• Tidak ada hasil yang ditemukan

Ketak (Lygodium cyrcinatum) (1). Harga

PERMATA DESA MANDIRI

1.2. Analisis Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK)

1.2.3. Ketak (Lygodium cyrcinatum) (1). Harga

Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) merupakan salah satu Daerah Tujuan Wisata (DTW) baik wisatawan domestik maupun mancanegara. Meningkatnya jumlah pengunjung tersebut, memberikan peluang usaha terhadap industri kerajinan lokal yang merupakan cideramata bagi para wisatawan, seperti halnya kerajinan mutiara, kerajinan cuklik dan bebagai jenis anyam-anyaman yang merupakan ciri khas NTB.

Kerajinan anyaman rumput ketak seperti piring, tas, pembungkus gerabah, hiasan dinding, dll, termasuk salah satu kerajinan lokal yang menjadi ciri khas

TRANS-PORTASI PEDA- GANG PENG- RAJIN ART SHOP 2.500 500 3.500 20.000 30.000 PETANI

91 NTB. Kerajinan anyaman rumput ketak tersebut, merupakan peluang usaha bagi masyarakat sekitar hutan, karena penyebaran tanaman tersebut umumnya berada di dalam kawasan hutan.

Rumput Ketak (Lygodium cyrcinatum) merupakan tanaman kelompok paku-pakuan (Pteridophyta) yang dibeberapa tempat disebut Paku Kawat, Paku Tali dan Hata Kecil. Jenis paku ini mempunyai daun yang serupa rambut atau sisik yang tersebar kecil-kecil, pada beberapa jenis daunnya mempunyai lidah-lidah (ligula) berdaun banyak dan tersusun rapat menurut garis spiral. Paku ini membentuk rumpun dan tiap rumpun bisa mencapai antara 10-20 batang. Bentuk batangnya seperti kawat, yang menjalar diatas permukaan tanah atau melilit dibatang pohon, dengan panjang bisa mencapai ± 10 meter. Karena itulah paku ini sering disebut sebagai paku kawat.

Pengadaan bibit saat ini masih dilakukan dengan pencarian anakan yang diambil dari beberapa rumpun. Tanaman tersebut mudah tumbuh dan tidak memerlukan pemeliharaan secara khusus. Pemanenan pertama kalinya dilakukan setelah tanaman berumur 4 (empat) tahun dengan menyisakan anakan/tanaman yang masih muda, sehingga untuk selanjutnya tanaman dapat dipanen setiap tahun tanpa harus menanam kembali bibitnya. Pemanenan dalam setiap rumpun biasanya hanya dipungut maksimal sebanyak 6 batang/rumpun. Dalam setiap batang tanaman tersebut hanya diambil bagian batang bawah sepanjang ± 6 meter, selanjutnya dipotong kedalam ukuran (sortimen) 2 meteran, sehingga diperoleh 3 sortimen (lonjoran). Dengan demikian dalam setiap rumpun akan diperoleh ±18 lonjoran, dan apabila jarak tanam 3x3m, maka akan diperoleh ±19.800 lonjoran/Ha atau ±198 ikat/Ha.

Menurut informasi para pengrajin, bahwa kebutuhan bahan baku rumput ketak untuk industri kerajinan khususnya di Kota Mataram (Sayang Sayang), dan Lombok Barat (Nyiurbaya Gawah, Punikan, Banyu Mulek dll) diperkirakan mencapai ± 25 ton/tahun (± 50.000 ikat/tahun). Kebutuhan bahan baku tiap tahun tersebut identik dengan luas areal penanaman ± 252,5 Ha, karena daur rumput ketak sampai masa panen rata-rata berumur 4 tahun, maka untuk mencapai kelestarian produksinya diperlukan areal pengembangan rumput ketak seluas ± 1.010 Ha.

92 Waktu panen biasanya dilakukan setelah berakhirnya musim hujan, sehingga tiap sortimen hasil penebangan dijemur terlebih dahulu sebelum digabungkan dalam satuan ikatan (1 ikat ± 100 sortimen). Harga jual tiap ikat ditingkat pengrajin rata-rata Rp.30.000,-/ikat.

