• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tionghoa1 adalah salah satu etnis yang ada di Indonesia dan asal usul leluhur mereka berasal dari Tiongkok (China). Masyarakat Tionghoa berasal dari Tiongkok Selatan dan Tiongkok Utara, yang dalam bahasa mandarin orang Tiongkok Selatan biasa disebut Tangren (Hanzi “orang Tang”). Sedangkan orang Tiongkok Utara biasa menyebut diri mereka sebagai orang Han (Hanzi: hanyu pinyin: hanren, “orang Han”). Menurut catatan sejarah, awal mula datangnya masyarakat Tionghoa ke Indonesia ditelusuri sejak masa Dinasti Han (206 SM – 220 M). Leluhur Tionghoa berimigrasi ke Indonesia secara bergelombang sejak ribuan tahun yang lalu melalui kegiatan berdagang dan kepentingan-kepentingan lain seperti penyebarluasan agama Budha dan pengetahuan-pengetahuan lain seperti sastra, membawa serta kebudayaannya dan lain sebagainya. Daerah pertama yang didatangi adalah Palembang yang pada waktu itu mempakan pusat perdagangan kerajaan Sriwijaya.

Kedatangan suku Tionghoa ke Indonesia rata rata berminat melakukan pengembangan usaha dagang. Karena mereka dikenal sebagai orang orang yang gigih, rajin, dan memiliki etos kerja tinggi yang mengagumkan, dalam hal berdagang. Dalam perkembangan suku Tionghoa pernah mengalami pasang surut

1 Suku Tionghoa atau biasa disebut China adalah salah satu suku yang sudah banyak masyarakatnya di Indonesia. Masyarakat Tionghoa biasa menyebut dirinya dengan istilah Tenglang (Hokkien), Tengnang (Tiochiu), atau Thongnyin (Hakka). Masyarakat Tionghoa di Indonesia mayoritas berasal dari China Selatan.

karena banyak nya peraturan-peraturan pemerintah yang mempengaruhi sisi kehidupan suku Tionghoa, sampai tahun 1968, agama dan adat istiadat Tionghoa yaitu agama Buddha, Konghucu, Taoisme serta perayaan hari besar seperti Imlek tidak diberikan izin untuk dilakukan dan tidak diberi kesempatan berkembang oleh pemerintah. Sehingga pada masa itu masyarakat Tionghoa merasa sedikit tersisih di pemerintahan dan agama, ditambah lagi pada masa itu masyarakat Tionghoa juga dilarang untuk menggunakan bahasa Cina dan harus bersekolah di sekolah pemerintahan.

Seiring berjalannya waktu masyarakat Tionghoa tersebar hampir di seluruh penjuru dunia. Salah satunya di Provinsi Sumatera Utara, Indonesia yaitu Kota Tebing Tinggi2 terdapat banyak masyarakat Tionghoa disana. Mereka melakukan aktifitas ekonomi dan religi dan menghasilkan pembauran diantara suku sehingga membentuk komunitas komunitas suku Tionghoa yang didasari pada persamaan nasib dan suku bangsa. Tebing Tinggi merupakan kota multietnis yang sangat menghargai keanekaragaman suku bangsa, baik suku asli Sumatera Utara maupun suku pendatang dari luar Sumatera Utara hingga bangsa asing dari luar Indonesia yang salah satunya adalah suku Tionghoa. Walaupun sebelumnya pernah ada terjadi gejolak terkait pembauran dan perbedaan antara suku Tionghoa dengan masyarakat pribumi yang ada di Kota Tebing Tinggi. Tetapi sejak reformasi, keberadaan suku Tionghoa dikota Tebing Tinggi telah diakui, dan hal ini merupakan berita baik bagi seluruh suku Tionghoa yang ada di Indonesia. Hal ini dimanfaatkan oleh masyarakat Tionghoa yang ada di kota Tebing Tinggi untuk

2 Kota Tebing Tinggi adalah salah satu kota madya dari 33 Kabupaten/Kota di Sumatera Utara, Indonesia.

berbenah dan memperbaiki nasib mereka hingga sekarang mereka mampu bersaing dengan pengusaha pribumi bahkan mampu menguasai perekonomian sektor menengah ke atas di kota Tebing Tinggi. Kebudayaan suku Tionghoa juga berkembang di Kota Tebing Tinggi, seperti kesenian dan ritual keagamaannya.

Masyarakat Tionghoa memiliki salah satu pertunjukan seni yaitu barongsai. Kesenian barongsai diperkirakan masuk di Indonesia pada abad-17, ketika terjadi migrasi besar dari Tiongkok Selatan. Barongsai merupakan tarian singa yang menggunakan dua kostum topeng kepala singa yang disebut Sam Sie.

Dalam penyajian pertunjukan barongsai, penari bergerak sebagaimana layaknya singa dan dimainkan oleh dua orang. Barongsai3 berasal dari dua kata yaitu barong dan sai, barong adalah kata dalam bahasa Indonesia yang berarti tarian

topeng yang dimainkan oleh manusia, sedangkan Sai adalah bahasa tiongkok dialek hokkian yang berarti singa4. Menurut kamus besar bahasa Indonesia (2011), barongsai adalah “tarian masyarakat Cina yang memakai kedok dan kelengkapan sebagai binatang buas (singa), dimainkan oleh dua orang (satu bagian kepala dan satu bagian ekor) dan dipertunjukan pada perayaan Imlek.

