• Tidak ada hasil yang ditemukan

Arsitektur hijau merupakan suatu tindakan pembangunan guna mengurangi dampak-dampak pemanasan global. Hal ini dilakukan dengan perencanaan bangunan dengan menyesuaikan lingkungan sekitar. Perencanaan semacam ini telah dilakukan oleh masyarakat adat Sunda. Salah satu masyarakat adat yang masih bertahan adalah Kampung Naga. Pada pengamatan langsung di lapang, Kampung ini menjalankan kehidupan selaras dengan alam. Penentuan lokasi pembuatan kampung disesuaikan dengan aturan-aturan adat mengenai pemilihan tapak (warugan lemah). Kampung Naga terletak di lereng bukit Gunung Galunggung. Kondisi ini menyebabkan sirkulasi air maupun air sangat baik. Keberadaan sungai yang menjadi mata air dan sumber kehidupan, membuat masyarakatya hidup bersahaja, sederhana namun berkecukupan. Aliran air ini kemudian dijadikan sumber pengairan sawah-sawah yang diolah masyarakat serta kegiatan mandi dan cuci. Material untuk membuat bangunan-bangunan di dalam kampung pun diambil dari hutan dan kebun, dengan melakukan regenerasi tanaman. Pohon yang digunakan untuk membuat bangunan ialah pohon Albasia atau Sengon. Kampung Naga memiliki pola permukiman terpusat yang mengelilingi fasilitas utama yaitu lapangan dan masjid. Ruang-ruang di dalam areal kawasan Kampung Naga dibagi berdasarkan kepercayaan dan kegiatan sehari-hari tersebut. Hal ini merupakan kearifan lokal yang menuju pada suatu bentukan lingkungan bangunan yang bernilai arsitektur hijau.

Penilaian arsitektur hijau pada kampung ini dilakukan dengan menggunakan standar tingkat hijau GREENSHIP Home Checklist Assessment versi 2011 dari

Green Building Council Indonesia (GBC Indonesia). Dari hasil penilaian, persentase tingkat hijau bangunan di Kampung Naga sebesar 58,9% dan berada pada peringkat emas. Terdapat poin-poin yang tidak bisa dipenuhi Kampung Naga dikarenakan keterbatasan fasilitas seperti tidak adanya listrik di kampung ini. Penghematan air juga tidak dapat dilakukan karena masyarakat hanya menggunakan aliran permukaan tanpa mengonsumsi energi berarti. Kehidupan sederhana ini membentuk karakter yang khas sebagai identitas budaya Indonesia. Dari hasil penilaian, parameter-parameter arsitektur hijau GREENSHIP disesuaikan dengan karakter arsitektur Kampung Naga untuk mendapatkan suatu rekomendasi bangunan yang dapat diaplikasikan di luar Kampung Adat Naga, dan dengan nilai-nilai arsitektur hijau yang lebih baik.

5.2Saran

Kondisi alam di Indonesia tidak dapat disamaratakan, sehingga perlu penyesuaian dan rekayasa lingkungan bangunan sehingga aktivitas selaras dengan kondisi alam tersebut. Arsitektur tradisional Indonesia telah mengembangkan pemahaman arsitektur hijau sederhana dari awal pembangunannya. Pemanfaatan nilai-nilai luhur dari arsitektur tradisional ini perlu dikembangkan untuk membentuk karakter budaya asli Indonesia yang tidak kalah dengan budaya lain. Perlu adanya penelitian lebih lanjut untuk mendapatkan karakter hijau bangunan- bangunan adat di Indonesia.

105

DAFTAR PUSTAKA

Agustine Y. 2013. Kajian Desain Taman Rumah Tinggal Tradisional Sunda [skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor.

[Depdikbud]. 1982. Arsitektur Tradisional Daerah Jawa Barat. Jakarta (ID): Balai Pustaka.

Frick H, Suskiyatno FXB. 2007. Dasar-dasar Arsitektur Ekologis: Konsep pembangunan berkelanjutan dan ramah lingkungan. Bandung: Kanisius. [GBC Indonesia]. 2011. GREENSHIP Home Appendices. Jakarta (ID): Green

Building Council Indonesia.

[GBC Indonesia]. 2011. GREENSHIP Home Checklist Assessment. Jakarta (ID):

Green Building Council Indonesia.

Handayani S. 2013. Kampung Naga, Bentuk Kearifan Lokal Arsitektur Permukiman Berkelanjutan [Jurnal]. Bandung (ID): Universitas Pendidikan Indonesia.

Harun IB, Rusnandar N, Salim SA, Triastuti I. 2011. Arsitektur Rumah dan Pemukiman Tradisional di Jawa Barat. Bandung (ID): Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi Jawa Barat.

Karyono TH. 2010. Green architecture: Pengantar Pemahaman Arsitektur Hijau di Indonesia. Jakarta (ID): Rajawali Pers.

[Menteri ESDM]. 2012. Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia. Jakarta (ID): Kementerian Energi dan Sumber Daya Material Republik Indonesia.

Neufert P, Ernst. 2000. Architects’ Data 3rd Edition. Sussex: John Wiley & Sons, Inc.

Padma A, dkk. 2001. Kampung Naga: Permukiman Warisan Karuhun. Bandung: Architecture & Communication.

Priatman J. 2002. ”Energy-efficient Architecture” Paradigma dan Manifestasi Arsitektur Hijau. Dimensi Teknik Arsitektur. 30(2):167 – 175.

Prijotomo J, Sulistyowati M. 2009. Nusantara Architecture as Tropical Architecture. Surabaya (ID): ITS Press.

