• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KEBERADAAN MASYARAKAT TIONGHOA DI KOTA

2.8 Kesenian

Kesenian adalah ekspresi manusia terhadap keindahan, dalam kebudayaan suku-suku bangsa yang pada mulanya bersifat deskriptif (Koentjaraningrat, 1982: 395-397). Seperti masyarakat yang ada di Indonesia, masyarakat Tionghoa juga memiliki kesenian yaitu : seni musik, tari, rupa, dan sastra. China pada zaman dahulu tidak ada penggunaan partitur musik di ensambel musik China pada saat pentas karena biasanya musik telah dihapal oleh pemusiknya dan dimainkan tanpa alat bantu. Tetapi seiring berjalannya waktu, jika jumlah pemusik banyak partitur atau konduktor sangat dibutuhkan (Raulina, 2012 : 60-61).

Masyarakat Tionghoa merupakan masyarakat yang cukup terkenal dengan kebudayaan yang beragam. Seperti seni tulis atau kaligrafi, seni menggunting kertas, pengobatan, seni bela diri,seni opera atau teater, seni musik tradisional, hingga tradisi pemujaan leluhur maupun dewa-dewi yang sampai saat ini masih dilakukan oleh sebagian besar masyarakat Tionghoa (Karina, 2017 : 20).

Opera Tiongkok yang cukup terkenal yaitu opera beijing yang merupakan Opera Nasional Tiongkok dan sangat berpengaruh di Tiongkok. Opera beijing meruapakan opera yang menggabungkan penampilan nyanyian dan seni bela diri, yang menceritakan tentang cerita rakyat, sejarah, komedi, tragedi, dan jenaka. Ada beberapa opera lain yang berasal dari Tiongkok yaitu, Opera Yu (Opera Henan Bangzi), Opera Kun, Opera Qingqiang yang juga menceritakan tentang cerita rakyat. Opera merupakan kesenian yang menggunakan musik, tari dan sastra.

BAB III

PERTUNJUKAN BARONGSAI DI KOTA TEBING TINGGI

3.1 Sejarah Barongsai

Masyarakat etnis Cina mempunyai suatu kesenian yang terkenal bernama Barongsai. Kesenian Barongsai diperkirakan masuk sekitar 500 tahun yang silam,

bersamaan dengan masuknya orang-orang Cina untuk berdagang ke Indonesia.

Masyarakat etnis Cina tersebut menyebar ke berbagai provinsi yang ada di Indonesia, dan kesenian Barongsai pun ikut menyebar sesuai dengan penyebaran etnis Cina. salah satu provinsi tempat penyebaran masyarakat etnis Cina dari Tiongkok untuk berdagang adalah provinsi Sumatera Utara, dengan ibukotanya adalah Medan.

Pada dasarnya singa bukanlah binatang asli China, tetapi digunakan kaisar sebagai hadiah dari generasi ke generasi. Berdasarkan hasil wawancara dengan informan, menurut kepercayaan9 masyarakat Tionghoa pada zaman dahulu, asal usul dari adanya pertunjukan barongsai ini bermula dari seekor singa berbulu emas yang dihadiahkan kerajaan Tokhara untuk mendoakan kejayaan Dinasti Han, dan mempererat kerajaan Tokhara dan Dinasti Han. Karena

masyarakat Tionghoa percaya dan menjadikan singa yang dijuluki raja hutan ini sebagai simbol keberanian dan kekuatan yang bisa mendatangkan keberuntungan dan keselamatan bagi mereka. Kerajaan Tokhara juga berharap supaya kerajaan

9 Menurut kepercayaan masyarakat Tionghoa, Ada banyak versi yang menceritakan tentang asal usul kesenian barongsai. Namun, kepercayaan masyarakat Tionghoa tentang barongsai tetap sama bahwa, keberadaan barongsai dapat memberikan kebahagiaan, kemakmuran, keberuntungan, dan kesuksesan oleh sebab itulah barongsai terkadang ada dalam acara acara penting seperti pembukaan restoran, memasuki

Dinasti Han dapat menjinakkan singa tersebut dan tidak mencelakai rakyat untuk

dipertunjukkan di hari Imlek ke-15. Akhirnya, kaisar Dinasti Han pun membuat pengumuman mencari seorang ksatria yang dapat menjinakkan singa tersebut.

