• Tidak ada hasil yang ditemukan

Rekomendasi Bangunan Hijau

Penilaian tingkat hijau dengan menggunakan standar GREENSHIP dapat menentukan peringkat hijau suatu bangunan. Peringkat tersebut dapat menjadi penghargaan bagi bangunan yang telah memenuhi kriteria arsitektur hijau, namun dapat juga menjadi peringatan bagi bangunan yang belum memenuhi kriteria

93 tersebut. Pemenuhan poin-poin kriteria diperlukan demi mewujudkan tujuan utama yaitu mengurangi pemanasan global dan tetap mendukung aktivitas manusia melalui bangunan yang nyaman dan berkelanjutan.

Bangunan adat Kampung Naga mendapat nilai persentase tingkat hijau sebesar 58,9% dan termasuk pada kategori peringkat emas. Pada proses penilaian, terdapat poin-poin yang tidak bisa dipenuhi oleh 4 jenis bangunan adat di Kampung Naga. Hal tersebut berkaitan dengan keterbatasan fasilitas kampung yang juga bagian dari adat dan kepercayaan. Setiap aturan adat tersebut memiliki alasan tersendiri baik mitos maupun alasan ilmiah, yang membuat masyarakat adat Kampung Naga dapat tetap bertahan dalam melestarikan budaya. Sistem pembangunan tradisional ini dapat dipadukan dengan standar-standar arsitektur modern seperti GREENSHIP sehingga dapat menjadi model rekomendasi bangunan hijau bagi masyarakat umum di luar Kampung Naga untuk membuat desain bangunan tradisional Sunda (Kampung Naga) yang sesuai dengan kaidah arsitektur hijau.

4.9.1 Parameter GREENSHIP Sebagai Kriteria Model Rumah Tradisional Parameter-parameter GREENSHIP yang sesuai dengan nilai-nilai arsitektur tradisional Kampung Naga menghasilkan kriteria-kriteria untuk model ideal rumah tradisional yang memenuhi tolok ukur tingkat hijau sebagai berikut:

1. Kategori Tepat Guna Lahan/Appropriate Site Development (ASD) - Memiliki vegetasi minimum 50% dari luas lahan

- Penggunaan tanaman lokal

- Pohon pelindung lebih dari 3 pohon untuk lahan ≥ 500 m2

- Membangun dalam kawasan dengan 8 infrastruktur/sarana prasarana kota

- Membangun dalam kawasan dengan 10 jenis fasilitas umum

- Terdapat upaya penanggulangan hama rumah oleh rancangan dan material bangunan, contoh: rancangan rumah panggung mereduksi rayap

- Jarak menuju angkutan umum maksimum sejauh 500 meter

- Adanya penangan limpasan air hujan untuk atap (menggunakan bahan yang cepat melimpas air seperti ijuk) dan pekarangan (pembuatan sumur resapan)

2. Kategori Efesiensi dan Konservasi Energi/Energy Efficiency & Conservation(EEC)

- Penggunaan lampu sesuai kebutuhan

- Tidak perlu menggunakan Air Conditioner (AC), penggunaan lubang angin dan rancangan rumah panggung mengoptimalkan udara sejuk - Menggunakan bahan non-konduksi panas pada atap (menggunakan

kayu)

- Menggunakan bahan non-konduksi untuk jendela (kusen kayu albasia)

- Menggunakan teknologi solar cell untuk pembangkit listrik alternatif dan pemanas air

3. Kategori Konservasi Air/Water Conservation (WAC) - Pemanfaatan air permukaan

94

- Penghematan dalam kamar mandi dengan penggunaan shower dan keran (sensorik)

- Penampungan air hujan kapasitas 200-500 liter - Penggunaan flushing toilet

- Penyiraman tanaman menggunakan limpasan air hujan atau air dari tangki penampungan

4. Kategori Sumber dan Daur Ulang Material/Material Resource and Cycle

(MRC)

- Tidak menggunakan material lama - Menggunakan material terbarukan ≥ 20%

- Menggunakan material dengan sertifikat sistem manajemen lingkungan (SML) ≥ 30%

- Menggunakan bahan material lokal (dalam negeri/lingkungan sekitar)

- Melakukan pemilahan sampah organik dan anorganik

5. Kategori Kesehatan dan Kenyamanan Dalam Ruang/Indoor Health and Comfort (IHC)

- Luas ventilasi minimum 10% dari luas lantai

- 100% luas ruangan reguler dirancang dengan ventilasi silang - Exhaust fan/lubang angin pada kamar mandi

- Penggunaan material dinding dari bambu guna memaksimakan sirkulasi udara

- Menggunakan cat ber-VOC rendah

- Menggunakan perekat ber-VOC rendah, atau menggunakan paku dan tali ijuk

- Penempatan jendela optimal untuk mendapatkan intensitas 200 lux cahaya, pada setiap ruangan reguler

