• Tidak ada hasil yang ditemukan

Ketentuan-Ketentuan dan Persyaratan Umum Penanaman Modal Asing Pada Sektor Pertambangan di Indonesia

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

C. Ketentuan-Ketentuan dan Persyaratan Umum Penanaman Modal Asing Pada Sektor Pertambangan di Indonesia

Sebelum penanaman modal melaksanakan aplikasi penanaman modalnya di Indonesia terlebih dahulu harus membentuk badan hukum seperti yang disyaratkan prinsip yang menetapkan bahwa:98

(1) Penanaman modal dalam negeri dapat dilakukan dalam bentuk badan usaha yang berbentuk badan hukum, tidak berbadan hukum atau usaha perseorangan, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (2) Penanaman modal asing wajib dalam bentuk perseroan terbatas

berdasarkan hukum Indonesia dan berkedudukan di dalam wilayah negara Republik Indonesia, kecuali ditentukan lain oleh undang-undang.

98

(3) Penanam modal dalam negeri dan asing yang melakukan penanaman modal dalam bentuk perseoran terbatas dilakukan dengan:

a. mengambil bagian saham pada saat pendirian perseroan terbatas; b. membeli saham; dan

c. melakukan cara lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Dengan keberadaan ketentuan-ketentuan tersebut diatas, diharapkan agar setiap penanaman modal yang akan melaksanakan usahanya harus tunduk dengan ketentuan yang dimaksud, yaitu perusahaan asing yang berdiri di Indonesia harus berbentuk badan hukum Indonesia dan berkedudukan di dalam wilayah jurisdiksi Republik Indonesia. Pada dasarnya perseroan terbatas mempunyai ciri-ciri sekurang-kurangnya sebagai berikut:99

(1) memiliki status hukum tersendiri, yaitu sebagai suatu badan hukum, yaitu subyek hukum artificial, yang sengaja diciptakan oleh hukum untuk membantu kegiatan perekonomian, yang dipersamakan dengan individu manusia, orang-perseorangan;

(2) memiliki harta kekayaan sendiri yang dicatatkan atas namanya sendiri, dan pertanggungjawaban sendiri atas setiap tindakan, perbuatan, termasuk perjanjian yang dibuat. Ini berarti perseroan dapat mengikatkan dirinya dalam satu atau lebih perikatan, yang berarti 99

Gunawan Widjaja, Risiko Hukum Pemilik, Direksi & Komisaris PT, (Jakarta: Forum Sahabat Cetakan Pertama, 2000), hlm. 11-12.

menjadikan perseroan sebagai subyek hukum mandiri (persona standi in judicio) yang memiliki kapasitas dan kewenangan untuk menggugat dan digugat di hadapan pengadilan;

(3) tidak lagi membebankan tanggungjawabnya kepada pendiri, atau pemegang sahamnya, melainkan hanya untuk dan atas nama dirinya sendiri, untuk kerugian dan kepentingan dirinya sendiri;

(4) kepemilikannya tidak digantungkan pada orang perorangan tertentu, yang merupakan pendiri atau pemegang sahamnya. Setiap saat saham perseroan dapat dialihkan kepada siapapun juga menurut ketentuan yang diatu dalam Anggaran Dasar dan undang-undang yang berlaku pada suatu waktu tertentu;

(5) keberadaannya tidak dibatasi jangka waktunya dan tidak lagi dihubungkan dengan eksistensinya dari pemegang sahamnya;

(6) pertanggungjawaban yang mutlak terbatas, selama dan sepanjang para pengurus (direksi), dewan komisaris dan/atau pemegang saham tidak melakukan pelanggaran terhadap hal-hal yang tidak boleh dilakukan.

Berdasarkan cirri-ciri dari perseroan terbatas (sebagai badan hukum) yang telah dipaparkan terdahulu, maka dapat disimpulkan bahwa antara kekayaan badan hukum dengan kekayaan pendiri badan hukum tersebut terdapat pemisahan. Sehingga apabila terjadi permasalahan hukum maka akan lebih mudah diminta

pertanggungjawaban penanaman modal asing tersebut mengingat UUPT memberikan batasan terhadap pertanggungjawaban perseroan terbatas, yakni:100

i. Perseroan tidak bertanggung jawab terhadap utang pemegang saham (not liable of its shareholders) sebaliknya pemegang saham tidak bertanggung jawab terhadap utang perseroan;

ii. Kerugian yang ditanggung pemegang saham hanya terbatas harga yang diinvestasikan (their lose is limited to their investment);

iii. Pemegang saham, tidak bertanggung jawab lebih lanjut kepada kreditor perseroan atas asset pribadinya.