Namun, tidak ada seorang pun yang berhasil menjinakkannya. Lalu, suatu hari adalah seorang ksatria yang hendak menjinakkan singa tersebut dengan cara memberikan wahan daging kepadanya tetapi, singa itu malah hendak menerkam ksatria itu. Oleh karena singa itu hendak memakan ksatria, pengawal Dinasti Han pun memukuli kepala singa itu sampai mati. Sebagai ganti singa yang sudah mati, salah satu pengawal pun membuat singa buatan dengan cara menguliti kulit singa dan memakaikannya untuk diperankan oleh manusia dan dipertunjukkan dihari imlek ke-15.

Ada versi yang mengatakan bahwa barongsai ada karena ada dalam salah satu wilayah di China Nian (monster) yang mengganggu penduduk yang menimbulkan kegelisahan dan ketakutan masyarakat. Lalu, singa datang untuk mengusir Nian (monster) dan monster itu kalah dan sangat ketakutan melihat singa tersebut dan pergi. Namun, monster tersebut dendam dan kembali mengganggu masyarakat. Masyarakat pun mencari cara bagaimana dapat mengusir kembali monster tersebut, karena masyarakat tidak tahu cara memanggil singa yang pernah menolong mereka. Masyarakat pun membuat boneka tiruan yang menyerupai singa yang pernah mengusir monster tersebut. Sehingga barongsai ada sampai sekarang dan dipercayai dapat mengusir roh-roh jahat.

Asal usul barongsai lain yang dipercayai masyarakat Tionghoa dari sisi agama yaitu, bahwa ada seekor singa yang ditugaskan oleh Kaisar Langit untuk

menjaga bunga keabdian. Namun sang singa tergoda dan akhirnya memakan bunga tersebut. Kaisar Langit pun mengetahuinya dan ia sangat marah karena ini bukanlah kecerobohan pertama yang pernah dilakukan oleh singa tersebut.

Kemudian Kaisar memerintahkan agar memotong tanduk sang singa yang merupakan sumber hidupnya dan mengusirnya dari langit. Tetapi, walaupun tanduk singa telah dipotong , singa tetap hidup karena telah memakan bunga keabadian. Dewi Welas Asih, Guan Yin, melihat apa yang terjadi dan merasa kasihan kepada singa akhirnya Dewi Guan Yin mengikat kembali tanduknya ke kepala singa dengan pita merah dan dedaunan emas. Sang singa merasa sangat bersyukur dan menyesali tindakan cerobohnya dan berjanji akan melakukan perbuatan baik. Oleh karena itu, di tanduk barongsai ada pita merah jika dilihat dari dekat. Mereka percaya bahwa singa yang telah diperkenalkan kepada bangsa China sebagai penghargaan kepada kekaisaran kadang-kadang akan dibawa keluar untuk menjadi tontonan publik. Karena kelangkaan dan kesulitan dalam penanganannya, dimunculkanlah suatu bentuk tarian atau sandiwara yang menirukan penampilan singa dan gerakannya, seiring berjalannya waktu, cerita cerita tentang mitos dan ajaran agama Buddha ditambahkan kedalam cerita pertunjukan tersebut.

Barongsai merupakan jelmaan dari Dewa yang ditugaskan untuk

melindungi tanaman padi dan kesejahteraan masyarakat Cina pada waktu itu agar tidak diganggu oleh binatang. Dengan inisiatif dari Dewa tersebut maka manusia diperbolehkan untuk membuat topeng berkepala singa dan membuat musik pukul yang dapat membuat telinga binatang buas mendengar keributan. Dengan suara

musik tersebut dan juga topeng singa yang menakutkan itu maka harimau itu lari karena ketakutan dan tidak lagi mengganggu manusia dan tanamannya lagi. Oleh sebab itu, berdasarkan kesimpulan diatas masyarakat Tionghoa percaya bahwa kedatangan barongsai dapat membawa kesuksesan, kemakmuran, keberuntungan, dan dapat mengusir roh roh jahat yang dapat melindungi mereka dari hal-hal negatif.

