• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III PERTUNJUKAN BARONGSAI DI KOTA TEBING TINGGI

4.2 Transkripsi

Nettl (1964:98) menyatakan bahwa transkripsi adalah proses penotasian bunyi yang merupakan suatu usaha mendeskripsikan musik yang memberikan dua pendekatan, yaitu:

1. menganalisa dan mendeskripsikan apa yang didengar, dan

2. mendeskripsikan apa yang dilihat dan menulisnya di atas kertas dengan suatu cara penulisan tertentu.

Dari kedua hal di atas untuk dapat memvisualisasikan musik iringan pada pertunjukan barongsai, penulis melakukan transkripsi untuk lebih mudah menganalisisnya terutama pada ritme dan tempo. Sehingga dengan ini dapat membantu kita untuk mengkomunikasikan serta menyampaikan kepada pembaca tentang apa yang kita dengar.

Dalam pentranskripsian penulis menggunakan notasi Barat untuk mempermudah penulisan. Keberadaan musik pengiring dalam pertunjukan barongsai ini sangat penting untuk menghitung tempo gerakan penari barongsai. Analisis hanya dilakukan pada ritme yang dimainkan oleh musik pengiring saja. Akan tetapi, ada tahap awal yang digunakan untuk latihan sebelum mempelajari musik pengiring pertunjukan barongsai, yaitu disebut basic ini harus bisa dimainkan oleh semua pemain musik. Berikut transkripsi basic yang penulis buat dengan menggunakan notasi barat

Ritem Pengiring Barongsai

Transkripsi: Omega Putri Silitonga

4.2.1 Analisis Pola Rytem

Keberadaan musik pengiring dalam pertunjukan barongsai ini sangat penting untuk menghitung tempo gerakan penari barongsai. Analisis hanya dilakukan pada ritme yang dimainkan oleh musik pengiring saja.

Pawai musik barongsai berikut dimainkan dengan durasi sekitar 120 menit, menggunakan birama 4/4 dan penulis mendapat ritme sebanyak 27 birama yang terdiri dari delapan pola ritme. Berikut transkripsi yang penulis buat dengan notasi dari musik barongsai yang digunakan saat pertunjukan barongsai di Kota Tebing Tinggi :

a. Koot Fa Tau

Koot Fa Tau merupakan musik yang dimainkan diawal pertunjukan barongsai, yaitu barongsai membuat penghormatan kepada penonton.

b. Mat Dim

Mat Dim merupakan teknik permainan setelah barongsai melakukan penghormatan. Di bagian ini barongsai melakukan gerakan lompat ditempat sebanyak 2 kali.

c. Soh Dim

Soh Dim merupakan teknik permainan musik saat barongsai melakukan gerakan melangkah maju kedepan.

d. Tam Bo

Tam Bo merupakan musik yang dimainkan saat barongsai mengedipkan mata kanan dan kiri untuk melihat makanan yang disebut Cai Jing.

e. Jung Ching

Jung Ching merupakan teknik permainan musik saat barongsai sedang menggaruk badannya.

f. Boon Ching

Boon Ching merupakan teknik permainan musik saat barongsai melangkahkan kaki maju kedepan sebanyak 7 kali.

g. Ha Ching

Setelah barongsai melangkahkan kaki maju kedepan 7 kali, barongsai melakukan gerakan melangkahkan kaki ke tonggak pilar dan melihat Cai Jing (makanan yang dilihat barongsai seperti daging tetapi setelah barongsai

memakan, ia memuntahkannya karena makanan tersebut adalah sayur). Pada saat barongsai melakukan gerakan ini musik yang dimainkan yaitu Ha Ching.

h. Chik Ching

Chik Ching merupakan teknik permainan musik saat barongsai sudah berada diatas tonggak pilar.

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan penjelasan-penjelasan yang telah diuraikan dari bab satu sampai empat, maka ada dua kesimpulan yang didapat oleh penulis, yaitu sebagai berikut.

