• Tidak ada hasil yang ditemukan

Ketahanan Sektor Korporasi

Dalam dokumen Periode November 2017 (Halaman 89-98)

4 BAB IV STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN

4.2 Ketahanan Sektor Korporasi

5

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III

2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017

Total Kredit Rumah Tangga KPR KKB Multiguna

yoy

Sumber : Bank Indonesia

Grafik 4.11. Perkembangan NPL Kredit Rumah Tangga

Nilai NPL sektor rumah tangga diprakirakan terus menunjukkan perbaikan pada triwulan IV 2017 yang terlihat pada NPL bulan Oktober 2017 yang telah menurun menjadi sebesar 0,96% (yoy).

4.2 Ketahanan Sektor Korporasi 4.2.1 Kinerja Sektor Korporasi

Kinerja sektor korporasi Sumatera Barat membaik di tengah masih lemahnya permintaan domestik. Berdasarkan data serta hasil liaison terhadap beberapa korporasi

di Sumatera Barat selama triwulan III 2017, terlihat bahwa membaiknya kinerja korporasi di Sumatera Barat terjadi khususnya pada korporasi yang bergerak pada 4 (empat) sektor utama pendukung pertumbuhan ekonomi Provinsi Sumatera Barat (sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan, sektor pengolahan, sektor perdagangan besar dan eceran, dan reparasi mobil, serta sektor transportasi dan pergudangan) lebih ditopang oleh pertumbuhan penjualan ekspor pada triwulan III 2017. Perbaikan kinerja lebih lanjut

10

LAR = (Kredit Non Performing + Kredit Kol 2 (Dalam Perhatian Khusus) + Kredit Lancar (Kol.1) restrukturisasi) / Total Kredit

85

tertahan oleh masih terbatasnya permintaan domestik akibat masih terbatasnya konsumsi rumah tangga.

Perkembangan dunia usaha di Sumatera Barat pada triwulan III 2017 lebih baik.

Membaiknya kinerja sektor korporasi juga terkonfirmasi dari Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sumatera Barat yang menunjukkan adanya perbaikan pada hampir keseluruhan kegiatan dunia usaha kecuali untuk sektor perdagangan, hotel dan restoran yang pada triwulan III 2017 yang mengalami kontraksi dibandingkan triwulan II tahun 2017.

4.2.1.1 Permintaan Domestik

Permintaan domestik Sumatera Barat masih tertahan pada triwulan III 2017.

Tertahannya permintaan domestik terjadi seiring dengan faktor seasonal yaitu berakhirnya perayaan Idul Fitri, masih belum cukup kuatnya perbaikan daya beli masyarakat, dan terbatasnya bahan baku produksi. Hal ini ditunjukkan dengan likert scale permintaan domestik yang menurun meskipun masih bernilai positif sebesar 0,71 pada triwulan III 2017, dibandingkan triwulan II 2017 yang mencapai 1,08 (grafik 4.12). Selain itu, belum tumbuhnya permintaan domestik di Sumatera Barat juga tercermin dari semakin memburuknya persepsi rumah tangga/konsumen terhadap kondisi perekonomiaan saat ini dan mendatang. Survei Konsumen (SK) Kantor PerwakilanBI Provinsi Sumatera Barat menunjukkan bahwa Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) kembali menunjukkan kondisi pesimis pada akhir triwulan III tahun 2017. Hal ini terutama disebabkan karena optimisme masyarakat terhadap kondisi perekonomian saat ini yang mengalami penurunan pada akhir triwulan III 2017 khususnya dipengaruhi oleh ketersediaan lapangan kerja yang terbatas serta penghasilan dan konsumsi masyarakat yang menurun dibandingkan triwulan sebelumnya.

86

Sumber : Hasil Liaison Kantor Perwakilan BI Sumatera Barat, diolah

Grafik 4.12. Likert Scale Penjualan domestik dan penjualan ekspor

Permintaan domestik pada beberapa sektor meningkat di tengah lesunya permintaan domestik pada sektor lainnya. Kondisi menurunnya likert scale

permintaan domestik pada triwulan III 2017 menunjukkan tertahannya kinerja penjualan domestik di beberapa sektor usaha, seperti sektor perdagangan barang ritel dan pengolahan ikan tuna. Sementara itu, beberapa sektor lainnya yaitu industri perdagangan, jasa keuangan, serta transportasi dan pergudangan menunjukkan perbaikan kinerja permintaan domestik hingga triwulan III 2017 dan mampu menahan turunnya permintaan domestik lebih dalam.