Beragam versi tentang asal usul barongsai, salah satu versi yang berkembang di kalangan masyarakat etnis Cina Medan adalah barongsai itu merupakan jelmaan dari dewa yang ditugaskan untuk melindungi tanaman padi dan kesejahteraan masyarakat Cina pada waktu itu agar tidak diganggu oleh binatang. Dengan inisiatif dari dewa tersebut maka manusia dibenarkan untuk membuat topeng berkepala singa dan membuat musik pukul yang dapat membisingkan telinga si binatang buas. Dengan suara musik yang dapat membisingkan itu, ditambah topeng singa yang menakutkan itu maka harimau itu lari ketakutan, dan tidak lagi menggangu manusia dan tanamannya.

3.2 Jenis Barongsai

Ada dua jenis tarian singa dari barongsai ini yaitu singa utara dan singa selatan. Singa utara biasa disebut peking sai yang dimainkan dengan akrobatik dan atraktif, seperti berjalan di tali, berjalan diatas bola, menggendong, berputar, dan gerakan-gerakan akrobatis lainnya. Singa utara memiliki bulu yang lebat dan panjang berwarna kuning dan merah. Biasanya singa utara dimainkan dengan dua singa dewasa dengan pita warna merah di kepalanya yang menggambarkan singa

jantan, dan pita hijau (kadang bulu hijau di kepalanya) untuk menggambarkan singa betina.

Singa selatan memiliki tiga macam gaya yaitu Fat San singa jantan, Hok San singa betina, dan Fut Hok merupakan gaya gerakan kungfu atau bela diri.

Jenis singa selatan Fat San dan Hoksan untuk menghidupkan maknanya tercipta karena menggunakan dua aspek yang berbeda. Aspek yang pertama disebabkan oleh sistem kepercayaan Tionghoa yaitu Taoisme/Feng-Shui. Sedangkan gaya Fut Hok merupakan percampuran dari gerakan Fat San dan Hok San, karena gerakan

yang cukup sulit. Banyak dari pemain barosngsai berkata tidak sanggup memainkan gerakan Fut Hok khususnya di Indonesia. Bahkan Tim HSS Tebing Tinggi juga tidak memakai gerakan tersebut. Pada kepala singa selatan ada tonjolan yang disebut dengan Jiao Chi. Jiao berarti tanduk dan Chi berarti kepala.

Ada dua jenis tanduk singa selatan yang paling terkenal yaitu batang bambu di puncak kepala dengan ujung yang runcing ( biasa dijumpai pada kepala singa Fat San ). Kemudian ada tanduk yang bentuk ujungnya menyerupai kepalan tangan

(biasa dijumpai pada kepala singa Hok San ). Bambu merupakan simbol panjang umur, kesopanan, bahkan keberanian saat kesulitan bagi kepercayaan masyarakat Tionghoa. Pada barongsai juga terdapat pita yang dalam bahasa Tionghoa adalah dai yang memiliki arti untuk “membawa generasi”. Makna dari pita ini juga

membawa sifat sifat baik dan keberuntungan kepada tiap generasi

Barongsai yang berasal dari Tiongkok Bagian Utara mempunyai tarian yang bagus dibagian kepala, sedangkan Barongsai yang berasal dari Tiongkok Bagian Selatan mempunyai tarian bagus dibagian ekornya. Tetapi untuk

Barongsai modern antara kepala dan kaki dibuat sedemikian rupa sehingga memiliki gerakan yang dinamis.

