• Tidak ada hasil yang ditemukan

Konservasi Air di Kampung Naga

Suatu lingkungan hidup membutuhkan air untuk keberlangsungan kehidupan. Pada lingkungan modern ini, ketersediaan air bersih sangat diperhitungkan agar tetap mencukupi kebutuhan manusia. Kondisi dan ketersediaan air bersih, yang layak digunakan bagi kehidupan sehari-hari manusia, berbeda-beda di setiap daerah. Ada daerah yang kekurangan air bersih dan ada pula daerah yang memiliki sumber mata air yang berlimpah. Standar GREENSHIP menentukan perlunya upaya konservasi air bersih di suatu pemukiman. Standar ini tentunya adalah upaya agar pengelolaan air yang dihemat dapat membantu ketersediaan air di wilayah yang membutuhkan.

Aspek konservasi yang penilaiannya didasarkan pada penghematan pemakaian air tanah atau air bersih belum dapat disesuaikan pada kondisi wilayah Indonesia yang beragam. Penghematan tentu ditekankan pada daerah yang sulit mendapatkan air tanah, seperti di daerah pesisir, padang pasir dan dataran rendah

57 lainnya. Namun, hal ini akan menjadi aspek yang kurang diperhitungkan bagi daerah dengan aliran air permukaan yang melimpah, seperti di daerah aliran sungai, pegunungan dan dataran tinggi lainnya, termasuk pada Kampung Naga. Areal permukiman Kampung Naga diapit oleh dua aliran Sungai Ciwulan. Dengan kondisi topografi yang berupa perbukitan dan lereng, serta lingkungan yang didominasi oleh hutan dan kebun, ketersediaan air tanah sangat terjaga dan air aliran permukaan pun berlimpah, sehingga penghematan air bukan menjadi prioritas di lingkungan seperti ini. Warga memanfaatkan air dari mata air untuk kebutuhan sehari-hari seperti minum, mandi, cuci dan kakus. Mereka menggunakan aliran permukaan dengan sirkulasi air yang bermuara pada Sungai Ciwulan di sebelah Timur kampung. Dengan desain kamar mandi yang terbuat dari bilik bambu (jamban), dimana air yang jatuh langsung ke kolam ikan dan selanjutnya dilimpahkan pada drainase menuju sungai. Dalam jamban tidak menggunakan keran melainkan pipa atau suluh bambu yang meneruskan air dari mata air. Air kotor dibiarkan mengalir pada permukaan melalui drainase yang kemudian menuju kolam ikan dan atau sungai, atau dibiarkan meresap ke tanah melalui proses filtrasi menjadi air tanah (Gambar 28).

Gambar 28 Sirkulasi air bersih dan kotor 4.4.1 Alat Keluaran Hemat Air

Lingkup dari alat keluaran hemat air di dalam aspek ini ialah berupa water closed flush tank (WC bertangki air) dan flush valve (penggunaan gayung tidak dihitung), shower, keran untuk wastafel, keran dinding dan keran wudhu (jika ada). Untuk mendapatkan poin tertinggi konservasi air pada tolok ukur ini, alat keluaran hemat air harus mampu menghemat 4,5 liter air untuk seluruh WC, 9 liter untuk seluruh shower serta 7 liter untuk seluruh keran dalam 1 rumah.

Tabel 14 Skoring tiap alat keluaran air (menurut standar GBC Indonesia)

WC Skor

6 L untuk seluruh WC 1

4,5 L untuk 50% total WC 2

4,5 L untuk seluruh WC 3

Shower Skor

9 L untuk 50% total shower 1

58

Keran Skor

7 L untuk 50% total keran 1

7 L untuk seluruh keran 2

Pada Kampung Naga, tidak terdapat alat keluaran hemat air seperti di atas. Di dalam jamban, tidak tersedia alat penampung air seperti flush tank, tidak juga terdapat shower dan keran putar (Gambar 29). Yang terdapat di dalam jamban

hanyalah pipa suluh bambu atau pipa paralon PVC yang dibiarkan terbuka dan mengalir sepanjang hari. Jika dianalogikan dengan tolok ukur yang ditentukan,

jamban-jamban di Kampung Naga memiliki skor yang rendah, karena memakai air lebih dari 6 L untuk kebutuhan buang air seperti pada WC, lebih dari 9 L untuk kebutuhan mandi seperti pada shower, dan lebih dari 7 L untuk kebutuhan cuci seperti pada keran.

