• Tidak ada hasil yang ditemukan

Keterbukaan Untuk Memperkuat Kepercayaan Dan Meminimalisir Konflik

Dalam dokumen 44 Universitas Kristen Petra (Halaman 56-64)

4.4 Analisis dan Interpretasi Data Interpersonal Maintenance dalam Konteks Commited Romantic Relationship

4.4.2 Keterbukaan Untuk Memperkuat Kepercayaan Dan Meminimalisir Konflik

4.4.2 Keterbukaan Untuk Memperkuat Kepercayaan Dan Meminimalisir Konflik

Keterbukaan merefleksikan bagaimana pasangan secara eksplisit membahas bagaimana sifat dari hubungan mereka. Strategi ini juga dinamakan

100

Universitas Kristen Petra keterusterangan oleh Ayres (1983). Dalam menjalankan tipe hubungan apapun, keterbukaan merupakan hal yang sangat penting. Keterbukaan menjadi hal yang sangat penting jika berkaitan dengan hubungan pernikahan tipe commuter marriage.

Keterbukaan membantu untuk memelihara hubungan sejauh pasangan mendiskusikan mengenai topik penting dalam hubungan (misalnya mengenai kesepakatan untuk memiliki hubungan seksual yang ekslusif). Menurut Argyle dan Henderson (1984), bersikap terbuka tentang keberhasilan pribadi seseorang dan menceritakan rahasia mengenai informasi sensitif dengan yang lain adalah dua cara penting untuk memelihara kedekatan diantara mereka (Canary, Cody, Manusov, 2008, p.293). Secara tidak langsung, keterbukaan menjadi cara penting untuk mempertahankan kedekatan bahkan keintiman diantara pasangan.

Lebih lanjut peneliti menemukan bahwa keterbukaan mampu meminimalisir kesalahpahaman bahkan konflik yang berpotensi timbul. Yani mengakui bahwa kegoncangan besar yang sempat menimpa rumah tangganya bisa diatasi jika mereka lebih paham dan sadar betapa pentingnya keterbukaan. Ketika ada sesuatu yang mulai mengganjal di pikiran, Yani lebih memilih untuk diam dan bertahan pada asumsi pribadi yang belum tentu benar adanya. Masalah kecil yang ada tidak segera diselesaikan dan mengakibatkan permasalahan menjadi semakin besar. Tanpa terasa beberapa tahun membuat hubungan diantara pasangan ini tidak dekat. Perlahan tetapi pasti, Yani kehilangan kepercayaan terhadap Joni. Rasa curiga mulai muncul dan menghantui Yani. Hingga suatu hari ketika emosi tidak terbendung lagi, konflik muncul dan mengakibatkan pertengkaran hebat.

Keterbukaan dapat menjadi kunci utama untuk membangun kepercayaan. Semakin besar keterbukaan, rasa percaya yang dibangun cukup besar. Awalnya Yani merasakan bahwa dalam hubungan rumah tangganya, baik dia maupun Joni sudah terbuka. Tetapi setelah kejadian yang menimpanya ini, Yani menyadari adanya ego untuk tidak mau terbuka satu sama lain. Yani merasa masih bisa menghadapi dan memilih untuk tidak menceritakannya kepada Joni. Joni pun merasa demikian. Dia cenderung tidak mengungkapkan permasalahan pekerjaan karena takut mengganggu beban pikiran Yani. Sempat beberapa kali Joni

101

Universitas Kristen Petra berbohong mengenai masalah pekerjaan. Joni mengaku pekerjaan baik-baik saja tetapi ternyata pekerjaannya di ambang kehancuran. Joni yang takut membuat Yani kepikiran memilih untuk bercerita kepada teman kerjanya yang pada akhirnya justru menjadi pihak ketiga. Jika berkaca pada Johari Window, hubungan mereka termasuk dalam golongan jendela B yang menunjukkan hubungan dimana hidden area mendominasi. Ini berarti salah satu individu yang terlibat dalam hubungan takut mengungkapkan kelemahannya dan kurang percaya kepada orang lainnya, ia yakin bahwa rekannya akan mengeksploitasi segala informasi yang ia keluarkan. Individu yang memiliki jendela hubungan ini percaya bahwa ia perlu menciptakan topeng untuk berusaha menjadi sosok yang sebenarnya bukan dirinya.

