• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sejarah Rehabilitasi Hutan Pra-KPH (Tahun 1980-2009)

(4). Penetapan Sebagai KPHL Model

Berdasarkan pertimbangan penetapan wilayah KPH oleh Menteri Kehutanan serta Peraturan Daerah NTB Nomor 7 Tahun 2008 dan Peraturan Gubernur NTB Nomor 23 Tahun 2008 tersebut, selanjutnya KPH Rinjani Barat diusulkan menjadi KPH Model di Provinsi NTB. Usulan tersebut disetujui Menteri Kehutanan dengan keputusan Nomor SK.785/Menhut-II/2009. Gambaran peta penetapan KPH Rinjani Barat sebagai KPHL Model di NTB seperti disajikan pada gambar 2.5.

Gambar 2.5. Gambaran Peta Penetapan KPH Rinjani Barat sebagai KPHL Model

2.1.8. Sejarah Rehabilitasi Hutan Pra-KPH (Tahun 1980-2009)

Upaya yang dilakukan dalam menghimpun dokumen hasil kegiatan rehabilitasi hutan sebelum terbentuknya KPH (1980-2009) antara lain; (a). Penelusuran data/peta pada Dinas Kehutanan Prov/Kab dan BP-DAS Dodokan Moyosari, selanjutnya dilakukan peninjauan lapangan, sehingga diperoleh luas fisik tanaman yang dianggap berhasil; (b). Untuk lokasi yang tidak ada dokumennya, tetapi mempunyai tegakan cukup baik, dilakukan deleniasi berdasarkan data/ informasi

29

hasil inventarisasi hutan (Dishut NTB 2008 dan KPH Rinjani Barat 2011), serta inventarisasi sosekbud (KPH Rinjani Barat 2010 dan 2011).

Atas dasar itu, maka diketahui lokasi hasil rehabilitasi hutan yang dikategorikan cukup baik meliputi; Reboisasi, Hutan Serbaguna (HSG), HKm, Padat Karya (jalur hijau), Hutan Cadangan Pangan (HCP), Rehabilitasi Mata Air, Pengembangan Gaharu dan Pembangunan Hutan Tanaman Unggulan Lokal (PHTUL). Kegiatan rehabilitasi tersebut umumnya dilakukan swakelola bersama masyarakat sekitar hutan mulai dari pembuatan persemaian, penanaman dan pemeliharaan (kecuali untuk Reboisasi Gerhan melalui pihak ke-3). Pelaksana kegiatan antara lain CDK Lombok Barat, Kanwil Dephut NTB, Balai RLKT/BP-DAS NTB, CDKP Gangga, dan Dishut NTB.

Pola tanam untuk Inpres Reboisasi menerapkan sistem banjar harian dan tumpangsari dengan tanaman pokok kayu-kayuan seperti Mahoni, Sonobrizt, Bajur dan Garu, sedangkan tanaman MPTS (Nangka, Duren, Aren, Bambu dll) saat itu merupakan swadaya masyarakat. Sedangkan pada proyek HKm, PHTUL, HCP, HSG dan Padat Karya menerapkan pola agroforestry dengan kombinasi tanaman kayu-kayuan seperti Sengon, Rajumas (Binuang) dan Kalimoro (Udu), dengan tanamam serbaguna (MPTS) seperti Duren, Nangka, Kemiri, Melinjo, Lengkeng, Petai dll, serta tanaman produktif dibawah tegakan hutan seperti Kopi, Vanili, Talas, Cacao, Pisang, Ganyong dan empon-empon lainnya. Gambaran luas hasil rehabilitasi hutan sebelum terbentuknya KPH Rinjani Barat (1980-2009), seperti disajikan pada Tabel 2.5.