(2). Rantai nilai

Berdasarkan informasi masyarakat, diketahui bahwa penyebaran rumput ketak di wilayah Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPHL) Rinjani Barat meliputi kawasan hutan di wilayah Sesaot, Punikan, Kekait, Pusuk, Teniga, Sokong, Leong, Jangkar, Monggal, Rempek, Santong, Salut dan Senaru. Akan tetapi kondisinya saat ini sudah semakin langka, disebabkan karena; (a). Sistem pemungutan dilakukan dengan penebasan bersama rumpunnya, tanpa menyisakan anakan sebagai upaya pelestarian; (b). Meningkatnya perladangan dengan pembersihan dan pembakaran lahan hutan; dan (c). Perambahan kawasan hutan; dan (d). Penebangan pohon yang menjadi naungan habitat rumput ketak.

Akibat kelangkaan tersebut, maka para pengrajin harus mendatangkan kebutuhan bahan baku-nya dari luar daerah, seperti Flores-NTT, Sulawesi dan Kalimantan. Menurut informasi para pengrajin, diketahui bahwa kebutuhan bahan baku rumput ketak untuk industri kerajinan khususnya di Kota Mataram dan Lombok Barat diperkirakan mencapai ± 25 ton/tahun (± 50.000 ikat/ tahun). Kebutuhan bahan baku tiap tahun tersebut identik dengan luas areal penanaman ± 252,5 Ha, sedangkan daur rumput ketak sampai masa panen rata-rata berumur 4 tahun, sehingga untuk mencapai kelestarian produksinya diperlukan areal pengembangan seluas ± 1.010 Ha.

(3). Penyerapan tenaga kerja

KPHL Rinjani Barat pada tahun 2010 telah melakukan uji coba budidaya rumput ketak pada wilayah kerja KPHL Rinjani Barat di Dusun Rumbuk Desa Batu Mekar seluas 5 Ha. Berdasarkan hasil evaluasi, diketahui bahwa pertumbuhan tanaman dapat dikategorikan baik, dan selanjutnya untuk kegiatan tahun 2011 dilakukan pengembangan areal seluas 20 Ha. Akan tetapi

93 upaya pengembangan tersebut masih belum memenuhi kebutuhan bahan baku sehingga mencapai kelestarian produksinya.

Upaya yang telah dilaksanakan pada lokasi sasaran kegiatan budidaya Rumput Ketak antara lain program reboisasi dan pembangunan hutan tanaman unggulan lokal (PHTUL). Dalam program reboisasi dan PHTUL tersebut telah dilaksanakan beberapa kegiatan yang akan mendukung kegiatan budidaya Rumput Ketak, seperti halnya; (1). Tersedia kelompok tani hutan/KTH; (2). Pengalaman KTH dalam penanaman dan pengelolaan hutan lestari; (3). Tersedia lahan hutan yang sudah ditumbuhi tegakan/pohon yang merupakan syarat tumbuh dari tanaman Rumput ketak; (4). Tersedia mandor yang berpengalaman dan tinggal di lokasi kegiatan; (5). Tersedia akses jalan menuju lokasi, baik yang bisa dilewati kendaraan roda dua atau kendaraan roda empat; (6). Tersedia aturan kelompok yang sejalan dengan ketentuan kehutanan.

Rencana kegiatan utama kegiatan budidaya Rumput Ketak antara lain; penyusunan rancangan, pengukuran dan tata batas lokasi, pembuatan pondok kerja, pembuatan persemaian, penanaman, serta monitoring evaluasi dan pembinaan. Sedangkan kegiatan utama untuk tahap selanjutnya yaitu pemeliharaan, pemanenan dan pemasaran, merupakan upaya swadaya kelompok (KTH) dan tugas rutin KPHL Rinjani Barat.

a. Penentuan jarak tanam; sehubungan sebagian besar kawasan hutan pada wilayah kerja KPHL Rinjani Barat sudah ada tanaman produktif lain, maka jarak tanam yang akan digunakan 3m x 3m.

b. Kebutuhan bibit; apabila prosentase tumbuh diatas 90%, dengan jarak tanam 3m x 3m, maka jumlah bibit yang diperlukan tiap hektar termasuk untuk penyulaman yaitu ± 1.210 batang/Ha. Proses pengadaan bibit/benih tersebut akan dilakukan melalui penunjukan langsung kepada kelompok tani hutan (KTH).

c. Pengukuran dan tata batas lokasi; Kegiatan ini diawali dengan pencermatan kondisi biofisik calon lokasi, sehingga mempunyai kesesuaian dengan persyaratan tumbuh Rumput Ketak. Kegiatan pengukuran dan tata batas dilakukan di 5 lokasi dengan luas areal 100 Ha.