Yani menjelaskan bahwa hal ini berpotensi terjadi karena jarangnya mereka bertemu. Segala sesuatu dianggap dalam keadaan baik-baik saja. Tetapi ketika masuk ke dalam ternyata fondasi dalam hubungan mereka mengalami keretakan. Yani bersyukur mengetahui hal ini sebelum semuanya terlambat dan berubah menjadi semakin buruk. Hal ini juga dijadikan pelajaran berharga bagi yani untuk terus terbuka kepada Joni termasuk hal-hal yang kecil. Yani mengaku termasuk orang yang susah mengungkapkan apa isi hatinya kepada orang lain. Untuk itu Yani belajar menghargai Joni sebagai suaminya dengan menceritakan apa yang dirasakan mengenai hubungan kepada Joni. Melalui hal ini, Yani menumbuhkan rasa percaya kepada Joni begitupula Joni merasa dipercaya oleh Yani. Pada akhirnya kedua pasangan ini bisa bergantung secara emosional yang lebih dekat satu sama lain.

Berbeda dengan Yani, dalam pernikahannya Marsha dan Bryan hampir tidak pernah dihadapkan pada masalah pihak ketiga. Marsha mengatakan dan berani menjamin sejak awal hubungan, pernikahannya bersih dari pihak ketiga. Hal ini diakui butuh perjuangan yang sangat keras. Sejak awal pacaran, pasangan ini untuk terbuka satu sama lain. Marsha menjelaskan bahwa Bryan tipe orang yang tidak masalah jika harus bertengkar jika itu bisa membawa hubungan mereka ke arah yang lebih baik dan mampu mengenal satu sama lain.

Dalam hal ini jika dikaitkan dengan Johari Window, hubungan mereka berada pada tahap menggambarkan hubungan dimana open area menjadi area

102

Universitas Kristen Petra paling luas. Hubungan seperti ini membutuhkan tingkat self disclosure yang signifikan, yang memerlukan keterbukaan dan kesensitifan terhadap apa yang diperlukan orang lain.

Selain memiliki waktu untuk membahas apa yang dirasakan mengenai hubungan, penting sekali bagi pasangan untuk mempunyai strategi dalam menghadapi konflik. Yani merupakan wanita yang cenderung menghindari konflik. Saat konflik terjadi Yani lebih memilih menjauh dan tidak berhubungan dengan sumber konflik tanpa tahu kapan tenggat waktu untuk kembali berkomunikasi. Hal ini sangat memperngaruhi hubungan diantara keduanya. Yani mengakui permasalahan utama adalah sulitnya untuk terbuka mengenai apa yang ia rasakan. Sedangkan Joni cenderung ingin menyelesaikan semua permasalahan saat itu juga agar tidak berlarut-larut. Perbedaan dalam menyelesaikan masalah ini akhirnya menambah konflik diantara mereka berdua. Setelah beberapa waktu berlalu, pasangan ini akhirnya bisa menyesuaikan satu sama lain. Untuk penyesuaian inilah dibutuhkan keterbukaan. Yani menjelaskan bahwa pasangan tidak akan pernah bisa untuk mengetahui apa isi hati kita yang terdalam tanpa kita memberitahukan kepada mereka. Hal ini menunjukkan bahwa dalam menjalin hubungan dengan pasangan, keterbukaan memegang peranan yang sangat penting. Dalam hal ini keterbukaan menjadi kunci apakah konflik yang terjadi bisa selesai dengan baik dan efektif atau malah membuat hubungan semakin renggang.

Pasangan yang menjalani Commuter Marriage harus lebih terbuka dengan pasangan apa yang menjadi perasaan satu sama lain apalagi jika hidup berjuahan. Hal ini sangat penting ketika membahas tujuan akhir dalam berhubungan. Berbeda saat jenis hubungan berada dalam tahap pacaran. Hampir sebagian besar pasangan yang pacaran akan membawa hubungannya ke tahap pernikahan. Tetapi untuk pasangan yang sudah menikah apalagi menjalani hubungan Commuter Marriage, tujuan akhir menyangkut masalah yang kompleks. Yani dan Joni harus memikirkan sampai kapan mereka berdua harus menjalani Commuter Marriage mengingat usia mereka yang semakin tua. Yani merasa mereka berdua sudah cukup berhubungan jarak jauh. Joni sempat menjelaskan jika Yani tidak mengutarakan hal ini kepadanya, Joni tidak akan pernah mengetahui apa yang

103

Universitas Kristen Petra Yani rasakan. Nampaknya hal ini terlihat sederhana tetapi jika dibiarkan mampu membawa petaka dalam rumah tangganya.