- Penggunaan tanaman peredam bising, pereduksi bau tidak sedap dan estetika

6. Kategori Manajemen Lingkungan Bangunan/Building Environment Management (BEM)

- Penghuni melakukan aktivitas ramah lingkungan

- Pembangunan rumah memiliki panduan bangunan rumah atau gambar rancangan

- Memiliki sistem alarm atau sistem ketetanggaan yang terbuka

- Menggunakan ahli bangunan dalam proses pembangunan (arsitek, teknik sipil, arsitek lanskap)

- Menggunakan sistem keselamatan pekerja dan penghuni dalam proses pembangunan

- Terdapat sistem manajemen lingkungan selama masa konstruksi - Antisipasi rumah tumbuh

Hasil dari penggabungan standar-standar arsitektur hijau dan arsitektur tradisional tersebut menjadi landasan untuk membuat suatu model rekomendasi rumah hijau tradisional.

4.9.2 Konsep Dasar Model Rumah Hijau Tradisional

Hasil penilaian tingkat hijau yang telah dilakukan merupakan suatu rekomendasi tersendiri bagi stakeholder, dalam hal ini masyarakat Kampung

95 Naga. Namun tidak setiap kriteria hasil penilaian dapat dipenuhi stakeholder

karena ketentuan adat, keadaan lingkungan dan keterbatasan lahan permukiman. Oleh karena itu, kriteria tersebut diwujudkan dalam konsep rumah hijau tradisional yang mengacu pada arsitektur tradisional Kampung Naga. Rekomendasi ini ditujukan bagi masyarakat luar Kampung Naga atau pun masyarakat umum yang ingin membuat suatu rumah hijau tradisional seperti rumah adat Kampung Naga, yang telah disesuaikan dengan nilai-nilai arsitektur hijau.

Konsep yang mendasari rancangan bangunan rumah adalah nilai-nilai arsitektur hijau yang disesuaikan dengan arsitektur tradisional bangunan adat Kampung Naga, Jawa Barat. Nilai arsitektur hijau didapat dari standar-standar penilaian tingkat hijau GREENSHIP, sedangkan nilai tradisional didapat dari hasil pengamatan langsung pada bangunan adat Kampung Naga. Rancangan ini dimaksudkan untuk dapat diaplikasikan di luar lingkungan Kampung Naga, sehingga diharapkan dapat menyesuaikan kondisi alam Indonesia serta dapat memberikan kenyamanan bagi penghuni dalam beraktivitas di dalam rumah. Pada rekomendasi model ideal rumah hijau tradisional, lahan yang direkomendasikan ialah seluas 100-210 m2. Rancangan rekomendasi yang dibuat ialah rumah tipe sederhana 56/117 dan rumah tipe ideal 70/204. Tipe rumah tersebut telah memiliki koefisien dasar hijau (lahan untuk pekarangan) yang cukup dan masih melebihi 50%, sesuai standar arsitektur hijau. Pada rumah tipe ideal, ukuran bagian dalam rumah dan lahan pekarangan lebih luas dan dapat digunakan sebagai antisipasi rumah tumbuh.

4.9.3 Konsep Ruang Dalam Model Rumah Hijau Tradisional

Konsep ruang di dalam rumah mengacu pada ruang rumah adat Kampung Naga. Pembagian ruang berdasarkan kebutuhan reguler penghuni rumah, yaitu istirahat, tidur, memasak, mandi-cuci-kakus (MCK) dan bercengkerama dengan anggota penghuni rumah. Ruangan reguler pada rumah hijau tradisional terdapat pada gambar 41, yaitu;

- ruang tamu (tepas),

- ruang keluarga/ruang tengah (tengah imah), - kamar tidur (pangkeng),

- kamar mandi (Jamban), - dapur (pawon), dan - teras (golodog)

Kamar mandi pada konsep rancangan ruang ini dibuat berada dalam kesatuan rumah, berbeda dengan permukiman adat Kampung Naga yang memisahkan kamar mandi (jamban) dengan rumah, namun tetap diletakkan di sisi belakang rumah dan (salurannya) tetap terhubung dengan kolam ikan (balong). Hal ini dimaksudkan untuk kemudahan dan kenyamanan penghuni rumah. Setiap ukuran/dimensi ruang yang dirancang telah disesuaikan dengan standar kebutuhan setiap ruang menurut Neufert (2000). Ruang tamu (tepas) dan kamar tidur (pangkeng) memiliki ukuran standar antara 250 x 300 m s/d 350 x 350 m. Kamar mandi (jamban) memiliki ukuran standar antara 140 x 180 m s/d 140 x 205 m. Dapur (pawon) memiliki ukuran standar 240 x 395 m. Area parkir memiliki ukuran standar 275 x 400 s/d 275 x 500 m. Ukuran-ukuran standar ruang menurut Neufert tersebut disajikan pada Gambar 39 berikut.