Berkaitan dengan penanaman modal asing dalam kegiatan usaha pada sektor pertambangan, Pasal 10 ayat (2) dan (3) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pertambangan, istilah yang dipergunakan di dalam ketentuan tersebut adalah Perjanjian Karya, namun dalam praktik di lapangan, istilah yang justru lazim digunakan adalah Kontrak Karya sebagai terjemahan dari “Contract of Work”.101

100

Lihat Pasal 3 ayat (1) UUPT.

101

Nanik Tri Hastuti, op. cit., hlm. 32.

Selain itu menurut Pasal 1 huruf a Keputusan Jendral Pertambangan Umum Nomor 150.K/20.01/DDJP/1998 tentang Tatacara, Persyaratan dan Pemrosesan permohonan Kontrak Karya, Kontrak Karya memiliki pengertian sebagai “kontrak antara Pemerintah Republik Indonesia dengan perusahaan berbadan hukum Indonesia untuk melaksanakan usaha

pertambangan bahan galian, tidak termasuk minyak bumi, gas alam, panas bumi, radio aktif dan batubara”.

Payung hukum dalam kegiatan kerja sama modal jenis ini berpayung hukum pada Pasal 8 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing yang memberikan ketentuan bahwa “Penanaman Modal Asing di bidang pertambangan didasarkan pada suatu kerja sama dengan Pemerintah atas dasar Kontrak Karya atau bentuk lain sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku”.

Adapun pola kerja sama internasional dalam bentuk Kontrak Karya ini adalah sebagai berikut:102

(1) Menteri dapat menunjuk pihak lain sebagai kontraktor apabila diperlukan untuk melaksanakan pekerjaan-pekerjaan yang belum atau tidak dapat dilaksanakan sendiri oleh instansi Pemerintah atau Perusahaan Negara yang bersangkutan selaku pemegang Kuasa Pertambangan

(2) Dalam mengadakan Perjanjian Karya dengan kontraktor seperti yang dimaksud dalam ayat (1) Pasal ini, Instansi Pemerintah atau perusahaan Negara harus berpegang pada pedoman-pedoman, petunjuk-petunjuk dan syarat-syarat yang diberikan oleh menteri

102

Pasal 10 ayat (1) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pertambangan.

(3) Perjanjian Karya tersebut dalam ayat (2) Pasal ini berlaku sesudah disahkan oleh Pemerintah setelah berkonsultasi dengan Dewan Perwakilan Rakyat apabila menyangkut eksploitasi golongan sepanjang mengenai bahan galian yang ditentukan dalam Pasal 13 undang-undang ini dan/atau yang perjanjian karyanya berbentuk penanaman modal asing.

Sebuah perusahaan swasta dapat memperoleh ijin pengusahaan pertambangan dengan pola Kontrak Karya setelah perusahaan tersebut mengajukan permohonan sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan oleh Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral. Perlu untuk dipahami bahwa Perusahaan Kontrak Karya adalah suatu badan hukum yang didirikan berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia dan berkedudukan di Indonesia, yang memiliki kewenangan hukum atas perusahaan-perusahaan yang melakukan kegiatan usaha atau yang didirikan di dalamnya. Perusahaan harus mendirikan satu kantor pusat di Jakarta untuk menerima setiap pemberitahuan atau komuniasi resmi serta komunikasi hukum lainnya. Sebelum mengajukan permohonan Kontrak Karya103, pemohon yang berkepentingan terlebih dahulu harus melengkapi dokumen-dokumen tersebut dibawah ini untuk kemudian dilampirkan di dalam surat permohonan:104

103

Lihat Pasal 1 huruf a Keputusan Direktur Jenderal Pertambangan Umum Nomor 150.K/20.01/DDJP/1998 tentang Tatacara, Persyaratan dan Pemrosesan permohonan Kontrak Karya.