Renovatio. 2011. Pandangan dan Kearifan Lokal Sunda [internet]. [diacu 2013 Mei]. Tersedia dari: http://indonesiawisdom.com.

Soeganda, RA. 1982. Upacara Adat di Pasundan. Bandung (ID). Sumur Bandung.

Suryani E, Charliyan A. 2013. Menguak Tabir Kampung Naga. Bandung: Dzulmariaz Print.

Tasikmap. 2012. Peta Kabupaten Tasikmalaya [internet]. [diacu 2013 Mei]. Tersedia dari: http://tasikmap.blogspot.com.

Vale B, Vale R. 1991. Green Architecture: Design for a Sustainable Future. New York (US): Thames and Hudson Ltd.

Van Der Ryn S, Calthorpe P. 1996. Ecological Design. Washington DC (US): Island Press.

Wiranto. 1999. Arsitektur vernakular Indonesia: perannya dalam pengembangan jati diri. Dimensi Teknik Arsitektur. 27(2):15-20.

106

111 LAMPIRAN 2 - Glosarium

Aseupan : Alat untuk mengukus masakan

Awi : Bambu

Balong : Kolam ikan

Bénténgan : Batu-batu penahan tanah di sekeliling rumah

Bilik : Anyaman bambu

Boboko : Bakul untuk menanak nasi

Buana Nyuncung : Dunia atas, bagian kosmologi Sunda yang mengajarkan kebijaksanaan dan penuh pertimbangan

Buana Larang : Dunia bawah, bagian kosmologi Sunda yang mengajarkan tanggung jawab dan pemenuhan kebutuhan

Buana Panca Tengah : Dunia tengah, persatuan fungsi yang dilakukan bersama

Bumi Ageung : Rumah pusaka

Carangka : Tempah sampah khas Kampung Naga

Exhaust fan : Ventilasi mekanis untuk sirkulasi udara di dalam ruangan

Gagalur : Balok sisi pendek

Goah : Tempat menyimpan padi di dalam rumah

Golodog : Teras

Gawir : Tebing

Hajat sasih : Upacara adat saat panen, diadakan 6 kali setahun

Hateup : Atap bangunandari daun tepus

Hawu : Tungku untuk memasak, menggunakan kayu bakar

Injuk : Ijuk

Jalon : Satuan yang digunakan untuk membeli daun tepus

Jamban : Kamar mandi

Kai : Kayu

Kakab : Satuan yang digunakan untuk membeli ijuk

Kandang jaga : Pagar pembatas areal permukiman inti

Karinding : Alat musik khas Sunda

Kibik : Satuan yang digunakan untuk membeli kayu

Kuncén : Juru kunci adat

Mauludan : Upacara adat saat Maulid Nabi Muhammad SAW

Nyiram : Upacara adat pembersihan pusaka

Nyiru : Nampan untuk memilah beras

Palupuh : Anyaman dari serat bambu yang bersela

Pamali : Tabu, lebih baik tidak dijalani

Pangkéng : Kamar tidur

Parako : Kayu penyangga hawu

Pawon : Dapur

Pemeo : Pepatah Sunda

Punduh : Ahli bangunan

Ruhang netepan : Ruangan untuk sholat

Ruhang patémon : Ruangan untuk mengadakan pertemuan

Sanaga : Masyarakat asli Kampung Naga

Sarang : Balok sisi panjang

Saung lisung : Bangunan tempat menumbuk padi

112

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 22 Mei 1991 dari ayah M.I. Suhifatullah dan ibu Yani Tejahira. Penulis merupakan putra kedua dari tiga bersaudara. Penulis lulus dari SMA Plus Bina Bangsa Sejahtera Kota Bogor pada tahun 2009. Pada tahun yang sama penulis diterima di Departemen Arsitektur Lanskap, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN).

Selama masa perkuliahan penulis aktif mengikuti kepanitiaan dan organisasi kemahasiswaan. Organisasi yang aktif diikuti penulis salah satunya adalah Himpunan Keprofesian Mahasiswa Arsitektur Lanskap (HIMASKAP). Selama mengikuti organisasi, penulis menjabat sebagai Kepala Divisi EKSTERNAL dan Divisi Informasi dan kesekretariatan (INFOS). Penulis juga pernah terlibat dalam kepanitiaan Seminar Nasional, salah satunya adalah Indonesia Landscape Architecture Student Workshop pada tahun 2012 dan Seminar Nasional Arsitektur Lansekap Indonesia yang diadakan oleh Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif pada tahun 2013. Penulis juga pernah menjuarai beberapa lomba non- akademik pada IPB Art Contest di bidang seni karikatur, poster, komik strip dan musik perkusi.

Penulis pernah mengikuti kegiatan praktik kerja selama menjadi mahasiswa. Pada tahun 2011 penulis pernah melakukan praktik kerja dengan membuat miniatiur kawasan (maket) proyek kawasan perkebunan di Bontang, Kalimantan Timur. Bulan Oktober 2012 penulis membuat maket proyek Perencanaan Pusat Pengembangan dan Pelatihan Agribisnis Adaro (P3A2). Bulan November 2012 penulis membuat maket proyek Perencanaan Kota Baru Tambaloka di Kupang, Nusa Tenggara Timur. Bulan Maret 2013 penulis membuat gambar rancangan Perencanaan Lanskap Kawasan Agro Mekanisasi Kompleks Balai Besar Pengembangan Mekanisasi Pertanian Serpong. Pada tahun yang sama penulis membuat gambar rancangan perencanaan 4 lokasi RTH di Kota Bogor. Bulan Maret-April 2014 penulis membuat gambar rancangan perencanaan 3 Lokasi RTH di Jakarta Barat.

Dokumen terkait