Marsha dan Bryan juga merasakan hal yang sama. Walaupun memiliki jenjang karir yang bagus di Turki, beberapa kali pasangan ini sempat melihat kembali mengenai tujuan akhir berhubungan. Apakah harus seterusnya menjalani Commuter Marriage atau tidak. Marsha menjelaskan dengan adanya keterbukaan, masing-masing menjadi pribadi yang lebih kuat dalam mendukung satu sama lain. Di sisi lain, keterbukaan mampu menghindari terbukanya kemungkinan masuknya orang ketiga. Dalam hal ini, Yani mengakui kebenarannya. Awal terjadinya perselingkuhan karena adanya hal yang diinginkan bahkan yang diperlukan yang tidak mampu didapatkan dari pasangan lain. Dengan adanya keterbukaan, masing-masing pasangan mengetahui keinginan satu sama lain dan berusaha mewujudkannya. Walaupun mungkin ada keperluan dan keinginan yang susah untuk diwujudkan, pasangan bisa mencari jalan keluar dan strateginya bersama-sama.

Dalam hal keterbukaan pun diperlukan komitmen. Komitmen yang levelnya lebih tinggi bisa dikomunikasikan dengan adanya indikasi bahwa adanya lebih sedikit alternatif yang menarik. Faktanya, ada seorang ilmuwan menemukan bahwa prediktor terbaik dari gagalnya suatu hubungan adalah tingginya perhatian terhadap alternatif. Alternatif-alternatif mungkin bisa jadi hubungan potensial yang lain, tetapi bisa juga dalam bentuk pekerjaan, hobi, dan lainnya. Saat altenatif ini cukup menarik untuk menggantikan sebagian atau semua dari hubungan, hal ini bisa mengurangi persepsi dalam komitmen terhadap hubungan tersebut (Knapp&Vangelisti, 2009, p.295-297).

Bagi pasangan yang hidup di tempat yang berdekatan, hal ini bukan menjadi masalah. Tetapi beda halnya jika harus menjalani Commuter Marriage. Perbedan jarak dan waktu menimbulkan alternatif yang semakin besar. Pasangan yang menjalani Commuter Marriage harus secara aktif terbuka mengenai teman-teman dan kesehariannya. Hal ini menghindari dari timbulnya rasa curiga. Hal ini pernah dirasakan oleh Marsha. Terkadang marsha tidak bisa mengangkat telepon karena sedang pergi bersama Gladys atau melakukan pekerjaan tambahan. Akibatnya waktu untuk berkomunikasi makin berkurang. Jika tidak

104

Universitas Kristen Petra dikomunikasikan secara terbuka, Bryan bisa saja curiga dengan siapa Marsha pergi. Jangan-jangan Marsha mempunya pria simpanan. Atau pada saat membalas chat agak lama. Sebaliknya, marsha juga mengalami hal yang sama. Terkadang untuk melepas rasa lelah dan penat akibat bekerja, Bryan pergi bersama teman-temannya. Bisa saja pada saat itu Marsha memiliki pikiran buruk mengenai apa yang dilakukan oleh Bryan. Karena itu pasangan ini membiasakan diri untuk terbuka apa yang dijalani hari itu. Bukan seperti meminta ijin untuk pergi tapi mengabarkan sesuatu. Misalnya saat Bryan mau pergi, Marsha akan menerima pesan yang menunjukkan bahwa Bryan pergi refreshing dengan teman-teman. Marsha pun juga akan memberi kabar bahwa dirinya sedang mendampingi muridnya untuk pergi keluar kota.

Terpisah di tempat yang jauh dengan kebudayaan yang sangat berbeda juga sempat menjadi hambatan bagi pasangan ini. Marsha mengaku seiring berjalannya waktu, kecurigaan semakin tidak ada karena komunikasi yang lancar diantara mereka berdua. Bryan sering menceritakan teman-temannya kepada Marsha bahkan beberapa kali menunjukkan fotonya. Hal ini membuat marsha sangat dihargai. Bahkan terkadang, marsha seolah-olah juga sedang berada di sana karena mendengar cerita Bryan. Jadi pasangan ini setuju bahwa alternatif lain yang secara tidak sengaja mampu mengalihkan waktu komunikasi mereka tidak akan menjadi masalah besar jika mampu dikomunikasikan dengan baik.