104

1. Peta wilayah yang dimohon ke Unit Pelayanan Informasi Pencadangan Wilayah Pertambangan (UPIPWP)

2. Salinan tanda bukti penyetoran uang jaminan 3. Laporan Tahunan perusahaan 3 (tiga) tahun terakhir 4. Surat Kuasa Direksi atau Komisaris Utama Perusahaan

5. Perjanjian Kesepakatan Bersama (Memorandum of Understanding) sebagai perusahaan “joint venture

6. Tanda Terima SPT tahun terakhir / NPWP (nasional)

7. Setelah keluar ijin prinsip, harus melampirkan rencana kerja sampai tahap penyelidikan umum

8. Akta Pendirian Perusahaan 9. Joint Venture Agreement

10.Bila ada Kuasa Pertambangan, harus dilampiri persetujuan dari pemegang Kuasa Pertambangan dan salinan Kuasa Pertambangan.

Prosedur ataupun tahapan yang harus dilalui pemohon untuk dapat memperoleh ijin pengusahaan pertambangan dengan pola Kontrak Karya adalah sebagai berikut:105

1. Permohonan meminta pencadangan wilayah kepada unit Pelayanan Informasi dan Pencadangan Wilayah Pertambangan (UPIPWP) serta mendapatkan peta dan formulir permohonan Kontrak Karya dari UPIPWP.

105

2. Permohonan menyetor uang jaminan kesungguhan kepada Bank Dagang Negara (Sekarang Bank Mandiri) dengan melampirkan bukti penyetoran pada permohonan Kontrak Karya.

3. Permohonan mengajukan permohonan kepada Direktur Jenderal Geologi dan Sumber Daya Mineral dengan melampirkan persyaratan yang harus dipenuhi dan disampaikan kepada Direktorat Jenderal Geologi dan Sumber Daya Mineral untuk diproses selanjutnya.

4. Direktur Jenderal Geologi dan Sumber Daya Mineral menyampaikan hasil pemrosesan Direktorat Pembinaan Pengusahaan Pertambangan (DPB) apakah menyetujui atau tidak kepada pemohon.

5. Direktur Jenderal Geologi dan Sumber Daya Mineral menugaskan Tim perundingan untuk mengadakan perundingan/penjelasan naskah Kontrak Karya dengan Pemohon.

6. Ketua Tim perundingan (Direktur DPB) menyampaikan hasil perundingan yang telah diparaf bersama pemohon kepada Direktur Geologi dan Sumber Daya Mineral.

7. Direktur Geologi dan Sumber Daya Mineral menyampaikan naskah Kontrak Karya kepada Menteri untuk pemrosesan lebih lanjut.

8. Menteri menyampaikan naskah Kontrak Karya kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk dikonsultasikan dan kepada Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) untuk mendapat rekomendasi.

9. Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menyampaikan tanggapan terhadap naskah Kontrak Karya kepada Menteri dan BKPM menyampaikan rekomendasi Kontrak Karya kepada Presiden.

10. Menteri mengajukan permohonan kepada Presiden untuk mendapat persetujuan.106

Sebelum memulai melaksanakan kegiatan penanaman modal asing pada sektor pertambangan di Indonesia tentu para Pihak yang melibatkan diri pada kegiatan foreign investment ini harus terlebih dahulu memiliki izin dari host country sebagai alas hak untuk melakukan PMA dalam kegiatan usaha pertambangan di Indonesia. Terkait akan hal itu, salah satu upaya yang telah dilakukan sejak lama untuk membuat proses perizinan usaha dapat berjalan lebih cepat, sederhana dan efisien adalah dengan membentuk One Stop Shop atau one stop investment service melalui pendirian Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) pada tahun 1973. Berdasarkan ketentuan yang berlaku saat ini, pemerintah melakukan koordinasi dan pelaksanaan kebijakan penanaman modal di Indonesia melalui BKPM. Koordinasi kebijakan penanaman modal tersebut dilakukan: (i) antar instansi pemerintah; (ii) antara instansi pemerintah dan pemerintah daerah; atau (iii) antar-pemerintah daerah.107 Adapun tugas dan fungsi BKPM adalah sebagai berikut:108

106

Keputusan Direktur Jenderal Pertambangan Umum Nomor 150.K/20.01/DDJP/1998 tentang Tatacara, Persyaratan dan Pemrosesan permohonan Kontrak Karya.

107

David Kairupan, op. cit., hlm. 34.

108

1. Melaksanakan tugas dan koordinasi pelaksanaan kebijakan di bidang penanaman modal.

2. Mengkaji dan mengusulkan kebijakan pelayanan penanaman modal. 3. Menetapkan norma, standar, dan prosedur pelaksanaan kegiatan dan

pelayanan penanaman modal.