Tabel 2.5. Gambaran Hasil Rehabilitasi Hutan Sebelum Terbentuknya KPH Rinjani Barat (Tahun 1980-2009)

No Proyek/ Sumber Dana Pelaksana Lokasi Tahun Luas Jenis Tanaman

Tanam (Ha)

1. Inpres Reboisasi

(APBN) CDK Lobar & Dishut Tk I NTB Sesaot, Praba, Duman, Bt Kemali & Pusuk dsk

1980-1990 600 Mahoni, Sono, Kemiri, Duren, Nangka 2. Hutan Serbaguna

(APBD/APBN) CDK Lobar & Dishut Tk I NTB Kumbi, Praba, Karang Bayan & Kekait dsk

1990-1995 275 Duren, Kemiri, Nangka, Melinjo, Aren, Bambu dll 3. HKm (Jasa Giro

DR)

a. LP3ES & Sub BRLKT

Sesaot 1994/ 1995

25 Mahoni, Kemiri, Nangka & Duren

b. CDK Lobar & Kanwil Dephut NTB

Santong 1996/

30

No Proyek/ Sumber Dana Pelaksana Lokasi Tahun Luas Jenis Tanaman

Tanam (Ha) 4, Padat Karya-Jalur Batas Hutan (DIKS-DR) CDK Lombok Barat Kanwil Dephut NTB Sesaot-Duman-Kekait-Pusuk (lebar 25 M)

1999 75 Bambu, Duren, Aren, Nangka dll 5, Hutan Cadangan Pangan (DIKS-DR) CDK Lombok Barat Sub BRLKT NTB

Kekait 2000 50 Sukun, Nangka, Duren, Aren dll

6, Rehab mata air (swadaya Kelompok)

Masyarakat Desa Genggelang-Bentek

Monggal (areal eks

HPH) 2001 95 Beringin, Boak, Mahoni, Putat dan Rajumas

7. Pengemb. Gaharu (Jasa Giro/DIKS DR)

a. KHDTK

UNRAM Senaru/Bayan 1997-2001 200 Riset inokulasi Gaharu

b..CDK Lobar-Kanwil Dephut/ Dihut NTB

Pusuk

2000-2002

60 Kebun Sumber Benih Gaharu

8. Pemb. Hutan Tanaman Ung- gulan Lokal

CDKP Gangga

dan Dishut NTB Bentek, Genggelang dan Rempek

2002 215 Rajumas,

Sengon,Kepuh, Gaharu, Leci, Lengkeng, Petai, Duren, Jengkol Matoa, Pinang, Alpokat dll (PHTUL) DIK-DR Bentek,Genggelang

dan Santong 2005 200 Bentek, Buani, Kalipucak, Santong dan Genngelang 2006 570 9. Reboisasi

(APBN-Gerhan) Dishutbun Lombok Barat Semporangan dan Semate Pusuk 2005 *) 50 Bajur,Mahoni, Duren Gaharu & Gmelina

Geripak dan Batu

Kemali 2006 *) 50 Duren,Nangka dan Mahoni Karang Bayan 2007 *) 50 Mahoni,Piling, Durian

Senggigi 2007 *) 150 Mahoni, Bajur, Trem-besi, duren, petai dll 10. Aneka usaha

kehutanan (APBDI)

Dishut NTB Batu Layar 2009 *) 20 Nyamplung,Duren, Sukun

Jumlah - 2.906

Sumber: -Kanwil Dehutbun NTB / Dishut NTB (2011) *) Belum dilakukan pemeriksaan

-Dishut Lombok Barat (2011)

Beberapa lokasi hasil rehabilitasi tersebut, mempunyai nilai sejarah sukses model pengelolaan hutan partisipatif di NTB, sehingga selalu menjadi sasaran kunjungan berbagai lembaga Nasional dan lembaga Internasional. Beberapa lembaga Internasional seperti Uni Eropa, World Bank, Department for International Development (DFID), Ford Foundation, Japan International Forestry Promotion and

31

Cooperation (JIFPRO), Korea International Cooperation Agency (KOICA), Japan International Cooperation Agency (JICA), Korea Forest Research Institute (KFRI), International Tropical Timber Organization (ITTO), World Neighbors (WN), Center for International Forestry Research (CIFOR), United Nations Development Programme (UNDP), The Rights and Resources Initiative (RRI), Gesellschaft für Internationale Zusammenarbeit (GIZ), serta terakhir menjadi sasaran kunjungan Delegasi Konferensi Tahun Kehutanan Internasional 2011, dan Delegasi Konferensi UNREDD Programme Policy Board dan Forest Carbon Partnership Facility (FCPF) tahun 2013.