94 d. Pembangunan pondok kerja; pondok kerja dibuat 5 buah, yang ditunjukan sebagai tempat beristirahatnya para peserta, tempat pertemuan KTH, tempat penjagaam Mandor, tempat penyimpanan perlengkapan kerja dll.

e. Penanaman; kegiatan budidaya Rumput Ketak akan dilaksanakan di 3 Resort KPHL dengan total luas penanaman 100 Ha. Beberapa metoda yang akan dilakukan pada tahap penanaman antara lain:

 Bimbingan teknis dan praktek kerja kepada masyarakat peserta akan dilakukan oleh pengurus kelompok didampingi petugas lapangan (Mandor) KPHL Rinjani Barat.

 Pembersihan lapangan, pemasangan ajir, pembuatan lobang dan penanaman dilakukan secara jalur diantara tegakan hutan.

 Pemeliharaan tanaman selanjutnya dilakukan secara swadaya sampai dengan tanaman siap panen pada umur 4 tahun.

f. Monitoring, evaluasi dan pembinaan; Kegiatan ini hanya diberikan dana bantuan untuk 1 (satu) tahun anggaran pada saat pelaksanaan penanaman/pemeliharaan tahun berjalan. Sedangkan pemeliharaan selanjutnya (mulai tahun ke-2), merupakan tugas rutin pelaksana lapangan (Mandor) KPHL Rinjani Barat. Hal ini sesuai dengan tugas fungsi organisasi KPHL, yang merupakan organisasi lapangan pengelola/pemangku kawasan hutan sampai tingkat tapak, dimana setiap petak/ blok dikelola oleh seorang Mandor.

(4). Pendapatan usaha

Berdasarkan asumsi-asumsi yang diperoleh dari para pengrajin Rumput Ketak di Nyurbaya Gawah Desa Batu Mekar, diketahui komponen produksi, harga jual dan perkiraan pendapatan (seperti pada Tabel 1) antara lain;

- Produksi rumput ketak rata-rata tiap hektar ±198 Ikat/Ha. - Harga jual rumput ketak ± Rp. 30.000,-/Ikat.

- Penanaman hanya dilakukan 1 kali, sedangkan pemanenan dilakukan terus menerus dalam setiap tahun setelah panen I pada umur 4 tahun.

Perkiraan pendapatan masyarakat tiap hektar pada panen I setelah umur 4 tahun dari penanaman sekitar ± Rp. 7.115.526,-/Ha/tahun. Peningkatan

95 pendapatan pada tahun berikutnya hanya dipengaruhi adanya kenaikan tingkat bunga.

(5). Implikasi ekonomi dan potensi PAD

Perkiraan pendapatan pemerintah tiap hektar, diperoleh dari sumbangan pihak ketiga dari pendapatan masyarakat (misalnya disepakati 10%), ditambah dari hasil penjualan benih (berupa anakan) yang akan dipungut/disetor KPHL Rinjani Barat, melalui Kas Daerah Kabupaten dan Provinsi sesuai peraturan yang berlaku. Perkiraan pendapatan pemerintah tiap hektar mulai panen I setelah umur 4 tahun dari penanaman sekitar ± Rp. 3.352.789,-/Ha/tahun. Perkiraan pendapatan masyarakat dan pemerintah (Prov/Kab) dalam budidaya Rumput Ketak di bawah tegakan hutan disajikan pada Tabel 1.

Tabel 4.6. Perkiraan pendapatan masyarakat dan pemerintah dalam kegiatan budidaya Rumput Ketak pada KPHL Rinjani Barat

TAHUN

KEGIATAN PRODUKSI (kg/ha)

HARGA PENDAPATAN (Rp/Ha)

KETERANGAN (Rp/Kg) MASYARAKAT PEMERINTAH Tahun I - Ketak 0 30.000 - - Asumsi-asumsi berda-sarkan pengalaman pengrajin al : = Produksi rumput 198 ikat/Ha = Produksi anakan 1.100 btg/Ha = apabila sumbangan pihak ke-3 disepakati 10%. = Harga Rumput

ketak saat ini Rp.30.000,-/ ikat = Harga anakan rumput ketak Rp.1.750,-/btg = Tingkat bunga 10% per tahun - Anakan 0 1.750 - - Jml Tahun I - - Tahun II - Ketak 0 33.000,0 - - - Anakan 0 1.925,0 - - Jml Tahun II - - Tahun III - Ketak 0 36.300,0 - - - Anakan 0 2.117,5 - - Jml Tahun III - - Tahun IV - Ketak 198 39.930,0 7.115.526,0 790.614,0 - Anakan 1.100 2.329,3 - 2.562.175,0 Jml Thn V 7.115.526,0 3.352.789,0 Dst…….. ... ... ... ...

