• Tidak ada hasil yang ditemukan

Potensi Kayu, MPTS dan Tanaman Produktif

Gambaran potensi Kayu, MPTS (HHBK) dan tanaman produktif diantara tegakan hutan (Non MPTS/Non HHBK) yang diperoleh berdasarkan hasil inventarisasi hutan (2008, 2011 dan 2012), hasil inventarisasi karbon (2013), serta hasil survey sosekbud (2011 dan 2013), antara lain:

(1). Kawasan Hutan Lindung

Potensi kayu pada hutan lindung virgin (berupa hutan primer) ± 156,36 M³/ha, dengan komposisi tegakan berupa pohon ± 169 batang/ha, tiang ± 745 batang/ha serta pancang dan semai ± 4.733 batang/ha. Letak kawasan tersebut umumnya berada pada daerah terjal (kelerengan > 40%), yang mengarah ke puncak bukit/ gunung, dan berdasarkan hasil deleniasi diperkirakan masih tersedia seluas ± 16.906 Ha (± 41,3% dari luas wilayah KPHL Rinjani Barat). Kondisi kawasan tersebut belum tersentuh aktivitas masyarakat, sehingga dipertimbangkan untuk dirancang menjadi blok inti pada KPHL Rinjani Barat. Disamping itu terdapat kawasan hutan lindung blok Mejet pada KH. Pandan Mas (RTK.2) dengan perkiraan areal seluas 12,68 Ha (0,04%), yang kondisinya hampir sama dengan blok inti, karena kawasan hutan tersebut merupakan sumber mata air dan tempat ritual adat/budaya masyarakat setempat.

62 Sedangkan kondisi kawasan hutan lindung lainnya seluas ± 11.908,41 Ha (28,96%) berupa hutan sekunder dan semak belukar, yang sebagian besar sudah dikelola masyarakat melalui perambahan dan perladangan liar (areal non program) yang ditujukan untuk tumpangsari tanaman holtikultura dan perkebunan. Kondisi vegetasi pada kawasan tersebut didominasi tanaman non MPTS seperti Kopi, Cacao, Pisang dan Pepaya. Sementara potensi kayu diperkirakan ± 46,91 M³/Ha, dengan jumlah tegakan kayu dan MPTS untuk tingkat pohon ± 118 batang/Ha, tingkat tiang ± 51 batang/Ha, serta untuk tingkat pancang dan tingkat semai ± 68 batang/Ha.

Pengembangan tanaman kayu pada hutan lindung sudah dimulai sejak proyek Inpres Reboisasi tahun 70-an, yang dilakukan secara monokultur dengan jenis kayu komersial seperti Mahoni dan Sonobrizt, sementara tanaman MPTS saat itu belum diperkenankan, walaupun ada yang ditanam merupakan swadaya masyarakat hasil negosiasi dengan petugas (mandor) kehutanan. Sedangkan kebijakan komposisi jenis tanaman MPTS 30% dan kayu-kayuan 70%, mulai diberikan pada tahun 1994 melalui proyek hutan kemasyarakatan (HKm), hutan cadangan pangan (HCP), hutan serbaguna (HSG), padat karya sektor kehutanan (P2KSK) dan aneka usaha kehutanan (AUK). Akan tetapi kebijakan tersebut dirasakan belum optimal karena tanaman kayu tetap menjadi prioritas padahal fungsi kawasan hutan lindung, sehingga masyarakat peserta proyek tetap berkata “kita harus belajar sabar untuk menonton pohon kayu”.

Disamping itu pembinaan masyarakat dalam proyek tersebut belum berkelanjutan, karena disentuh sebagai pekerja harian selama umur proyek berlangsung (maksimal 3 tahun). Setelah proyek berakhir kawasan menjadi open akses kembali, tanaman tidak terpelihara, terjadi ganti rugi (jual beli) lahan garapan, tanaman kayu ditebang, dan bahkan tanaman MPTS (Kemiri, Duren dll) juga ditebang kemudian diganti tanaman non MPTS seperti Kopi, Cacao, Pisang, Pepaya dll. Kondisi tersebut berlangsung juga pada kawasan yang sudah mendapatkan legalitas ijin, seperti halnya pada lokasi HKm.

