Berpijak dari uraian hasil penelitian dalam bab sebelumnya, maka dapat di ambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Biografi Yasadipura dapat ditelusuri dari silsilahnya. Menurut Tus Pajang,
Yasadipura I adalah keturunan ke delapan dari raja Pajang itu. Ia adalah anak Tumenggung Padmanagara, seorang Bupati/Jaksa pada masa Mataram Kartasura. Sebagai seorang anak bupati, Yasadipura I mendapatkan pendidikan selayaknya kaum priyayi yang sangat kental dengan aroma kejawen. Untuk memperdalam ilmunya maka pada usia delapan tahun, dia dikirim sebuah Pondok Pesantren di Bagelan Kedu di bawah asuhan Kyai Hanggamaya untuk mendapatkan pendidikan formal Islam. Pada usia empat belas tahun ia menyelesaikan belajarnya di pesantren Kedu, dan kemudian mengabdi di kraton Kartasura pada masa Pakubuwana II (1726-1743). Karena prestasinya yang baik dalam mengabdi di kerajaan ia kemudia dipromosikan menjadi prajurit Nameng Jaya. Karena bakatnya dalam bidang sastra diketahui Paku Buwana II, oleh karena itu Pakubuwahna II menitipkan Kudapangawe kepada Pangeran Wijil, seorang pujangga yang bekerja di kadipaten. Setelah mendapat bimbingan Pangeran Wijil, bakatnya di bidang sastra semakin menonjol sehingga ia disebut sebagai pujangga taruna (Pujangga Muda). Setelah periode Surakarta, pada masa Pakubuwana II (1749-1788), ia telah disebut dengan Raden Ngabehi Yasadipura I dan meningal
hari senin Kliwon, 20 Dulkangidah, Wawu 1728.
2. Serat Dewa Ruci digubah Yasadipura I pada masa awal kraton Surakarta. Secara
historis berkaitan dengan kitab Nawaruci, karya Empu Siwamurti pada zaman akhir kerajaan Majapahit. Kitab Nawaruci merupakan karya mistik Jawa yang terpengaruh ajaran agama Hindhu. Serat Dewa Ruci merupakan perpaduan antara sastra mistik yang mengandung paham asli Jawa-Hindhu, dan Islam.
Dalam lingkungan kebudayaan Jawa, Serat Dewa Ruci merupakan alegori mistik Jawa yang begitu popular. Dalam konteks religi masyarakat Jawa Serat Dewa
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
Ruci merupakan representasi terbaik dari wacana mistisisme Jawa. Di dalamnya filsafat hidup Jawa yang didasarkan pada bentuk-bentuk spiritualitas atau mistisisme yang sinkretik tergambar dengan jelasnya. Bagi masyarakat Jawa, khususnya kalangan kesepuhan menganganggap isi Serat Dewa Ruci cukup berbobot untuk digunakan sebagai bahan renungan perihal hakikat kehidupan,
yaitu kawruh sangkan paraning dumadi atau dari mana dan kemana tujuan hidup
manusia itu.
3. Pemikiran Yasadipura I tidak terlepas dari pengaruh tradisi kejawen dan
pesantren (Islam). Di satu sisi Yasadipura I sebagai anak seorang bupati di Pengging, dididik sebagai anak kaum priyayi yang pada umumnya dekat paham kejawen. Pada sisi lain, oleh keluarganya dia dikirim ke sebuah pesantren di Kedu, untuk mendapatkan pendidikan formal agama Islam. Mengalami dua lingkungan pendidikan ini membuat Yasadipura I fasih berbicara tentang bagaimana pandangan Jawa lama seperti yang terekam dalam karya-karya sastra Jawa kuno. Kapasitas intelektual yang ia miliki ini diekspresikan dalam bentuk penggubahan ulang karya-karya sastra Jawa kuno dan karya-karya sastra Melayu-Islam ke dalam karya sastra baru, dengan bahasa Jawa baru. Pemikiran sinkretik Yasadipura I salah satunya tercermin di dalam Serat Dewa Ruci. Secara filosofis melambangkan bagaimana manusia harus menjalani perjalanan batin guna
menemukan identitas dirinya atau pencarian sangkan paraning dumadi “asal dan
tujuan hidup manusia“ atau manunggaling kawula Gusti. Sufisme yang
dirumuskasn Yasadipura I dalam Serat Dewa Ruci memperlihatkan intregitas
ajaran syariat, hakikat, tarekat, dan makrifat. Keempatnya merupakan mata rantai
yang sambung menyambung, saling berkait satu dengan yang lain dan perlu dilakukan setahap demi setahap.