Permintaan domestik kendaraan bermotor meningkat khususnya pada bulan Juli 2017 pasca Lebaran yang ditengarai didukung oleh momen pulang basamo para perantau yang membelanjakan uangnya untuk pembelian kendaraan bermotor bagi keluarganya di Sumatera Barat. Seiring dengan peningkatan permintaan motor dan mobil, sektor jasa keuangan non bank juga mengalami pertumbuhan yang cukup signifikan, didukung dengan kualitas kredit yang membaik. Selain itu, meningkatnya permintaan masyarakat akan produk-produk motor baru juga didorong oleh membaiknya harga komoditas serta banyaknya varian motor baru dari dealer-dealer utama sepeda motor. Peningkatan kinerja juga terjadi pada sektor transportasi dan pergudangan karena peningkatan kuota pengiriman logistik.

4.2.1.2 Permintaan Ekspor

Pertumbuhan ekonomi negara tujuan ekspor Sumatera Barat menjadi penopang perbaikan kinerja sektor korporasi. Negara mitra dagang utama yang menjadi tujuan

87

sedang mengalami peningkatan aktivitas perekonomian pada triwulan III 2017. Purchasing

Managers Index (PMI) India, China dan Amerika Serikat pada triwulan III 2017 mengalami

kenaikan dibandingkan triwulan sebelumnya masing-masing sebesar 51,2 dari 50,9, 52,4 dari 51,7, dan 60,8 dari 57,8. Kenaikan permintaan ekspor juga diindikasikan dengan

likert scale triwulan III 2017 yang mencapai 0,67, meningkat dibandingkan sebelumnya

yang sebesar 0,11 (grafik 4.12). Kebijakan pengenaan bea impor atas CPO yang diberlakukan di negara India, negara utama tujuan ekspor CPO, tidak menyebabkan perubahan permintaan yang signifikan karena tingginya kebutuhan negara tersebut akan CPO.

Membaiknya kinerja ekspor korporasi di Sumatera Barat juga tercermin dari hasil in-depth

interview yang dilakukan terhadap beberapa pelaku usaha di Sumatera Barat. Penjualan

ekspor CPO meningkat sebagai dampak positif kondisi iklim dan cuaca yang cukup baik. Demikian pula dengan ekspor karet yang meningkat didukung oleh strategi perluasan pasar ekspor khususnya ke negara Australia dan Pakistan sejak triwulan II 2017. Ekspor cangkang sawit meningkat didukung oleh periode kontrak yang lebih panjang yakni selama 1 tahun dari sebelumnya per pengiriman. Kinerja ekspor gambir dan pinang juga meningkat sebagai dampak dari diversifikasi bisnis ekspor ke India.

Ke depannya, permintaan ekspor dari korporasi di Sumatera Barat diproyeksikan akan terus meningkat. Revisi tajam terhadap pertumbuhan ekonomi India tahun 2017 oleh IMF (publikasi World Economic Outlook Oktober 2017) diharapkan tidak menyebabkan turunnya permintaan CPO negara tersebut, sehingga kinerja sektor korporasi di Sumatera Barat tetap terjaga.

4.2.1.3 Investasi

Secara umum investasi mengalami peningkatan dengan pertumbuhan yang terbatas, ditopang oleh kontribusi sektor perdagangan, pengolahan dan penyediaan akomodasi. Kenaikan investasi tersebut ditunjukkan dengan likert scale

triwulan III 2017 yang bernilai 0,72, sedikit meningkat dibandingkan triwulan II 2017 yang berada pada level 0,71. Dalam satu tahun ke depan, investasi diperkirakan masih relatif baik terlihat dari likert scale perkiraan investasi yang bernilai positif 0,72.

88 Sumber: Liaison BI dan BPS

Grafik 4.13. Likert Scale Investasi dan Data PMTB Sumatera Barat (PDRB)

4.2.1.4 Kapasitas Utilisasi

Kapasitas utilisasi beberapa industri mengalami penurunan sebagai imbas dari terbatasnya pasokan bahan baku, sebagaimana ditunjukkan oleh hasil likert scale yang

mengalami penurunan dari 0,30 pada triwulan sebelumnya menjadi 0,17 pada triwulan III 2017 (grafik 4.14). Nilai likert scale relatif rendah dan di bawah 1 (satu) mengindikasikan peningkatan kapasitas utilisasi lebih rendah dibandingkan rata-rata beberapa tahun sebelumnya. Salah satu perusahaan kontak yang merupakan sampling dari Liaison menyampaikan bahwa salah satu penyebab dari turunnya kapasitas utilisasi adalah kesulitan dalam mendapatkan bahan baku.