Gambaran potensi kayu, serta jumlah tegakan untuk tingkat pohon, tiang, pancang dan semai pada kawasan hutan lindung wilayah KPHL Rinjani Barat seperti disajikan pada Tabel 2.21.

63 Tabel 2.21. Gambaran Potensi Kayu dan Jumlah Tegakan pada Hutan Lindung KPHL

Rinjani Barat

No Blok Luas (Ha) Rata-rata jumlah tegakan (batang/Ha) Volume Rata2 (M³) Semai-pancang Tiang Pohon

1. Blok Inti 16.906,25 4.733 1.056 169 156,36 2. Blok Pemanfaatan (Areal

eks proyek & areal perladangan)

11.921,00 68 51 118 46,91

3. Blok Khusus (Hutan Mejet) 12,68 3.010 743 145 86,78

Jumlah 28.827,10 - - - -

Sumber: hasil inventarisasi hutan lindung (2008) dan hasil survey Karbon (2013)

Dalam pelaksanaan kegiatan reboisasi pengkayaan tahun 2012 dan 2013, KPHL Rinjani Barat telah melakukan upaya antara lain ; menyusun perencanaan secara partisipatif, merancang seluruh kegiatan pengelolaan hutan dalam kerangka pemberdayaan masyarakat, memprioritaskan pengembangan tanaman MPTS, merancang hutan lindung yang sudah dikelola masyarakat menjadi blok pemanfaatan wilayah tertentu.

Pengembangan tanaman MPTS sebagai prioritas dapat menumbuhkan motivasi masyarakat untuk mengurangi/memangkas tanaman Cacao, Kopi, Pisang dan Pepaya, sehingga menambah prosentase komposisi tanaman pokok (Kayu dan MPTS) dari rata-rata 20% tiap hektar, menjadi diatas 40% tiap hektar. Gambaran komposisi tanaman Kayu, MPTS dan non MPTS pada kawasan hutan lindung KPHL Rinjani Barat seperti disajikan pada Tabel 2.22.

Tabel 2.22. Prosentase Komposisi Kayu, MPTS dan Non MPTS pada Hutan Lindung KPHL Rinjani Barat

No Blok / Kegiatan Program Luas (Ha) Prosentase Komposisi Tanaman (%)

Kayu MPTS Non MPTS

1. Blok Inti 16.906,00 97 1 2

2. Blok Pemanfaatan (HKm) 792,00 10 15 75

3. Blok Pemanfaatan Wilayah Tertentu : a. Lokasi Perambahan/Non Program

64

No Blok / Kegiatan Program Luas (Ha) Prosentase Komposisi Tanaman (%)

Kayu MPTS Non MPTS

b. Lokasi Reboisasi/Rehabilitasi KPHL

Rinjani Barat 2010-2013 2.955,00 7 38 55 c. Lokasi Reboisasi/Rehabilitasi Dishut

Prov/Kab, BPTH Bali dll 2010-2013 696,00 25 15 60

4. Blok Khusus (Hutan Mejet) 12,68 95 2 3

Jumlah 28.827,10 - - -

Sumber: hasil inventarisasi hutan lindung (2008) dan hasil survey Karbon (2013)

Jenis tanaman MPTS yang dikembangkan dalam kegiatan reboisasi pengkayaan KPHL Rinjnai Barat Tahun 2012 dan 2013 tersebut antara lain; Karet, Kayu Putih, Aren, Dukuh Palembang, Duren, Lengkeng, Petai, Jengkol, Murbey, Kemiri, Gaharu, Pala, Alpukat, Bambu, Manggis dan Rambutan.