Barongsai merupakan tarian singa dari kebudayaan masyarakat Tionghoa. Mereka

percaya bahwa barongsai dapat memberi keberuntungan, kesuksesan dan dapat menolak kesialan dan hawa jahat. Begitu juga dengan kepercayaan masyarakat Tionghoa yang ada di Kota Tebing Tinggi. Pertunjukan barongsai yang ada di Kota Tebing Tinggi di pergelarkan pada acara ritual dan hiburan. Tim barongsai HSS biasa mempertunjukkan barongsai dengan mengadakan pawai yaitu dengan cara barongsai diarak mengelilingi Kota Tebing Tinggi. Pada acara hari besar Buddha yang salah satunya Imlek, barongsai yang ada di Kota Tebing Tinggi lebih banyak dipertunjukkan yaitu selama seminggu berturut-turut dengan mengadakan pawai dan dipertunjukkan juga di Vihara pada saat melakukan upacara ritual.

Alat musik yang digunakan mengiringi barongsai adalah tambur, simbal, dan gong. Tiga alat musik ini yang dapat disebut ensambel musik selalu ada dalam pertunjukan barongsai dan tidak pernah dan ditambah dengan alat musik lain. Dalam pertunjukan barongsai, bukan penari barongsai yang mengikuti musik melainkan pemusik yang mengikuti gerakan dari barongsai. Jadi, ketika pertunjukan dimulai penari barongsai yang terlebih dahulu menggerakkan

tubuhnya setelah melakukan penghormatan lalu pemusik pun mengikutinya.

Musik barongsai dimainkan tergantung kepada penari dan pemain musik. Ritem dan cara memainkan barongsai pada saat upacara ritual dan hiburan sama saja, tidak ada perbedaan sama sekali karena hanya berfungsi sebagai musik pengiring yang pola ritem nya sudah termemori dalam pikiran penari dan pemain musik karena adanya hubungan emosional musikal.

5.2 Saran

Dari pembahasan dan beberapa kesimpulan yang telah diuraikan, ada saran yang akan penulis kemukan, mengingat semakin berkembangnya zaman penulis menyarankan kepada masyarakat khususnya pemuda/pemudi Tionghoa untuk tetap mencintai budaya dan tradisi yang ada serta memberikan perhatian baik terhadap kesenian yang ada terkhusus pada pertunjukan barongsai agar tetap ditampilkan pada saat hari besar Buddha.

Penelitian ini merupakan tahap awal dan masih banyak terdapat kekurangan serta perlu mendapatkan penyempurnaan. Penelitian ini hanyalah sebahagian kecil permasalahan yang terdapat di dalamnya. Oleh karena itu penulis menyarankan dan mengharapkan kepada siapa saja yang berminat untuk melanjutkan penelitian ini untuk lebih mendalam lagi, sehingga dapat bermanfaat bagi pengembangan Etnomusikologi dan sebagai dokumentasi data mengenai kebudayaan masyarakat Tionghoa.

Kebudayaan barongsai ini perlu dilestarikan dan dibina serta dikembangkan sehingga generasi berikutnya dapat mempertahankan keberadaannya di tengah

masyarakat. Penulisan tentang musik dalam pertunjukan barongsai ini merupakan salah satu upaya pelestarian serta kesenian terhadap masyarakat Tionghoa dan masih diperlukan usaha yang lain sebagai penunjang kreatifitas, sehingga pelestarian kesenian ini tetap terjaga dan tidak hilang.

Akhir kata penulis mengharapkan semoga tulisan ini dapat memberikan kontribusi yang positif terhadap apresiasi budaya dan pengetahuan terhadap ilmu pengetahuan secara umum dan bidang Etnomusikologi secara khusus.

Daftar Pustaka

Badan Pusat Statistik. Kota Tebing Tinggi

https://kotatebingtinggi.files.wordpress.com/2015/10/ipm2013-kota-tebing-tinggi.pdf diakses tanggal 10 Oktober 2018

Breman, Jan. 1997. Menjinakkan SangKuli. Jakarta. Grafiti

Edi, Sedyawati. 1981 Pertumbuhan Seni Pertunjukan. Jakarta, Pustaka Jaya Irawan, 2013. Dasar-Dasar Desain. Depok: Griya Kreasi.