3.3 Pertunjukan Barongsai

Pertunjukan Barongsai dalam kebudayaan masyarakat Tionghoa di Indonesia, tak lepas dari sejarah politik dan sosial budaya di Indonesia. Setelah negara Indonesia merdeka, masyarakat Tionghoa yang berkewarganegaraan Indonesia digolongkan sebagai salah satu suku dalam lingkup nasional Indonesia, sesuai dengan Pasal 2 Undang-undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang kewarganegaraan Republik Indonesia, sehingga upacara-upacara keagamaannya sudah bebas untuk dapat dilaksanakan. Walaupun etnis Tionghoa berada di luar daerah asalnya namun mereka tetap melestarikan kesenian tradisionalnya dengan cara memperkenalkan kepada masyarakat.

Pertunjukan Barongsai sempat ditiadakan oleh karena pemerintahan Orde Baru, tetapi masyarakat Tionghoa masih tetap memelihara kesenian barongsai tersebut sebagai warisan budaya leluhur. Hal ini didukung oleh

pernyataan (Poerwanto 2006:87-88) yang menyatakan bahwa

Manusia dan kebudayaan merupakan kesatuan yang tidak terpisahkan, dan manusia merupakan pendukung kebudayaan. Sekalipun manusia akan mati, tetapi kebudayaan yang dimilikinya akan diwariskan untuk keturunannya, demikian seterusnya. Manusia merupakan pewaris kebudayaan, tidak hanya terjadi secara vertical atau kepada anak-cucu mereka; melainkan dapat pula dilakukan secara horizontal atau manusia yang satu data belajar kebudayaan dari manusia lainnya.

Dalam pagelaran barongsai dibutuhkan pemain yang mempunyai fisik yang kuat untuk mengangkat Sam Sie ( kostum barongsai yang cukup berat ) sehingga pemain satu dengan yang lainnya kelihatan seimbang dan serasi dalam

setiap gerakannya, maka diperlukan latihan yang rutin bahkan ada juga penari yang ikut ambil bagian dalam Wushu. Oleh sebab itu, sekarang ini pemain barongsai dapat dikatakan sebagai atlet barongsai. Karena, barongsai telah diakui oleh KONI ( Komite Olahraga Nasional Indonesia ). Bahkan FOBI ( Federasi Olahraga Barongsai Indonesia ) yang menaungi kesenian Barongsai telah diakui oleh KONI ( Komite Olahraga Nasional Indonesia ). Barongsai10 di Indonesia juga sudah diperlombakan satu tim dengan tim yang lainya. Barongsai Indonesia telah meraih juara pada kejuaraan di dunia. Dimulai dengan barongsai Himpunan Bersatu Teguh (HBT) dari Padang yang meraih juara 5 pada kejuaraan dunia di genting - malaysia pada tahun 2000. Hingga kini barongsai Indonesia sudah banyak mengikuti berbagai kejuaraan-kejuaraan dunia dan meraih banyak prestasi. Berikut beberapa nama seperti Kong Ha Hong (KHH) - Jakarta, Dragon Phoenix (DP) - Jakarta, Satya Dharma - Kudus, dan Paguyuban Sosial Marga Tionghoa Indonesia (PSMTI) - Tarakan

Dalam pertunjukan permainan barongsai ( Wŭ Shì bĭsai ), di mana permainan barongsai terdiri atas dua bagian yaitu permainan lantai dan permainan tonggak. Permainan lantai merupakan atraksi pemain dengan menggunakan alat peraga bantu. Sedangkan permainan tonggak adalah permainan yang menggunakan alat peraga bantu berupa tonggak-tonggak besi yang dijajarkan.

Dari hasil pengamatan, penulis dapat menguraikan sedikit gerakan barongsai dalam permainan lantai yaitu, demonstrasi gerak lantai dilakukan dengan gerak singa berdiri yaitu sebuah atraksi yang dilakukan dengan

mengangkat pemain bagian depan yang memegang kepala oleh pemain belakang yang menjadi badan dan ekor.