Gambar 29 Jamban tanpa alat keluaran hemat air

Secara eksplisit, tentu dengan tidak adanya kontrol keluaran air, masyarakat Kampung Naga tidak melakukan penghematan air. Namun, pada prinsipnya masyarakat hanya memanfaatkan air dari mata air yang melewati wilayahnya, tidak dengan sengaja menyedot air tanah atau air dari PDAM yang memerlukan sumber energi lain, tidak juga membuang-buang air karena air yang digunakan langsung jatuh ke kolam untuk diteruskan ke sungai. Dapat disimpulkan meskipun nilai penghematan airnya rendah, masyarakat Kampung Naga tidak memerlukan biaya dan energi lain untuk mendapatkan air bersih, dan dengan pemanfaatan sirkulasi air yang baik mereka turut mengonservasi air beserta lingkungan hidup lainnya.

4.4.2 Penggunaan Air Hujan

Air hujan merupakan sumber kehidupan bagi daerah-daerah yang sering mengalami kekeringan. Pengairan sawah dan kebun seringkali menggunakan air hujan sebagai pengganti inlet air saat sumber air lain bermasalah. Penampungan air hujan pun perlu dibuat untuk mengantisipasi kekeringan setelah hujan berhenti. Pada standar GREENSHIP, penampungan air hujan yang diperlukan yaitu berkapasitas minimal 200 liter dan maksimal di atas 500 liter untuk sebuah rumah. Hal ini merupakan nilai tambah dan aspek penting bagi rumah di daerah yang gersang.

Kampung Naga memiliki bak-bak penampungan yang digunakan warga untuk menampung air dari mata air maupun air hujan (Gambar 30). Bak-bak ini

59 merupakan bagian dari sirkulasi air yang dimanfaatkan oleh masyarakat. Bak penampungan ini diletakkan di dekat masjid, tidak di dekat rumah penduduk, namun dapat dimanfaatkan oleh seluruh warga. Ada tiga buah bak penampungan; 1 buah berkapasitas 6.000 liter, 1 buah berkapasitas 10.000 liter dan 1 buah berkapasitas 5.000 liter air. Total kapasitas air yang dapat ditampung di bak penampungan ialah 21.000 liter. Artinya, jika total kapasitas terisi penuh dan dibagikan pada seluruh rumah (109 rumah), maka satu rumah memiliki bagian bak penampungan berkapasitas 200 liter.

Gambar 30 Bak penampungan air terbuka 4.4.3 Irigasi Hemat Air

Irigasi atau pengairan merupakan aspek penting bagi keberlangsungan tumbuhan. Tumbuhan yang sengaja ditanam membutuhkan perawatan yang rutin seperti pengairan. Sumber air menjadi hal yang perlu dipertimbangkan dalam hal ini. Pada standar tolok ukur GREENSHIP, poin untuk aspek ini didapat jika suatu kawasan atau bangunan tidak menggunakan sumber air primer (PDAM atau air tanah) untuk penyiraman tanaman. Selain itu, kawasan atau bangunan tersebut juga harus memiliki strategi penghematan air untuk penyiraman tanaman di halaman.