Sumber: Liaison dan Survei BI

Grafik 4.14. LS Kapasitas Utilisasi, LS Persediaan dan Kapasitas Terpakai (SKDU)

4.2.1.5 Likuiditas dan Rentabilitas

Membaiknya penjualan ekspor belum berdampak pada perbaikan likuiditas korporasi Sumatera Barat pada triwulan III 2017. Terdapat 60,0% responden yang

menyatakan bahwa kondisi likuiditas cukup, sedangkan sisanya yaitu masing-masing sebesar 34,7% dan 5,3% dari 150 responden menyatakan bahwa likuiditas pada triwulan III 2017 masing-masing membaik dan memburuk. Secara sektoral, sektor yang mayoritas memiliki likuiditas paling baik adalah sektor jasa, bangunan dan hotel/restoran (grafik 4.15).

89

Sumber : SKDU Bank Indonesia Sumber : SKDU Bank Indonesia Grafik 4.15. Kondisi Likuiditas Keuangan

Korporasi Berdasarkan Sektoral

Grafik 4.16. Kondisi Rentabilitas Keuangan Korporasi Berdasarkan Sektoral

Rentabilitas korporasi di Sumatera Barat pada triwulan III 2017 belum menunjukkan perbaikan dibandingkan dengan triwulan II 2017. Hanya 38,0%

responden yang menyatakan bahwa rentabilitas membaik, sedangkan sisanya yaitu masing-masing sebesar 4,0% dan 58,0% dari 150 responden menyatakan bahwa rentabilitas pada triwulan III 2017 masing-masing memburuk dan tetap. Secara sektoral, sektor yang mayoritas memiliki rentabilitas paling baik adalah sektor hotel/restoran, bangunan dan jasa (grafik 4.16).

4.2.2 Eksposur Sektor Perbankan Pada Sektor Korporasi

Penghimpunan DPK sektor korporasi/swasta pada triwulan III 2017 menunjukkan perbaikan dibanding triwulan sebelumnya. DPK korporasi/swasta di Sumatera Barat

pada triwulan III 2017 tumbuh sebesar 9,4% (yoy), lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan pada triwulan II 2017 yang hanya sebesar 8,76% (yoy) (grafik 4.17). Meskipun mengalami pertumbuhan paling tinggi dibandingkan dengan pemerintah dan perseorangan, pertumbuhan DPK korporasi/swasta memiliki andil yang kecil terhadap pertumbuhan DPK Sumatera Barat secara keseluruhan. Pertumbuhan DPK korporasi lebih tinggi tertahan oleh pertumbuhan deposito yang justru mengalami kontraksi sebesar 4,02% (yoy). Meski mengalami kontraksi, laju kontraksi pada triwulan III 2017 jauh lebih kecil dibanding dengan triwulan II 2017 yang mencapai 20,72% (grafik 4.18). Membaiknya pertumbuhan deposito tersebut menunjukkan perbaikan kondisi keuangan sektor korporasi di Sumatera Barat.

90

Sumber : Bank Indonesia Sumber : Bank Indonesia Grafik 4.17. Pertumbuhan Deposito Bank Umum

Berdasarkan Kepemilikan

Grafik 4.18. Pertumbuhan DPK Bank Umum Menurut Kepemilikan

Penyaluran kredit korporasi pada triwulan III 2017 justru menunjukkan pertumbuhan yang melambat dibanding triwulan sebelumnya. Kredit korporasi di

Sumatera Barat pada triwulan III 2017 tumbuh sebesar 2,5% (yoy), lebih lambat dibandingkan pertumbuhan pada triwulan II 2017 yang mencapai 3,5% (yoy). Sektor pertanian dan perkebunan serta sektor perdagangan, yang memiliki pangsa sebesar 69,5% terhadap keseluruhan kredit korporasi, mengalami perbaikan pertumbuhan kredit dibandingkan triwulan sebelumnya masing-masing sebesar 49,4% (yoy) dari 47,3% (yoy) dan -1,7% (yoy) dari -3,0% (yoy). Meskipun demikian, kredit untuk sektor pengolahan mengalami kontraksi pertumbuhan semakin dalam yakni dari -9,3% (yoy) pada triwulan II 2017 menjadi -16,0% (yoy) pada triwulan III 2017 (grafik 4.20). Kondisi tersebut menyebabkan kredit korporasi secara keseluruhan tumbuh melambat pada triwulan III 2017.

Pertumbuhan kredit pada sektor pertanian dan perkebunan ditopang oleh meningkatnya penyaluran kredit untuk tanaman kelapa sawit yang tumbuh 68,01% (yoy) (grafik 4.19). Penyaluran kredit tersebut antara lain digunakan oleh pengusaha tanaman sawit baik untuk pembelian pupuk, pembelian lahan baru, dan replanting tanaman sawit. Tingginya permintaan kredit tersebut dilakukan dalam rangka merespons tren harga CPO yang masih tinggi serta masih tingginya keyakinan akan tren kenaikan harga pada waktu yang akan datang. Di sisi lain, pertumbuhan kredit pertanian pada triwulan IV 2017 juga diprakirakan masih akan berlanjut seperti yang terlihat pada pertumbuhan kredit di bulan Oktober 2017 yang mengalami pertumbuhan sebesar 48,5% (yoy).