Dalam permainan barongsai musik dari iringan gendang, gong, dan simbal berbunyi. Setiap gerakan dari barongsai diikuti oleh musik, jika barongsai tidak bergerak atau diam, maka musikpun berhenti. Berdasarkan hasil wawancara, musik barongsai pada dasarnya semua sama, namun dalam penyajian gerakan barongsai tersebut musik itu terdengar berbeda pada ketukan dan temponya.

Gerakan berguling ( Gŭn ), yaitu pemain depan dan belakang bersama-sama kearah yang sama, sehingga terlihat seperti singa yang berguling-guling. Atraksi-atraksi di lantai sering pula divariasikan dengan gerakan ekspresif seperti melakukan posisi diam, dan hanya kepala yang sedikit bergerak sambil kelopak matanya berkedip-kedip serta telinga yang digerak-gerakkan. Penutup pertunjukan barongsai yang ditampilkan adalah gerakan singa yang berdiri dan berjalan

berkeliling. Di akhir pertunjukan ( penutup ) musik dimainkan semakin cepat sebagai tanda bahwa pemain barongsai mohon pamit kepada penonton ataupun sesepuh Klenteng.

Gambar 3.1

Pertunjukan barongsai pada acara hari ulang tahun Dewa Seng Ong Kong

Foto : dokumentasi penulis

3.3.1 Upacara Ritual

Pertunjukan barongsai biasa dilaksanakan masyarakat Tionghoa pada acara ritual keagamaan yaitu seperti : tahun baru China / Imlek, Cap Go Meh, Tiong Chiu, ulang tahun Dewa dan pada hari besar agama buddha, Khonghucu, dan Taoisme lainnya.

Sedangkan, pertunjukan barongsai yang ada di Kota Tebing Tinggi hanya diarak pada acara Imlek dan ulang tahun Dewa saja. Pada hari sebelum menjelang tahun baru China ( Imlek ), barongsai lebih banyak dipertunjukkan di Kota Tebing Tinggi sebagai ungkapan kegembiraan mereka menyambut Tahun Baru Imlek dengan mengadakan pawai/diarak sepanjang jalan mengelilingi Kota Tebing Tinggi selama seminggu berturut turut. Perayaan Cap Go Meh, barongsai tidak diarak sepanjang jalan tapi hanya dipertunjukan di Vihara saja saat

sembahyang menyambut hari besar tersebut. Sedangkan pada hari raya Tiong Chiu barongsai tidak dipertunjukkan tetapi mereka hanya mengadakan sembahyang di Vihara.

Dalam ritual, barongsai dipertunjukkan juga karena kepercayaan masyarakat Tionghoa bahwa singa merupakan binatang suci. Maka, dengan menampilkannya mereka dapat bertemu dengan Dewa Dewa untuk memanjatkan doa doa atau segala permohonan pun akan cepat dikabulkan oleh para Dewa.

Salah satunya, penulis mengikuti acara pertunjukan barongsai pada hari ulang tahun Dewa Seng Ong Kong. Dewa Seng Ong Kong merupakan Dewa pelindung masyarakat. Pada hari tersebut, barongsai mengadakan pawai dengan membawa Tandu yang berisi patung Dewa Seng Ong Kong.

Gambar 3.2

Barongsai mengelilingi Tandu

Foto : dokumentasi penulis

3.3.2 Acara Hiburan

Dalam acara hiburan di Kota Tebing Tinggi atraksi barongsai lebih sering dipertunjukkan dan Tim barongsai HSS terkadang juga mau mengadakan pawai dalam acara hiburan. Masyarakat Tionghoa maupun Pribumi juga senang menyaksikan atraksi dan pawai barongsai tersebut. Dalam acara hiburan, barongsai sering melakukan atraksi dan pawai di lapangan merdeka pada saat hari jadi Kota Tebing Tinggi, yang selalu diadakan setiap tahun. Barongsai juga melakukan atraksinya pada saat acara perkawinan, dan terkadang juga barongsai diminta mengarak pengantin semua tergantung dari permintaan masyarakat.