Beberapa hal yang cukup krusial untuk dibicarakan secara terbuka adalah menyangkut hal keuangan. Bagaimana pembagian dan pengelolaan keuangan. Bahkan menyangkut pengiriman uang. Bagi Marsha dan Bryan hal ini tidak menjadi masalah karena sejak awal sudah dikomunikasikan secara terbuka. Bahkan Bryan akan memberitahukan kepada Marsha berapa uang yang dikirim. Jika jumlahnya kurang dari biasanya, Bryan akan menjelaskannya tanpa Marsha harus bertanya. Hal ini dilakukan bukan sebagai bentuk laporan tapi semata-mata untuk menjaga kepercayaan yang sudah diberikan kepada pasangan. Sebisa mungkin meminimalisir adanya „pertanyaan‟ yang muncul.

Terkait dengan keterbukaan dalam hal keuangan, peneliti menemukan bahwa pasangan yang menjalani Commuter Marriage karena faktor ekonomi cenderung lebih tangguh dibandingkan dengan pasangan suami istri yang

105

Universitas Kristen Petra menjalani Commuter Marriage karena faktor pekerjaan. Yani dan Joni harus menjalani Commuter Marriage karena faktor pekerjaan.

Sebelum bertemu dengan Yani, Joni sudah bekerja sebagai sales keliling yang tidak menetap di satu tempat dalam waktu yang lama. Bahkan hingga menikah pun, Yani harus lapang dada sering ditinggal pergi oleh suaminya. Beberapa tahun berlalu, Joni memutuskan untuk membuka usaha sendiri. Meski demikian usaha yang dirintis Joni tidak jauh berbeda dari pekerjaan yang sebelumnya. Alasannya sederhana yaitu Joni sudah sangat menyukai pekerjaannya dan sudah berpengalaman memahami seluk beluk pekerjaan ini. Karena itulah Yani lagi-lagi harus menerima kenyataan untuk menjalani Commuter Marriage.

Memiliki usaha sendiri memiliki resiko yang lebih besar dibandingkan bekerja ikut orang lain. Benar saja sekitar empat tahun yang lalu, pekerjaan Joni mengalami kemacetan dan membuatnya harus tinggal menetap di Bali. Jika pada awalnya pasnagan ini bisa bertemu paling tidak empat bulan sekali dalam setahun, sekarang Yani bisa bertemu dengan Joni maksimal dua kali dalam setahun. Joni semakin sibuk untuk mempertahankan usahanya di Bali. Dalam hal ini, faktor yang menjadi penyebab pasangan ini menjalani Commuter Marriage adalah faktor ekonomi.

Lain halnya dengan Marsha dan Bryan. Pasangan ini harus menjalani Commuter Marriage karena faktor ekonomi. Usaha yang dibangun oleh Bryan mengalami kegoncangan sehingga pasangan ini mengambil langkah lain yaitu pergi ke Amerika demi mewujudkan kehidupan finansial yang lebih baik. Sebagai imigran gelap, Bryan tidak bisa pulang ke Indonesia dan balik lagi ke Amerika sesuka hatinya. Jika dia memutuskan untuk pulang, tidak ada kesempatan lagi baginya untuk kembali bekerja di Negeri Paman Sam itu kecuali Bryan harus mau mengikuti semua prosedur seperti pengajuan visa dan sebagainya. Hal inilah yang menyebabkan mereka berdua tidak bisa bertemu selama sepuluh tahun.

Setelah kembali dari Amerika, Bryan menetap di Indonesia selama satu tahun. Dalam rentang waktu itu, bisa dikatakan Bryan bisa membangun bisnis yang baru karena keadaan finansial mereka telah pulih. Tidak lama kemudian, Bryan mendapatkan tawaran untuk bekerja sebagai Chef di Turki dengan menggunakan sistem kontrak kerja. Bryan melihat bahwa ini merupakan peluang

106

Universitas Kristen Petra yang baik untuknya. Setelah berdiskusi bersama Marsha, akhirnya Bryan memutuskan untuk berangkat lagi ke Turki. Dalam hal ini, faktor yang mempengaruhi pasangan ini menjalani Commuter Marriage adalah faktor pekerjaan. Bryan diijinkan untuk pulang ke Indonesia satu kali dalam setahun dengan durasi satu hingga dua bulan maksimal.

Melalui dua pasangan diatas, dari sisi lain peneliti menemukan kesamaan yaitu sama-sama pernah menjalani Commuter Marriage karena faktor ekonomi dan pekerjaan. Melalui beberapa kali wawancara dan membaca kumpulan chat kedua pasangan ini di masa lampau, terlihat sekali bahwa pasangan yang menjalani Commuter Marriage karena faktor ekonomi memiliki jiwa yang lebih tangguh dibandingkan karena faktor pekerjaan.