Beberapa lokasi kegiatan rehabilitasi yang mempunyai nilai sejarah sukses model pengelolaan hutan partisipatif di NTB antara lain;

(1). HKm Sesaot

HKm Sesaot merupakan gagasan LP3ES NTB tahun 1994-1995, yang mengadopsi surat penugasan Menteri Kehutanan kepada Perum Perhutani dalam melaksanakan Proyek HKm di Pulau Sumbawa, karena saat itu belum ada regulasi tentang HKm. Uji coba HKm tersebut dilaksanakan pada areal bekas perladangan dan penggembalaan dengan luas areal 25 Ha, dan mendapat pendanaan melalui DIP Jasa Giro DR Sub BRLKT NTB 1994/1995.

Pendampingan kelompok dan fasilitasi perijinan dilakukan secara berkelanjutan oleh LP3ES/LSM Konsepsi, sehingga menumbuhkan swadaya kelompok, yang mendorong pengembangan areal mencapai ± 3.672 Ha. Sementara areal yang sudah mendapat Ijin Usaha HKm dari Bupati Lombok Barat baru seluas 185 Ha.

HKm Sesaot tersebut menjadi tempat pembelajaran dan merupakan salah satu rujukan pengelolaan hutan model HKm di Indonesia. Berdasarkan Laporan LSM Konsepsi dan Forum Kawasan Sesaot (2010), diketahui bahwa pendapatan masyarakat dari pemanfaatan HKm tersebut bervariasi antara Rp. 500.000,- s/d Rp. 5.000.000,-per Ha/bulan. Hal ini tergantung kerajinan peserta dan tingkat harga berlaku dari komoditas tanaman (MPTS dan tanaman produktif) yang dikembangkan.

32

(2). HKm Santong

Proyek HKm ini merupakan proyek inisiatif Kanwil Dephutbun NTB melalui DIP Jasa Giro DR tahun 1995/1996, dengan target areal seluas 500 Ha. Proyek ini semula direncanakan untuk menyelesaikan kasus pendudukan dan sertifikasi kawasan hutan di Desa Rempek, Kabupaten Lombok Utara (dulu Lombok Barat).

Sehubungan calon lokasi HKm Rempek tersebut syarat dengan konflik tenurial (dipicu oleh sertifikat kawasan hutan seluas ± 86 Ha), maka sebelum kegiatan dimulai terlebih dahulu dilakukan prakondisi melalui survey sosekbud (PRA= participatory rural apraisal) bekerjasama dengan LP3ES NTB tahun 1994/1995. Upaya ini diharapkan mendapat dukungan masyarakat, karena mengakomodasikan berbagai usulannya terutama dalam penentuan pola tanam dan jenis tanaman. Akan tetapi karena tingginya konflik yang ditumpangi berbagai kepentingan politik, sehingga masyarakat yang semula mendukung turut bergabung melakukan aksi pengrusakan persemaian dan aksi penolakan ke Kanwil Dephutbun NTB. Dengan demikian kegiatan tidak dapat direalisasikan dan anggaran penanaman dikembalikan.

Atas dasar itu, maka Kanwil Dephutbun NTB melakukan peninjauan lapangan calon lokasi alternatif yang diusulkan pejabat Kepala Desa Santong. Kondisi kawasan hutan di Santong saat itu berupa tegalan, tempat penggembalaan dan terdapat pemukiman. Atas dasar jaminan pejabat Kepala Desa Santong, maka Kanwil Dephutbun NTB merekomendasikan lokasi HKm tersebut dipindahkan ke kawasan hutan sekitar Desa Santong.