4. Mengembangkan peluang dan potensi penanaman modal di daerah dengan memberdayakan badan usaha.

5. Membuat peta penanaman modal Indonesia. 6. Mempromosikan penanaman modal.

7. Mengembangkan sektor usaha penanaman modal melalui pembinaan penanaman modal, antara lain meningkatkan kemitraan, meningkatkan daya saing, menciptakan persaingan usaha yang sehat, dan menyebarkan informasi yang seluas-luasnya dalam lingkup penyelenggaraan penanaman modal.

8. Membantu penyelesaian berbagai hambatan dan konsultasi permasalahan yang dihadapi penanaman modal dalam menjalankan kegiatan penanaman modal.

9. Mengoordinasi penanam modal dalam negeri yang menjalankan kegiatan penanaman modalnya di luar wilayah Indonesia.

10. Mengoordinasi dan melaksanakan pelayanan terpadu satu pintu.

Penanaman modal asing memiliki keterkaitan yang erat dengan era otonomi daerah yang dimulai sejak diterbitkannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999

tentang Pemerintahan Daerah. Bidang pemerintahan yang wajib dilaksanakan oleh daerah kabupaten dan daerah kota meliputi pekerjaan umum, kesehatan, pendidikan dan kebudayaan, pertanian, perhubungan, industri dan perdagangan penanaman modal, lingkungan hidup, pertanahan, koperasi, dan tenaga kerja.109

Berkaitan dengan era otonomi daerah, muatan Undang-Undang Pemerintahan Daerah juga terefleksi dalam Undang-Undang Penanaman Modal, hal ini tercermin dengan adanya pengaturan mengenai kewenangan pemerintahan baik pusat maupun daerah terhadap pengaturan penyelenggaraan urusan penanaman modal, yaitu:

Pada tahun 2004 Undang-Undang Pemerintahan Daerah diganti dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang hal yang sama. Undang-Undang ini memberikan kewenangan kepada pemerintahan terhadap urusan-urusan di bidang: (i) politik luar negeri; (ii) pertanahan; (iii) keamanan; (iv) yustisi; (v) moneter; dan (vi) fiskal nasional, sementara urusan-urusan pemerintah lainya, termasuk administrasi penanaman modal, akan dibagi antara pemerintah, pemerintah daerah provinsi dan pemerintah daerah kabupaten atau kota.

110 1. Pemerintah dan/atau pemerintah daerah menjamin kepastian dan

keamanan berusaha bagi pelaksanaan penanaman modal.

2. Pemerintahan daerah menyelenggarakan urusan penanaman modal yang menjadi kewenangannya, kecuali urusan penyelenggaraan penanaman modal yang menjadi urusan pemerintah.

109

Lihat Pasal 11 ayat (2) Undang-Undang Pemerintah Daerah.

110

3. Penyelenggaraan urusan pemerintahan di bidang penanaman modal yang merupakan urusan wajib pemerintah daerah didasarkan pada kriteria eksternalitas, akuntabilitas, dan efisiensi pelaksanaan kegiatan penanaman modal.

4. Penyelenggaraan penanaman modal yang ruang lingkupnya lintas provinsi menjadi urusan pemerintah.

5. Penyelenggaraan penanaman modal yang ruang lingkupnya lintas kabupaten/kota menjadi urusan pemerintah provinsi.

6. Penyelenggaraan penanaman modal yang ruang lingkupnya berada dalam satu kabupaten/kota menjadi urusan pemerintah kabupaten/kota.

7. Dalam urusan pemerintahan di bidang penanaman modal, yang menjadi kewenangan pemerintah adalah:

a. Penanaman modal terkait dengan sumber daya alam yang tidak terbarukan dengan tingkat resiko kerusakan lingkungan hidup yang tinggi;

b. Penanaman modal pada bidang industri yang merupakan prioritas tinggi pada skala nasional;

c. Penanaman modal yang terkait pada fungsi pemersatu dan penghubung antarwilayah atau ruang lingkupnya lintas provinsi;

d. Penanaman modal yang terkait pada pelaksanaan strategi pertahanan dan keamanan nasional;

e. Penamaman modal aisng dan penanam modal yang menggunakan modal asing, yang berasal dari pemerintah negara lain, yang didasarkan perjanjian yang dibuat oleh Pemerintah dan pemerintah negara lain. f. Bidang penanaman modal lain yang menjadi urusan Pemerintah

menurut undang-undang

8. Dalam urusan pemerintahan di bidang penanaman modal yang menjadi kewenangan pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (7), pemerintah menyelenggarakannya sendiri, melimpahkannya kepada gubernur selaku wakil Pemerintah, atau menugasi pemerintah kabupaten/kota.

