

dan perekat dengan kadar VOC rendah

1 Perekat bangunan menggunakan kayu, paku dan ijuk tanpa VOC.

√ Perekat ijuk dan paku kayu lebih kuat dan lebih awet. IHC 3 Memaksimalkan Pencahayaan Alami 2

Meningkatkan kualitas hidup dalam rumah dengan pencahayaan alami yang baik dan mengurangi penggunaan lampu pada siang hari

1 Cahaya matahari dapat menerangi area ruang keluarga sebanyak 200 lux dari 50% luas ruangan

1 Intensitas cahaya matahari tertinggi di area ruang keluarga yaitu pada rumah pintu 2 (157 lux), belum memenuhi kriteria − Cahaya dalam ruangan tengah imah cukup gelap agar suasana berkomunikasi lebih intim 2 Cahaya matahari dapat menerangi area ruang tidur sebanyak 200 lux dari 50% luas ruangan

1 Intensitas cahaya matahari di ruang tidur teringgi hanya sebesar 8 lux pada rumah pintu 2, jauh dari kriteria − Cahaya dalam ruangan pangkeng cukup gelap agar suasana beristirahat menjadi lebih berkualitas

IHC 4 Tingkat Akustik 1

Memberikan kenyamanan dari gangguan suara luar ruangan

1 Tingkat bising udara di kamar tidur maksimum 40 Db

1 Tingkat bising rata-rata di kamar tidur rumah pintu 2 dan rumah pintu 1 mencapai 39,6 - 41,2 Db

√ Kebisingan hanya didapat dari suara air yang mengalir dan suara ayam berkokok

TOTAL NILAI KATEGORI IHC 12 10

Dokumen terkait