Kegiatan dilakukan pada tahun 1996/1997, yang dimulai dengan sosialisasi program, relokasi pemukiman ke luar kawasan hutan dan pelaksanaan penanaman yang dilakukan secara gotong royong dari seluruh calon peserta HKm. Realisasi penanaman hanya tercapai seluas 221 Ha (44,2%), hal ini karena sebagian besar bibit rusak (aksi masyarakat Rempek) dan sebagian lagi telah berumur lebih dari 1 tahun.

Upaya pemeliharaan tanaman, penguatan kelembagaan masyarakat dan proses perijinan secara berkelanjutan dilakukan pendampingan oleh LP3ES (sekarang LSM Konsepsi). Atas dasar upaya tersebut, sehingga kondisi tegakan hutan terpelihara dengan baik, terbentuk koperasi sebagai lembaga usaha peserta HKm, mendapat

33

pencadangan HKm dari Menhut dan Ijin Usaha HKm dari Bupati Lombok Utara, serta memperoleh Sertifikasi Pengelolaan Hutan Produksi Lestari (sertifikat PHPL).

Vegetasi HKm Santong di dominasi tanaman Sengon, dan tanaman lainnya seperti Alpukat, Kalimuru/Udu, Alpukat, Duren, Nangka dan Boro/Dadap. Sedangkan diantara tegakan diatas masyarakat menanam tanaman Kopi, Kacao, Vanili, Pisang, Lada, Talas, Ganyong, Kunyit, Laos, Jahe dan tanaman empon-empon lainnya.

Berdasarkan Laporan LSM Konsepsi dan Koperasi Maju Bersama Santong (2011), diketahui bahwa pendapatan masyarakat dari tanaman produktif dibawah tegakan (Kopi, Cacao, Duren, Adpukat, Nangka, Pisang dll) lokasi HKm rata-rata Rp.3.500.000,- per Ha/bulan. Pendapatan tersebut akan meningkat lagi, apabila mendapat ijin pemanfaatan hasil hutan kayu (Sengon) yang saat ini sudah melewati daur (berumur ± 15 tahun).

(3). Pembangunan Hutan Tanaman Unggulan Lokal di Monggal;

Kawasan hutan Monggal sebelumnya merupakan areal HPH PT. Angkawijaya Raya Timber yang beroperasi sejak tahun 1990 sesuai Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 39/Kpts-II/1990. Aktivitas HPH tersebut mendapat kecaman dan penolakan masyarakat, puncaknya ditunjukan dalam aksi massa yang membakar dan mengusir HPH pada tahun 1998-1999 (era reformasi). Kemudian ijin operasi HPH dihentikan sesuai Keputusan Dirjen Pemanfaatan Hutan Produksi No. 905/VI-PHA/2000.

Akan tetapi setelah HPH tidak beroperasi, justru masyarakat beramai-ramai masuk kawasan hutan melakukan pengrusakan fasilitas kehutanan, illegal logging, perladangan, penyerobotan dan penguasaan kawasan hutan. Disamping itu, juga mengembangkan gerakan aksi bisu, perlawanan dan pengusiran terhadap petugas kehutanan, bahkan menolak berbagai program yang ditawarkan Kanwil Dephutbun NTB/Institusi Kehutanan lainnya.

Atas dasar itu, maka pada tahun 1999 Kanwil Dephutbun NTB membuat strategi penyamaran dengan menugaskan pengelola kegiatan bersama LSM (YLKMP), untuk melakukan pendekatan, menggali informasi dan berkoordinasi dengan para tokoh kunci dan lembaga masyarakat. Proses tersebut dilakukan intensif dan berkelanjutan,

34

sehingga dalam kurun waktu ± 3 tahun (tahun 2001), mulai tumbuh kepercayaan dan partisipasi masyarakat. Tumbuhnya partisipasi tersebut, ditunjukan dengan menerimanya bantuan bibit dari Kanwil Dephutbun NTB, dan bergotong royong melakukan rehabilitasi mata air seluas 95 Ha. Sejak itu, mulai terbangun hubungan komunikasi antara masyarakat dengan Kanwil Dephutbun NTB, sehingga dalam pleno Desa/Kecamatan melahirkan kesepakatan bersama, yang salah satunya kesepakatan untuk menerima program aksi rehabilitasi hutan pada tahun 2002.