9. Ketentuan mengenai pembagian urusan pemerintahan di bidang penanaman modal diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.

Dalam konteks pola penyelenggaraan pelayanan publik (public services), pelayanan terpadu dapat dikategorikan menjadi dua jenis, yaitu:111

1. Terpadu Satu Atap

Pola pelayanan terpadu yang diselenggarakan dalam satu tempat yang meliputi berbagai jenis pelayanan yang tidak mempunyai keterkaitan proses dan dilayani melalui beberapa pintu. Terhadap pelayanan yang sudah dekat dengan masyarakat tidak perlu disatu atapkan.

2. Terpadu Satu Pintu

111

Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 63/KEP/M.PAN/7/2003 tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan Pelayanan Publik.

Pola pelayanan terpadu yang diselenggarakan pada satu tempat yang meliputi berbagai jenis pelayanan yang memiliki keterkaitan proses dan dilayani melalui satu pintu.

Berkaitan dengan perizinan dan kuasa pertambangan dalam kegiatan penanaman modal asing pada sektor pertambangan di Indonesia ditentukan bahwa setiap usaha pertambangan bahan galian yang termasuk dalam golongan bahan galian strategis dan golongan bahan galian vital, baru dapat dilaksanakan apabila terlebih dahulu telah mendapatkan kuasa pertambangan. Kuasa pertambangan dituangkan dalam surat keputusan kuasa pertambangan. Pejabat yang berwenang menerbitkan surat keputusan kuasa pertambangan, yaitu bupati/walikota, gubernur, dan menteri sesuai dengan wilayah kuasa pertambangannya.112

1. Kewenangan Bupati/walikota

Bupati/walikota berwenang menerbitkan surat keputusan kuasa pertambangan apabila wilayah kuasa pertambangannya terletak dalam wilayah kabupaten/kota dan/atau di wilayah laut sampai 4 mil laut.

2. Kewenangan Gubernur

Gubernur berwenang menerbitkan kuasa pertambangan apabila wilayah kuasa pertambangannya terletak dalam beberapa wilayah kabupaten/kota dan tidak dilakukan kerjasama antar kabupaten/kota maupun antar

112

Lihat Pasal 1 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 75 Tahun 2001 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1969 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pertambangan.

kabupaten/kota dengan provinsi, dan/atau di wilayah laut yang terletak antara 4 sampai dengan 12 mil laut.

3. Kewenangan Menteri

Menteri berwenang menerbitkan kuasa pertambangan apabila wilayah kuasa pertambangannya terletak dalam beberapa wilayah provinsi dan tidak dilakukan kerja sama antar provinsi, dan/atau di wilayah laut yang terletak di luar 12 mil laut.113

Kegiatan Investasi asing pada sektor pertambangan erat kaitannya dengan aspek lingkungan hidup karena berhubungan langsung kepada nasib ekosistem114

1. Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya wajib melakukan pengawasan terhadap ketaatan penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan atas ketentuan yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.

yang ada di Indonesia. Dengan didasari akan kesadaran akan hal tersebut, Pemerintah juga memiliki kewenangan untuk mengawasi dan mengelola lingkungan hidup yang menurut Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 diatur sebagai berikut:

115

113

H. Salim. HS, op. cit., hlm. 120. 114

Ekosistem adalah tatanan unsur lingkungan hidup yang merupakan kesatuan utuh menyeluruh dan saling mempengaruhi dalam membentuk keseimbangan, stabilitas, dan produktivitas lingkungan hidup. Pasal 1 angka (5) UUPPLH.

115

2. Menteri, gubernur, atau bupati/walikota dapat mendelegasikan kewenangannya dalam melakukan pengawasan kepada pejabat/instansi teknis yang bertanggung jawab di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.116

3. Dalam melaksanakan pengawasan, Menteri, gubernur, atau bupati/walikota menetapkan pejabat pengawas lingkungan hidup yang merupakan pejabat fungsional.117

D. Penyelesaian Sengketa Penanaman Modal Asing Pada Sektor