96 (6). Nilai Lingkungan Ketak

Fungsi konservasi

Kegiatan pengembangan tanaman di bawah tegakan hutan adalah suatu budidaya tanaman produktif yang mampu tumbuh dibawah naungan tajuk hutan, dalam rangka pemanfaatan lahan (ruang tumbuh) diantara tegakan hutan. Upaya tersebut dapat memberikan keuntungan ekonomis, sosial, maupun ekologis, karena akan menambah pendapatan masyarakat, meningkatkan kesuburan tanah dan mengurangi laju aliran air di permukaan tanah (pengendalian erosi).

Fungsi pengganti kayu

Rumput Ketak (Lygodium cyrcinatum) merupakan salah satu jenis tanaman produktif yang mampu tumbuh dibawah naungan vegetasi hutan, sehingga dapat dimanfaatkan untuk mengisi ruang tumbuh diantara tegakan hutan. Upaya tersebut dapat memberikan keuntungan dan mendorong pengembangan usaha ekonomi masyarakat sekitar hutan, dan diharapkan secara simultan akan menumbuhkan partisipasi masyarakat dalam melakukan pengelolaan hutan.

Dinas Kehutanan Provinsi NTB pada tahun 2010 telah melakukan uji coba budidaya rumput ketak pada wilayah kerja KPHL Rinjani Barat di Dusun Rumbuk Desa Batu Mekar seluas 5 Ha. Berdasarkan hasil evaluasi, diketahui bahwa pertumbuhan tanaman dapat dikategorikan baik, dan selanjutnya untuk kegiatan tahun 2011 dilakukan pengembangan areal seluas 20 Ha. Akan tetapi upaya pengembangan tersebut masih belum memenuhi kebutuhan bahan baku sehingga mencapai kelestarian produksinya. Sehubungan dengan itu, maka diperlukan program pengembangan budidaya rumput ketak hingga mencapai skala kelestarian produksinya. Upaya tersebut sekaligus mendukung eksistensi organisasi KPHL Rinjani Barat ditingkat lapangan.

Tujuan kegiatan budidaya Rumput Ketak (Lygodium cyrcinatum) di bawah tegakan hutan antara lain :

97 a. Memberikan percontohan optimalisasi pemanfaatan ruang (lahan) diantara

tegakan hutan dengan tanaman produktif.

b. Memberikan tambahan pendapatan bagi masyarakat disekitar hutan, sebagai perwujudan distribusi manfaat hutan secara berkelanjutan.

c. Meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan hutan lestari. d. Mengurangi/menghambat terjadinya pelanggaran hutan.

e. Menumbuhkan sumber pendapatan baru bagi pemerintah (Provinsi/Kab). 1.2.4. Kayu Putih (Melaleuca cajuputi)

(1). Nilai Ekonomi Kayu Putih

Minyak kayu putih termasuk ke dalam famili Myrtaseae dan ordo Myrtalae. Beberapa spesies yang sudah diketahui dapat menghasilkan minyak kayu putih dan sudah diusahakan secara komersil adalah Melaleuca leucodendrom, M. cajuputi Roxb dan M. viridiflora Corn. Pohon kayu putih terdapat secara alami di daerah Asia Tenggara, yang tumbuh di dataran rendah atau rawa tetapi jarang ditemukan di daerah pegunungan. Tanaman kayu putih yang tumbuh di rawa-rawa mempunyai komposisi kimia yang berbeda dengan yang terdapat pada dataran rendah. Tanaman yang tumbuh di rawa-rawa mempunyai kadar sineol yang rendah, bahkan ada yang tidak mengandung sineol, sehingga tanaman kayu putih yang tumbuh di rawa-rawa tidak mempunyai nilai ekonomi.

Tanaman kayu putih dapat tumbuh di daerah yang mengandung air garam, angin bertiup kencang, kering dan berhawa sejuk. Dengan kondisi diatas maka tanaman ini dapat juga ditanam didaerah pantai dan pegunungan. Karena dapat tumbuh di daerah yang tandus, maka penanaman kayu putih selain untuk mendapatkan minyaknya, dapat juga digunakan untuk mencegah erosi pada tanah yang gundul.