Jurnal Seni dan Budaya Vol. 1 Nomor 2. 2017. UNIMED

Kusumaningtyas, Diah Ayu 2009. Peran Seni Pertunjukan Barongsai Dalam Pengembangan Wisata Budaya di Kota Surakarta

Lubis, Ismalia 2012 . Etnik Tionghoa dan Pasar Hongkong di Tebing Tinggo Kota (1974-2012). Undergraduate thesis, UNIMED.

Mayolla, Siti S A. 2017. Pertunjukan Tari Liong ( Naga) Oleh Grup Naga dan Barongsai Vihara Setia Buddha Binjai, Medan : Skripsi USU

Merriam, Alan P. 1964 The Anthropology of Music. Chicago: Northwestern University Press

Moleong, J. Lexy. 2010. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Rosda Karya.

Nettl, Bruno. 1964 Theory and Method in Ethnomusicology. New York The Free Press of Glenco

Poerwanto, Hari. 2006. Kebudayaan dan Lingkungan dalam Perspektif Antropologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Ridna, 2015. Makna Simbolik Seni Pertunjukan Barongsai dalam Kebudayaan Tionghoa Di Kota Pekan Baru. Pekan Baru, Jurnal UNRI

Saragih, Raulina E M. 2012 Kajian Struktur dan Makna Pertunjukan Barongsai Pada Masyarakat Tionghoa di Medan, Medan : Thesis USU

Sariwati, 2011. Usik Barongsai dalam Masyarakat Etnis Cina di Vihara Ibu Agung Bahari Makassar

Saputra, Ferry Ferdian. 2015 Komunitas Etnis Tionghoa di Kota Tebing Tinggi, Medan : Thesis Unimed

Sembiring, Karina. 2017 Altar Sembahyang Untuk Dewi KWAN IM Pada Rumah Masyrakat Tionghoa Buddha Di Medan: Skripsi USU

Siahaan, Yudhistira. 2012 Kajian Musikal dan Fungsi Pertunjukan barongsai ada perayaan Cap Go Meh Masyarakat Tionghoa di Maha Vihara Maitreya, Komplek Perumahan Cemara Asri, Medan : Skripsi USU

Silaban, Eben Ezer. 2009. Studi Deskriptif Upacara Sacapme dan Penggunaan Musik pada Sembahyang Malam Tahun Baru Gong Xi Fat Cai di Vihara Pekong Kelurahan Polonia dalam Budaya Masyarakat Tionghoa Kota Medan. Medan : Skripsi Sarjana Etnomusikologi USU

Suyono, Aryono. 1985, Kamus Antropologi, Jakarta : Akademi Persindo.

Wikipedia, Encyclopedia

https://en.wikipedia.org/wiki/Chinese_Indonesians diakses tanggal 12 November 2018

DAFTAR INFORMAN

1. Nama : Suhu Dharma Surya Usia : 51 Tahun

Alamat : Jl Tengku Hasyim Gg Saudara No 15, Kota Tebing Tinggi Pekerjaan : Wiraswasta

2. Nama : Acek Ameng

Usia : 60 Tahun

Alamat : Jl. Sudirman no 27, Kota Tebing Tinggi Pekerjaan : Wiraswasta

3. Nama : Kumara Chandra

Usia : 23 Tahun

Alamat : Jl Tengku Hasyim Gg Saudara No 15, Kota Tebing Tinggi Pekerjaan : Wiraswasta

4. Nama : Ferdy Chen Usia : 28 Tahun

Alamat Jl Sudirman no 44, Kota Tebing Tinggi Pekerjaan : Wiraswasta

5. Nama : Edi Usia : 15 Tahun

Alamat : Jl Letjend Suprapto No 22, Kota Tebing Tinggi Pekerjaan : Pelajar

6. Nama : Andi Usia : 20 Tahun

Alamat : Jl Gatot Subroto No 30A, Kota Tebing Tinggi Pekerjaan : Wiraswasta

7. Nama : Antonio Usia : 17 Tahun

Alamat : Jl Griya Bulian Permai, blok B Kota Tebing Tinggi Pekerjaan : Pelajar

Dokumen terkait