B. Implikasi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
Pemikiran yang dikembangkan oleh Yasadipura I dalam Serat Dewa Ruci ini tidak lepas dari unsur pesantren (Islam) dengan budaya Jawa (kejawen). Budaya sinkretis dalam serat tersebut mempengaruhi isi Serat Dewa Ruci, yang sisinya merupakan perpaduan antara unsur Islam dengan unsur Jawa. Pola pikir dalam serat ini mengetengahkan ajaran tasawuf yang cukup supel. Isinya berkaitan dengan paham atau budaya sinkretis. Pemikiran yang dikembangkan dalam serat ini, adalah ajaran tasawuf yang berhubungan dengan konsep etika manusia dengan manusia) dan
manusia dengan Tuhan, sehingga tercipta ajaran manunggaling kawula gusti. Ajaran
manunggaling kawula gusti yang terdapat dalam serat Dewa Ruci menunjukkan
kearah paham Union Mistik yang mempertemukan antara Tuhan dengan manusia.
Paham Union Mistik inilah yang merupakan ciri khas kepustakaan Islam Kejawen
2. Implikasi Praktis
Dengan memahami skripsi mengenai Serat Dewa Ruci, akan dapat diketahui pola pikir Yasadipura I. Penelitian ini memunculkan suatu pengertian ajaran tasawuf dalam serat tersebut menjadikan pedoman bagi orang Jawa dalam mengembangkan pola kehidupan sehari-hari terutama soal penghayatan keagamaan, yang di dalam ajaran tersebut sarat akan mistik. Oleh karena itu implikasi praktis dari penelitian ini adalah bahwa untuk mengenal Tuhan seperti yang tertuang dalam ajaran tasawuf diperlukan ketaatan seorang hamba kepada Tuhannya, yang berwujud keimanan dalam menjalankan perintah maupun menjauhi laranagn-Nya.
C. Saran
Berdasarkan hasil penelitian diatas, maka dapat diajukan saran sebagai berikut:
1. Bagi Pengelola Kementrian Pendidikan Nasional dan Pemerintahan Kota
Surakarta mengingat kandungan isi Serat Dewa Ruci sangat bermanfaat bagi perkembangan kebudayaan dan pengetahuan, maka hendaknya dapat lebih memberikan perhatian pada sumber-sumber sejarah terutama sumber berupa naskah-naskah kuno yang tersimpan di perpustakaan kraton Surakarta dan museum. Perhatian ini terutama dalam hal keamanan, perawatan dan penerjemahan. Pihak terkait (Keraton, Museum, dan Depdiknas) dapat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
bekerjasama dengan para ahli penerjemah bahasa Jawa maupun Belanda untuk menerjemahkan naskah kuno tersebut ke dalam bahasa Indonesia agar lebih menarik perhatian dan mudah dipahami isinya oleh khayalak umum.
2. Bagi Tim Kurikulum Program Pendidikan Sejarah, mengingat betapa pentingnya
kegunaan bahasa sumber, terutama bahasa Jawa, maka mata kuliah Bahasa Sumber hendaknya dijadikan sebagai salah satu mata kuliah yang mendapatkan perhatian lebih. Mata kuliah Bahasa Sumber ini dapat digunakan sebagai bekal bagi mahasiswa Program Studi Sejarah dalam penelitian yang berhubungan dengan naskah-naskah kuno tersebut belum diteliti. Diharapkan dari penelitian ini akan semakin menambah kecintaan masyarakat terhadap hasil karya sastra anak bangsa terutama naskah-nakah kuno yang berbahasa Jawa.
3. Bagi masyarakat umum, mengingat Serat Dewa Ruci merupakan karya
widyatama atau etis filosofis yang mengandung wulangan, wejangan , dan
wedharan, maka hendaknya Serat Dewa Ruci bisa dijadikan sebagai salah satu sumber referensi bagi masyarakat untuk memahami hakikat kehidupan Dengan memahami isi dari Serat Dewa Ruci diharapkan, memberi isyarat persuasif
kepada masyarakat agar selalu eling waspada dan bersahaja, mengendalikan diri
mengurangi kenikmatan badaniah duniawi, bersedia Lara Lapa Tapa Brata dan
bersyukur meskipun berkesempitan untuk mencapai tujuan kehidupan yang