(2). Hutan Produksi

Luas kawasan hutan produksi pada wilayah KPHL Rinjani Barat tercatat seluas 12.155,9 Ha terdiri dari hutan produksi terbatas (HPT) seluas 6.984,38 Ha dan hutan produksi tetap (HP) seluas 5.171,52 Ha. Kondisi kawasan hutan produksi tersebut sebagian besar berupa hutan sekunder dan semak belukar (hutan rawang), yang seluruhnya sudah dikelola masyarakat (kegiatan non program) untuk tumpangsari tanaman semusim, holtikultura dan perkebunan. Tegakan pohon didominasi tanaman non MPTS seperti Kopi, Cacao dan Pisang.

Potensi kayu pada HPT rata-rata 63,57 M³/ha, dengan jumlah tegakan (kayu dan MPTS) tingkat pohon ± 90 batang/ha, tingkat tiang 85 batang/ha, tingkat pancang 88 batang/ha dan tingkat semai 75 batang/ha. Sedangkan potensi kayu pada HP tertinggi pada KH. Pandan Mas tercatat 34,53 M³/ha, dengan jumlah tegakan (kayu dan MPTS) tingkat pohon 45 batang/ha, tingkat tiang 26 batang/ha, tingkat pancang 61 batang/ha dan tingkat semai 89 batang/ha. Gambaran potensi kayu, serta jumlah tegakan tingkat pohon, tiang, pancang dan semai pada hutan produksi wilyah KPHL Rinjani Barat seperti disajikan pada Tabel 2.23.

65 Tabel 2.23. Gambaran Potensi Kayu dan Jumlah Tegakan pada Hutan Produksi KPHL

Rinjani Barat No Fungsi Hutan /

Kelompok Hutan

Luas (Ha) Rata-rata jumlah tegakan (batang/Ha) Volume Rata2 (M³) Semai Pancang Tiang Pohon

1. Hutan Produksi Terbatas 6.984,38 75 88 85 90 63,57 2. Hutan Produksi Tetap

a. KH. Gunung Rinjani 4.431,74 64 54 16 26 13,57 b. KH. Pandan Mas 739,78 89 61 26 45 34,53

Jumlah 12.155,90 - - - - -

Sumber: hasil inventarisasi hutan produksi (2011 & 2012) dan hasil survey Karbon (2013)

Rendahnya potensi kayu pada kawasan hutan produksi tetap KH. Gunung Rinjani (RTK.1), disebabkan karena pada kawasan tersebut terdapat kasus sertifikasi hutan di Rempek tahun 1984 seluas ± 86 Ha, yang memicu kegiatan ilegal loging, perladangan liar, perambahan dan penguasaan kawasan hutan, mulai dari kali Ungkah Desa Rempek di bagian barat sampai dengan Kokok Putik Desa Sambik Elen di bagian timur. Disamping itu pada tahun 1990 terdapat kegiatan Ijin Pemanfaatan Kayu (IPK) oleh pemegang ijin HTI PT. Tambora Buana Lestari, akan tetapi setelah selesai melakukan IPK, tidak dilanjutkan dengan kegiatan penanaman yang baik dan profesional. Kondisi dan masalah tersebut yang menjadi penyebab rendahnya potensi kayu pada kawasan hutan produksi tetap KH. Gunung Rinjani.

Program pembangunan kehutanan yang pernah dilakukan pada kawasan hutan produksi antara lain; proyek pembangunan HTI di Bayan, pengembangan Gaharu Unram di Senaru, proyek hutan kemasyarakatan (HKm) di Santong dan pembangunan hutan tanaman unggulan lokal (PHTUL) di Monggal. Akan tetapi pembinaan masyarakat pada program di atas kurang berkelanjutan, sehingga terindikasi terjadi ganti rugi (jual beli) lahan, ilegal loging dan pembukaan kawasan untuk diganti kembali dengan tanaman semusim dan non MPTS. Kondisi tersebut menyebabkan tingginya prosentasi penutupan lahan yang didominasi tanaman Kopi, Cacao dan Pisang hingga mencapai 85%.