Barongsai berasal dari masa periode tiga kerajaan (220-280 M), dan

berkembang modren pada masa dinasti utara dan selatan (420-589 M).

Masyarakat Tionghoa mempercayai bahwa barongsai ini dapat membawa

3 Masyarakat Tionghoa juga menyebut barongsai dengan istilah lain yaitu “ liong samsi “ dan ada juga yang menyebutnya “ bulangsai “ tergantung sebutan dari setiap tempat yang mungkin memiliki istilah yang berbeda namun tetap arti yang sama yaitu tarian singa.

4 Masyarakat Tionghoa percaya bahwa singa memiliki kekuatan mistis supaya manusia memperoleh jalan untuk berhubungan dengan dunia gaib yang dijadikan simbolisme saat melakukan pemujaan pada upacara yang berhubungan dengan religi. Sebenarnya singa tidak ada di China, tetapi menjadi simbol hewan masyarakat Tionghoa.

kesuksesan dan keberuntungan bagi mereka dan dapat mengusir roh roh jahat karena suara pukulan keras tambur, simbal, dan gong, yang merupakan alat musik dalam pertunjukan barongsai. Barongsai dimainkan dengan anggota grup yang terdiri dari 1 orang pemain symbal, 1 orang pemain gong, 1 orang pemain gendang, dan 6 orang pemain barongsai yang terdiri dari 3 kepala singa (barongsai) yang masing masing barongsai mempunyai pemain 2 orang.

Musik dalam pertunjukan barongsai tidak mengandung unsur melodi sedikitpun tetapi sebagai pembawa ritme saja dan musik dalam pertunjukan barongsai sangatlah penting, karena alat musik simbal, gong, dan gendang yang

digunakan sebagai pengiring barongsai ini dipercaya dapat memperlancar pagelaran barongsai. Fungsi gendang dan simbal sebagai pengendali irama lagu dan penyatu tempo dalam gerakan barongsai serta menjadi penyemangat untuk memeriahkan pertunjukan barongsai. Sedangkan gong berfungsi sebagai ketukan dasar yang stabil dan menjadi pedoman pukulan dalam memainkan gendang dan simbal. Dalam pertunjukannya, bukan barongsai yang mengikuti bunyi dari alat alat musik, tetapi sebaliknya pemain alat musiklah yang mengikuti dan menyesuaikan setiap gerakan gerakan yang dilakukan barongsai ketika memasuki arena pertunjukan.

Permainan musik barongsai, dalam kasus ini ritme, memiliki aspek struktur musikal. Struktur musikal alat musik dalam pertunjukan barongsai tidaklah terus menerus sama, melainkan memiliki bagian-bagiannya, alias berdiri sendiri. Setiap pola ritme yang dimainkan sangatlah berpengaruh dan saling mengisi dalam gerakan atau langkah pemain barongsai (Yudhistira, 2012 : 4-5).

Pertunjukan barongsai dilakukan masyarakat Tionghoa di kota Tebing Tinggi pada saat acara ritual pada hari raya besar dan tradisi masyarakat

Tionghoa, seperti tahun baru China / Imlek, Cap Go Meh, dan Tiong Chiu. Pada hari besar tersebut kesenian ini akan diarak juga di sepanjang jalan. Barongsai di Kota Tebing Tinggi yang dipagelarkan pada saat acara hiburan tergantung pada permintaan masyarakat yang biasanya ditampilkan untuk peresmian toko, mengarak pengantin saat acara perkawinan, memeriahkan Tahun Baru Imlek5 dan mengisi acara acara yang ada salah satunya pada acara hari jadi Kota Tebing Tinggi barongsai selalu dipertunjukkan dan disaksikan setiap tahun oleh masyarakat dengan cara diarak sepanjang jalan satu hingga dua jam mengelilingi Kota Tebing Tinggi. Tetapi masyarakat Tionghoa tetap menganggap bahwa barongsai mempunyai kekuatan supranatural.

Melihat hal-hal di atas, maka penulis tertarik dan juga layak mengkaji pertunjukan barongsai ini untuk menjadi bahan ilmiah. Perihal tulisan ini penulis akan melihat keberadaan barongsai dan pemainnya dalam setiap pertunjukannya serta fungsinya pada masyarakat Tebing Tinggi khususnya suku Tionghoa. Untuk itu penulis akan meneliti dan mengkaji tulisan ini untuk dijadikan skripsi dengan judul : “Analisis Musik Dalam Konteks Pertunjukan Barongsai Pada Masyarakat Tionghoa Di Kota Tebing Tinggi”.

5 Tahun baru Imlek adalah hari besar bagi masyarakat Tionghoa (China). Oleh sebab itu, barongsai selalu dipertunjukkan setiap Tahun Baru Imlek dengan cara diarak sekitar satu hingga dua jam mengelilingi Kota Tebing Tinggi selama seminggu berturut turut.

Dokumen terkait