Pada dasarnya, Kampung Naga tidak memiliki halaman yang sifatnya individual. Namun untuk menganalogikan dengan penilaian tingkat hijau, Kampung Naga memiliki lahan-lahan kebun dan sawah serta hutan yang berada di sekeliling areal permukiman. Masyarakat memanfaatkan kondisi topografi yang berupa lereng dengan membuat sistem terasering atau sengkedan untuk irigasi dan sistem penyaluran air bersih. Air yang masuk dari Sungai Ciwulan di bagian Barat keluar sebagai mata air dan dialirkan selokan buatan menuju lahan sawah paling Barat dan kemudian mengalir ke Timur (Gambar 31). Oleh karena itu, warga tidak memiliki kesulitan dalam hal pengairan, sehingga tidak memerlukan sumber air dari PDAM setempat, atau menyedot air tanah yang memerlukan energi lain.

Strategi penghematan air tidak terdapat pada sistem yang diterapkan masyarakat. Namun, untuk keperluan irigasi, masyarakat tidak melakukan pembelian air. Mereka hanya memanfaatkan aliran permukaan melalui kemiringan lereng, sehingga tidak memerlukan penghematan air. Pemilihan lokasi pembuatan kampung di daerah seperti ini sudah diperhitungkan sebelumnya agar masyarakat dapat bertahan, terdapat dalam aturan Sunda kuno.

60

4.4.4 Hasil Skoring Kategori Konservasi Air Kampung Naga

Hasil penilaian dengan metode skoring standar tingkat hijau GREENSHIP untuk kategori konservasi air disajikan pada Tabel 15 berikut.

Tabel 15 Hasil skoring kategori konservasi air

KODE TUJUAN NO TOLOK UKUR NILAI ANALISIS GREENSHIP

CHECK

LIST KETERANGAN WAC

1 Alat Keluaran Hemat Air 3

Menghemat air dari teknologi alat keluaran air

1A Memiliki total skor penghematan air sebesar 2-3 1 Tidak terdapat proses penghematan air, sehingga poin yang didapat merupakan poin terendah √ Air tidak memerlukan penghematan karena merupakan aliran permukaan. Tidak ada penyedotan air tanah yang membutuhkan energi dan mengurangi cadangan air tanah 1B Memiliki total skor penghematan air

sebesar 4-5

2

1C Memiliki total skor penghematan air sebesar 6-7

3

WC 6 L untuk seluruh WC (Skor 1) 4,5 L untuk 50% total WC (Skor 2) 4,5 L untuk seluruh WC (Skor 3)

Shower

9 L untuk 50% total shower (Skor 1) 9 L untuk seluruh shower (Skor 2)

Keran

7 L untuk 50% total keran (Skor 1) 7 L untuk seluruh keran (Skor 2)

61 KODE TUJUAN NO TOLOK UKUR NILAI ANALISIS

GREENSHIP

CHECK

LIST KETERANGAN WAC

2 Penggunaan Air Hujan 3

Menggunakan air hujan sebagai sumber air alternatif

1A Menyediakan fasilitas penampungan air hujan berkapasitas minimum 200 liter

1 Terdapat 3 buah bak penampungan air terbuka, dengan total penampungan 21.000 liter untuk seluruh kampung, atau dengan jatah 200 liter bagi tiap- tiap rumah.

√ Penampungan air merupakan fasilitas bersama dan terdapat diluar rumah. Air tidak benar-benar ditampung, namun diteruskan pada saluran permukaan lewat pipa kecil, menuju jamban- jamban di kawasan kotor.

Atau

1B Menyediakan fasilitas penampungan air hujan berkapasitas minimum 500 liter

2

Atau

2 Memenuhi poin 1 dan menggunakan

flushing toilet

3

WAC

3 Irigasi Hemat Air 2

Menggunakan strategi penghematan dalam penyiraman tanaman.

1 Tidak menggunakan sumber air primer (PDAM atau air tanah) untuk penyiraman tanaman 1 Penyiraman pekarangan, huma atau halaman kampung hanya dilakukan oleh hujan dan pengairan mata air.

√ Tidak terdapat pipa PDAM atau pun penyedotan air tanah

2 Memiliki strategi penghematan air untuk penyiraman tanaman

1 Penyiraman tanaman hanya oleh hujan dan pengairan dari mata air.

TOTAL NILAI KATEGORI WAC 8 3

Dokumen terkait