91

Sumber : Bank Indonesia

I II III IV I II III IV I II III

2015 2016 2017

Total Kredit Korporasi 15,5 13,5 16,3 14,6 8,6 8,5 6,6 3,6 4,4 3,5 2,5 g. Pertanian 17,1 17,5 21,3 15,3 2,1 7,0 1,8 5,3 9,2 47,3 49,4 g. Perdagangan 12,9 7,7 6,7 11,3 11,3 11,9 10,5 2,4 (0,8) (3,0) (1,7) g. Ind Pengolahan (sisi kanan) 34,8 44,7 68,0 57,2 30,9 15,6 6,6 12,2 15,6 (9,3) (16,0 Lainnya (kredit untuk konsumsi) 11,9 13,3 12,9 9,3 9,6 8,1 5,7 8,2 7,1 7,1 7,1

-30 -20 -10 0 10 20 30 40 50 60 70 80 -10 0 10 20 30 40 50 60 %, yoy %, yoy

Sumber : Bank Indonesia

Grafik 4.19. Pertumbuhan penyaluran kredit untuk kelapa sawit di Sumatera Barat

Grafik 4.20. Pertumbuhan Kredit Korporasi di Sumatera Barat

Di satu sisi, penurunan pertumbuhan kredit pada sektor industri pengolahan terjadi akibat penurunan baki debet kredit yang tidak diikuti dengan penambahan kredit baru karena belum adanya rencana investasi pada sektor pengolahan akibat kapasitas produksi dari pabrik-pabrik sektor pengolahan saat ini yang belum fully utilized. Di sisi lain, perlambatan sektor pengolahan pada triwulan IV 2017 juga diprakirakan masih akan berlanjut seperti yang terlihat pada pertumbuhan kredit di bulan Oktober 2017 yang mengalami kontraksi sebesar 13,9% (yoy).

4.2.3 Risiko Sektor Korporasi

Risiko kredit korporasi relatif sama pada triwulan II 2017 di tengah membaiknya kinerja korporasi pada triwulan III 2017. Membaiknya kinerja sektor korporasi tidak

menyebabkan NPL sektor korporasi membaik pada triwulan III 2017 dibandingkan triwulan II 2017. NPL kredit korporasi pada triwulan III 2017 sebesar 5,0% dan tidak berubah dibandingkan triwulan II 2017 (grafik 4.21). Meski tidak mengalami perubahan, nilai NPL tersebut perlu mendapat perhatian lebih dari industri perbankan di Sumatera Barat karena nilainya masih berada pada threshold yang ditetapkan sebesar 5%. Ditinjau dari sektor ekonomi, risiko kredit yang tinggi terjadi pada 2 (dua) sektor utama yakni pertanian dan perdagangan (grafik 4.22). Sementara itu, NPL sektor industri pengolahan relatif rendah yang hanya berada di kisaran 0,8% (grafik 4.22).

92

Sumber : Bank Indonesia Sumber : Bank Indonesia

Grafik 4.21. NPL Kredit Korporasi di Sumatera Barat

Grafik 4.22. NPL 4 Sektor Terbesar Kredit Korporasi

Potensi risiko sektor korporasi pada 2 (dua) triwulan ke depan diprakirakan stabil yang tercermin dari hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) triwulan III 2017 yang menyatakan bahwa 59,5% sektor korporasi yang memiliki eksposur kredit pada bank merasa bahwa beban angsuran relatif tetap (tabel 4.6).

Tabel 4.6. Perkiraan Beban Angsuran Terhadap Pendapatan Korporasi 6 Bulan Mendatang

Sektor

Memiliki Kredit Bank (% thd total

responden)

Perkiraan Beban Angsuran (% Responden thd Responden Kredit) Semakin Berat Tetap Semakin Ringan Pertanian 29,0 11,1 55,6 33,3 Industri 37,5 11,1 55,6 33,3 Bangunan 36,4 0,0 75,0 25,0 Perdagangan 21,2 57,1 14,3 28,6 Angkutan 12,5 0,0 100,0 0,0 Jasa 20,0 0,0 100,0 0,0

Total 24,7 16,2 59,5 24,3

Sumber : Bank Indonesia

Nilai NPL sektor korporasi diprakirakan belum menunjukkan perbaikan pada triwulan IV 2017 yang terlihat pada NPL bulan Oktober 2017 yang masih sebesar 4,7% (yoy).

93

Dalam dokumen Periode November 2017 (Halaman 89-98)

Dokumen terkait