Yani mengakui bahwa dalam hidup tidak ada kata terbiasa menjalani Commuter Marriage. Tetapi sejak di Bali, Yani menyadari beberapa perubahan dalam dirinya yaitu semakin mandiri. Jika dibandingkan dengan yang dulu, kini Yani bisa mengerjakan semuanya tanpa kehadiran Joni. Lebih jarang menangis dan bersedih. Yani melakukan hal ini untuk menguatkan suaminya juga yang sekarang berjuang dalam keadaan ekonomi. Jika dulu Yani hanya menghadapi Commuter Marriage tanpa harus memikirkan soal uang karena kehidupan yang sudah tercukupi, kini permasalahan harus bertambah satu lagi. Selain memikirkan bagaimana cara agar tetap bisa berhubungan dengan Joni mewujudkan komunikasi yang baik, kini Yani harus memikirkan bagaimana perputaran uang di keluarga mereka. Yani semakin jarang bermanja-manja tetapi justru malah semakin sering menguatkan Joni agar mampu melewati semua. Pasangan tidak bisa menguatkan satu sama lain jika tidak bisa terbuka.

Fase ini dialami juga oleh Marsha tetapi terbalik. Di awal-awal saat menjalani Commuter Marriage, Marsha sangat stress karena harus beradaptasi dengan keadaan tanpa kehadiran Bryan. Selain itu, perbedaan waktu yang cukup ekstrim membuatnya beberapa kali vertigo. Tetapi dalam keadaan itu marsha tidak menyerah dan menguatkan dirinya. Hal ini dilakukan agar kehidupan ekonomi dalam keluarga mereka segera pulih. Walaupun rindu yang teramat kepada Bryan, Marsha terus menguatkan diri. Menahan diri dari pikiran dan rasa curiga karena pernyataan buruk yang sering datang kepadanya, hingga menahan hasratnya untuk

107

Universitas Kristen Petra bertemu dengan Bryan. Dan ketika Bryan pulang ke Surabaya semua itu terbayarkan. Selama satu tahun marsha bisa menikmati hidup dekat dengan Bryan dan menikmati hasil kerja keras mereka berdua untuk bertahan dalam pernikahan. Bagi marsha ketika harus menjalani Commuter Marriage kedua kalinya bukan hal yang susah. Selain sudah pernah mengalami, kini Marsha tidak perlu lagi pusing memikirkan keadaan finansial keluarga. Selain itu, Marsha lebih tenang karena Bryan tidak harus bekerja lebih keras seperti dahulu. Marsha mengaku lebih sering bermanja-manja dengan Bryan di telepon dan menghabiskan waktu lebih intim ketika Bryan kembali pulang ke Surabaya. Marsha mengatakan bersyukur kepada Tuhan berhasil melewati masa-masa sukarnya pada saat Brya di Amerika. Bagi Marsha hidupnya yang sekarang adalah tinggal menikmati apa yang dulu ditaburnya.

Dari dua hal ini peneliti menarik garis besar bahwa pasangan yang mengalami Commuter Marriage memiliki karena faktor ekonomi memiliki sikap yang lebih tangguh dibandingkan dengan faktor pekerjaan. Hal ini jelas terbukti karena faktor ekonomi menuntut pasangan untuk mencari uang demi keluarganya. Jika faktor pekerjaan, pasangan bisa memilih opsi untuk melanjutkan pekerjaan atau tidak dan sebagian besar tidak harus dihantui oleh keadaan ekonomi mereka. Biasanya pasangan yang melakukan Commuter Marriage memiliki kesempatan lebih besar untuk memilih dan mempertimbangkan pekerjaan lain yang mungkin bisa diambil tanpa harus menjalani Commuter Marriage.

Peneliti juga menemukan bahwa keterbukaan dalam hal perasaan juga menyangkut keterbukaan perasaan pasangan terhadap kehidupan seksual. Pasangan yang menjalani Commuter Marriage tidak bisa melakukan kehidupan seksual yang rutin. Untuk itu perlu dikomunikasikan. Selain untuk mencairkan rasa canggung akibat lama tidak pertemu, hal ini mampu mendekatkan keintiman dan menjaga api gairah diantara keduanya.

Dalam dokumen 44 Universitas Kristen Petra (Halaman 56-64)