Masyarakat Tebing Tinggi juga banyak yang percaya bahwa barongsai merupakan pembawa kesuksesan dan kemakmuran, karena itu barongsai juga sering dipanggil melakukan atraksinya pada peresmian toko/ pembukaan toko, pada saat acara hari ulang tahun dan acara hiburan lainnya, semua tergantung permintaan dari masyarakat.

Barongsai sebagai media hiburan terjadi di masa sekarang. Barongsai

sebagian dari tradisi dan kesenian juga mengalami adaptasi dan perkembangan.

Lambat laun masyarakat etnis Cina mulai diperbolehkan memainkan barongsai yang akhirnya menjadi sebuah bentuk kesenian. Pemain barongsai tidak semua dituntut ahli dalam olahraga wushu, tetapi yang sebenarnya yang harus dilatih yaitu kekuatan tangan dan kaki, serta keseimbangan berat badan. Barongsai memiliki empat warna dasar yaitu, hitam, merah, kuning, dan putih, namun untuk keperluan hiburan sering ditambahkan warna-warna lain agar penampilam barongsai lebih menarik. Barongsai yang dipertunjukan untuk hiburan

menonjolkan keterampilan gerakan pemainnya yang secara atraktif dan akrobatik di lantai maupun di pilar tonggak.

3.4 Tokoh Musik Barongsai

Barongsai singa selatan sebenarnya memiliki tiga aliran musik dan

gerakan yaitu : gerakan Fut-San, Hok-San, dan Fut-Hok. Tiga aliran musik dan gerakan barongsai tersebut memiliki tokoh musik yang terkenal dan merupakan pembuat dari aliran tersebut. Berikut tokoh terkenal musik barongsai aliran Fut-San dan Hok- Fut-San :

Master Lim Meng-Kok merupakan tokoh terkenal aliran musik Fut-San.

Master Lim merupakan sifu generasi pertama melatih penari-penari tarian singa di Meng Kok Lion Dance Association. dan Master Siaw Sefu merupakan tokoh terkenal aliran musik Hok-San. Kedua master yang dikenal merupakan tokoh musik barongsai ini diketahui masih aktif sampai sekarang dan mereka bertempat tinggal di Kuala Lumpur. Tim barongsai yang cukup terkenal secara nasional yaitu tim Kong Ha Hong sedangkan secara Internasional tim barongsai Kun Seng-Keng dan Hong Tiek.

3.5 Persiapan dan Proses Pertunjukan

Pada saat acara ritual seperti hari besar tahun baru China dan acara-acara hiburan lainnya tim barongsai HSS (Hong San See) di Kota Tebing Tinggi sering mengadakan pawai pertunjukan barongsai yaitu mengelilingi Kota Tebing Tinggi

dengan durasi kurang lebih 2 jam yang dimulai dari Vihara Avalokistevara yang merupakan tempat tim HSS dan tempat penelitian penulis.

Dalam persiapan pertunjukan, tim barongsai tidak cukup hanya berlatih musik dan gerakan saja tetapi tim juga harus mengadakan sembahyang kepada Dewa sebelum melakukan atraksinya. Sebelum memulai pawai, terlebih dahulu barongsai sembahyang kurang lebih 30 menit di Vihara sebagai bentuk izin

kepada Dewa, setelah itu barongsai siap untuk dipertunjukkan.

Dalam proses pertunjukan barongsai ada beberapa langkah langkah yang dilakukan, pertama-tama barongsai melakukan penghormatan. ketika melakukan penghormatan, Barongsai akan menekukkan kakinya sebanyak tiga kali. Hal ini untuk melambangkan surga, bumi, dan manusia. Terdapat beberapa arah penghormatan dalam pertunjukan Barongsai. Selanjutnya barongsai terus menari dengan iringan musik. Gerakan tarian yang ditampilkan ini berdasarkan pada emosi-emosi utama Barongsai, jadi mereka tidak hanya asal memperagakan gerakan. Pertunjukan Barongsai terbagi ke dalam dua sesi. Sesi pertama merupakan pertunjukan yang menampilkan emosi-emosi dasar, seperti bangun tidur, waspada, bingung, mengamati dengan menampilkan gerakan sederhana dan tidak terlalu akrobatik diringi musik yang lambat menuju sedang. Dalam sesi kedua ini mereka melanjutkan pertunjukan dengan menampilkan gerakan-gerakan yang lebih kompleks dan akrobatik, seperti gerakan marah, mabuk, kaget, dan gembira.