Usulan rehabilitasi hutan tersebut terakomodir dalam program PHTUL Ditjen Bina Produksi Kehutanan (DIKS-DR Dishut NTB) mulai tahun 2002-2006. Konsistensi dan komitmen masyarakat terlihat dari tingkat partisipasi dan upaya swadaya dalam melakukan kegiatan PHTUL mulai tahun 2002-2006. Berdasarkan data diketahui bahwa pada pelaksanaan PHTUL tahun 2002 dari target 150 Ha terealisasi 215 Ha (143,3 %), PHTUL tahun 2005 dari target 150 Ha terealisasi 175 Ha (116,7 %), dan PHTUL tahun 2006 dari target seluas 300 Ha tealisasi 350 Ha (116,7 %).

Jenis tanaman yang dikembangkan terdiri dari tanaman unggulan lokal, yang disesuaikan dengan minat masyarakat antara lain; Rajumas (Binuang), dan tanaman MPTS seperti Gaharu, Leci, Lengkeng, Petai, Duren, Jengkol Matoa, Pinang, Alpokat dll, serta tanaman produktif di bawah tegakan hutan yang secara swadaya ditanaman antara lain Kopi, Kacao, Vanili, Pisang, Talas, Ganyong, Laos dan tanaman empon-empon lainnya.

Pendampingan kelompok mulai tahun 2001-2002 dilakukan oleh LSM Perekat Ombara, LSM Puggar dan KSM Bareng Maju. Selanjutnya setelah tahun 2003-2012, pendampingan kelompok dilakukan secara berkelanjutan oleh KSM Bareng Maju.

Berdasarkan Laporan Tahunan PHTUL (2005), diketahui bahwa tanaman produktif dibawah tegakan (Kopi, Cacao, Vanili, Pisang dll) hasil kegiatan tahun 2002, mulai panen perdana pada tahun ke-tiga (tahun 2005). Pendapatan masyarakat dari hasil panen perdana tersebut rata-rata sebesar Rp. 6.500.000,- per Ha/Tahun. Sedangkan dalam Laporan KSM Bareng Maju (2011), bahwa pendapatan masyarakat peserta PHTUL berkisar antara Rp. 25.000.000,- s/d Rp. 40.000.000,- per Ha/tahun.

35

(4). Pengembangan Gaharu di Pusuk dan Persemaian Swadaya di Kekait

Kegiatan tersebut merupakan gagasan Kanwil Dephutbun NTB dalam upaya mengantisipasi langkanya tanaman Gaharu di kawasan hutan. Kegiatan dimulai tahun 2000/2001 dan dilanjutkan Dishut NTB tahun 2002, dengan perkiraan luas areal yang berhasil seluas ± 60 Ha. Tegakan Gaharu tersebut saat ini dimanfaatkan masyarakat sebagai sumber benih untuk persemaian swadaya di Pusuk dan Kekait.

Hasil rehabilitasi hutan (tahun 1980-2009) di atas, menjadi acuan yang akan ditumbuh kembangkan dalam pelaksanaan pembangunan pada wilayah KPHL Rinjani Barat. Langkah tersebut dilakukan dalam upaya; (a). Percepatan rehabilitasi hutan dengan mempersatukan seluruh sumberdaya pembangunan meliputi; masyarakat, pemerintah dan investor lembaga kemitraan pengelolaan hutan, (b). Meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pembangunan kehutanan, (c). Meningkatkan kapasitas kelembagaan masyarakat, dan (d). Membangkitkan kegiatan ekonomi masyarakat sekitar hutan.