Dari usaha minyak kayu putih memiliki nilai yang dihasilkan dalam setengah bulan sekitar 200 hingga 300 kilogram dengan harga jual kisaran Rp 100 ribu per kilogram. Banyak sedikitnya hasil penyulingan tergantung bagus

98 tidaknya bahan baku. Dengan demikian diperlukan tinjauan yang kebih mendalam mengenai usaha yang dikembangkan dari tanaman kayu putih ini.

Karena selain daunnya yang di manfaatkan. Batang dan pohonnya memiliki nilai ekonomi seperti menjadikannya kayu bakar yang di gunakan untuk biaya produksi minyak kayu putih itu sendiri.

(2). Rantai nilai

Rumphius membedakan kayu putih dalam varietas daun besar dan varietas daun kecil. Varietas yang berdaun kecil, yang digunakan untuk membuat minyak kayu putih. Daunnya, melalui proses penyulingan, akan menghasilkan minyak atsiri yang disebut minyak kayu putih, yang warnanya kekuning-kuningan sampai kehijau-hijauan. Perbanyakan dengan biji atau tunas akar.

Sebagai tumbuhan industri, kayu putih dapat diusahakan dalam bentuk hutan usaha (agroforestri. Perhutani memiliki beberapa hutan kayu putih untuk memproduksinya. Minyak kayu putih yang diambil dari penyulingan biasa dipakai sebagai minyak balur atau campuran minyak pengobatan lain (seperti minyak telon) atau campuran parfum serta produk rumah tangga lain.

(3). Penyerapan tenaga kerja

Lain halnya dengan aspek ekonomi, banyak orang mengakui bahwa nilai ekonomis kayu putih jauh lebih kecil dibandingkan dengan kayu jati yang dihasilkan PT Perhutani. Namun demikian, proses produksi tersebut berdampak luas secara sosial. Secara ekonomi tanaman kayu putih memang lebih rendah nilainya ketimbang kayu jati. Tapi, usaha minyak kayu putih mampu menyerap ribuan tenaga kerja sehingga memiliki dampak positif yang sangat besar dari kegiatan tersebut.

Dalam kegiatan pengembangan kayu putih banyak tenaga kerja yang akan terserap dari mulai penanaman sampai pemanenan. Kegiatan pengembangan kayu putih ini akan melibatkan masyarakat sekitar hutan.

99 Lokasi pengembangan kayu putih di KPHL Rinjani Barat yaitu seluas ± 3.240 Ha. Dari usaha minyak kayu putih memiliki nilai yang dihasilkan dalam setengah bulan sekitar 200 hingga 300 kilogram dengan harga jual kisaran Rp 100 ribu per kilogram. Minyak kayu putih mempunyai daya produksi 2 ton/Ha jika luasan 120.000 Ha (Deptan, 2009). Pemanenan kayu putih dalam 1 tahun hanya sekali selama 6 bulan, sedangkan 6 bulan berikutnya merupakan masa pemulihan kayu putih agar dapat menghasilkan minyak kembali. Jika diperkirakan nilai produksi yang akan diperoleh dengan luasan tersebut adalah 6480 ton.

(5). Implikasi ekonomi dan potensi PAD

Tanaman kayu putih tidak hanya dimanfaatkan sekedar untuk konservasi tanah kawasan hutan saja, tetapi dipikirkan juga nilai ekonomis dan finansialnya. Dengan demikia pengelolaan hutan menuju kelestarian fungsi hutan yang optimal dapat memenuhi aspek social, ekonomi dan lingkungan.

Produktivitas minyak kayu putih memberikan dampak positif terhadap masyarakat sekitar hutan, hutan dan kehutanan yang dapat dilihat dari aspek social, ekonomi dan lingkungan. Aspek social yaitu dengan meningkatnya jumlah pungutan daun yang menggunakan tenaga masyarakat sekitar hutan. Aspek ekonomi yaitu dengan peningkatan produktivitas minak kayu putih akan meningkatkan PAD. Disamping itu, aspek social adalah kesempatan melakukan tumpangsari di hutan kayu putih oleh masyarakat sekitar hutan.