96

4.9.4 Konsep Vegetasi pada Pekarangan Model Rumah Hijau Tradisional Konsep elemen pada pekarangan rumah menyesuaikan dengan konsep elemen taman rumah Sunda. Menurut Agustine (2013), penentuan konsep penanaman pada taman rumah hendaknya mengikuti konsep berikut:

1. Sebagian besar ruang (space) di halaman depan memiliki ruang terbuka

2. Tanaman yang ditanam di halaman lebih ditujukan untuk menghasilkan keteduhan dan dapat dimanfaatkan baik buah, daun, maupun batangnya.

3. Penanaman tanaman dilakukan di bagian tepi dekat pagar dan menghindari penanaman yang berlebihan pada bagian tengah halaman depan. Sebaiknya hanya ditanam tanaman 1-2 tanaman pada bagian tengah halaman untuk menghasilkan keteduhan.

4. Tanaman yang disarankan untuk menghasilkan keteduhan yaitu tanaman yang memiliki bentuk tajuk spread dan bulat.

5. Terdapat tanaman rempah-rempah pada halaman

6. Tanaman yang ditanam di halaman dominan berwarna hijau. Tanaman warna lain sebagai estetika.

7. Tanaman utama yang direkomendasikan ialah Pohon Mangga dan Hanjuang.

8. Dapat ditanam tanaman aromatik untuk memberi aroma terapi dan mereduksi bebauan.

9. Tanaman pembatas tidak harus ada

10.Tanaman pembatas yang menjadi ciri khas taman Sunda adalah Hanjuang Merah.

11.Penanaman tanaman di rumah tinggal menghindari tanaman bergetah putih, yang dipercaya dapat memberi pengaruh tidak baik bagi penghuninya.

97 12.Tanaman yang ditanam di halaman rumah memiliki makna filosofi

Sunda dan ditanam di bagian tepi dekat pagar dan teras.

13.Penanaman tanaman di dekat goah (lumbung padi dalam rumah) dihindari atas kepercayaan terhadap Dewi Sri.

Secara umum, elemen tanaman pada taman atau pekarangan rumah tinggal Sunda disajikan pada Gambar 40. Konsep tersebut kemudian diwujudkan dalam gambar site plan, gambar tampak potongan dan gambar perspektif, seperti pada Gambar 43, 44, 46 dan 47.

4.9.5 Konsep Material Model Rumah Hijau Tradisional

Penggunaan material untuk rancangan rumah rekomendasi merujuk pada standar arsitektur hijau, diantaranya adalah berasal dari sumber terbarukan, memiliki sistem manajemen lingkungan, serta material berasal dari sumber daya lokal. Kriteria ini dapat dipenuhi oleh material seperti yang digunakan pada bangunan adat Kampung Naga. Material yang digunakan terdapat pada Gambar 45, diantaranya adalah:

a. Kayu albasia/sengon

b. Bambu gombong, bambu surat, bambu tali

c. Ijuk

d. Daun tepus

e. Batu kali sebagai pondasi

98

f. Bilik dari anyaman bambu

Material tersebut terbukti mampu bertahan dari goncangan gempa, dan dengan proses yang tepat dapat bertahan hingga puluhan tahun. Penggantian material bangunan juga terbilang cukup aman sehingga memiliki manajemen lingkungan yang baik.

4.9.6 Konsep Sirkulasi Udara dan Limpasan Air Hujan

Sirkulasi udara yang optimal menyebabkan penghuninya tidak perlu menggunakan alat pendingin seperti AC. Sirkulasi optimal ini merujuk pada rancangan rumah panggung Kampung Naga. Angin masuk melalui lubang angin pada sisi Barat dan Timur Bangunan. Angin ini mengisi udara pada atap sehingga membuat udara dalam rumah lebih sejuk (Gambar 41).

Begitu pula dengan kolong bangunan. Sirkulasi angin pada kolong bangunan membuat lantai pada siang hari menjadi lebih dingin dan sejuk. Selain itu, dengan posisi rumah yang memanjang ke Barat dan ke Timur, sinar matahari yang optimal dapat mengurangi kelembaban dalam rumah. Limpasan air hujan dari atap bangunan dapat dimanfaatkan untuk mengisi bak penampungan dengan filter air (Gambar 42). Penggunaan atap ijuk menyebabkan air lebih cepat meluncur sehingga limpasannya dapat optimal. Selain itu, limpasan air hujan juga dimanfaatkan untuk penyiraman tanaman. Dengan sistem limpasan demikian, ketersediaan air dari bak penampungan dapat digunakan untuk kebutuhan di kamar mandi maupun untuk kebutuhan lain di kawasan rumah.

Gambar 42 Sirkulasi limpasan air hujan Gambar 41 Sirkulasi udara dan matahari pagi-sore

99 Ga mbar 43 Sit e plan model r umah hij au tr adis ional

100 Ga mbar 44 T ampak potongan model r umah h ij au tr adis ional

101 Ga mbar 45 Je nis mat er ial model r umah hij au tr adi sional

102 Ga mbar 46 P er spe kti f

103 Ga mbar 47 P er spe kti f spot

104

SIMPULAN DAN SARAN

Dokumen terkait