3.5.1 Proses Latihan

Latihan merupakan salah satu persiapan sebelum memulai pertunjukan barongsai. Persiapan latihan11 musik maupun tari pastinya membutuhkan waktu di jauh hari bahkan waktu yang cukup lama untuk pemula ( baru masuk tim ). Tim barongsai HSS biasa melakukan proses latihan selama dua minggu sebelum

memulai pertunjukan barongsai, baik pada acara hiburan maupun ritual. Tetapi di Kota Tebing Tinggi sendiri barongsai lebih sering dipertunjukkan pada acara hiburan daripada acara ritual.

Dalam sebuah tim barongsai terbagi dua yaitu pemain musik dan penari barongsai yang memakai kostum singa dan yang melakukan atraksi. Seorang

pemula atau yang baru masuk tim harus belajar alat musik gendang dan menghapal setiap ritem gendang terlebih dahulu. Dengan membaca sebuah buku yang merupakan aturan musik atau not-not musik barongsai aliran Hok-San karena tim ini menggunakan aliran musik dan gerakan Hok-San. Dan buku ini hanya dimengerti oleh guru-guru musik barongsai dan tariannya. Lalu setelah itu lanjut berlatih ke alat musik simbal dan gong. Karena gendang merupakan ketukan dasar dalam permainan barongsai. Setelah seorang pemula telah belajar alat musik gendang, symbal, gong, dan telah hapal setiap ritem, barulah seseorang tersebut dapat menjadi penari atau pemain yang melakukan atraksi barongsai.

Karena dalam pertunjukan barongsai, bukan barongsai yang mengikuti ritem alat musik melainkan musik yang mengikuti setiap gerakan gerakan barongsai. Jadi,

1111

Proses latihan merupakan hasil wawancara penulis dengan ketua dari tim barongsai HSS (Hong San See) Kota Tebing Tinggi.

awal permainan atau atraksi barongsai dimulai dari gerakan barongsai terlebih dahulu.

3.6 Pendukung Pertunjukan

Dalam setiap pertunjukan apapun pastinya ada yang mendukung pertunjukan tersebut. begitu juga dalam pertunjukan barongsai. berikut merupakan yang mendukung pertunjukan barongsai dalam acara ritual dan atraksi barongsai dalam acara hiburan yaitu alat alat musik, pemain barongsai, pemain musik, penonton, panggung, dan kostum.

3.6.1 Alat alat Musik Barongsai

Dalam setiap petunjukan barongsai, tiga alat musik yaitu Tambur, simbal, dan gong selalu ada. Menampilkan, satu orang pemain tambur, dua orang pemain simbal dan satu orang pemain gong. Dalam pertunjukan barongsai, tambur menjadi komando tempo karena sebagai ketukan dasar dalam permainan musik barongsai. (Yudhistira, 2012 : 81) Bangsa Tionghoa membagi alat musik kedalam delapan kategori berdasarkan pembagian oleh Ba Gua, yakni kulit

Dalam setiap petunjukan barongsai, tiga alat musik yaitu Tambur, simbal, dan gong selalu ada. Menampilkan, satu orang pemain tambur, dua orang pemain simbal dan satu orang pemain gong. Dalam pertunjukan barongsai, tambur menjadi komando tempo karena sebagai ketukan dasar dalam permainan musik barongsai. (Yudhistira, 2012 : 81) Bangsa Tionghoa membagi alat musik kedalam delapan kategori berdasarkan pembagian oleh Ba Gua, yakni kulit

Dokumen terkait