(6). Nilai lingkungan Kayu Putih

Fungsi konservasi

Kayu Putih (Melaleuca cajuputi.) karena dapat tumbuh di daerah yang tandus, maka penanaman kayu putih selain untuk mendapatkan minyaknya, dapat juga digunakan untuk mencegah erosi pada tanah yang gundul (Anonim 2008). Selain itu, tanaman kayu putih mampu mempercepat pemulihan hutan sekunder dari kebakaran maupun dari pengembalaan liar yang berpindah-pindah. In di karenakan tanaman kayu putih mampu bertahan pada areal yang

100 memiliki suhu yang sangat tinggi termasuk bijinya yang dapat bertahan saat terjadi kebakaran hutan (Soetrisno 1990).

Secara ekologi, tanaman kayu putih merupakan tanaman yang mempunyai perakaran dalam sehingga mempercepat daur ulang unsur-unsur hara dari serasahnya. Manfaat ekologi yang lain juga adalah dengan pengurangan aliran air permukaan, pencucian unsur hara dan erosi tanah melalui efek rintangan yang dihasilkan oleh akar-akar dan batang pohon pada proses tersebut juga perbaikan struktur tanah melalui penambahan bahan organik secara tetap dari daun- daun yang terkomposisi ( Lajihe, 2000).

Fungsi pengganti kayu

Pohon ini memiliki tinggi 10-20 m, kulit batangnya berlapis-lapis, berwarna putih keabu-abuan dengan permukaan kulit yang terkelupas tidak beraturan. Batang pohonnya tidak terlalu besar, dengan percabangan yang menggantung kebawah. Daun tunggal, agak tebal seperti kulit, bertangkai pendek, letak berseling. Helaian daun berbentuk jorong atau lanset, panjang 4,5-15 cm, lebar 0,75-4 cm, ujung dan pangkalnya runcing, tepi rata, tulang daun hampir sejajar. Permukaan daun berambut, warna hijau kelabu sampai hijau kecoklatan, Daun bila diremas atau dimemarkan berbau minyak kayu putih. Perbungaan majemuk bentuk bulir, bunga berbentuk seperti lonceng, daun mahkota warna putih, kepala putik berwarna putih kekuningan, keluar di ujung percabangan. Buah panjang 2,5-3 mm, lebar 3-4 mm, warnanya coklat muda sampai coklat tua. Bijinya halus, sangat ringan seperti sekam, berwarna kuning. Buahnya sebagai obat tradisional disebut merica bolong. Ada beberapa varietas pohon kayu putih. Ada yang kayunya berwarna merah, dan ada yang kayunya berwarna putih.

Minyak kayu putih merupakan salah satu produk kehutanan yang telah dikenal luas oleh masyarakat. Minyak atsiri hasil destilasi atau penyulingan daun kayu putih (Melaleuca cajuputi) ini memiliki bau dan khasiat yang khas, sehingga dapat digunakan biofarmaka.

101 Ciri-ciri bahan minyak kayu putih yang bagus diantaranya pohon kayu putih yang berdaun lebat dan tua. Disamping itu musim kering juga sangat berpengaruh, semakin kering kandungan minyaknya semakin banyak.

Selain menghasilkan minyak kayu putih, batang dan daun yang telah dimasak dikeringkan lagi untuk digunakan menjadi bahan bakar. Batang kayu putih sebagai bahan bakar tungku penyulingan, sedang daun yang telah kering digunakan untuk masak sajeng (nira).

1.2.5. Iles-iles/Porang (Amorphopallus oncophillus) (1). Nilai Ekonomi

Tanaman Porang (Amorphopallus oncophillus) merupakan salah satu jenis tanaman iles-iles yang berumbi di dalam tanah, dan menghasilkan karbohidrat. Porang merupakan tumbuhan semak (herba) dengan tinggi 100-150 cm, berbatang halus, tangkai dan daunnya berwana hijau hingga hijau tua bergaris-garis dengan bercak putih. Tanaman porang merupakan tanaman lorong yang mampu tumbuh dibawah naungan tanaman tahunan, sehingga lebih menyukai lingkungan dengan tingkat naungan tinggi dan kelembaban cukup.

Kebutuhan benih/bibit tiap hektar dengan prosentase tumbuh diatas 90%, apabila jarak tanam 1 m x 0,5 m (20.000 btg/Ha) antara lain; (a). menggunakan umbi diperlukan 1.500 kg ( ± 20-30 buah/kg), (b). menggunakan biji diperlukan 300 kg benih, dan (c). menggunakan bupil diperlukan 350 kg (± 170 -175 bupil/kg).