Penutupan lahan tersebut hampir sama pada lokasi hutan produksi yang sudah memiliki ijin seperti pada IUP HKm Salut/Munder/Gumantar (537 Ha), IUP HKm

66 Maliko Bangkit Jenggala (718 Ha), IUP HTI Sadana (1.246 Ha) dan KHDTK Universitas Mataram seluas ± 202,61 Ha. Sementara komposisi tegakan yang ideal dan terpelihara dengan baik, hanya terlihat pada lokasi IUP HKm Santong (221 Ha). Gambaran prosentase komposisi jenis Kayu, MPTS dan non MPTS pada hutan produksi KPHL Rinjani Barat disajikan pada Tabel 2.24.

Tabel 2.24. Prosentase Komposisi Kayu, MPTS dan Non MPTS pada Hutan Produksi KPHL Rinjani Barat

No Blok / Kegiatan Program Luas (Ha) Prosentase Komposisi Tanaman (%)

Kayu MPTS Non MPTS

A. Hutan Produksi Tetap

1. Blok Perlindungan 708,09 10 5 85

2. Blok Pemberdayaan (HKm)

a. HKm Santong 221,00 45 5 50

b. HKm Salut, Munder dsk 537,00 15 5 80

3. Blok Pemanfaatan Wilayah Tertentu 2.256,82 10 5 85 4. Blok Khusus (KHDTK Unram) 202,61 15 20 65 5. Blok Pemanfaatan HHK-HTI 1.246,00 10 5 85

Jumlah A 5.171,52 - - -

B. Hutan Produksi Terbatas

1. Blok Perlindungan 904,64 15 5 80

2. Blok Pemberdayaan (HKm) 718,00 10 5 85

3. Blok Pemanfaatan Wilayah Tertentu 5.326,17 15 10 75 4. Blok Khusus (Hutan Ritual Bebeke) 35,57 80 10 10

Jumlah B 6.984,38 - - -

Sumber: hasil inventarisasi hutan produksi (2011 & 2012) dan hasil survey Karbon (2013)

KPHL Rinjani Barat sejak tahun 2011 telah melakukan berbagai upaya dalam menangani konflik tenurial pada hutan produksi antara lain; koordinasi intensif dengan tokoh masyarakat dan tokoh agama, melakukan perencanaan partisipatif, konsolidasi dan pertemuan kelompok secara intensif, ujicoba reboisasi tahun 2012, kerjasama pendampingan kajian/resolusi konflik, membangun kerjasama kemitraan, melakukan uji coba reboisasi pengkayaan DAK tahun 2013 seluas 50 Ha. Upaya tersebut, menjadi jalan tengah dalam mengeleminir terjadinya konflik sosial akibat masalah tenurial di dalam kawasan hutan, serta telah menumbuhkan pengakuan

67 masyarakat terhadap keberadaan kawasan hutan produksi tetap yang sebelumnya diklaim sebagai tanah GG.

Potensi produksi hasil hutan bukan kayu (HHBK) dari wilayah KPHL Rinjani Barat yang teridentifikasi antara lain kemiri, bambu, madu, aren dan gaharu. Produksi HHBK tersebut merupakan komoditas yang dikelola masyarakat untuk kebutuhan konsumsi sendiri maupun untuk dijual. Gambaran potensi produksi HHBK dar wilayah KPHL Rinjani Barat, seperti disajikan pada Tabel 2.25.

Tabel 2.25. Potensi Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) di wilayah KPHL Rinjani Barat

No. Unggulan Potensi Produksi/ Tahun Lokasi

1 Kemiri 50 Ton Sesaot & Gunung Sari Kab. Lombok Barat 200 kg/Ha Senaru & Bayan, Kab. Lombok Utara 2 Bambu 50.000 batang Narmada & Gunung sari Kab. Lombok Barat 3 Madu 240 botol Lingsar Kab. Lombok Barat

7.358 botol Tanjung, Gangga, Kayangan & Bayan

Kab. Lombok Utara

4 Gaharu 500 Kg Kabupaten Lombok Barat 5 Aren 21.000 liter Kabupaten Lombok Barat

Sumber : Dishut Provinsi NTB 2012

2.3.3. Potensi Jasa Lingkungan dan Wisata Alam