Tanaman tersebut mudah tumbuh dan tidak memerlukan pemeliharaan secara khusus. Mengalami pertumbuhan selama 5-6 bulan setiap tahunnya yaitu pada musim penghujan. Pada musim kemarau tanaman mengalami masa istirahat/dorman dan daunnya akan layu sehingga tampak seolah-olah mati. Tanaman akan tumbuh kembali pada musim penghujan dan umbi yang berada di dalam tanah akan tumbuh membesar.

Pemanenan pertama kalinya dilakukan setelah tanaman berumur 3 (tiga) tahun, setelah itu tanaman dapat dipanen setiap tahun, tanpa harus menanam

102 kembali bibitnya. Waktu panen biasanya dilakukan pada bulan April sampai Juli pada saat tanaman mengalami masa dorman. Umbi yang dipanen adalah umbi yang sudah besar, beratnya antara 1-5 kg/umbi, bahkan apabila bagus pemeliharaannya dapat mencapai diatas 5 kg/umbi. Sedangkan umbi yang masih kecil ditinggalkan untuk dipanen pada taun berikutnya.

Harga jual umbi basah Rp. 600,-/kg, dengan demikian, maka tiap pohon akan memperoleh nilai jual antara Rp. 600,- s/d Rp. 3.000,-/pohon.

(2). Rantai Nilai

Tanaman Porang (Amorphopallus oncophillus) merupakan salah satu tanaman produktif yang mampu tumbuh dibawah naungan vegetasi hutan, sehingga dapat dimanfaatkan untuk mengisi ruang tumbuh diantara tegakan hutan. Upaya tersebut dapat memberikan keuntungan dan mendorong pengembangan usaha ekonomi masyarakat sekitar hutan, dan diharapkan secara simultan akan menumbuhkan partisipasi masyarakat dalam melakukan pengelolaan hutan.

Pengembangan budidaya Porang di KPHL Rinjani Barat diharapkan dapat memberikan manfaat seperti halnya yang telah dilakukan di Perum Perhutani Unit II Jawa Timur sudah melaksanakan program tersebut sejak tahun 1975, melalui program PMDH (pembinaan masyarakat desa hutan) dengan mengembangkan jenis tanaman Porang (Amorphopallus oncophillus). Program tersebut telah memberikan manfaat terhadap pendapatan masyarakat sekitar hutan (aspek ekonomi), manfaat terhadap peningkatan partisipasi masyarakat dalam perlindungan hutan (aspek sosial), dan manfaat terhadap optimalisasi ruang tumbuh terbuka diantara tegakan hutan (aspek ekologis).

(3). Penyerapan tenaga kerja

Kondisi vegetasi penutup lahan pada KPHL Rinjani Barat sebagian besar (60%) merupakan kawasan kurang produktif, yang terdiri dari lahan kosong seluas ± 6.147 Ha (15%), alang-alang dan semak belukar seluas ± 8.197 Ha

103 (20%), hutan rawang seluas ± 10.246 Ha (25%). Sedangkan kawasan yang masih berhutan sedang-rapat seluas ± 16.373 Ha (40%).

Menurunnya potensi hutan tersebut umumnya terjadi karena masih berlangsungnya illegal logging, perambahan/penguasaan hutan dan perladangan. Kondisi tersebut sebagai akibat; (a). tingginya tingkat kemiskinan, menurut penelitian WWF diketahui bahwa dari 600.000 jiwa masyarakat yang bermukim di Lingkar Rinjani, sebanyak 70 % tergolong kaum miskin papa, (b). defisit kayu olahan sebesar ± 50.000 M3 per tahun atau ± 50% dari kebutuhan, (c). tingginya kebutuhan kayu bakar rumah tangga sebesar ± 480.000 M3 per tahun, (d). sempitnya pemilikan lahan pertanian rata-rata ≤ 0,3 Ha/KK, (e). kurangnya peluang usaha dan kesempatan kerja, karena aksesibilitas yang rendah dengan berbagai sumber pembangunan ekonomi yang umumnya terkonsentrasi di perkotaan, dan (f). keterbatasan anggaran program pembangunan kehutanan dan anggaran yang menunjang beroperasinya organisasi Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPHL).

Sumberdaya hutan sebagai suatu ekosistem disamping menyimpan sumberdaya berupa kayu, air dan jasa lingkungan lainnya, juga menyimpan